Bolehkah Sikat Gigi dan Kumur Saat Puasa? Ini Penjelasan Ahli Fiqih

Banyak diantara kita yang bertanya apakah menggosok gigi dan berkumur dapat membatalkan puasa?

Namun, tentu untuk menjawab hal itu perlu didasari oleh pendapat dari ahlinya, yaitu ahli fiqih yang memang mendalami ilmu tentang tata cara beribadah.

Berikut adalah pemaparan dari Ustadz Ahmad Sarwat, LC. dari rumahfiqih.com mengenai hukum menggosok gigi dan berkumur ketika berpuasa.

Kalau kita teliti hadits-hadits nabi, kita akan menemukan beberapa riwayat yang justru membolehkan seseorang berkumur, asalkan tidak berlebihan sehingga benar-benar ada yang masuk ke dalam rongga tubuh.

Riwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Dari Umar bin Al-Khatab ra. berkata, “Suatu hari aku beristirahat dan mencium isteriku sedangkan aku berpuasa. Lalu aku datangi nabi SAW dan bertanya, “Aku telah melakukan sesuatu yang fatal hari ini. Aku telah mencium dalam keadaan berpuasa.”

Rasulullah SAW menjawab, “Tidakkah kamu tahu hukumnya bila kamu berkumur dalam keadaan berpuasa?” Aku menjawab, “Tidak membatalkan puasa.” Rasulullah SAW menjawab, “Maka mencium itu pun tidak membatalkan puasa.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

Selain itu juga ada hadits lain yang juga seringkali ditetapkan oleh para ulama sebagai dalil kebolehan berkumur pada saat berpuasa.

Dari Laqith bin Shabrah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sempurnakanlah wudhu’, dan basahi sela jari-jari, perbanyaklah dalam istinsyak (memasukkan air ke hidung), kecuali bila sedang berpuasa.” (HR Arba’ah dan Ibnu Khuzaemah menshahihkannya).

Meski hadits ini tentang istinsyaq (memasukkan air ke hidung), namun para ulama menyakamakan hukumnya dengan berkumur.

Intinya, yang dilarang hanya apabila dilakukan dengan berlebihan, sehingga dikhawatirkan akan terminum.

Sedangkan bila istinsyaq atau berkumur biasa saja sebagaimana umumnya, maka hukumnya tidak akan membatalkan puasa.

Maka dengan adanya dua dalil atsar ini, logika kita untuk mengatakan bahwa berkumur itu membatalkan puasa menjadi gugur dengan sendirinya.

Sebab yang menetapkan batal atau tidaknya puasa bukan semata-mata logika kita saja, melainkan logika pun tetap harus mengacu kepada dalil-dalil syar’i yang ada.

Bila tidak ada dalil yang secara sharih dan shaih, barulah analogi dan qiyas yang berdasarkan logika bisa dimainkan.

Bahkan beberapa hadits lain membolehkan hal yang lebih parah dari sekedar berkumur, yaitu kebolehan seorang yang berpuasa untuk mencicipi masakan.

Dari Ibnu Abbas ra, “Tidak mengapa seorang yang berpuasa untuk mencicipi cuka atau masakan lain, selama tidak masuk ke kerongkongan.” (HR Bukhari secara muallaq dengan sanad yang hasan 3/47)

Juga tidak merusak puasa bila seseorang bersiwak atau menggosok gigi. Meski tanpa pasta gigi, tetap saja zat-zat yang ada di dalam batang kayu siwak itu bercampur dengan air liur yang tentunya secara logika termasuk ke dalam kategori makan dan minum.

Namun karena ada hadits yang secara tegas menyatakan ketidak-batalannya, maka tentu saja kita ikuti apa yang dikatakan hadits tersebut.

Dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra. bahwa beliau memandang tidak mengapa seorang yang puasa bersiwak. (HR Abu Syaibah dengan sanad yang shahih 3/35)

 

TRIBUN NEWS