IMAM Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa syahid itu ada tiga macam:
1. Syahid yang mati ketika berperang melawan kafir harbi (yang berhak untuk diperangi). Orang ini dihukumi syahid di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Syahid seperti ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.
2. Syahid dalam hal pahala namun tidak disikapi dengan hukum syahid di dunia. Contoh syahid jenis ini ialah mati karena melahirkan, mati karena wabah penyakit, mati karena reruntuhan, dan mati karena membela hartanya dari rampasan, begitu pula penyebutan syahid lainnya yang disebutkan dalam hadits shahih. Mereka tetap dimandikan, dishalatkan, namun di akhirat mendapatkan pahala syahid. Namun pahalanya tidak harus seperti syahid jenis pertama.
3. Orang yang khianat dalam harta ghanimah (harta rampasan perang), dalam dalil pun menafikan syahid pada dirinya ketika berperang melawan orang kafir. Namun hukumnya di dunia tetap dihukumi sebagai syahid, yaitu tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Sedangkan di akhirat, ia tidak mendapatkan pahala syahid yang sempurna. Wallahu alam. (Syarh Shahih Muslim, 2:142-143).
Jadi Imam Nawawi menggolongkan mati syahid karena tenggelam, juga karena hamil atau melahirkan adalah dengan mati syahid akhirat, di mana mereka tetap dimandikan dan dishalatkan. Beda halnya dengan mati syahid karena mati di medan perang.
Ibnu Hajar rahimahullah membagi mati syahid menjadi dua macam:
1. Syahid dunia dan syahid akhirat, adalah mati ketika di medan perang karena menghadap musuh di depan.
2. Syahid akhirat, yaitu seperti yang disebutkan dalam hadits di atas (yang mati tenggelam dan semacamnya, pen.). Mereka akan mendapatkan pahala sejenis seperti yang mati syahid. Namun untuk hukum di dunia (seperti tidak dimandikan, pen.) tidak berlaku bagi syahid jenis ini. (Fath Al-Bari, 6:44)