Salat: Bagian dari Zikir yang Paling Utama

Bismillah.

Salah satu perkara yang tidak boleh luput dari perhatian kita setiap hari adalah wajibnya menunaikan salat lima waktu. Kewajiban menunaikan salat ini tentu bukan sekadar rutinitas atau kebiasaan. Lebih daripada itu, salat merupakan bentuk amalan yang sangat mulia dan menjadi sebab seorang hamba dicintai oleh Allah.

Disebutkan dalam hadis qudsi bahwa Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ

“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” (HR. Bukhari)

Salat wajib lima waktu merupakan kewajiban yang sangat agung. Ia menempati kedudukan sebagai pilar dan rukun di dalam Islam. Sebuah pilar yang terpenting setelah dua kalimat syahadat.

Ketika mengutus sahabat Mu’adz ke Yaman, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَىْهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

“Hendaklah yang paling pertama kamu serukan kepada mereka adalah syahadat ‘laa ilaha illallah’ dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah …” (HR. Bukhari dan Muslim)

Yang paling pertama diajarkan adalah tauhid dan makna dari dua kalimat syahadat serta apa-apa yang menjadi pokok-pokok keimanan. Oleh sebab itu, dalam periode Makkah (sebelum hijrah) banyak ayat-ayat yang turun berkenaan dengan tauhid dan akidah, tentang iman kepada Allah dan hari akhir. Kewajiban salat pun baru turun pada akhir-akhir periode Makkah dalam peristiwa isra’ mi’raj yang sangat masyhur.

Salat merupakan bentuk zikir. Hal ini bisa kita pahami dari keterangan Sa’id bin Jubair rahimahullah. Beliau berkata,

الذكر طاعة الله فمن أطاع الله فقد ذكره، ومن لم يطعه فليس بذاكر وإن أكثر التسبيح وتلاوة القرآن

“Hakikat zikir adalah menaati Allah. Maka barangsiapa yang taat kepada Allah, sungguh dia telah berzikir (mengingat-Nya). Barangsiapa yang tidak taat kepada-Nya, maka dia bukanlah orang yang berzikir (dengan sebenarnya), meskipun dia banyak mengucapkan kalimat tasbih dan banyak membaca Al-Qur’an.” (dinukil dari Min A’lamis Salaf link: https://shamela.ws/book/37370/171)

Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

“Sesungguhnya Aku adalah Allah. Tiada yang berhak disembah, selain Aku. Maka, sembahlah Aku dan tegakkanlah salat untuk berzikir/mengingat-Ku.” (QS. Thaha: 14)

Al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan salah satu penafsiran terhadap ayat ini. Beliau berkata, “Ada juga yang menafsirkan bahwa maknanya adalah peliharalah salat setelah tegaknya tauhid. Ini mengandung peringatan dan perhatian tentang betapa agung kedudukan tauhid karena di dalamnya terkandung perendahan diri dan ketundukan kepada Allah serta berdiri menghadap-Nya. Dengan demikian, maka salat merupakan bentuk dari zikir.” (dinukil dari Tafsir Al-Qurthubi link: https://quran.ksu.edu.sa/tafseer/qortobi/sura20-aya14.html)

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hatinya merasa tentram dengan mengingat Allah, ingatlah bahwa dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Salat menempati kedudukan yang sangat agung dalam hati kaum mukminin. Tidak kurang lima kali dalam sehari semalam kaum muslimin menunaikan kewajiban salat. Dan setiap kali salat kita selalu membaca atau mendengar bacaan surat Al-Fatihah yang di dalamnya terkandung pokok-pokok ajaran Islam dan kunci-kunci kebaikan. Di dalam surat Al-Fatihah, kita memuji Allah, menyanjung, dan mengagungkan-Nya. Di dalamnya juga terkandung kecintaan, harapan dan rasa takut kepada Allah. Di dalamnya juga terkandung prinsip tauhid, bahwa kita hanya beribadah kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya. Di dalamnya juga terkandung doa yang paling bermanfaat, yaitu meminta hidayah untuk bisa berjalan di atas jalan yang lurus.

