Saat membantu pelayanan kedatangan jemaah haji depan Gate B Bandara King Abdul Aziz (KAA) Jeddah, sepintas terlihat wajah-wajah Indonesia namun memakai rompi berbendera Jepang. Semula agak ragu untuk menyapa salah satu dari mereka, setelah saling mengucap salam dan berjabat tangan ternyata benar mereka WNI yang mukim di Jepang.
Salah satu dari mereka bernama Dahlan. Sudah sekian lama Dahlan tinggal di Jepang dan bekerja sebagai dosen. Dia berangkat haji menggunakan kuota Jepang yang memang tidak banyak dimanfaatkan. Keberangkatannya resmi menggunakan passport Indonesia, bukan seperti heboh haji furada yang berangkat dari Philipina dua tahun lalu.
Bersama 52 orang lainnya Dahlan yang didampingi istrinya berangkat ke tanah suci menggunakan travel wisata HIS.
“Sebenarnya saya bergabung dengan 150 orang dari travel HIS, tapi yang lain masih akan berangkat lain hari,” ujar Dahlan saat ditemui bersama rombongannya di Jeddah, Senin (13/8/2018).
Dahlan menuturkan ada dua travel wisata yang memberangkatkan haji dari Jepang, namun sayangnya dia tidak dapat merinci berapa Jemaah haji dari Jepang tahun ini.
“Jumlah pastinya saya tidak tahu tapi ada travel lain yang memberangkatkan haji dari Jepang,” imbuhnya.
Pria asli Lamongan Jawa Timur ini menuturkan biaya yang dibayarkan dan fasilitas yang dia terima.
“Kami bayar 60 juta rupiah tapi kami hanya tiga minggu berada di Arab Saudi. Semua perlengkapan kami biayai sendiri,” imbuhnya.
Dahlan dan istrinya juga memuji banyaknya fasilitas haji Indonesia padahal biayanya jauh lebih murah dan masa tinggal lebih lama.
“Melihat di berita-berita, Jemaah haji Indonesia yang paling enak. Tas, koper, kain ihram mereka diberikan dari negara. Bahkan kabarnya juga menerima makan lebih banyak serta fasilitas bus ke Masjidil Haram,” sambil mengacungkan jempolnya.
Namun Dahlan tetap bersyukur bisa menunaikan haji meskipun harus berangkat dari Jepang. Dahlan yang menjadi dosen Information Science di Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) rencananya menginap di hotel yang tidak jauh dari Masjidil Haram.
“Katanya kami menginap di hotel dekat dari masjid. Hanya 10 menit jalan kaki dari Haram,” pungkasnya.
Sehari sebelumnya juga dijumpai beberapa WNI yang berhaji dari Korea Selatan. Menurut catatan sensus terkini, Muslim di Korsel jumlahnya sekitar 100 ribu orang dari 51 juta penduduk negara tersebut. Meski begitu, kuota haji yang ditetapkan Kerajaan Arab Saudi terhadap negara itu sebanyak 360 orang.
Menurut rilis yang dilansir Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Duta Besar RI untuk Korsel Umar Hadi secara langsung melepas keberangkatan 150 WNI ke Tanah Suci tahun ini.
“Pesan saya agar teman-teman memperhatikan tiga jaga; jaga hati, jaga ibadah, dan jaga nama baik Indonesia,” kata Umar saat melepas jamaah di Masjid Jami Itaewon, Seoul, seperti dilansir KBRI, Ahad (12/8/2018).
Menurut Umar Hadi, bisa menunaikan ibadah haji menjadi daya tarik tersendiri bagi para pekerja Indonesia di Korsel. Selain kuota haji yang demikian leluasa, para pekerja juga memiliki kelebihan rezeki dan kondisi fisik yang masih prima karena masih berusia muda. (ab/ab).