Sang Titipan

“Ya Rasulallah”, demikian Ummu Sulaim bergegas menemui Sang Nabi ketika beliau tiba di Madinah dalam hijrah, “Semua lelaki dan perempuan penduduk Yatsrib telah menghaturkan hadiah kepadamu. Namun aku sungguh tak memiliki apa-apa untuk dipersembahkan. Maka inilah putraku Anas ibn Malik. Bahagiakanlah kami dengan menjadikannya sebagai pelayanmu.”

Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menerima wakaf Ummu Sulaim itu dengan berbahagia. Beliau jadikan Anas sebagai sebaik-baik khadam, dan beliau perlakukan Anas dengan sebaik-baik keadaban. “Sepuluh tahun aku berada di rumah Rasulullah”, ujar Anas kelak, “Dan tak pernah sama sekali beliau menegurku dengan kata-kata, ‘Mengapa kau berbuat ini?’ atau ‘Mengapa tak kaukerjakan itu?’”.

Sejatinya, Anas bukan hanya menjadi pelayan, namun juga seakan dialah putra kesayangan dan murid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang paling dekat. “Kami melihat Anas ibn Malik seakan-akan dia adalah bayang-bayang Rasulullah yang mengikuti beliau ke manapun pergi”, demikian kesaksian beberapa sahabat. “Tak ada yang shalatnya lebih mirip Rasulullah”, begitu kata Abu Hurairah, “Daripada putra Ummu Sulaim.”

Demikianlah. Selama sepuluh tahun, detak-detik kehidupan Anas ibn Malik berdenyut dan berdentam bersama derasnya wahyu dan luhurnya nubuwwah.Detak dan detiknya adalah lapis-lapis keberkahan.

Betapa berbahagianya dia menerima doa Rasulullah, “Ya Allah panjangkanlah umurnya, perbanyaklah anak dan hartanya, serta berkahilah baginya di dalam kesemua itu.” Maka Anas hidup hingga usia seratus tahun atau lebih, sentausa di tengah keluarga besarnya, sejahtera dengan kecukupan yang penuh berkah.

Dan Anas tahu, di rumah Rasulullah itu dia menghirup udara yang amat berharga, berada di antara debu-debu yang sangat bernilai, dan mengeja detak-detik yang penuh dengan lapis-lapis keberkahan. Maka dia mengerahkan segenap indranya untuk mengambil ayat-ayat ilmu, titis-titis rizqi, dan gerak-gerak ‘amal dari Sang Nabi, mendekapnya bagai permata di dalam jiwa, menuangkannya sebagai daya bagi raga.

Adalah Anas ibn Malik mengumpulkan air bekas mandi Rasulullah, lalu mencampurkannya ke dalam air mandinya. Adalah Anas ibn Malik mengumpulkan keringat Rasulullah, dan mencampurkannya ke dalam minyak wangi yang dibalurkan ke sekujur badannya. Adalah Anas ibn Malik mengumpulkan rambut yang jatuh, gigi yang tanggal, dan benda-benda peninggalan Rasulullah dari sandal hingga surbannya, untuk kelak dia wasiatkan diikutsertakan dalam penguburan dirinya.

Tapi yang paling berkah dari itu semua adalah, bahwa dari Anas ibn Malik kelak, ummat ini berhutang 2286 hadits yang dia riwayatkan. Betapa berharga matanya yang menyaksikan, telinganya yang menyimak, dan akalnya yang memahami sepanjang  detak-detik kebersamaannya dengan Rasulullah. Kini, tiap kali hadits-hadits itu ditulis, dihafal, diajarkan, dan diamalkan oleh ummat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Anas ibn Malik berhak atas pahala yang tak henti mengalir hingga hari kiamat.

Sang titipin, menjelma menjadi mata air ilmu dan samudra keberkahan.*

Oleh: Salim A. Fillah  

Twitter @Salimafillah
{dalam Inspirasi, Rajutan Makna}

HIDAYATULLAH