Bismillahirrahmanirrahim…
Setelah rumah laku terjual, apakah ada kewajiban zakat dari hasil penjualan rumah?
Agar tidak salah paham, ada dua hal yang harus kita bedakan:
1. Menjual rumah
2. Jualan rumah.
Menjual rumah artinya dia bukan sebagai pedagang properti. Atau rumah yang dia beli sejak awal tidak diniatkan untuk diperdagangkan.
Adapun jualan rumah, dia menjadikan aktivitas menjual rumah sebagai profesi. Atau dia menggeluti bisnis properti. Dia meniatkan rumah yang dibeli untuk diperdagangkan.
Untuk yang pertama, yakni menjual rumah, ini tidak ada zakatnya. Adapun yang kedua, yakni jualan rumah, maka ada kewajiban zakatnya. Karena di antara syarat barang menjadi wajib dizakati adalah ketika barang diniatkan untuk diperdagangkan.
Sebagaimana penjelasan Syekh As-Samarqandi rahimahullah di dalam
Uyun Al-Masail,
وقَالَ هشام سألت محمداً : عن رجل اشترى خادماً للخدمة وهو ينوي إن أصاب ربحاً باع ، هل فيها الزكاة؟ قَالَ: لا، هكذا شِرَى الناس إذا أصابوا ربحاً باعوه
Hisyam berkata, “Aku bertanya ke Muhammad (yakni Ibnu Hasan as-Syaibani) tentang seorang yang membeli hamba sahaya untuk dijadikan pembantu, dan dia berniat jika ada keuntungan, akan dijual. Apakah ada zakatnya?” Muhammad bin Hasan menjawab, “Tidak ada zakat. Seperti itu pula ketika ada orang beli, lalu jika nanti menguntungkan akan dijual.” (Uyun Al-Masail fi Furu’ Al-Hanafiyah, as-Samarqandi, hlm. 33)
Demikian pula penjelasan Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin,
لو كان عند إنسان عقارات لا يريد التجارة بها، ولكن لو أُعطي ثمناً كثيراً باعها فإنها لا تكون عروض تجارة ؛ لأنه لم ينوها للتجارة ، وكل إنسان إذا أتاه ثمن كثير فيما بيده، فالغالب أنه سيبيع ولو بيته ، أو سيارته ، أو ما أشبه ذلك
“Bila seorang mempunyai tanah, bukan untuk diperdagangkan, namun jika nanti ditawar dengan harga tinggi, akan dia jual. Harta seperti ini bukan tergolong barang dagangan. Karena dia tidak berniat untuk diperdagangkan. Dan semua orang yang memiliki barang, jika barangnya ditawar dengan harga yang tinggi, biasanya dia akan menjualnya, sampaipun rumahnya, mobilnya, atau barang semisalnya.” (As-Syarh Al-Mumthi’, 6/142).
Zakat jualan rumah mengikuti ketentuan zakat perdagangan.
Berikut cara menghitungnya :
– Ketahui nishob (batasan kadar wajib zakat) pada zakat perdagangan.
Nishobnya adalah seperti nishob emas. Nishob emas = 85 gram. Jika ingin diuangkan, dikalikan dengan harga beli emas di saat jatuh tempo wajib zakat.
Contohnya:
Harga emas per gramnya saat ini Rp. 870.263,- / gram (sumber : indogold.id)
Maka, nishobnya adalah:
Rp. 870.263,- × 85 gram = Rp. 73.972.355,-
– Cara mengetahui apakah bisnis tanah sudah masuk wajib zakat perdagangan dan cara menghitung zakatnya adalah :
Menghitung nilai barang ditambah keuntungan bersih dikurangi utang dan biaya operasional. Nilai barang adalah harga barang di saat jatuh tempo zakat.
Jika hasil perhitungan tersebut sudah mencapai nishob, maka dikeluarkan 2,5 % dari jumlah tersebut.
Misal:
Ada seorang penjual tanah. Di akhir tahun, ia memiliki nilai aset dagang sebesar 2 milyar rupiah. Lalu keuntungan bersih sebesar 1 milyar rupiah. Hutang dan biaya operasional sebesar 500 juta rupiah. Maka, cara menghitung zakatnya adalah :
2 milyar + 1 milyar – 500 juta = 2,5 milyar
Lalu 2,5 milyar × 2,5 % = 62.500.000
Maka, zakat yang dikeluarkan sebesar Rp. 62.500.000.
Penulis: Ahmad Anshori, Lc.
Sumber: https://muslim.or.id/68889-jual-rumah-berapa-zakatnya.html