KITA dianjurkan berdzikir dalam setiap keadaan. Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.” (QS. Ali Imran: 190-191)
Faedah Ayat: Qatadah rahimahullah mengatakan, “Inilah keadaanmu wahai manusia. Ingatlah Allah ketika berdiri. Jika tidak mampu, ingatlah Allah ketika duduk. Jika tidak mampu, ingatlah Allah ketika berbaring. Inilah keringanan dan kemudahan dari Allah.” (Dinukil dari Tafsir Az-Zahrawain, hlm. 846)
Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selalu berdzikir (mengingat) Allah pada setiap waktunya.” (HR. Muslim) [HR. Bukhari, no. 19 dan Muslim, no. 737]
Faedah Hadits:
– Dzikir bisa dilakukan dalam keadaan apa pun sesuai keadaan seseorang. Ini sekaligus kritikan kepada orang sufi (tasawwuf) yang berdzikir mesti dengan membuat ritual tertentu, seperti dengan dansa, lompat-lompat, dan dengan alat musik. Ini semua termasuk amalan yang tidak ada petunjuknya dalam agama kita.
– Lafaz “Allah, Allah, Allah” yang disebutkan dalam bentuk mufrad (tunggal) yang diucapkan dalam rangka ibadah termasuk amalan yang menyelisihi ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam karena tidak pernah dilakukan oleh beliau dan para sahabatnya.
– Seorang muslim yang baik adalah yang tidak lalai dari berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.
– Hadits ini menjadi dalil bagi sebagian ulama seperti ulama Malikiyyah mengenai bolehnya membaca Al-Quran bagi wanita haidh dan nifas. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hambali menyatakan haramnya membaca Al-Quran bagi wanita haidh dan nifas. Hadits larangan yang menjadi dukungan adalah,
“Janganlah wanita haidh dan orang junub membaca Al-Quran sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi, no. 131 dan Ibnu Majah, no. 595. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif).