Artikel ini akan menjelaskan sejarah maulid Nabi Muhammad SAW dari masa ke masa. Sejarah peringatan maulid Nabi Muhammad SAW adalah acara rutin dilaksanakan oleh mayoritas kaum muslimin untuk mengingat, mengahayati dan memuliakan kelahiran Rasulullah.
Menurut catatan Sayyid al-Bakri, sebagaimana disebutkan dalam kitab I’anah Al Tholibin, juz 3, halaman 364 dan kitab Haul Al-Ihtifal Bidzikra Al-Maulid Al Nabawi Al-Syarif, halaman 58-59, pelopor pertama kegiatan maulid adalah al-Mudzhaffar Abu Sa`id, seorang raja di daerah Irbil, Baghdad.
Dikisahkan bahwa umat Islam porak-poranda setelah dikalahkan oleh tentara salib dalam perang salib atau The Crusade untuk perebutan masjidil Aqsha. Kekalahan tersebut menjadikan umat Islam kehilangan semangatnya. Tidak ada lagi semangat juang untuk merebut kembali masjid yang menjadi kiblat pertama kali bagi umat Islam ini.
Untuk menumbuhkan semangat ini lalu Malik Mudhaffar Abu Sa’id yang lebih dikenal dengan sebagai Sultan Shalahuddin al-Ayyubi—“Saladin” dalam sebutan orang barat—mempunyai ide untuk membacakan cerita-cerita tentang perjuangan nabi Muhammad SAW. Dengan mendengar kisah tentang perjuangan nabi ini diharapkan semangat umat Islam kembali sehingga bisa lagi untuk merebut masjid al-Aqsha dari pendudukan laskar eropa (Prancis, Jerman, Inggris).
Malik Mudzaffar pada waktu itu memang menyelenggarakan acara maulid dengan cukup meriah untuk ukuran masa sekarang sekalipun. Acara maulid nabi itu dihadiri oleh tokoh-tokoh ulama, sufi, pemerintah dan rakyat banyak.
Karena besarnya acara yang akan diselenggarakan, Mudhaffar sampai menyediakan tidak kurang dari 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 kaleng susu dan 30.000 hidangan kue dan beberapa kelengkapan lainnya. Diperkirakan semuanya menghabiskan biaya 300.000 dinar.
Namun tentunya kemegahan acara ini bukan perwujudan kesombongan dan niat bermewah-mewah. Sebab Mudzaffar dikenal sebagai pribadi yang kharismatik, pemberani, patriotik, cerdas, alim, dan adil. Kalau kemudian maulid dibuat mewah, itu semata-mata merupakan perwujudan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW.
Ini adalah salah satu pendapat tentang siapakah pencetus tradisi maulid. Menurut pendapat lain, tradisi maulid ini sudah ada di masa pemerintahan Fathimiyyah. (Baca juga: Kenapa Sahabat Nabi Tidak Merayakan Maulid?)
Perkembangan selanjutnya, perayaan maulid menyebar keseluruh penjuru dunia, termasuk ke Indonesia. Dalam hal ini, Sunan kalijogo sering disebut sebagai pencetus perayaan maulid di bumi nusantara. Pada masa itu, rakyat Indonesia masih dalam pelukan keyakinan Hindu-Budha. Sunan Kalijogo mencoba menyadarkan mereka untuk menuju jalan kebenaran. Banyak diantara mereka yang akhirnya masuk Islam.
Mereka yang mau masuk Islam ini, oleh Sunan Kalijogo dikumpulkan untuk mengikrarkan syahadatain. Agar lebih mudah menarik perhatian mereka, beliau mengadakan acara yang menarik, dan salah satunya adalah acara perayaan maulid nabi di bulan rabi’ul awal. Sampai saat ini, peninggalan sejarah ini masih tampak pada acara sekaten yang marak diselenggarakan terutama di daerah Yogyakarta dan Solo.
Pada perkembangan selanjutnya, dari waktu ke waktu, khususnya di Indonesia, bentuk perayaan maulid terus mengalami modifikasi. Di setiap daerah mempunyai cara tersendiri dalam menyelenggarakannya. Misalnya di Banyuwangi dalam perayaan maulid ada tradisi dok endokan. Di beberapa daerah jawa juga ada tradisi Grebek Maulid. Tentunya tetap ada kesamaannya, seperti pembacaan shalawat.
Di samping itu, dalam merayakan maulid ini ada yang mengadakan acara besar-besaran, dengan berbagai acara, seperti shalawatan, ceramah agama, perlombaan, hiburan-hiburan yang bernuansa Islami dan lain sebagainya.
Makanya tak heran ketika memasuki bulan Rabi’ul Awwal di berbagai daerah tidak sepi dari berbagai acara maulid, terlebih paling sering diadakan di pondok-pondok. Tapi ada juga yang diadakan secara sederhana. Misalnya hanya dengan mengundang tetangga sekitar untuk membaca shalawat lalu diakhiri makan bersama.
Demikian penjelasan mengenai maulid dari masa kemasa. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.