Apa saja pelajaran yang bisa diambil dari persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar?
Pertama:
Jumlah kaum Muhajirin yang datang dari Makkah menuju Madinah sangat banyak. Sementara mereka tidak membawa perbekalan yang mencukupi dan tidak mengetahui di mana akan bertempat tinggal. Bahkan, mereka meninggalkan keluarga dan harta mereka, datang ke tempat yang tidak dikenal sebelumnya dan tidak pernah sebelumnya mereka tinggal di sana. Hal ini pasti akan menimbulkan kesulitan terutama bagi orang-orang tua. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusi yang baik yakni dengan mempersaudarakan antara dua golongan tersebut atas nama ukhuwah Islamiyah, yang dilandasi dengan hati yang jujur, yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah Ta’ala.
Kedua:
Diawali dengan mempersaudarakan antara kedua golongan tersebut menunjukkan tentang betapa pentingnya sebuah persaudaraan. Perlu diketahui bahwa nikmat yang terbesar bagi kaum muslimin adalah nikmat persaudaraan karena Allah. Hal itu tergambar dalam Alquran, Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103)
Pertama, ayat di atas menceritakan tentang nikmat persaudaraan. Kedua, nikmat diselamatkannya mereka dari jurang neraka. Barangkali jika dilihat, maka nikmat kedualah yang terpenting. Akan tetapi, kedua nikmat tersebut saling berkaitan dengan erat, yaitu nikmat persaudaraan dan iman adalah dua hal yang saling sejalan. Sebab, persaudaraan tanpa iman tidak akan bertahan lama. Sedangkan iman tanpa persaudaraan juga tidak akan memberikan kemaslahatan. Bukankah Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Jadi, bagaimana mungkin iman akan tegak tanpa ada persaudaraan? Persaudaraan karena Allah merupakan nikmat yang sangat besar.
Hasan Al-Bashri menyebutkan,
إِخْوَانُنَا أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ أَهْلِنَا وَأَوْلاَدِنَا، لِأَنَّ أَهْلَنَا يُذَكِّرُوْنَنَا بِالدُّنْيَا وَإِخْوَانُنَا يُذَكِّرُوْنَنَا بِالآخِرَةِ
“Saudara kami lebih kami cintai dari keluarga dan anak-anak kami. Sebab, keluarga akan mengingatkan kami pada dunia, sedangkan saudara kami mengingatkan pada akhirat.” (Imam Al-Ghazali menyebutkannya dalam Ihya’ ‘Ulum Ad-Diin).
Ketiga:
Diawali dengan mempersaudarakan, maka hal tersebut menunjukkan tentang keuniversalan Islam terhadap urusan agama dan dunia. Sebagaimana Islam mementingkan hubungan antara hamba dengan Rabbnya melalui pembangunan masjid, maka Islam juga mementingkan hubungan antara seseorang dengan muslim lainnya melalui persaudaraan.
Keempat:
Bersegeranya kaum Anshar untuk melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka pun berlomba-lomba untuk membantu dan menjamu kaum Muhajirin yang datang kepada mereka. Hal ini sangat berbeda dengan umat zaman kita sekarang yang lebih suka mementingkan diri sendiri, egois, dan individualistis yang berlebihan, yang selalu bersembunyi, dan tidak mau membantu jika ia mengetahui bahwa seseorang datang kepadanya untuk meminta bantuan.
Kelima:
Tujuan dari pesaudaraan tersebut adalah seperti yang disebutkan oleh Suhaili, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan sahabat-sahabatnya ketika mereka tiba di Madinah supaya mereka tidak merasa asing, dan untuk menghilangkan rasa kesedihan karena telah meninggalkan keluarga sehingga mereka bisa saling membantu.
Keenam:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan mereka, supaya orang Anshar dapat memberi kepada orang Muhajirin meskipun sedikit. Namun, kaum Anshar tidak puas jika hanya sekadar memberi, bahkan persaudaraan atas prinsip persamaan, yaitu mereka memberikan separuh dari apa yang mereka miliki. Seperti halnya kisah Sa’ad bin Rabi’ Al-Anshari dengan saudaranya ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, yang ia memberikan setengah dari hartanya dan menceraikan salah satu istrinya agar ‘Abdurrahman menikahinya. Bahkan, orang Anshar pun lebih mementingkan orang Muhajirin di atas kepentingan mereka sendiri, seperti firman Allah,
وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (QS. Al-Hasyr: 9). Yaitu mereka lebih mengutamakan saudaranya, kaum Muhajirin daripada diri mereka sendiri berupa berbagai kebutuhan dunia, walaupun mereka sendiri adalah orang fakir dan juga membutuhkan. Inilah yang disebut itsar. Sikap mendahulukan orang lain adalah derajat tertinggi dalam prinsip kesetaraan. Orang Anshar telah membantu orang Muhajirin melebihi dari diri mereka sendiri terhadap keperluan dunia. Cukuplah ini sebagai bukti atas kebenaran cinta dan kuatnya iman mereka kepada Allah.
Bagaimana kita bisa melakukan itsar (mementingkan orang lain dari diri sendiri)?
