Keputusan Rita Artha Kesuma memeluk Islam bermula saat ia menikah dengan seorang pria Muslim pada 1999. Setelah berislam, perempuan berusia 39 tahun ini merasa kecewa dengan suami yang tidak kunjung membimbingnya. Rita justru belajar shalat dan puasa dari tetangganya.
Kondisi tersebut membuat keraguan terlintas di hati kecilnya. Ia masih labil. Ia sempat kembali ke keyakinan lamanya, Kristen. Padahal, usia keislamannya masih seumur jagung, belum genap tiga bulan. Rapuhnya akidah juga dilatarbelakangi fakta bahwa ia berikrar syahadat sebab faktor pernikahan, bukan kesadaran pribadi.
Pernikahan Rita dan sang suami hanya bertahan 11 tahun. Pada 2010 ia bercerai karena perbedaan prinsip. Dua buah hati mengikuti jejak Rita, memeluk Kristen dan bersekolah khusus di lembaga pendidikan Kristiani.
Setelah dua tahun bercerai, perempuan kelahiran Jakarta ini justru malah menemukan kebenaran dan mendapat hidayah Islam yang sesungguhnya. Saat itu, ia berencana ingin menikah kembali dengan pria Muslim.
Namun, saat akan berkunjung ke rumah calon mertua, ia mendapat penolakan dari calon mertua lantaran masih berbeda keyakinan. Rita begitu terkejut. “Saya terus bertanya-tanya sebenarnya apa sih Islam itu? Apalagi, saya benci dengan Muslimah yang memakai pakaian dan hijab serbalebar,” ujar Rita kepada Republika, Rabu (16/3).
Akhirnya ia memutuskan mencari tahu tentang Islam melalui kakak pertamanya yang selama ini sudah terlebih dahulu mempelajari semua agama, termasuk Islam. Ia diberi buku yang berjudul Berguru kepada Allah dan Cara Shalat yang Khusyuk karangan Abu Sangkan.
Dari sinilah kisah perjalanan religi ibu dua anak dimulai. Ia beranjak menemukan kebenaran Islam. Waktu bergulir, ia perlahan berpaling dari keyakinan lamanya, termasuk sulit menerima konsep dan doktrin ketuhanan yang ada di dalamnya.
Proses pencarian perempuan kelahiran 14 September 1977 ini dalam mencari kebenaran Islam tak memakan waktu lama. Hanya butuk waktu tiga bulan, Rita telah menemukan kebenaran Islam melalui diskusi dengan banyak pihak, termasuk guru spiritual.
Keraguannya terkait Alquran juga terjawab saat ia membaca surah al-Baqarah ayat ke-23. Tepat pada November 2012, ia kembali ke pangkuan Islam dan bertekad tak akan melepaskan anugerah terindah yang pernah ia dapatkan sepanjang hidupnya tersebut.
Meski telah memeluk Islam, Rita mengakui, pemahaman agama yang dimilikinya jauh dari kata sempurna. Ia merasa masih hanya berkutat pada ritual ibadah, seperti shalat dan mengaji. Timbul hasrat kuat, ia ingin belajar akidah Islam lebih. Namun, ia bingung. Bagaimana dan ke mana?
Muncul ide untuk berselancar di dunia maya. Ia tertarik dengan Mualaf Center Indonesia (MCI). Anak ketiga dari empat bersaudara ini mulai belajar tetang akidah Islam dengan seorang guru yang sangat ia kagumi. Guru tersebut ia panggil dengan sebutan Bunda Sri. Proses pembelajaran ini memberikan dampak perubahan yang sangat besar bagi dirinya. Khususnya hal yang berkaitan dengan akidah.
Dari proses pembinaan yang diikuti, Rita mulai mendapatkan ketenangan jiwa. Kendati begitu berat di awal, ia merasa saat ini kehidupannya menjadi menjadi lebih terarah dan bermakna.
Ujian berat yang dialami pun dapat ia lalui dengan penuh keyakinan dan kepasrahan pada Allah SWT. Rita sempat berada di titik nol untuk kehidupan ekonominya. Namun, ia berhasil melaluinya.
Dengan Islam, Rita belajar kepatuhan, kesederhanaan, tauhid, dan akidah. “Keislaman yang saat ini benar-benar membuatku nyaman. Dulu gampang panas, emosi. Itu hikmah terbesar yang aku rasakan saat masuk Islam,” katanya.
Sebagai orang tua tunggal, dukungan anak-anak sangat berarti dalam proses pencarian akidah yang diakukan oleh perempuan keturunan asal Yogyakarta ini. Keluarga besarnya sering mencibir keyakinan yang ia anut.
Dulu ia sempat merasa emosi dengan cibiran dari keluarga. Namun, seiring berjalannya waktu, ia sudah mulai mengabaikan cibiran itu. Bahkan, cibiran keluarga besar tak berdampak apa pun bagi dirinya.
Kendati demikian, hubungan silaturahim dengan orang tuanya tetap terus terjalin dengan baik. Walaupun pada awalnya orang tua sempat kecewa dengan keputusan Rita yang berpindah keyakinan. Bahkan, saat ini Rita masih tinggal bersama ibunya, meski berbeda keyakinan.
Kebanggaan ibu dua anak ini kepada putra-putrinya sungguh tak terbendung. Walaupun dulunya sempat bersekolah di sekolah khusus Kristen, kedua buah hatinya mampu memiliki prestasi di sekolah baru, yakni di madrasah dengan muatan pelajaran yang didominasi pendidikan Islam. Kedua buah hati memiliki nilai yang begitu memuaskan. Bahkan, putranya masuk peringkat tiga besar.Â
Sang anak juga memiliki kesadaran sendiri untuk menjalani ajaran Islam. Menurutnya, sang putra yang masih berusia 12 tahun sering kali memiliki pemikiran yang lebih dewasa untuk anak seusianya. Khususnya hal yang berkaitan dengan akidah.
Putranya pun selalu mendampinginya dalam proses pembinaan akidah dan kegiatan MCI. “Aku selalu bersyukur atas karunia Allah SWT ini dan mereka adalah ‘malaikat kecilku’,” ungkapnya dengan nada lirih.