Cara Aman Berbelanja di Tanah Suci

Berbelanja oleh-oleh menjadi tradisi bagi para jamaah haji. Banyak pusat perbelanjaan yang dapat didatangi para jamaah haji di sela-sela waktu luangnya beribadah.

Namun, berburu buah tangan di Tanah Suci gampang-gampang susah. Berikut sejumlah tips cara aman berbelanja di Tanah Suci yang dirangkum dari berbagai sumber.

Pertama, buatlah daftar belanjaan. Hal ini penting, khusunya untuk menyesuaikan dengan keuangan anda. Belanjalah barang yang sekiranya tidak dapat anda jumpai di Tanah Air. Anda harus ingat, kapasitas maksimal bagasi masing-masing jamaah haji, yakni 32 kilogram.

Kedua, tukarkan uang anda dengan riyal. Akan lebih mudah dan nyaman jika belanja menggunakan mata uang setempat di Tanah Suci.

Ketiga, datanglah ke pusat oleh-oleh atau perbelanjaan bersama beberapa teman. Seperti, di Makkah, Madinah, Jeddah, pedagang musiman, dan sekitar hotel. Yang perlu diingat, jangan sampai kegiatan belanja mengganggu waktu ibadah anda.

Keempat, berani menawar barang. Ada baiknya, datanglah ke beberapa toko atau gerai sebelum anda memutuskan membeli suatu barang. Hal itu untuk memastikan kisaran harga barang tersebut.

Jangan segan untuk menawar harga. Sebab, tidak jarang banyak pedagang yang mencari untung saat musim haji. Mulailah menawar di bawah 50 persen dari harga yang disebut pedagang.

Jangan takut mengenai bahasa. Anda dapat berkomunikasi dengan bermacam cara, misalnya dengan jari atau kalkulator. Pun tidak sedikit para pedagang yang mengerti bahasa Indonesia. Selain itu, jangan lupa cek ke aslian apakah barang yang akan anda beli.

Kelima, jangan membawa uang banyak saat belanja. Hal ini untuk menghindari kemungkinan pemalakan terhadap jamaah haji. Selain itu, jangan menggunakan perhiasan, pakaian atau riasan yang mencolok.

Cara Jitu Agar Umat Bersatu

Umat Islam sebenarnya adalah komunitas yang unggul. Secara kuantitas mereka mayoritas. Jumlahnya mencapai 6,5 miliar dari jumlah seluruh penduduk dunia. Tetapi, realitas ini belum seindah yang digambarkan al-Qur`an, karena kaum Muslim belum unggul secara kualitas.

Umat Islam yang diberi gelar terhormat sebagai khairu ummah (umat terbaik) ini ternyata masih banyak termarjinalkan dalam peradaban dunia. Terbukti kita masih tidak berdaya menghadapi 5 juta kaum Yahudi yang berbuat zalim terhadap kaum Muslim di Palestina. Jumlah sebesar ini juga belum berhasil menyelamatkan nasib kita dari kungkungan kehinaan, kebodohan, dan kemiskinan.

Padahal, banyak di antara kita merupakan intelektual, pemimpin, pengusaha, dan orang-orang shaleh. Tetapi, mereka belum memiliki alasan yang sama untuk bergandengan tangan, bekerja sama dan bersinergi. Mereka lebih menonjolkan perbedaan yang bersifat furu’iyah (cabang/tidak prinsip), dan mengesampingkan banyak persamaan yang bersifat prinsip (aqidah).

 

Mengherankan

Seharusnya kita merasa heran dengan kondisi ini, sebagaimana herannya Ali Radhiyallahu Anhu saat mengomentari perpecahan di kalangan umat Islam. Beliau berkata, “Aku heran.. Aku heran.. Kalian berselisih dalam kebenaran, sedangkan musuh bersatu dalam kebatilan. Kekeruhan dalam persatuan lebih baik daripada kebersihan tapi sendirian.”

Beliau juga berkata, “Allah Ta’ala tidak akan pernah memberikan kemuliaan kepada siapa pun, bangsa mana pun, dalam perpecahan. Tidak kepada umat terdahulu, tidak pula kepada umat di akhir zaman.”

Sementara Imam Syafi’i mengatakan, “Perkara batil terkadang bisa memperoleh kemenangan karena bersatu, sebaliknya kebenaran kadang-kadang menderita kekalahan, kelemahan, dan kehinaan disebabkan perpecahan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW), sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah, juga memperingatkan umatnya akan pentingnya persatuan. Beliau bersabda, ”Sesungguhnya Allah menyukai bagimu tiga perkara dan membenci tiga perkara; Dia menyukai kalian supaya beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kalian berpegang teguh dengan agama-Nya dan tidak berpecah belah, dan Allah membenci kalian dari mengatakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.” (Riwayat Muslim)

Berdasarkan dalil-dalil di atas kita meyakini bahwa Allah Ta’ala hanya memberikan pertolongan kepada kaum Muslim yang unggul dalam kualitas, bukan sekadar mayoritas.

Lantas bagaimanakah cara membebaskan umat Islam dari kungkungan perpecahan yang menguras energi serta mengubahnya menjadi persatuan yang indah? Berikut kiat-kiatnya.

