Panduan Lengkap Tata Cara Wudhu

Sahabat Bincang Syariah, kali ini kami mau mempraktikkan tutorial atau tata cara wudhu versi kitab fikih kontemporer. Yang berjudul Taqrirat al-Sadidah, karya Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Kaff. Dalam kitab ini tertera tata cara wudhu lengkap.

Sahabat, sebelum kita beranjak ke prakteknya. Alangkah baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu II mengenai konsep dasar dari wudu’ II sebab II meski sudah terbiasa wudhu 5 hari sekali. Setidaknya, mungkin saja kita melewatkan beberapa amalan yang para ahli fikih menganjurkannya.

Pengertian Wudhu

Sahabat Bincang Syariah, wudhu yang kita kenal dalam bahasa Indonesia itu, merupakan serapan atau adopsi dari bahasa Arab. Yang merupakan derivasi dari fiil madi tawaddo’a yatawaddo’u .

Secara bahasa wudhu bermakna nama atas pekerjaan membasuh sebagian anggota tubuh. Adapun secara istilah, wudhu bermakna, nama atas suatu pekerjaan membasuh anggota tubuh tertentu, dengan adanya niat yang tertentu.

Sebutan  wudhu untuk pekerjaan sebelum sholat itu dengan dibaca dhummah huruf waw– nya yakni wudhu’.  Sebab jika wawunya dibaca fathah, maka sudah beda makna II yakni wadu’ berarti nama atas air yang digunakan untuk berwudu’  jadi jangan keliru menyebutnya.

Rukun Wudhu

Menurut madzhab Syafii, rukunnya wudhu itu ada 6.  Ada 4 rukunnya dijelaskan oleh Al-Qur’an yakni di surat Al-Maidah Ayat 6,  Allah berfirman;

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.

Rukun Wudhu

Niat dan tartib. Keterangan ini terdapat dalam hadis Nabi. Jadi demikianlah sekilas asal usul rukunnya wudhu. Melalui fakta ini, maka tentu kita mengetahui  bahwasanya tidaklah benar anggapan mereka yang mengatakan jikalau madzhab fikih itu tidak sesuai al-Qur’an dan al-Sunnah.

Baiklah sahabat Bincang Syariah, sekarang mari kita mempraktekkan wudhu, seraya melakukan kesunnahan-kesunnahan yang ada.

Rukun Pertama;

Yaitu niat, sebelum wudu’ kita membaca basmalah dan taawwudz terlebih dahulu. Jika di dalam kamar mandi, maka bacalah di dalam hati, redaksi yang sempurna adalah dengan membaca;

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ، رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

Kemudian disambung dengan siwakan, membasuh kedua telapak tangan berkumur istinsyaq yakni menghirup air ke dalam hidung, istintsar yakni mengeluarkan air dan sunnah juga untuk melakukan kesemuanya sejumlah 3 kali.

Setelah selesai, pastikan sudah bersih semua anggota tubuhnya jangan sampai masih ada kotoran atau segala sesuatu yang bisa mencegah masuknya air ke anggota wudu’. Yang jarang diperhatikan adalah wudu ketika baru bangun tidur pastikan sudah tidak ada kotoran matanya.

Jika segala sesuatunya sudah dipastikan tidak ada penghalang masuknya air, maka siapkanlah air wudhu kemudian niatlah, tapi niat ini dibarengkan dengan rukun yang kedua.

Rukun Kedua

Membasuh wajah, jadi langsung dibarengkan antara keduanya. Redaksi niat wudu’nya, bisa membaca;

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

 Nawaitul wudhuu-a liraf’ll hadatsil ashghari fardhal lilaahi ta’aalaa

Artinya :”Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil fardu karena Allah”.

Dalam membasuh wajah, disunnahkan dimulai dari bagian atas yakni dari tempat tumbuhnya rambut dan perlu diketahui batasan wajah yang harus dibasuh adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut hingga tempat tumbuhnya jenggot.

Adapun batasan luasnya itu adalah di antara kedua telinga.

Rukun Wudhu ketiga;

Yaitu Membasuh kedua tangan. Yakni dari ujung tangan sampai siku-siku, dalam rukun ini  disunnahkan untuk memulai basuhan dari tangan dulu lalu ke siku.

Demikian jika ia wudhu dengan sendiri lain halnya ketika ia itu wudhu dengan bantuan orang lain yakni airnya dituangkannya, maka baginya sunnah untuk memulai dari siku-siku terlebih dahulu dalam membasuhnya.

Sunnah untuk mendahulukan bagian kanan. Sunah menggosok tangan sebanyak tiga kali. Adapun jika memakai cincin, maka sunnah untuk menggerak-kan cincinnya agar supaya air benar-benar merasuk ke dalam.

Rukun yang keempat;

Yaitu mengusap sebagian kepala. Saat mengusapnya sunnah untuk mengusap semua rambutnya, lehernya serta kedua telinganya. Kita melakukan hal itu sejumlah 3 kali.  Jadi mengusap telinga itu sunnah ya sahabat bukan rukun  meninggalkannya pun tidak apa-apa, wudu’nya tetap sah kok.

