Semakin dekatnya Pemilu 2024, potensi kita menebar bencana semakin besar. Kenapa demikian? Sebab dengan jari kita dengan mudah meracik hoaks, baik hasil ramuan sendiri maupun sebagai penyebar pelbagai propaganda dan berita hoaks. Terlepas kita sadar dari perbuatan dosa tersebut atau tanpa menyadari.
Akibat fanatisme dan kesukaan yang berlebihan terhadap calon yang dibela, apa saja mudah dilakukan tanpa sadar. Mencari kesalahan lawan, menebar hoaks dan fitnah untuk menjatuhkan lawan, dan beberapa prilaku yang tanpa sadar dilakukan.
Potensi perbuatan dosa itu lebih-lebih setelah dimulainya masa kampanye pada 28 November 2023. Sebab di era media sosial yang berkembang pesat seperti saat ini, jari memiliki peran yang sangat signifikan. Suatu aktifitas enteng namun memiliki resiko besar dalam sudut pandang agama apabila sampai terjebak pada memformulasi berita hoaks dan berbagai propaganda untuk kepentingan politik.
Allah mengingatkan kita akan hal ini. Dalam al Qur’an ditegaskan: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”. (Yasin: 65).
Kondisi mulut terkunci tanpa bisa berkata apapun yang tergambar pada ayat di atas terjadi pada saat hari pembalasan, di mana semua perbuatan manusia di dunia dimintai pertanggungjawaban. Perbuatan baik dibalas pahala untuk menempati surga, sementara perbuatan dosa akan diganjar dosa dan digiring ke neraka.
Seperti termaktub dalam Tafsir Ibnu Katsir, pada hari kiamat mulut orang kafir dan orang munafik di kunci sehingga mereka tidak bisa ingkar terhadap kejahatan atau perbuatan dosa ketika di dunia. Yang berbicara pada saat itu adalah anggota-anggota badan yang mengakui segala perbuatannya di dunia tanpa bisa berdusta.
Dalam ayat yang lain Allah menguatkan: “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (An Nur: 24).
Selayaknya kita semua sadar akan hal ini. Permusuhan, saling hasut dan saling benci bisa terjadi dan bermula dari jari. Melalui berita hoaks yang diproduksi oleh orang atau kelompok tertentu, sementara kita ikut menyebarkannya. Jari kita membagikan berita yang berpotensi menciptakan kesemrawutan dan kekisruhan.
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, tingginya tensi dan hiruk pikuk politik menjadi tantangan sendiri bagi kehidupan beragama kita, juga kehidupan berbangsa dalam bingkai kerukunan umat. Hal ini patut menjadi renungan kita bersama. Demokrasi membuka kran kebebasan memilih dan dipilih namun tidak berarti kebebasan tersebut boleh menghalalkan segala cara. Apalagi sampai mengorbankan norma dan mengangkangi ajaran agama.