Hoaks Jangan Dianggap Remeh

DALAM sebuah hadis Rasulullah SAW menerangkan bahwa salat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Tetapi, ada orang yang salat dia masih melakukan perbuatan keji dan munkar seperti berbohong (hoaks).

Bagaimana hukuman bagi orang yang salat tetapi suka berbohong? Islam mengajarkan agar seorang Muslim selalu dan mampu menjaga lisannya atau perkataannya. Sebab, berbohong adalah termasuk dalam kategori dosa-dosa besar. Namun, yang terjadi sekarang banyak sekali orang bahkan kita sendiri yang suka bermain-main dengan kebohongan.

Tak sedikit yang menganggap bohong merupakan sesuatu yang sepele. Padahal kita tahu sekecil apapun kebohongan tetap saja dianggap sebagai dosa besar.

Allah SWT berfirman di dalam surat An-Naml:

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” [QS. An-Nahl ayat 105]

Bohong atau dusta adalah sifat buruk yang sangat dibenci, dan Allah sendiri mengutuknya. Kebohongan merupakan induk dari berbagai macam perkara buruk yang tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain.

Berbohong adalah pangkal dari berbagai kejahatan, dan salah satu ciri golongan orang munafik adalah mereka yang suka berkata dusta.

Dari Ibnu Masud bahwa Rasulullah bersabda,

“Berkata benar jadikanlah kebiasaan bagimu, karena benar menurut kebaikan dan mengantarkan ke surga. Seseorang selalu berkata benar (pasti) ditentukan siddiq di sisi Allah. Dan berhati-hatilah kamu pendusta, karena dusta menimbulkan kekejian (kejahatan) dan akibatnya akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Seseorang berdusta akhirnya ditentukan pendusta di sisi Allah”.

Kejujuran merupakan landasan iman bagi seorang Muslim. Bentuk kejujuran itu dapat dibuktikan melalui ucapan maupun perilaku sehari-hari.

Pada saat hari kebangkitan dan hari pembalasan kelak, seorang pendusta akan datang bersama kelompoknya (pendusta) dan datang kepada Allah dengan keadaan yang mengerikan. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?” [QS. Az-Zumar ayat 60]

Allah juga berfirman:

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” [QS. Az-Zumar ayat 3]

Seperti yang Allah sudah firmankan dalam ayat di atas, orang yang berbohong pasti akan mendapatkan ancaman siksa neraka. Dan mereka memiliki ciri yaitu dengan muka yang sangat hitam legam.

Perbuatan dusta adalah salah satu perbuatan yang dapat merusak dan melenyapkan amal ibadah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga walaupun ia salat, puasa, walaupun ia mengira bahwa ia menjadi seorang Muslim, yaitu berdusta saat berbicara, jika berjanji dia ingkar, dan berhianat apabila diberi amanat (kepercayaan)”.

Bahkan, lebih parah lagi Allah tidak akan mau melihat dan mensucikan mereka yang berbohong dan Allah akan menyiksa mereka dengan siksa yang pedih.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW;

“Ada tiga golongan di hari kiamat nanti Allah tidak akan melihat dan mensucikan mereka bahkan akan ditimpakan siksaan yang pedih yaitu, orangtua yang berzina, raja yang berdusta, dan fakir yang sombong.” [HR. Muslim]

Dusta adalah perbuatan yang dilarang Islam, dan Allah akan mencatat dosa sekecil apapun dan akan tetap membalasnya. []

 

 

Virus Kebohongan

IMAM Al-Ghazali dalam kitab “Ihyā’ Ulūm al-Dīn” (III/133) mencatat beberapa penyakit atau virus yang berbahaya bagi lisan. Di antara yang beliau sebut –virus keempat belas–  adalah kebohongan dalam ucapan dan sumpah.

Kebohongan, kata beliau, merupakan bagian dari dosa-dosa yang sangat buruk dan aib yang keji. Isma’il bin Wasith pernah mendengar Abu Bakar berkhutbah pasca meninggalnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Aku pernah dinasihati Rasulullah di tempat ini: ‘Jauhilah olehmu kebohongan karena kebohongan membawa pada keburukan, dan keduanya di dalam Neraka.” (HR. Ibnu Majah)

Orang yang terbiasa berbohong, maka akan dicatat sebagai tukang bohong. Sabda Nabi, “Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim)

Bayangkan! Dicap sebagai pembohong oleh menusia saja begitu menyesakkan, apalagi yang mengecapnya adalah Allah Subhanahu wata’ala. Hadits ini menunjukkan dengan sangat tegas bahaya kebohongan.