Kita juga mengetahui bahwa salah satu bentuk amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus. Oleh sebab itu, zikir (dengan makna yang luas) termasuk amalan yang paling utama. Demikian juga salat. Bahkan, kalimat tauhid juga termasuk ucapan zikir yang paling utama dan cabang keimanan yang paling tinggi. Di dalam salat pun terkandung ketaatan kepada Allah dan ajaran tauhid, permunian ibadah kepada Allah. Tauhid ini pula yang menjadi perkara paling utama yang akan menyucikan jiwa-jiwa manusia. Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah menyebutkan di dalam kitabnya ‘Asyru Qawa’id fi Tazkiyatin Nafs (hal. 9) bahwa tauhid merupakan pokok dan landasan utama untuk menyucikan jiwa.

Apabila kita telah mengetahui bahwa salat merupakan bentuk zikir kepada Allah yang juga mengandung ajaran tauhid kepada-Nya dan bahwa salat itu akan memberikan ketenangan ke dalam hati kaum mukminin serta tauhid merupakan faktor utama yang akan membersihkan jiwa, maka dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa ketenangan hati hanya akan diraih dengan tauhid, keikhlasan, dan bersihnya hati dari hal-hal yang mengotorinya. Oleh sebab itulah, kita diperintahkan untuk banyak-banyak berzikir dan sering-sering beristigfar. Dengan mengingat Allah, maka Allah akan mengingat kita, membantu urusan kita. Sedangkan dengan istigfar, maka Allah akan mengampuni dosa serta menjadi sebab bersihnya hati dari kotoran dan noda-noda kemaksiatan.

Banyak-banyak berzikir kepada Allah akan mendatangkan cinta kepada-Nya. Dan dengan banyak beristigfar, akan semakin menundukkan hati dan jiwa kita di hadapan Allah. Kecintaan dan perendahan diri kepada Allah inilah dua pilar utama yang menjadi pondasi tegaknya penghambaan kepada Allah. Kecintaan akan timbul dengan selalu memperhatikan betapa banyak curahan nikmat yang Allah berikan kepada kita. Sedangkan ketundukan dan perendahan diri kepada Allah akan semakin berkembang dengan selalu memperhatikan aib pada diri dan amal kita.

Demikian sedikit catatan faedah yang dapat kami sampaikan dari para ulama. Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk mengamalkan kebaikan yang telah kita ketahui. Dan kita juga berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85315-zikir-yang-paling-utama.html

Sholat dan Sabarlah dalam Mengerjakannya!

SELAIN kedudukan ibadah salat yang amat tinggi di sisi Allah, efek positif dari salat juga langsung menyentuh kehidupan manusia.

Bukankah kita mendengar Firman Allah swt,

“Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.” (QS.Al-Ankabut: 45).

Salat yang benar akan membentuk diri manusia untuk anti terhadap perbuatan buruk dan kejam. Tapi di samping itu, salat juga memiliki hubungan erat dengan urusan rezeki. Coba kita perhatikan dua ayat berikut ini,

“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS.Ibrahim: 37)

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang Memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS.Thaha: 132).

Pada ayat pertama, Nabi Ibrahim meninggalkan keluarganya di tempat yang gersang di sekitar Mekah agar mereka melaksanakan salat. “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat.”

Setelah ungkapan ini ia sampaikan, baru kemudian Ibrahim berdoa agar Allah memberikan rezeki kepada keluarganya: Dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.

Pada ayat kedua, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw untuk mengajak keluarganya melakukan salat: Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya.

Setelah berfirman mengenai perintah salat ini, Allah melanjutkan tentang masalah rezeki: Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang Memberi rezeki kepadamu.

Dua ayat ini selalu meletakkan urusan rezeki setelah urusan salat. Seakan ingin menjelaskan bahwa salatlah dengan baik, maka rezeki akan datang setelahnya. Sering kita menunda salat karena ada urusan bisnis yang belum selesai. Sering kita mempercepat salat kita karena ada pembeli yang datang. Sering kita melalaikan salat hanya karena ada orang penting yang harus kita temui.

Coba pikirkan, kenapa kita harus mempercepat salat demi pembeli sementara kita sedang menghadap Sang Pengatur Rezeki?

Kenapa kita harus menunda salat demi bertemu klien sementara Allahlah Sang Pemegang urusan itu? Kenapa kita harus bertemu orang penting dan melupakan pertemuan dengan Zat yang segala urusan ada ditanganNya?

Mari kita perbaiki cara berpikir kita agar tidak lagi mendahulukan sesuatu yang penting dan melalaikan sesuatu yang jauh lebih penting. Semoga Allah menerima salat-salat kita.[]

INILAH MOZAIK