 Rukun yang kelima;

Yaitu membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki. Saat membasuhnya, disunnahkan untuk memulai dari jari-jari terebih dahulu. Tentunya yang bagian kanan dan sunnah pula untuk melakukannya sejumlah 3 kali. Maka selesailah wudu’nya.

 Rukun yang keenam;

Yaitu tartib.  Dalam pengertian ini melakukan rukun-rukun tadi dengan sesuai urutannya.  Yakni wajah dulu, kemudian tangan dan seterusnya jadi tidak boleh mengedepankan yang akhir.  Semuanya harus berurutan yang.

Demikian lah yang dimaksud dengan tartib, jika telah selesai  maka sunnah baginya untuk berdoa seraya menghadap kiblat.

Doa Selepas Wudhu

أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ

Asyhadu al laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu. Allahumma ij’alni minat tawwaabiina waj’alni minal mutathahhiriin. Subhaanaka allahumma wa bihamdika asyhadu al laa ilaaha illa nta astaghfiruka wa atuubu ilaik. Wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammad wa `aali Muhammad.

Yang Artinya: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.

Ya Allah, jadikanlah aku sebagian dari orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku sebagian dari orang yang suci. Maha suci engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu.

Aku bersaksi tiada Tuhan selain Engkau, aku meminta ampunan pada-Mu, dan bertaubat pada-Mu. Semoga berkah rahmat Allah senantiasa terlimpahkan pada nabi Muhammad dan keluarganya.”

Setelah selesai berdoa kita sambung dengan membaca surat Al-Qadar sebanyak 3 kali, kemudiandilanjutkan ayat kursi. Surat al-Ikhlas. Kemudian, kita melakukan sholat sunnah wudu’.

Demikian penjelasan panduan tata cara wudhu lengkap. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Tata Cara Mengusap Telinga yang Benar saat Wudu

PERTAMA, mengusap telinga ketika wudhu hukumnya sunah menurut mayoritas ulama. Sementara Hambali dan sebagian Malikiyah mengatakan hukumnya wajib. Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan, “Hanafiyah, Malikiyah menurut yang masyhur, dan Syafiiyah berpendapat bahwa bagian dari sunah wudhu adalah mengusap telinga, yang dalam maupun yang luar.” (al-Mausuah al-Fiqhiyah, 43/365).

Mayoritas ulama berdalil bahwa tidak ada perintah khusus dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang ini, yang ada hanya praktek beliau. Sementara praktek Nabi Shallallahu alaihi wa sallam semata, tidak menunjukkan hukum wajib. Sementara Hambali dan sebagian Malikiyah berdalil dengan hadis dari Abdullah bin Zaid Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kedua telinga itu bagian dari kepala.” (HR. Ibnu Majah 443 dan statusnya diperselisihkan ulama).

Mengingat kepala bagian yang wajib diusap ketika wudhu, maka telingapun termasuk yang wajib diusap. Telinga diqiyaskan dengan kepala menurut madzhab hambali. Hanya saja terdapat riwayat dari Imam Ahmad bahwa beliau menilai orang yang tidak mengusap telinga ketika wudhu, baik dengan sengaja maupun lupa, wudhunya tetap sah. Karena dengan mengusap kepala, sudah dianggap termasuk mengusap telinga.

Ibnu Qudamah menulis keterangan al-Khallal, “Al-Khallal mengatakan, Semua ulama yang menyebutkan dari Imam Ahmad, bahwa orang yang tidak mengusap kedua telinga secara sengaja maupun lupa, wudhu sah. Karena telinga mengikuti kepala.” (al-Mughni, 1/90).

Kedua, dianjurkan mengambil air yang baru untuk mengusap telinga? Setelah ia mengusap kepala, kemudian hendak mengusap telinga, apakah dianjurkan untuk mengambil air yang baru kemudian membuangnya dan digunakan mengusap telinga? Ada dua pendapat ulama tentang hal ini, “Mayoritas ulama (Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali) menyatakan, dianjurkan mengambi air yang baru untuk mengusap telinga. Sementara Hanafiyah berpendapat, tidak dianjurkan mengambil air yang baru ketika mengusap telinga.” (al-Mausuah al-Fiqhiyah, 43/365 366).

Terdapat satu hadis yang menganjurkan untuk mengambil air yang baru ketika mengusap telinga. Hadis itu menyatakan, “Ambillah air yang baru untuk mengusap kepala.” Hanya saja hadis ini statusnya sangat lemah (dhaif jiddan). Dalam Silsilah ad-Dhaifah dinyatakan, Diriwayatkan at-Thabrani (dalam Mujam al-Kabir) dari jalur Dihtsam bin Qiran, dan Namran bin Jariyah, dari ayahnya secara marfu. Aku katakan: Sanadnya dhaif sekali, Dihtsam dinyatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dengan, “Matruk.” (ditinggalkan hadisnya).

 

INILAH MOZAIK