Kekerasan Jalanan di Bulan Ramadan

Bismillah.

Belum lama terdengar berita kasus penganiayaan oleh sebagian pemuda dan remaja di kota Yogyakarta pada bulan Ramadan ini. Kejadian serupa juga kita dengar telah terjadi pada bulan Ramadan tahun lalu. Ya, kasus dan kejadian semacam ini adalah perkara yang patut untuk kita cermati dan menjadi bahan koreksi bersama terutama kaum muslimin.

Saudaraku yang dirahmati Allah, salah satu tanda pengagungan kepada Allah adalah memelihara dan menjaga kemuliaan waktu dan tempat yang Allah muliakan. Di antaranya adalah masjid, karena masjid merupakan tempat yang paling dicintai oleh Allah di atas muka bumi. Oleh sebab itu, ada adab-adab khusus yang berkenaan dengan penggunaan masjid. Tidak semua bentuk kegiatan bisa dilakukan di masjid. Begitu pula sebagian waktu yang Allah muliakan di atas waktu yang lain seperti bulan Ramadan yang menjadi syiar ibadah puasa, membaca Qur’an, sedekah, dan salat malam bagi kaum muslimin. Waktu yang mulia ini tidak boleh dirusak dengan berbagai tindak kezaliman dan pelanggaran hak manusia yang lain. Walaupun pada waktu yang lain kezaliman itu haram dilakukan, maka di bulan Ramadan ini hal itu menjadi semakin diharamkan!

Rusaknya keamanan

Saudaraku yang dirahmati Allah, keamanan adalah salah satu nikmat agung yang Allah berikan kepada kita. Dengan nikmat aman, maka manusia bisa bekerja, berdakwah, mengurus keluarga, membantu sesama, dan melakukan berbagai kegiatan bermanfaat dengan lancar dan bebas dari cekaman rasa takut. Oleh sebab itu, Allah mengingatkan kepada para penduduk Makkah tentang nikmat makanan dan nikmat rasa aman sebagaimana dimuat dalam surah Quraisy.

Bahkan, keamanan menjadi anugerah yang Allah janjikan kepada kaum beriman ahli tauhid yang membebaskan dirinya dari belenggu syirik dan kezaliman. Allah berfirman,

ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَلَمۡ یَلۡبِسُوۤا۟ إِیمَـٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah yang akan diberi petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82)

Keamanan dan petunjuk yang dijanjikan Allah ini hanya akan diraih dengan sempurna oleh ahli tauhid yang menegakkan keadilan dalam ucapan dan perbuatannya.

Islam tidak pernah mengajarkan tindak kejahatan atau kezaliman, baik atas diri sendiri maupun terhadap orang dan pihak yang lain. Bahkan terhadap binatang sekalipun, kezaliman itu diharamkan. Oleh sebab itu, disebutkan ada sebagian orang yang masuk neraka gara-gara mengurung hewannya dan tidak memberinya makanan dan tidak membiarkannya lepas untuk mencari makanan hingga akhirnya mati kelaparan. Di dalam hadis juga ditegaskan bahwa segala bentuk kezaliman itu akan berubah menjadi kegelapan-kegelapan pada hari kiamat.

Pada hari kiamat pun, Allah memberikan keutamaan bagi para pemimpin yang adil dalam jajaran orang yang diberi naungan Allah dari teriknya panas matahari di atas padang mahsyar, sebagaimana disebutkan dalam hadis sahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada tujuh golongan manusia yang diberi naungan Allah pada hari tiada naungan, kecuali naungan dari-Nya… (salah satunya/yang pertama) adalah pemimpin yang adil.”

Disebutkan juga dalam rangkaian hadis itu sosok pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya. Disebutkan juga tentang orang yang hatinya senantiasa bergantung di masjid.

