Niat Baik Akan Bertemu Takdir Baik

PELAJARAN pagi ini adalah tentang orang-orang yang tetap ceria dan semangat menjalani hidup. Pagi ini berkesempatan keliling pesantren Pontianak. Pengasuh pesantrennya adalah orang-orang yang terlatih hidup prihatin dan terus berusaha mencari makna dan hikmahvdari keprihatinan itu. Mereka bersemangat keluar dari kesedihan dan penderitaan. Mereka terus belajar memahami rahasia asinnya garam, manisnya gula dan pahitnya jamu tanpa mengeluh.

Allah Maha Esa, Allah yang mengatur segalanya. Ada pakem kehidupan yang tak akan pernah berubah, yakni bahwa siapapun yang memiliki niat baik, semangat baik dan usaha baik maka pada akhirnya akan bertemu dengan takdir baik. Allah tak akan pernah mengecewalan hambaNya yang istiqamah berada di jalanNya. Akhirnya, mereka diberi amanah oleh Allah menjadi penyebar ajaran agama, penebar rahmat dan kesejukan.

Jangan hanya mau enak dan tak hendak pada ketakenakan. Jangan hanya mau tersenyum dan tertawa tanpa mau teteskan air mata. Orang yang tak pernah teteskan air mata adalah orang yang tak berpengalaman merasakan dahsyatnya sensasi air mata. Tak tahukah bahwa air mata bisa bermetamorfosa menjadi mutiara?

Tak usah terlalu gelisah dengan episode kehidupan yang memenderitakan. Semua pasti berakhir. Cukup yakinkan diri bahwa ending kehidupan kita adalah ending yang happy, akhir yang bahagia, atau husnul khatimah. Salam, AIM. [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2362719/niat-baik-akan-bertemu-takdir-baik#sthash.zKDmDXZm.dpuf

 

———————————————————–

MAU Ngecek Tarif JNE? Dowload aplikasi INI maka
Anda bisa cek biaya pengiriman tanpa koneksi internet.

Ketidaksabaran Mengubah Takdir Baik Menjadi Buruk

Pengertian sabar, menurut saya, tidak seperti apa yang selama ini kita dengar. Sebatas diam, nrimo, atau legowo dengan keadaan. Sabar itu bukan “gimana nanti”, tapi “nanti gimana.” Sabar  adalah aktivitas plus kreativitas yang mendukung tercapainya apa yang anda rencanakan, cita-citakan, dan yang anda mimpikan. Kalau anda punya rencana, cita-cita atau mimpi, tapi semua itu tidak anda wujudkan lewat perbuatan yang mendukung, maka anda belum bisa dibilang sabar. Pikiran anda kan sering sibuk berharap pada masa depan yang sebenarnya belum tiba. Sementara tubuh kita diam tidak sebebas pikiran. Pikiran lebih bebas dari perbuatan. Pikiran kita bisa lari menuju masa depan. Merencanakan apa yang akan kita miliki sepuluh atau dua puluh tahun ke depan, mencita-citakan akan jadi apa setelah lulus, atau memimpikan seorang pendamping hidup yang setia dan menyayangi. Rencana, cita-cita, dan mimpi lahir dari pikiran. Kalau mimpi itu tidak coba anda wujudkan dengan cara berbuat banyak, mustahil anda bisa mewujudkannya. Nah, sabar itu adalah cara anda mewujudkan impian dengan berbuat dan berbuat, lagi dan lagi.

 

Kita lihat ahli buat tembikar, seniman, ahli bedah, pandai besi, atau penulis, jumlah tangannya dua dan jumlah jarinya sepuluh, sama seperti kita. Tapi, keahlian mereka membuat mereka beda. Why? Karena dibalik kedua tangan dan sepuluh jarinya, ada perjuangan bertahun-tahun, pengorbanan, dan latihan yang tidak pernah kita lakukan.

Sebenarnya saya yakin, kita semua sudah ditakdirkan untuk menjadi apa yang baik. Kita semua adalah ahli dalam bidangnya masing-masing. Konon, menurut Viktor Frankl, keahlian bukannya kita ciptakan, melainkan kita gali. Semuanya sudah ada di dalam diri. Anda semua sudah ditakdirkan Allah untuk jadi ilmuwan, dokter, novelis hebat, presiden, penulis dunia yang ajarannya abadi, jadi seorang pemimpin revolusi nasional, atau pelukis. Semua takdir itu sudah tertulis di sono, di lembaran takdir yang disebut Lauh Mahfudz.

Pada catatan kaki lembaran itu seolah-olah tertulis “Kalau anak ini membuat catatan satu lembar sehari, dia akan menjadi penulis hebat dua puluh tahun ke depan,” atau “Kalau anak ini berlatih paling tidak enam belas jam seminggu, lima belas tahun ke depan dia akan menjadi pemain sepakbola terbaik nasional,” atau “Kalau anak ini rajin mengikuti latihan soal-soal Kimia, sepuluh tahun ke depan dia akan menjadi dokter terkenal,” atau “Semakin rajin anak ini baca buku Sosiologi, semakin besar kemungkinannya menjadi ilmuwan,” atau “Semakin sabar anak ini menjauhi pergaulan yang bukan-bukan, semakin cerahlah masa depannya,” dan sebagainya. Semua itu menyita tenaga, pikiran, waktu, dan—tentu saja—kesabaran anda.

Jadi penulis, pemain sepakbola nasional, dokter, ilmuwan, dan orang yang masa depannya cerah adalah takdir baik. Tapi anda, misalnya, tidak sabar. Anda malas untuk belajar, anda malas latihan—terutama kalau jadwal latihan fisik, anda hampir tidak pernah ikut latihan, anda muak dengan yang namanya buku-buku Sosiologi, anda malah sering bergabung dengan teman-teman mabuk anda si hamba setan. Tebak, catatan apa nanti yang tersisa di buku takdir anda?

“Wah, anak ini rupanya tidak mau jadi penulis hebat, dia malas sekali mencatat, bahkan pelajaran sekolahnya sering tidak tercatat,” atau “Jangankan pemain nasional, pemain tingkat RT pun masih kagok banget. Ah, dasar malas!” atau “Anak ini tidak bisa jadi dokter, dia tidak akan tahu apa-apa soal komposisi obat,” atau “Kayaknya tidak mungkin anak ini jadi ilmuwan. Muke lo jauh, Man!”atau “Lihat, semrawut sekali hidupnya, dia tidak punya masa depan karena kecanduan narkoba, ah!” Tuh kan, semua takdir anda yang baik menjadi buruk.

Kata Rasulullah, “Sabar adalah sebagian dari iman.” Menurut saya, sabar adalah sebuah prestasi dan yang namanya prestasi, tidak mudah untuk mencapainya. Tanpa kesabaran, kita tidak bisa melakukan apa-apa dengan baik. Lebih dari itu, kalau kita sudah tidak sabar, kita tidak ada!

 

sumber: Lampu Islam