Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Belanda sebelumnya menyatakan petugas polisi wanita Muslim tidak diizinkan untuk mengenakan jilbab saat berseragam. Menurut hukum Belanda, petugas polisi dilarang memakai simbol keagamaan saat bertugas dengan alasan mereka harus tampil netral.
Namun petugas polisi Rotterdam, Sarah Izat, mengajukan pengaduan pada Mei lalu terkait larangan penggunaan jilbab bagi polisi. Ia mengatakan larangan tersebut bersifat diskriminatif terhadapnya dan menghambatnya untuk maju dalam karir
Sementara rekan non-Muslimnya diizinkan untuk mengenakan seragam polisi, perwira berusia 26 tahun itu hanya bisa mengenakan pakaian biasa jika dia ingin mengenakan jilbab. Namun, pada Senin (20/11), Komisi HAM Belanda memberikan keputusan yang tak terduga.
Menurut Komisi itu, dalam kasus Izat, larangan penggunaan jilbab tidak dapat dibenarkan. Terlebih Izat melakukan pekerjaannya di meja kerja, yang hanya mengharuskannya menerima keluhan warga melalui saluran telepon.
“Ketika dia berbicara di telepon, warga sipil tidak dapat melihatnya. Melarangnya [mengenakan jilbab] tidak menunjukkan sikap netral. Polisi telah membuat perbedaan terlarang atas dasar agama,” kata Komisi tersebut.
Komite juga menolak klaim yang tidak berdasar dari polisi nasional, bahwa jilbab dapat membahayakan keselamatan pribadi Izat.
Komisi HAM Belanda adalah badan pengawas independen yang bertugas untuk melindungi HAM di Belanda. Semua keputusannya tidak mengikat, sehingga polisi dapat memutuskan apakah akan mematuhi atau tidak. Keputusan tersebut juga hanya berlaku untuk kasus Izat dan tidak membahas masalah jilbab atau simbol keagamaan lainnya yang dipakai petugas polisi.
“Kami menerimanya jika Komisi telah membuat keputusannya sedikit lebih luas, tapi kami puas dengan keputusan ini”, kata Betul Ozates, pengacara Izat, kepada Aljazirah.
“Saya harap ini akan memotivasi polisi untuk mengubah kode etik yang sekarang melarang anggotanya untuk memakai jilbab. Klien saya telah melakukan pekerjaannya selama berbulan-bulan sambil mengenakan jilbabnya. Dia hanya tidak diizinkan untuk memakai jilbab dengan seragamnya,” tambah Ozates.
“Dia lebih dari mampu melakukan pekerjaannya saat mengenakan jilbab, jadi kami merasa ia harus mengenakan seragam saat dia melakukan pekerjaannya, seperti rekannya,” paparnya.
Di Twitter, Izat menanggapi keputusan tersebut dengan mengatakan, “Kami menang! Komisi telah memastikan saya berhak mengenakan seragam dan jilbab. Keputusan ini sangat berarti dan kemenangan ini adalah milik kita semua!”
Berbicara kepada Aljazirah, seorang juru bicara polisi mengatakan polisi akan mempertimbangkan keputusan tersebut. “Polisi ingin menjadi organisasi yang netral, karena itulah kami mempertimbangkan keputusan Komisi secara serius. Netralitas akan tetap menjadi aspek kunci dari kerja polisi,” kata dia.