Hal ini menunjukkan kepada kita betapa Islam sangat menjunjung tinggi keadilan dan menjaga hak-hak manusia serta memelihara kehormatan syiar-syiar agama. Allah berfirman,

ذَ ٰ⁠لِكَۖ وَمَن یُعَظِّمۡ شَعَـٰۤىِٕرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ

“Yang demikian itu karena barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu berangkat dari ketakwaan yang ada di dalam hati.” (QS. Al-Hajj: 32)

Ramadan adalah salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah karena di dalam bulan ini diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi segenap manusia. Pada bulan Ramadan, Allah juga mewajibkan ibadah puasa yang hal itu termasuk di dalam rukun Islam yang menjadi kewajiban pokok bagi setiap muslim dan muslimah.

Pendidikan keluarga dan masyarakat

Tidak dipungkiri bahwa generasi muda dan remaja adalah buah dari pendidikan dari keluarga serta kondisi masyarakatnya. Banyak anak yang mengalami penyimpangan pemikiran dan perilaku berawal dari rusaknya rumah tangga atau lingkungan pergaulan yang buruk. Oleh sebab itu, Allah telah memerintahkan kepada segenap pemimpin rumah tangga untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari panasnya api neraka. Menjaga diri dan keluarga dengan pendidikan dan pengawasan serta pembinaan yang berkesinambungan. Hal ini sedikit banyak akan membantu proses pembinaan mental dan spiritual kaum muda, terlebih di masa kini ketika teknologi telah merenggut banyak waktu dan lingkungan pergaulan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dalam agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kunci kebaikan manusia adalah dengan memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Oleh sebab itu, Allah berfirman,

فَمَنِ ٱتَّبَعَ هُدَایَ فَلَا یَضِلُّ وَلَا یَشۡقَىٰ

“Maka, barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha: 123)

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma menafsirkan ayat ini bahwa Allah telah memberikan jaminan kepada orang yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang ada di dalamnya, bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.

Kini perhatikanlah kondisi anak muda, remaja, dan pemuda yang ada di sekitar kita! Apakah mereka menjadi sosok yang cinta dengan Al-Qur’an dan memiliki semangat kuat dalam belajar ilmu agama dengan cara yang benar? Kenyataan memberikan pelajaran bagi kita bahwa banyak anak muda yang lebih gandrung kepada drama korea, atlet sepak bola, grup musik, dan artis-artis dunia daripada mengenali sejarah Islam, membaca ayat Al-Qur’an, dan menghafal hadis dan petunjuk sang Nabi akhir zaman shallallahu ‘alaihi wasallam. Subhanallah!

Sungguh benar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat sebagian kaum dengan sebab Kitab ini (yaitu al-Qur’an) dan merendahkan dengannya sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim)

Allah muliakan para sahabat Nabi dan memuji mereka dengan pujian yang sudah tertulis dalam Taurat dan Injil disebabkan ilmu dan amal saleh mereka yang selalu mendahulukan bimbingan Allah dan Rasul-Nya di atas semua tradisi dan pendapat manusia.

Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu berkata, “Kami adalah suatu kaum yang telah Allah muliakan dengan Islam. Oleh sebab itu, kapan saja kami mencari kemuliaan dari selain Islam, niscaya Allah akan menghinakan kami.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak)

Para sahabat menjadi mulia karena mereka menjadikan petunjuk Islam di atas kepala dan jiwa mereka. Mereka tunduk kepada aturan dan petunjuk Rabb penguasa langit dan bumi. Adapun sebagian orang di masa kini, lebih mendahulukan perasaan, tradisi, filsafat, dan hawa nafsunya di atas ayat Allah dan petunjuk rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam! Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.

Apabila kita mau jujur, kita akan melihat bahwa masih banyak masjid kaum muslimin ini yang hanya ramai dengan TPA ketika bulan Ramadan tiba. Adapun pada bulan Syawwal dan sesudahnya, seolah-olah TPA itu sudah sirna dan hancur tak berbekas, tenggelam oleh euforia hari raya yang tidak pada tempatnya. Apakah seperti ini yang mereka sebut sebagai kecintaan kepada Al-Qur’an dan Kitabullah?! Jawablah wahai saudaraku. Mengapa perhatian kepada TPA dan pendidikan anak-anak kaum muslimin begitu kurang di luar bulan Ramadan? Apalagi pendidikan agama untuk mereka yang sudah masuk jenjang sekolah menengah dan universitas. Ketika pendidikan agama hanya diberikan dalam porsi 2 atau 3 jam saja dalam sepekan, padahal selama belasan jam setiap harinya mereka telah sibuk dengan ilmu dunia, hiruk pikuk medsos, dan pergaulan dengan lingkungan yang tidak kondusif.

