Perbedaan Pendapat Dalam Masalah Hukum Tahnik
Terdapat perbedaan pendapat ulama apakah tahnik itu sunnah atau kekhususan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja, tidak bagi umatnya. Ulama yang menyatakan tahnik itu sunnah berdalil dengan beberapa hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan tahnik, sedang ulama yang menyatakan tahnik adalah kekhususan beliau berdalil dengan alasan:
- Tahnik dilakukan untuk mencari keberkahan dari air liur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ini khusus pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena pada jasad beliau ada keberkahan (selama masih hidup)
- Tidak ada riwayat para sahabat membawa anak bayi mereka orang shalih seperti ke Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan sahabat lainnya untuk dilakukan tahnik pada anak bayi mereka yang baru lahir. Sekiranya hal ini Sunnah, maka para sahabat yang paling pertama dan semangat melakukannya.
Penjelasan Tahnik Adalah Kekhususan Nabi
An-Nawawi mengklain bahwa tahnik ini Sunnah dan ‘mengklaim’ menjadi ijma’ ulama, beliau berkata:
اتفق العلماء على استحباب تحنيك المولود عند ولادته بتمر ، فإن تعذر فما في معناه وقريب منه من الحلو
“Ulama bersepakat sunnahnya tahnik pada anak ketika baru lahir dengan kurma. Apabila tidak ada kurma, maka boleh dengan yang manis lainnya.” [Syarh An-Nawawi ‘Ala Muslim 14/122-123]
Beliau menyatakan Sunnah berdasarkan beberapa hadits berikut:
Dari Abu Musa, beliau berkata,
وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ
“Pernah dikaruniakan kepadaku seorang anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan sebuah kurma.”[HR. Bukhari & Muslim]
Dari Aisyah, beliau berkata,
أتى النبى صلى الله عليه و سلم بصبى يحنكه فبا ل عليه فأ تبعه الماء
“Didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang bayi laki-laki beliau mentahniknya, lalu bayi itu mengencinginya, kemudian beliau memercikkannya dengan air”[HR. Bukhari]
Salah satu ulama yang menyatakan tahnik adalah perbuatan khusus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Asy-Syathibi, beliau juga menyatakan ijma’ para sahabat untuk meninggalkan tahnik dan tabarruk dalam hal ini. Beliau berkata,
إجماعَ الصحابةِ رضي الله عنهم على تركِ ذلك التبرُّكِ فيما بينهم حيث يقول: «وهو إطباقُهم ـ أي: الصحابة ـ على الترك؛ إذ لو كان اعتقادُهم التشريعَ لَعَمِل به بعضُهم بعده
“Ijma’ para sahabat untuk meninggalkan tabarruk jenis ini di antara mereka. Penerapan para sahabat, yaitu meninggalkan (tahnik). Apabila mereka menyakini ini Sunnah, maka mereka akan mengamalkannya satu dengan yang lain (saling mentahnik anak mereka).” [Al-I’tisham 2/10]
Sikap Pertengahan Dalam Masalah Tahnik
Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin menjelaskan adanya perbedaan pendapat dalam hal ini. Beliau bersikap pertengahan, apabila ada yang melakukan tahnik maka tidak mengapa (jangan dicela dan menyalahkan). Apabila tidak melakukan tahnik juga tidak mengapa (jangan dicela juga karena dianggap tidak mau melakukan sunnah menurut mereka). Intinya saling menghormati karena hal ini adalah ikhtilaf mu’tabar (yang teranggap) di antara para ulama. Beliau lebih memilih tidak melakukannya lebih selamat, karena hukum asal ibadah itu adalah haram sampai ada dalil yang membolehkan. Perhatikan perkataan beliau:
التحنيك يكون حين الولادة حتى يكون أول ما يطعم هذا الذي حنك إياه ، ولكن هل هذا مشروع لغير النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم ؟ فيه خلاف : فمن العلماء من قال : التحنيك خاص بالرسول صلى الله عليه وعلى آله وسلم للتبرك بريقه عليه الصلاة والسلام ليكون أول ما يصل لمعدة هذا الطفل ريق النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم الممتزج بالتمر ، ولا يشرع هذا لغيره ، ومنهم من قال : بل يشرع لغيره ؛ لأن المقصود أن يطعم التمر أول ما يطعم ، فمن فعل هذا فإنه لا ينكر عليه ، أي من حنك مولودا حين ولادته فلا حرج عليه ، ومن لم يحنك فقد سلم ” انتهى
“Tahnik dilakukan ketika baru lahir dan hendaknya menjadi yang pertama kali masuk (ke mulut bayi), akan tetapi apakah tahnik disyariatkan kepada selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Terdapat perbedaan pendapat ulama. Ada ulama yang menyatakan bahwa tahnik adalah kekhususan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertabarruk dengan air liurnya, agar yang pertama kali masuk adalah air liur beliau ke perut bayi melalui kurma yang dikunyah. Tahnik tidak disyariatkan untuk selain beliau. Ada ulama juga yang menyatakan bahwa hal ini disyariatkan kepada selain beliau karena tujuannya adalah memberikan kurma sebagai yang pertama kali masuk. Bagi yang melakukan maka tidak diingkari yaitu melakukan tahnik kepada bayi yang baru lahir, hal ini tidak mengapa. Bagi yang tidak melakukan tahnik maka telah selamat.” [Fatwa Nur ‘Alad Darb 6/228]
Catatan Penting
Mengqiyaskan mencari berkah kepada orang shalih dengan air liur mereka adalah hal yang tidak dibenarkan karena tidak bisa diqiyaskan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang diperbolehkan adalah meminta didoakan kepada orang shalih. Syaikh Ali Firkus menjelaskan:
عليه، فإنَّ القولَ بجوازِ التبرُّك برِيقِ الصالحين ولُعابهم مِن جهةِ التحنيك هو القولُ بجوازِ التبرُّك بذواتِ وآثارِ الصالحين قياسًا على النبيِّ صلَّى الله عليه وسلَّم، ولا يخفى أنَّ مِثْلَ هذا القياسِ فاسِدُ الاعتبار لمُقابَلته للإجماع المنقولِ عن الصحابة رضي الله عنهم في تركِهم لهذا الفعلِ مع غيرِ النبيِّ صلَّى الله عليه وسلَّم، ولو كان خيرًا لَسَبَقونا إليه.
“Bagi yang menyatakan bolehnya tabarruk dengan air liur orang shalih, bisa jadi mereka beralasan dengan bolehnya tabarruk dengan zat dan atsar (misalnya sisa air minum mereka) orang shalih berdasarkan qiyas kepada perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak samar lagi bahwa ini adalah qiyas fasid (qiyas yang tidak benar).”
[sumber: https://ferkous.com/home/?q=fatwa-336]Kemudahan dalam Proses Melahirkan
Demikian semoga bermanfaat
Penyusun: Raehanul Bahraen
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51629-tahnik-itu-sunnah-atau-kekhususan-bagi-nabi.html