Penolakan Klaim AS Soal Yerusalem Disarankan Dibawa ke MU PBB

Jakarta – Hak veto yang dikeluarkan Amerika Serikat (AS) atas draf Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menipiskan peluang terjadinya perdamaian di Palestina. Meski demikian, masih ada cara agar perdamaian itu tercipta dan Palestina bisa diakui kemerdekaannya.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai, sebaiknya Palestina dan negara yang menolak kebijakan AS tersebut membawa persoalan tersebut ke Majelis Umum PBB. Di sana akan kelihatan negara mana saya yang menolak sikap AS.

“Kalau gagal di DK PBB karena di veto AS, maka sebaiknya pergi ke Majelis Umum PBB. Karena di Majelis Umum itu satu negara satu suara. Dan nanti akan ada voting dan bisa terlihat mayoritas negara menolak tindakan AS untuk memindahkan kedutaan besar mereka dari Tel Aviv ke Yerusalem, karena dianggap melanggar resolusi DK PBB,” kata Hikmahanto saat berbincang dengan detikcom, Selasa (19/12/2017).

Di Majelis Umum PBB tersebut, kata Hikmahanto, harus disampaikan bahwa tindakan AS atas pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel mengancam perdamaian dunia. Diharapkan Donald Trump melihat kenyataan di Majelis Umum PBB tersebut mengubah sikap yang diambil atas nama negaranya.

“Dan resolusi DK PBB harusnya bilang Amerika Serikat segera mengubah kebijakan mereka untuk tidak mengakui Ibu Kota Israel pindah ke Yerusalem. Itu yang harus didorong,” katanya.

“Dengan harapannya adalah Presiden Trump akan melihat kenyataan ini dan mengubah kebijakannya,” tambahnya.

Hikmahanto juga mengatakan, banyak negara yang tidak mau mengikuti apa yang telah diputuskan oleh AS. Untuk itu, dukungan untuk Palestina perlu dilakukan lewat jalur formal.

“Sebenarnya itu yang diharapkan dunia,” katanya.

Dia juga menilai, langkah untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina sangat logis jika dilakukan di Majelis Umum PBB tersebut.

“Sekarang yang paling efektif untuk menunjukkan pada Trump bahwa dunia tidak mendukung, termasuk demo besar dan lain-lain. Tapi sekarang perlu diformalkan lewat Majelis Umum PBB. Karena Dewan Kemanaan PBB ada 5 negara tetap dan punya veto, salah satunya AS,” jelas Himahanto.

“Ini jadi momentum penting dengan adanya blunder Trump ini untuk meperjuangkan Palestina,” tambah dia.

Sebelumnya, AS menggunakan hak vetonya atas draf Resolusi DK PBB yang menolak keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan draf resolusi tersebut merupakan ‘penghinaan’. Dia juga mewanti-wanti bahwa AS tidak akan melupakan pengajuan draf semacam itu.
(jor/imk)

DETIK

Kebijakan Trump Soal Yerusalem akan Rusak Perdamaian

Pengamat Timur Tengah, Yon Mahmudi, menilai sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan merusak perdamaian di Timur Tengah.

“Dengan pengakuan ini maka dapat dipastikan proses perdamaian di Timur Tengah akan rusak,” ujar Yon saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (6/12).

Yon mengungkapkan, sikap Trump tersebut juga menunjukkan perbedaannya dengan mantan Presiden AS sebelumnya, Barack Obama.

Menurut dia, dalam mengambil kebijakan, Trump tidak mengedepankan dialog konstruktif.

“Ini perbedaan mendasar antara Trump dan pendahulunya. Obama dan presiden-presiden AS sebelumnya masih mengedepankan dialog konstruktif dalam membangun perdamaian di Timur Tengah,” ucapnya.

Yon mengatakan, Trump juga cenderung sepihak dalam memutuskan suatu kebijakan yang akan diambil. Bahkan, Trump lebih memikirkan kepetingannya dengan Israel.

“Dia cenderung sepihak dalam memutuskan kebijakan. Tidak peduli dengan kondisi kawasan. Dia lebih memikirkan kepentingan mitra setianya di Timur Tengah, yaitu Israel,” kata Yon.

Trump telah mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dalam pidato publiknya di Gedung Putih pada Rabu (6/12) waktu setempat.

Trump juga menginstruksikan Departemen Luar Negeri AS untuk mulai merancang perencanaan dimulainya proses pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Langkah kontroversial Trump ini merupakan perwujudan janji kampanye juga menindaklanjuti keputusan Kongres AS tahun 1995 yang meloloskan undang-undang yang mengatur kebijakan AS untuk memindahkan Kedubes ke Yerusalem.

Sejak tahun 1995, para Presiden AS terdahulu selalu menandatangani ‘surat pernyataan’ untuk menunda penerapan undang-undang itu. Namun, tidak demikian halnya dengan kepemimpinan Trump.

 

REPUBLIKA