Wahai Tamu Allah, Yuk Mulai Jaga Stamina dari Sekarang

Tidak terasa kurang dari tiga bulan lagi musim haji dimulai. Rasanya seperti baru kemarin saya menginjakkan kaki di Tanah Suci untuk bertugas sebagai peliput haji di Media Center Haji (MCH) 2017.

Selama 74 hari saya menghabiskan waktu di Madinah dan Makkah. Sebagian besar waktu memang dihabiskan di Madinah dimana saya ditugaskan. Kami (tim MCH Madinah) hanya menyambangi Makkah selama 14 hari jelang dan usai puncak haji.

Berbagai persoalan seputar pelaksanaan haji saya saksikan dan alami sendiri. Persoalan itu mulai dari keberangkatan, imigrasi, penginapan, konsumsi hingga kesehatan jamaah haji.

Sebagian besar jamaah haji Indonesia memang berusia lanjut. Tahun lalu, sebagian besar jamaah haji Indonesia yang berangkat didominasi usia 51-60 tahun (71.054 orang).

Hal itu karena waktu tunggu jamaah haji yang sangat panjang, bahkan hingga puluhan tahun. Menabung bertahun-tahun dan ketika sudah tiba waktut berangkat, kondisi fisik sudah menua.

Ibadah haji sejatinya adalah ibadah fisik. Bayangkan, satu putaran tawaf di lantai satu dan dua mataf Masjid Al Haram berjarak satu kilometer. Artinya, jamaah harus menempuh jarak sedikitnya tujuh kilometer.

Setelah itu dilanjutkan dengan prosesi mengenang gerak Siti Hajar yang berlari kecil antara Bukit Safa dan Marwah. Tujuh kali bolak-balik, jamaah harus berjalan hingga paling tidak tiga kilometer. Hanya prosesi di Masjid Al Haram saja jamaah harus menempuh 11 kilometer.

Ketika akan dan sesudah melontar jumrah juga dijalani dengan berjalan kaki karena lalu lintas Makkah sangat padat, bahkan berhenti. Satu-satunya cara adalah dengan berjalan kaki.

Fisik yang kuat dibutuhkan jamaah ketika harus bolak-balik dari hotel menuju Masjid Nabawi di Madinah untuk mengerjakan shalat lima waktu. Waktu tempuh dari hotel ke Nabawi relatif pendek, hanya beberapa ratus meter. Paling jauh jamaah menginap satu kilometer dari Nabawi. Itu pun disediakan bus.

Kondisi berbeda di Makkah dimana jarak dari Masjid Al Haram dengan penginapan jauh. Karena itu harus menggunakan bus shalawat. Begitu juga di Arafah dan Mina.

Belum lagi acara mampir di pertokoan. Jamaah tentu berkeliling dari satu toko ke toko lainnya.

Semua itu dijalani jamaah haji di tengah cuaca gurun yang panas dan kering. Benar-benar menguras fisik. Karena itulah sangat penting bagi calon jamaah haji menjaga kondisi fisiknya agar selalu prima.

Bagi yang jarang atau mungkin tidak pernah berolahraga, bangunlah di pagi hari usai shalat subuh dan mulai biasakan diri berjalan kaki. Mulailah dengan jarak dua hingga tiga kilometer. Seiring waktu, jarak tempuh bisa ditambah hingga lima kilometer setiap hari.

Saya sendiri merasakan bagaimana lelahnya menjalankan berbagai prosesi haji. Bagi saya prosesi yang sangat menguji fisik adalah saat akan melontar jumrah.

Mulai dari hotel, saya dan teman-teman harus berjalan kaki menuju jamarat karena jalanan macet total. Melewati terowongan Mina sepanjang tiga kilometer juga menjadi tantangan tersendiri.

Di sini jamaah tidak diperkenankan beristirahat atau duduk-duduk di pinggir jalan karena akan mengganggu mobilitas jamaah lain. Tak heran tahun lalu, banyak jamaah yang ‘tumbang’. Tentu dipengaruhi sejumlah faktor lain, karena ada jamaah sakit yang saya temukan mengaku tidak makan sebelum melontar jumrah.

Selain latihan jalan dengan rutin, umumnya empat hingga lima kali sepekan, jaga juga pola makan. Makanlah makanan bergizi. Perbanyak serat dari sayur dan buah-buahan. Kurangi kegiatan yang tidak perlu dan istirahat cukup.

Calon jamaah harus mengontrol dan memeriksakan kesehatannya secara teratur sebelum keberangkatan. Mumpung masih ada waktu, cek ke Puskesmas sehingga pengobatan optimal. Apalagi khusus tahun ini, jamaah yang akan melunasi biaya perjalanan naik haji diharuskan menyerahkan surat keterangan sehat dari dokter rumah sakit. Calon jamaah juga harus memiliki BPJS Kesehatan.

Itulah sekelumit gambaran betapa ibadah yang didamba-dambakan setiap Muslim butuh ketangguhan fisik. Tak perlu khawatir dan tak perlu terlalu dipikirkan apalagi hingga stres. Selama Anda rajin berlatih fisik, Anda akan baik-baik saja.

 

Oleh: Ani Nursalikah*

Penulis adalah Redaktur Republika.co.id

Ingat! Bawa Beberapa Baju Saja Saat Berhaji

Persiapan dalam melakukan perjalanan ibadah spiritual terutama haji memang penting.

Namun, banyak persiapan yang dilakukan oleh para calon jamaah dapat menimbulkan kerepotan sehingga mengganggu konsentrasi selama beribadah. Contohnya, barang bawaan yang dibawa jamaah khususnya pakaian.

