Minat umroh di masa pandemi masih tinggi.
Meski di masa pandemi, minat masyarakat terhadap ibadah umroh (umroh sunnah di luar musim haji) masih tinggi. Meski pun, paket harga yang ditawarkan penyelenggara saat ini terbilang mahal.
Hal ini bisa dilihat dari pembukaan umroh di tanggal 8 Januari 2022 di mana animo masyarakat sudah luar biasa. Selain itu banyaknya jamaah yang berangkat dapat dilihat di tanggal 9, 10, 11 dan 12 Januari dan sampai hari ini juga bandara dipenuhi jamaah umroh.
Hingga akhir Januari 2022 saja, Kementerian Agama mencatat sudah ada 3.900 jamaah umroh asal Indonesia yang ke Arab Saudi. Di satu pihak, ini cukup membahagian karena tingkat kereligiusan umat Islam di Indonesia untuk umroh masih baik.
Namun, perlukah umroh di masa pandemi ini? Mengingat umroh itu sendiri saat ini masih menerapkan protokol kesehatan internasional. Mulai dari tes PCR, karantina, dan lainnya.
Artinya, virus covid-19 ini masih mengkhawatirkan. Apalagi, belakangan kita ketahui ada beberapa jamaah umroh yang pulang ke Tanah Air berstatus positif covid-19.
Soal perlu atau tidaknya umroh di masa pandemi, penulis terlebih dahulu ingin kembali bagaimana pelaksanaan umroh yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Khususnya, ketika awal tahun hijriyah di mana Nabi pindah dari Makkah ke Madinah.
Diketahui, Nabi tinggal selama 10 tahun di Madinah sampai akhir hayatnya. Artinya, pada masa itu, Rasulullah SAW memiliki kesempatan sekitar 10 kali untuk melaksanakan ibadah haji semasa hidupnya. Terkait kesempatan umroh, itu mungkin bisa saja dilakukan beliau ratusan atau bahkan ribuan kali sepanjang hayatnya.
Akan tetapi, Rasulullah SAW hanya melaksanakan ibadah haji selama satu kali. Umroh pun hanya dilakukan dua kali semasa hidupnya.
Maka, logikanya adalah, apabila haji atau umroh berkali-kali, apalagi setiap tahu itu bagus, tentunya sudah dicontohkan Rasulullah SAW. Namun, beliau tidak “serutin” itu melakukan kedua ibadah tersebut.
Itu yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Lalu, bagaimana ulama menghukumi pelaksanaan umroh berulang? Dikutip dari buku ‘Tuntunan Manasik Haji dan Umrah 2020‘ yang diterbitkan oleh Kementerian Agama, disebutkan menutut Imam Malikdan Ibn Taimiyah, makruh umroh lebih satu kali dalam setahun.
Sementara, dalam sebuah artikel, pakar hadits Prof KH Ali Mustafa Yaqub (1952-2016) menyarankan, kaum Muslimin yang memang mampu berhaji atau umroh berkali-kali sebaiknya juga menengok kanan-kiri. Maksudnya, ibadah sosial hendaknya tidak diabaikan.
Akan lebih baik, memilih menyantuni anak yatim atau janda-janda. Bahkan, Islam sendiri mengajarkan bahwa menyantuni anak yatim dan janda, itu diibaratkan mati dalam keadaan syahid.
Opsi lainnya, membiayai pendidikan anak-anak Muslim. Sebab, mereka sesungguhnya sedang berjuang di jalan Allah.
Dari contoh Nabi dan pandangan ulama di atas, penulis berpendapat, umroh di masa pandemi sebaiknya tidak dilakukan bagi umat Islam yang sudah pernah menunaikan ibadah haji dan umroh. Karena, jika dia sudah menunaikan ibadah haji, hampir dipastikan dia pun pernah melaksanakan umroh sunnah (kecuali bagi jamaah yang uzur).
Karena, umroh sunnah ini bisa dilakukan jamaah haji yang berada di Makkah lebih dari 30 hari. Untuk menunggu waktu puncak haji maupun menunggu kepulangan ke tanah air, waktu yang ada kerap dimanfaatkan jamaah haji untuk melaksanakan umroh sunnah.
Kemudian, bagi yang belum pernah haji tapi sudah pernah umroh di luar musim haji, ini juga sebaiknya juga tidak melakukan umroh di masa pandemi. Biarkan umat yang ini memprioritaskan ibadah di Tanah Air.
Lalu, bagaimana dengan umat Islam yang belum pernah haji maupun umroh? Nah, bagi yang ini, silakan untuk mendaftar umroh dan ikuti umroh di masa pandemi.
Biarkan orang ini menggunakan hak istithaah-nya untuk umroh. Karena, tentu kita tak boleh melarang orang ini melepaskan kerinduannya terhadap Baitullah yang belum pernah dilihatnya. Berikan orang ini kesempatan.
Namun, tetap 100 persen untuk mengikuti peraturan dan protokol kesehatan demi keselamatan bersama. Dan, asalkan dia lolos semua persyaratan untuk melaksanakan umroh di masa pandemi ini. Baik persyaratan di Tanah Air maupun di Arab Saudi.
Dan tentu saja, keberlangsungan umroh, yang dikhususkan bagi jamaah yang belum pernah umroh, untuk mengukukuhkan eksistensi travel-travel umroh atau PPIU (Panitia Penyelenggara ibadah Umroh). Karena, bagaimana PPIU ini juga berperan dalam pembinaan umat , khususnya untuk manasik ibadah haji dan umroh, dan juga menggerakkan roda perekonomian bangsa, khususnya di masa pandemi.
Dan, tentunya, kita semua berharap, agar pandemi ini segera berakhir. Agar, kehidupan ibadah kita termasuk haji dan umroh kembali normal seperti dulu kala.
Oleh : Muhammad Hafil, Jurnalis Republika.co.id