Saudaraku yang dirahmati Allah, apa yang hendak anda banggakan dengan masjid yang megah dan mewah atau organsisasi massa yang mewakili umat Islam dan memiliki sekolah di mana-mana sementara perhatian kepada pendidikan Al-Qur’an dan Islam untuk kaum muda di masjid-masjid kaum muslimin masih sangat lemah terlebih di luar bulan puasa? Apakah anda akan membanggakan profil remaja yang gemar tawuran dan tega menganiaya manusia di bulan Ramadan yang begitu mulia? Inikah yang disebut sebagai harapan masa depan dan pembawa panji peradaban Islam?!

Kemuliaan dengan kembali kepada petunjuk Allah

Dari sinilah kita pun memahami bahwa sesungguhnya kemuliaan dan kejayaan kaum muslimin tidak bisa diukur dengan kecanggihan teknologi, banyaknya perbendaharaan harta, atau luasnya daerah kekuasaan mereka. Akan tetapi, kejayaan yang memancarkan kemurnian iman dan keluhuran akhlak. Inilah pesan mulia dari ibadah puasa Ramadan bagi manusia. Karena manusia akan mulia dengan takwa dan mengendalikan hawa nafsu serta ambisi dan keinginannya.

Betapa banyak orang yang berpuasa tetapi mereka tidak mendapatkan apa-apa selain haus dan lapar saja. Betapa banyak orang yang salat malam tetapi tidak mendapatkan, kecuali begadang atau ngantuk saja. Betapa banyak orang yang membaca Al-Qur’an tetapi tidak melaksanakan aturan dan petunjuk yang ada di dalamnya. Sahabat ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhu berkata, “Seandainya hati kita ini bersih, niscaya ia tidak akan merasa kenyang dari menikmati kalam Rabb kita (yaitu ayat-ayat Al-Qur’an).” Puasa mengasah ketakwaan hati dan perbuatan anggota badan kita.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang muslim yang baik adalah yang membuat selamat kaum muslimin yang lain dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من كان يؤمن بالله واليوم الآجر فليقل خيرا أو ليصمت. من كان يؤمن بالله و اليوم الآخر فليكرم جاره

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata-kata baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan tetangganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bulan Ramadan mengajarkan kepada kita untuk memiliki kepedulian dan empati kepada orang-orang yang kesusahan dan hidup dalam keadaan lapar dan dahaga. Bulan Ramadan mengajarkan kepada kita untuk mencintai kebaikan bagi sesama sebagaimana kita senang kebaikan itu ada pada diri kita. Bulan Ramadan pun selalu mengingatkan kita bahwa ada hak orang-orang fakir dan miskin di dalam harta kita. Bulan Ramadan senantiasa memperingatkan kita dari segala bentuk ucapan dan perbuatan yang dapat membatalkan pahala puasa. Ke manakah nilai-nilai yang mulia ini pada diri sebagian orang yang merusak kemuliaan bulan ini dengan tindak aniaya kepada manusia secara terang-terangan?! Semoga Allah berikan petunjuk kepada kami dan mereka semuanya.