“Jangan terlalu berlebihan membawa perlengkapan. Bawalah perlengakapan yang sesuai dengan kebutuhan beribadah,” papar Pimpinan Dakwah Kreatif (iHaqi) Ustadz Erick Yusuf, saat dihubungiRepublika, Kamis (20/8).

Perlengkapan yang dibawa saat berhaji, ujarnya, haruslah mengutamakan barang-barang yang menunjang untuk ibadah. Seperti pakaian dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu perlengkapan ibadah dan perlengkapan sehari-hari.

Demi menjaga kenyamanan saat beribadah, Ustaz Erick menyerankan agar para jamaah  tidak terlalu membawa banyak pakaian ganti.

Untuk perlengkapan ibadah seperti Alquran, sajadah, sabuk ihram, tasbih serta buku kumpulan doa-doa sudah disediakan oleh pihak penyelenggara haji.

Bagi jamaah pria, Ustaz Erick menyarankan, cukup membawa empat potong pakaian ganti untuk 20-40 hari selama di tanah suci. Pakaian ganti bisa berupa kemeja atau koko. Sedangkan bagi jamaah perempuan cukup membawa enam potong pakaian ganti.

Ustaz Erick mengatakan, calon jamaah haji tidak perlu khawatir apabila kehabisan stok pakaian karena di Tanah Suci bisa mencuci pakaian sendiri atau memakai jasa laundry. Apalagi, cuaca disana cukup panas sehingga membuat pakaian cepat kering.

Senada dengan Ustadz Erick, Ketua Rabithah Haji Haji Indonesia, Ade Marfuddin, menyampaikan  persiapan yang paling penting dalam melakukan perjalanan ibadah haji bukanlah pada aspek pakaian.

Menurutnya, banyak calon jamaah yang membawa pakaian terlalu banyak padahal di Tanah Suci nantinya tidak terlalu banyak dipakai.

“Kalaupun pakaian jamaah yang dibawa dari Tanah Air dirasa kurang, sangat mudah untuk mendapatkan pakaian-pakaian ganti di Makkah ataupun Madinah dengan model yang beragam dan harga yang terjangkau,” kata Ade.

 

sumber: Republika Online

Kemenag: Persiapan Haji Capai 90 Persen

Kepala Pusat Informasi dan Humas (Kapuspinmas) Kementerian Agama Rudi Subiyantoro mengakui bahwa sampai saat ini persiapan penyelenggaraan ibadah haji musim haji 1436 H/2015 M sudah mencapai 90 persen.

Dari sejumlah rapat yang diikuti, mulai pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan Komisi VIII DPR sampai urusan pendokumentasi pemberangkatan jemaah haji reguler dan khusus, dapat disimpulkan bahwa persiapannya sudah mencapai 90 persen, kata Rudi yang didampingi Kabid Data Sulistyowati pada rapat evaluasi kinerja Bidang Data Pinmas di Bogor, Rabu malam.

Ia mengakui masih ada pekerjaan yang harus “dikebut”, yaitu pekerjaan membuat visa bagi jemaah haji dan buku kesehatan. Termasuk pemberian vaksin meningitis bagi seluruh jemaah haji di Indonesia. Distribusi vaksin, seperti dikemukakan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, dr. Pediansjah bahwa kini seluruh vaksin sudah tiba di ibukota provinsi. Tinggal pendistribusiannya yang menjadi tanggung jawab Pemda Provinsi masing-masing ke wilayah kabupaten/kota.

“Saya berkesimpulan, persiapan sudah matang. Pembuatan dokumen masih berproses terus. Ini pekerjaan sudah biasa seperti tahun-tahun sebelumnya,” ia menjelaskan.

Sementara itu Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis mengatakan, pada musim haji 1436 H/2015 M memberikan makan bagi Jemaah haji Indonesia selama di Mekkah dan Madinah. Di Mekkah pemberian makan berlangsung tujuh hari sebelum dan sesudah pelaksanaan wukuf di Arafah (H-7 dan H + 7). Meski sehari sekali, pemberian makan ini diharapkan dapat mengurangi kesulitan Jemaah mendapatkan menu makanan sesuai dengan cita rasa makanan di Tanah Air.

Sedangkan pemberian makanan di Madinah, sehari dua kali ditambah makanan ringan seperti snack pada pagi hari. Untuk di Armina (Arafah dan Mina), diatur sedemikian rupa sehingga Jemaah tidak merasa kekurangan. Termasuk minuman yang terus menerus harus tersedia, karena Jemaah haji pada tahun ini menghadapi cuaca panas. Pemberian makan di Armina berlangsung sejak 8 hingga 13 Zulhijah.

Khusus pemberian makan sekali sehari di Mekkah, Sri menyebut sebagai peristiwa pertama kali dalam sejarah perhajian. Pemberian makan seperti ini memang pernah dicoba Kemenag beberapa tahun sebelumnya namun gagal. Pasalnya, distribusi makanan tidak lancer karena padatnya kota Mekkah saat puncak musim haji.

Menyangkut kontrak dengan perusahaan katering untuk melayani Jemaah haji Indonesia selama di Tanah Suci, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis dalam percakapan khusus dengan Antara mengaku bahwa pihaknya telah mengikat kontrak dengan 25 perusahaan catering di Mekkah dan 10 perusahaan catering di Madinah. Semua perusahaan tersebut telah diteliti dan memiliki jejak rekam yang baik.

Mengapa di Mekkah harus ada pelayanan catering? Menurut Sri, hal itu merupakan bagian dari prasyarat penerapan program elektronik haji (e-hajj) dari pemerintah Arab Saudi. Selain itu, ada keinginan kuat dari Kemenag untuk meningkatkan kualitas pelayanan Jemaah haji di Saudi Arabia.

 

sumber: Republika Online