DI dalam upaya pensucian najis, memang kita mengenal prinsip dasar, yaitu najis itu hilang bersama dengan hilangnya warna, rasa dan aroma. Sedangkan air memang biasa dipakai sebagai pelarut dari najis agar mudah dibersihkan bila menempel pada benda-benda yang menyerap najis. Namun tidak selamanya air digunakan untuk membersihkan najis.
Untuk menghilangkan najis, ada banyak cara yang bisa dilakukan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Antara lain dengan cara berikut ini: Pencucian; Penyiraman; Penambahan Air; Pengerikan; Pengelapan (gosok); Dikesetkan ke Tanah; Dijemur Matahari Hingga Kering; Taqwir; Diperciki Air; Diseret Di Atas Tanah.
Masing-masing cara di atas tentu disesuaikan dengan karakter najis dan juga karakter benda yang terkena najis. Di antara karakter benda yang terkena najis adalah benda-benda yang keras dan punya permukaan yang licin, karakternya tidak menyerap najis. Jadi najis itu hanya sekedar berada pada permukaan benda itu begitu saja. Dalam keadaaan ini, membersihkan najis menjadi lebih mudah. Pendapat mazhab Al-Hanafiyah bahwa benda-benda yang licin dan keras, bila terkena najis, pensuciannya cukup dengan dilap menggunakan kain saja, tanpa harus dicuci.
Kaca, cermin, permukaan logam, pedang, barang pecah belah, seperti piring, gelas, mangkuk, nampan, dan termasuk juga keramik anda itu, atau benda-benda keras tapi licin lainnya, bila terkena najis, cukup dibersihkan dengan kain lap, hingga hilang warna, rasa dan aromanya. Dasarnya bahwa dahulu para shahabat Nabi dalam peperangan melaksanakan shalat dengan pedang terselip di pinggang mereka. Padahal pedang mereka bekas membunuh orang kafir dalam jihad. Dan pedang itu pastinya berlumuran darah yang hukumnya najis.
Namun pedang mereka tidak dicuci dengan air, hanya dibersihkan dengan menggunakan kain tanpa proses pencucian. Dan mereka menyelipkan pedang yang tidak dicuci hanya dilap itu di pinggang mereka sambil menunaikan ibadah shalat. Inilah yang menjadi dasar bagi mazhab Al-Hanafiyah untuk mengatakan bahwa mengelap najis hingga hilang warna, rasa dan aroma sudah cukup untuk menghilangkan najis dan mensucikan benda yang terkena najis.
Namun pengelapan ini khusus berlaku pada benda yang licin seperti logam atau kaca, karena najisnya tidak terserap hanya sekedar menempel. Sedangkan bila najis itu menempel dan diserap pada benda, seperti kain, karpet, makanan dan lainnya, tentu tidak cukup hanya dilakukan pengelapan saja. Sebab najis pada kain tidak akan hilang kalau hanya dilap saja. Kalau ada najis di atas keramik, lalu kita siram dengan seember air, maka yang terjadi bukan najisnya hilang tetapi malah menyebar kemana-mana. Ini jelas harus dihindari dengan cermat.
Cukuplah najis itu dilap dengan lap basah saja dulu agar najis itu terangkat, lalu kalau terakhir mau dilap lagi untuk memastikan kebersihannya silahkan saja. Tindakan ini demi melokalisir penyebaran najis, agar tidak melebar. Setelah kita pastikan tidak ada lagi warna, rasa, dan aroma, maka yakinlah bahwa lantai itu sudah suci. Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc., MA]