Bismillah.
Shalat berjama’ah tidaklah wajib bagi kaum wanita menurut kesepakatan para ulama. Meskipun demikian, shalat berjama’ah dianjurkan bagi wanita tanpa ada perbedaan pendapat. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjama’ah itu melebihi shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajad” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Siapakah yang berhak menjadi imam di antara para wanita?
Yang paling berhak menjadi imam di kalangan mereka adalah yang paling paham al-Qur’an. Jika mereka sama (pemahamannya) dalam al-Qur’an, maka yang paling berhak adalah yang paling memahami Sunnah di kalangan mereka. Akan tetapi, ketika shalat jama’ah itu di rumah seseorang, maka tuan rumah paling berhak untuk menjadi imam. Meskipun, ia boleh mengizinkan orang lain untuk menjadi imam.
Barisan wanita yang terbaik
Barisan yang paling utama bagi para wanita adalah barisan yang pertama, kemudian barisan berikutnya. Ini berdasarkan (keumuman) sabda Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ
“Sesungguhnya Allah menurunkan rahmat dan para Malaikat-Nya mendo’akan orang-orang yang berada pada barisan-barisan terdepan (dalam shalat berjama’ah) (HR. Abu Dawud dan an-Nasa-i).
Namun apabila kaum wanita berjama’ah dengan laki-laki maka barisan mereka harus jauh dari jama’ah laki-laki, jadi barisan terbaik bagi para wanita adalah barisan yang terakhir. Sedangkan yang paling buruk adalah barisan yang pertama.
Apakah seorang wanita yang mengimami wanita harus mengeraskan bacaannya?
Seorang wanita yang mengimami para wanita hendaklah mengeraskan bacaannya. Namun apabila ada kaum pria, maka ia tidak boleh mengeraskannya, kecuali jika kaum pria tersebut adalah para mahramnya.
Shalat para wanita di belakang kaum pria
Seorang wanita boleh shalat menjadi makmum di belakang barisan kaum pria. Tempat kaum wanita berdiri adalah di balakang kaum pria, meskipun wanita itu hanya sendiri. Wanita hendaknya berdiri sendirian di barisan yang terakhir. Demikian pula jika ia shalat berjama’ah bersama pria yang tergolong mahramnya, maka ia berdiri sendirian di belakangnya. Jika seorang wanita berdiri pada barisan kaum pria atau di depannya, maka shalat wanita itu batal berdasarkan pendapat yang benar, kecuali jika dalam keadaan darurat, atau ia tidak mengetahuinya, wallahu a’lam.
Seorang laki-laki boleh melakukan shalat berduaan dengan istrinya atau dengan wanita mahramnya, tanpa ada perbedaan pendapat. Hal ini karena ia diperbolehkan berduaan di luar shalat.
Tidak diperbolahkan seorang laki-laki menjadi imam bagi seorang wanita yang bukan mahramnya berdua-duaan. Namun diperbolehkan seorang laki-laki menjadi imam bagi sekelompok wanita, karena berkumpulnya banyak wanita menghilangkan al-khalwah(berduaan), dan tidak ada larangan mengenai hal ini. Akan tetapi hal ini berlaku jika aman dari fitnah.
Jika seorang wanita melakukan shalat (dengan jarak yang dekat) di belakang barisan kaum pria, maka berlaku pada mereka sebuah hadits yang artinya, “seburuk-buruk barisan kaum wanita adalah pada barisan pertama” (HR. Muslim, an-Nasa-i, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah). Jika seorang wanita hendak memperingatkan imam, sedangkan ia shalat di belakang kaum pria, maka ia boleh menepukkan tangannya, bukan mengucap tasbih (Subhanallah).
Wanita boleh shalat diimami anak kecil (yang telah tamyiz)
Syaratnya, anak kecil tersebut telah tamyiz (dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk) serta mengetahui cara shalat yang benar.
**************************
Zulfa sinta filavati
Referensi : Panduan Praktis Shalat Berjama’ah Bagi Wanita, Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah
Artikel muslimah.or.id