Selain itu, bahaya kebohongan yang lain adalah membuat orang masuk dalam kategori munafik. Sabda Nabi, ada tiga ciri orang munafik: jika berjanji ia menyalahinya, jika diberi amanah, ia berkhianat dan jika berkata, dia berbohong. Hadits ini bisa dilihat dalam Shahih Bukhari dan Muslim.

Dalam sejarah, bisa dibaca, musuh terbesar dari kalangan umat Islam adalah orang-orang munafik. Mereka sudah terbiasa menyembunyikan apa yang ada dibenak mereka. Secara lahiriah seolah membela Islam, namun kenyataannya, mereka amat membenci Islam. Kebohongan dalam berinteraksi social, adalah ciri khas mereka. Maka tak berlebihan jika kelak, neraka yang ditempati mereka –sebagaimana surah An-Nisa ayat 145—adalah yang paling bawah.

Tak hanya itu, kebohongan juga menyulut murka Allah. Orang yang memiliki perangai seperti ini, kelak di akhirat tidak akan diajak berbicara dengan Allah Subhanhahu wata’ala. Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa ada tiga  orang yang tak akan diajak berbicara oleh Allah, salah satunya adalah yang bersumpah dengan kebohongan.

Menurut riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi kebohongan itu terlarang, walau hanya sekadar untuk membuat orang lain tertawa. Nabi sendiri juga pernah bercanda dan membuat sahabatnya tertawa, tapi beliau menjauhi dagelan dusta yang dimaksudkan untuk membuat orang lain tertawa.

Menukil riwayat Tirmidzi, Imam Ghazali juga mengemukakan sabda nabi bahwa orang yang bohong yang bohong sejatinya berbau busuk. Begitu busuknya sehingga, malaikat pun menjauhinya dalam jarak satu mil.

Meski pada dasarnya hukum berbohong itu haram, namun ada tiga kondisi yang menjadi pengecualian. Imam Tirmidzi Rahimahullah dalam Sunan-nya, meriwayatkan sabda nabi, “Tidak boleh berdusta (berbohong), kecuali dalam tiga hal: seorang suami yang berbicara terhadap isterinya agar ia rida padanya; kedustaan pada peperangan; dan kedustaan yang dilakukan dalam rangka untuk mendamaikan (sesama) manusia.”

Pada kasus yang lagi viral terkait tokoh yang berinisial RS, ketiga kebohongan itu sama sekali tidak tercermin. Bahkan, dirinya sendiri dengan blak-blakan melalui siaran pers mengakui kebohongannya. Sebuah tindakan yang bukan saja merugikan diri sendiri tapi juga orang lain yang di sekitarnya.

Kebohongan sejak masa lalu memang senantiasa ada. Namun, jika kebohongan sudah dilakukan oleh publik figur atau tokoh politik, maka akan berdampak buruk bagi kehidupan sosial. Akibat yang paling nyata adalah krisis kepercayaan di ranah sosial.

Kita jadi merindukan politisi-politisi yang jujur dan tak suka berbohong sebagaimana politisi-politisi di masa lalu. Sebut saja misalnya, Mohammad Natsir. Di samping kesantunan, kesederhanaan dan karakter luhur lainnya, beliau dikenal sebagai orang yang jujur baik dalam perkataan maupun perbuatan.

Jakoeb Oetama, dalam buku “100 tahun Mohammad Natsir: Berdamai dengan Sejarah” (2008: 40) mengakui kejujuran beliau, “Mohammad Natsir juga memiliki kualifikasi lain yang mengesankan. la sebagai politikus dan pemimpin partai, ia jujur. Dan masa itu, kejujuran termasuk tidak menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang merupakan ciri yang menonjol.”

Bahkan kejujuran itu sudah mejadi karakter luhurnya sejak kecil. Kata Hamdi, yang mendapat cerita dari Siti Zahara (neneknya), “Semasa kanak-kanak Natsir orangnya lugu, jujur, dan sudah kelihatan akan jadi pemimpin,” (Tempo, Natsir Politik Santun di Antara dua Rezim, 10).

Kita berharap, ke depan kejujuran yang menjadi punggawa bagi perpolitikan dan interaksi kita sebagai bangsa; bukan kebohongan. Sekelumit cerita dari Natsir paling tidak memberi inspirasi, bahwa menjadi politisi sukses tak harus diraih dengan kebohongan.

Sabda Nabi ﷺ mengenai hal ini senantiasa relevan untuk direnungi:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً, وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً

Kalian wajib berlaku jujut, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan (pelakunya) kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada Surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur. Dan jauhilah oleh kalian sifat bohong, karena sesungguhnya bohong itu menunjukkan pelakunya kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada api Neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim).*/Mahmud Budi Setiawan

HIDAYATULLAH