Saudaraku yang dirahmati Allah, kita tidak sedang mencari kambing hitam atau melimpahkan tanggung jawab itu kepada siapa-siapa, sebab kitalah yang paling bertanggung jawab terhadap diri dan keluarga kita. Baik buruknya keadaan negeri ini akan sangat ditentukan bagaimana kita menunaikan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Amanah pendidikan dan pembinaan agama bagi keluarga dan generasi muda pada khususnya. Allah berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Apabila dahulu kita berada dalam keamanan dan kini berubah menjadi terserang oleh cekaman rasa takut dan tindak kezaliman, maka ini tidak lain karena kurangnya kita dalam menjaga hak-hak Allah dan menunaikan kewajiban agama terlebih dalam membina dan mengawasi perkembangan generasi muda. Jangan sampai kita termasuk golongan orang yang digambarkan dalam ungkapan ‘Semut di seberang lautan tampak, tetapi gajah di pelupuk mata tidak tampak.’ Semoga Allah memperbaiki keadaan generasi muda di negeri ini dan juga pemerintah dan rakyatnya.

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84070-kekerasan-jalanan-di-bulan-ramadan.html

Hukum Puasa Tua Renta

Hukum puasa bagi orang tua yang sudah renta dan tidak mampu berpuasa karena alasan kesehatan atau kelemahan fisik adalah diizinkan untuk tidak berpuasa. Hal ini didasarkan pada prinsip kesehatan dan kepentingan kemanusiaan dalam agama Islam.

Dalam Islam, kesehatan dan kesejahteraan fisik dipandang sebagai suatu prioritas yang sangat penting. Oleh karena itu, jika seseorang tidak mampu berpuasa karena alasan kesehatan atau kelemahan fisik, dia diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari jika mampu.

Pada kasus ini, seseorang yang tidak mampu berpuasa karena alasan kesehatan atau kelemahan fisik harus membayar fidyah sebagai gantinya. Fidyah adalah membayar sejumlah uang atau memberi makan kepada orang miskin untuk menggantikan puasa yang tidak dapat dilakukan.

Namun demikian, keputusan untuk tidak berpuasa harus didiskusikan dengan dokter atau ahli kesehatan terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kondisi kesehatan memang tidak memungkinkan untuk berpuasa.

Sementara itu, di dalam kitab Bulughul Maram, imam Ibnu Hajar al Asqalani mengutip hadis mauquf (tetapi marfu secara hukum) dari Ibnu Abbas yang lebih gamblang menjelaskan tentang dispensasi bagi orang yang sudah tua renta untuk tidak berpuasa sekaligus solusi penggantinya.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: (( رُخِّصَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ أَنْ يُفْطِرَ وَيُطْعِمَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْناً، وَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ )) رَوَاهُ الدَّارُ قُطْنِيْ وَالْحَاكِمُ وَصّحَّحَاهُ  .

“Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “diberikan rukhsoh/dispensasi bagi orang tua renta untuk tidak berpuasa dan ia harus memberi makan satu orang miskin setiap hari, dan tidak ada qadla’ puasa baginya.”( HR. Imam al Daru Quthni dan Imam al Hakim)

Membayar Fidyah Puasa

Secara hukum puasa, seseorang yang telah tua renta diperbolehkan untuk tidak puasa, akan tetapi dianjurkan membayar fidyah. Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi’I, fidyah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).

Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha’ gandum. (Jika 1 sha’ setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha’ berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.

Pada sisi lain, kalangan Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah.

Dikutip dari website Baznas, cara membayar fidyah puasa dengan uang versi Hanafiyah adalah memberikan nominal uang yang sebanding dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kilogram untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan puasanya.

Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp60.000,-/hari/jiwa.

Demikian penjelasan hukum puasa tua renta. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Kebijakan Pemerintah Arab Saudi Menyambut Ramadhan

Tinggal hitungan hari kita akan memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan yang selalu dinantikan oleh seluruh umat Islam, tak terkecuali Arab Saudi yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia. Nah berikut kebijakan pemerintah Arab Saudi menyambut Ramadhan.

Pemerintah Arab Saudi tampaknya ingin mengubah citra pendekatan pada Bulan Suci tahun ini. Kementerian Islam negara itu baru saja merilis daftar pedoman dan batasan perayaan Ramadhan untuk tahun 2023 ini.