- Memperhatikan kewajiban, anggap selalu kurang ketika melakukan yang wajib sehingga kehati-hatiannya ia mendahulukan orang lain walau ia pun butuh.
- Meredam sifat pelit.
- Semangat punya akhlak yang mulia karena itsar adalah tingkatan akhlak yang paling mulia. Sampai-sampai Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum Ad-Diin menyatakan bahwa itsar adalah tingkatan dermawan (as-sakha’) yang paling tinggi. (Nudhrah An-Na’im fii Makarim Akhlaq Ar-Rasul Al-Karim, 3:630, 639)
Faedah dari Itsar
- Menunjukkan iman yang sempurna dan kebagusan Islam seseorang.
- Ini adalah jalan mudah untuk menggapai ridha dan cinta Allah.
- Akan timbul rasa cinta dan sayang antar sesama manusia.
- Menunjukkan begitu dermawannya seseorang karena sampai ia butuh pun dikorbankan.
- Punya sifat husnuzhan yang tinggi kepada Allah.
- Menunjukkan amalan yang baik di penghujungnya (husnul khatimah).
- Menunjukkan seseorang memiliki semangat yang tinggi dan terjauhkan dari sifat tercela.
- Itsar membuahkan keberkahan.
- Itsar memudahkan seseorang masuk surga dan terbebas dari neraka.
- Itsar mengantarkan kepada keberuntungan (falah) karena telah mengalahkan sifat pelit (syuhh).
Ketujuh:
Inti dari persaudaraan adalah untuk membentuk masyarakat yang baru, karena masyarakat yang baik tidak akan terbentuk dengan perpecahan, pertikaian, dan perselisihan. Akan tetapi, tegak dengan kuatnya persaudaraan, saling membantu, tolong menolong, dan bahu membahu. Apa yang dicontohkan oleh golongan Anshar kepada Muhajirin merupakan sebuah pertanda betapa pentingnya persaudaraan dalam kehidupan kita sehari-hari dan sudah semestinya masyarakat saat ini memiliki kepekaan social kepada saudara mereka, saling membantu, dan tolong menolong.
Kedelapan:
Pada persaudaraan antara orang Anshar dengan Muhajirin kita simpulkan bahwa Anshar mengutamakan saudara mereka melebihi diri mereka sendiri. Sementara orang Muhajirin merasa malu dan tidak berkeinginan terhadap harta mereka seperti dicontohkan oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu ketika ingin dibantu oleh Sa’ad bin Ar-Rabi’. Di antara sifat seorang muslim adalah:
- Ketika dalam keadaan berada, maka ia bersifat itsar (mendahulukan orang lain padahal dirinya sendiri butuh);
- Ketika dalam keadaan ketiadaan, maka ia bersifat ‘iffah (menjaga kehormatan diri).
Kesembilan:
Dengan persaudaraan akan memperlihatkan hakikat yang sesungguhnya dalam membangun masyarakat yang islami; yang kaya peduli terhadap yang fakir. Berbeda dengan masyarakat lain yang saling sikut menyikut, yang kuat memangsa yang lemah, bahkan yang kuat menunggu kesempatan yang baik untuk menyikat habis harta orang fakir, dengan perkataan lain senang di atas penderitaan orang lain.
Kesepuluh:
Ayat yang disebutkan di atas bukan untuk menghapus hukum mempersaudarakan antarsesama, tetapi yang dihapuskan, tetapi yang dihapuskan adalah hak untuk mewarisi dan dikembalikan atas dasar pertalian nasab. Alquran menjelaskan tentang kewajiban untuk saling tolong menolong atas kebenaran dan kebaikan, mengambil hak dari tangan orang-orang yang zalim, serta saling menasihati dan saling membantu. Seperti dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas,
إِلاَّ النَّصْرَ وَالرِّفَادَةَ وَالنَّصِيحَةَ ، وَقَدْ ذَهَبَ الْمِيرَاثُ وَيُوصِى لَهُ
“Yang tetap diperbolehkan adalah saling menolong, saling memberi, saling menasihati, sedangkan saling mewariskan ditiadakan. Memberikan wasiat masih dibolehkan.” (HR. Bukhari, no. 2292)
Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari (4:473) menyebutkan, “Persaudaraan di awal hijrah adalah persaudaraan yang mendapatkan hak untuk warisan, kemudian hak untuk saling mewarisi dihapuskan dan tinggallah kewajiban untuk saling tolong menolong atas kebenaran, kebaikan, dan mengambil hak dari tangan orang-orang yang zalim.”
Referensi:
- Fiqh As-Sirah. Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.
- Nudhrah An-Na’im fi Makarim Akhlaq Ar-Rasul Al-Karim. Dikumpulkan oleh para ahli dengan pembimbingan: Syaikh Shalih bin ‘Abdullah bin Humaid (Imam dan Khatib Al-Haram Al-Makki). Penerbit Dar Al-Wasilah. 3:629-640.
Diselesaikan di Darush Sholihin, 18 Rajab 1441 H (13 Maret 2020)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/23539-faedah-sirah-nabi-pelajaran-dari-persaudaraan-muhajirin-dan-anshar.html