 

Bangun Ukhuwah di Level Bawah

  1. Salamatush shadr min afatil qalb. Ungkapan ini berarti lapang dada menyelamatkan hati. Amalan ini terlihat sepele tapi efeknya dalam membangun persatuan sungguh luar biasa. Mengapa? Sebab sikap lapang dada melahirkan kenyamanan dalam kebersamaan.
  2. Saling memberi hadiah. Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah kalian saling memberi hadiah niscaya akan saling mencintai dan menghilanglah permusuhan,” (Riwayat Malik). Sementara ahli sastra Arab mengatakan, ”Jika hadiah datang maka permusuhan akan terbang (idza jaal hada thorol ‘ida).”
  3. Ucapkan salam dan jabatlah tangan. Rasulullah SAW bersabda, ”Tidaklah dua orang Muslim yang bertemu dan saling berjabat tangan, kecuali dosa mereka berdua akan diampuni sebelum berpisah,” (Riwayat Abu Daud).
  4. Menyatu dengan perasaan kaum Muslim yang lain. Rasulullah SAW bersabda, ”Perumpamaan orang-orang beriman dalam kasih sayang mereka dan kecintaan mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan panas tubuhnya meninggi,” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
  5. Bergaul sesama Muslim dan bersabar atas gangguannya. Rasulullah SAW bersabda, ”Seorang Muslim bergaul (berinteraksi sosial) dengan orang lain dan bersabar atas gangguan mereka lebih baik dari pada seorang Muslim yang tidak bergaul (tidak berinteraksi sosial) dengan orang lain dan tidak bersabar atas gangguan mereka,” (Riwayat Tirmidzi).
  6. Saling menguatkan dan memasukkan rasa bahagia di hati. Rasulullah SAW bersabda, ”Seorang mukmin yang satu dengan yang lain bagaikan suatu bangunan. Sebagiannya memperkuat sebagian yang lain,” lalu beliau menyilangkan jari-jarinya, (Riwayat Bukhari dan Muslim).
  7. Memaafkan kesalahan, mengingat kelebihan, melupakan sisi gelap, dan menolak untuk melanggar kehormatan mereka. Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa menolak untuk melanggar kehormatan saudaranya (misalnya ghibah), maka Allah memalingkannya dari api neraka pada hari kiamat,” (Riwayat Tirmidzi).
  8. Mendoakan kebaikan tanpa sepengetahuan mereka.
  9. Bersilaturrahim ke rumahnya. Syauqi Beik mengatakan, “Jagalah dirimu sebelum kematianmu dengan menjaga sebutan baik (silaturrahim). Sesungguhnya sebutan baik merupakan umur kedua bagi manusia.”
  10. Bertemu dan berpisah karena Allah Ta’ala.
  11. Saling berdiam maksimal tiga hari. Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak dihalalkan bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga malam. Mereka bertemu, yang satu berpaling ke kiri dan yang lainnya berpaling ke kanan. Yang terbaik di antara mereka berdua adalah yang mengawali member salam,” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

 

Bangun Ukhuwah di Level Atas

  1. Al-Itsar, atau mengutamakan saudara sekalipun dirinya kekurangan (al-Hasyr [59]: 9).
  2. Mencintai saudara Muslim melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri.
  3. Akrab, dekat, dan erat kepada sesama seperti dengan saudara seketurunan (al-mawaddata fil qurba).
  4. Memandang saudara Muslim sebagai anugrah, bukan sebagai pesaing.
  5. Meluruskan saudara yang bengkok bukan selalu membenarkannya.
  6. Rela mati demi keselamatan saudara (kisah dalam perang Yarmuk).

Resep Nabi Menyatukan Madinah

1. Menyebarkan salam.
2. Memberi makan kepada yang lapar.
3. Memperkuat jalinan silaturrahim.
4. Shalat malam.

Kisah Persaudaraan Hingga ke Kubur

Dalam perang Uhud, kaum Muslim mengalami kekalahan setelah pada perang-perang sebelumnya mengukir kemenangan demi kemenangan. Kaum Muslimin kehilangan 70 sahabat yang syahid. Di antara mereka terdapat Hamzah, paman Nabi SAW sekaligus saudara sepersusuannya.

Rasulullah SAW kemudian memberi instruksi agar setiap dua sahabat yang meninggal dikubur dalam satu liang lahat saja. Saat kaum Muslim mulai menggali makam untuk para syuhada tersebut tiba-tiba Rasulullah berteriak menghentikan mereka.

Para sahabat bertanya, “Ada apa ya Rasulullah?”

Rasulullah SAW menjawab, “Carilah dua orang di antara korban peperangan ini, Amru bin Jamuh dan Abdullah ibn Haram.”

“Mengapa mereka berdua ya Rasulullah?” tanya para sahabat lagi.
Rasulullah SAW menjawab, “Kuburlah mereka berdua di dalam satu lubang karena mereka berdua ketika di dunia saling mengasihi dan menyayangi karena Allah (Ibnu Sa’ad, Ath-Thabaqat Al Kubra: 3/106).
Wallahu a’lam bishshawab.

 

sumber: Hidayatullah.com