Islam memberikan kemudahan dalam ibadah puasa bagi perempuan yang hamil dan menyusui. Jika dikhawatirkan akan mengganggu janin atau kondisi anak yang sedang disusui, tidak mengapa bagi mereka untuk berbuka lebih awal.
“Perempuan hamil dan menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa,” kata pengajar fikih Ponpes Rahmaniyah Depok Ustazah Uswatun Hasanah kepada Republika, Rabu (17/6).
Dia mengutip hadis ketika Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah meringankan setengah shalat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil, dan menyusui.” (HR An Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Menurut dia, perempuan yang sedang hamil atau menyusui bisa mengganti puasa yang telah ditinggalkan dengan qadha atau membayar fidyah. “Jika memungkinkan qadha, tapi jika tidak memungkinkan boleh dengan membayar fidyah,” lanjutnya.
Dia menjelaskan, aturan itu memiliki dalil di surat Al Baqarah ayat 184, “… dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, untuk membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. …Dan puasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Menurut alumnus Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) tersebut, dari ayat itu bisa dipahami bahwasanya mengganti puasa Ramadhan dengan qadha di hari lain lebih baik dari fidyah. Namun, jika tidak memungkinkan maka boleh dengan memberi makan orang miskin.
Tetapi, lanjut Uswatun, jika perempuan itu ingin tetap berpuasa tidak mengapa selama tidak mengganggu kesehatannya dan kesehatan janinnya. “Perempuan hamil atau menyusui diibaratkan orang sakit. Orang yang sakit bisa mengukur dirinya sendiri apakah mampu berpuasa atau tidak. Akan tetapi, syariat sudah memberi rukshoh kepada mereka untuk tidak puasa.”