Nah berikut ini merupakan sejumlah kebijakan baru Pemerintah Arab Saudi dalam perayaan penyambutan bulan Ramadhan 2023:

Larangan Donasi

Pemerintah menyerukan larangan pengumpulan donasi Masjid-masjid di negara Timur Tengah untuk menyediakan makanan bagi para jemaah. Dinyatakan bahwa acara makan seperti itu harus direncanakan dan diadakan di luar masjid, seperti di area halaman masjid yang telah ditentukan.

Dalam Pengawasan Muadzin dan Imam

Makanan ini harus disiapkan dan disajikan di bawah pengawasan muadzin dan imam. Imam dan muadzin juga diharuskan hadir sepanjang bulan, kecuali dalam kasus “sangat mendesak,” menurut arahan kementerian.

Waktu Shalat di Masjid

Imam dan muadzin harus memastikan bahwa sholat malam dan tarawih selesai dalam waktu yang cukup agar tidak mengganggu jemaah. Mereka juga harus memberikan izin untuk i’tikaf di masjid selama 10 hari terakhir Ramadhan 2023.

Larangan Pengambilan Gambar

Masjid-masjid di seantero Arab Saudi juga dilarang mengambil gambar atau menggunakan kamera untuk menyiarkan jemaah maupun pelaksanaan salat.

Dilarang Bawa Anak-Anak

Kebijakan baru Kementerian Arab Saudi, melarang pengunjung membawa anak-anak ke masjid karena hal itu akan mengganggu orang lain dan merusak konsep beribadah.

Pembatasan Volume Pengeras Suara

Pembatasan volume pengeras suara yang mengumandangkan azan merupakan salah satu aturan yang dipatuhi dari tahun-tahun sebelumnya. Pedoman terbaru tidak disambut baik oleh umat Islam di seluruh dunia.

Ketentuan Baru Pelaksanaan Buka Puasa

Buka puasa dilakukan di area yang telah ditentukan, di halaman masjid dan berada di bawah tanggung jawab imam dan muadzin. Orang yang bertanggung jawab mengelola buka puasa kelompok harus memastikan bahwa area dibersihkan segera setelah buka puasa. Tidak boleh ada ruangan atau tenda sementara yang didirikan untuk tujuan buka puasa.

Himbauan Khusus Untuk Para Imam, Muadzin, dan Pelayan Masjid

Dalam surat edaran Kementerian Arab Saudi juga menyerukan kepada para imam dan muadzin untuk mematuhi pedoman yang ketat dan memprioritaskan kebutuhan jamaah selama Ramadhan. 

Aturan tersebut menekankan pentingnya keteraturan dalam pekerjaan para imam dan muadzin, menyoroti kebutuhan mereka untuk hadir selama bulan Ramadhan kecuali ada keadaan ekstrem atau mendesak.

Jika seseorang ditugaskan untuk melakukan pekerjaan selama periode ketidakhadiran, maka penggantinya harus mendapat persetujuan cabang Kementerian di daerah terkait, dan wakilnya tidak boleh melanggar tanggung jawab. Pemerintah Arab Saudi juga mengimbau seluruh komponen yang terlibat untuk menaati waktu adzan menurut penanggalan Um Al Qura. 

Selain itu  para imam juga dituntut untuk memperhatikan kondisi orang-orang yang melakukan shalat Tarawih; mengikuti petunjuk Nabi dalam doa Qunut dalam shalat Tarawih, dan menghindari sholat yang berkepanjangan, dan membaca beberapa buku yang bermanfaat untuk jemaah masjid.

Dalam surat edaran tersebut mengarahkan para pelayan masjid dan lembaga pemeliharaan untuk melipatgandakan upaya dan pekerjaan mereka untuk membersihkan dan mempersiapkan masjid, memastikan kebersihan ruang sholat wanita di masjid. 

Para pelayan masjid juga diarahkan untuk menindaklanjuti pelaksanaan arahan ini, menyerahkan laporan harian perjalanan mereka ke referensi mereka, dan menunjukkan pengamatan yang diamati, jika ada, untuk penanganan segera. Demikian sejumlah kebijakan baru pemerintah Arab Saudi menjelang bulan Ramadhan, semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH