Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Ada seorang arab Badui datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka ia pun beriman kepada Nabi dan mengikuti Nabi. Setelah itu, berkata kepada Nabi, “Aku akan berhijrah bersamamu.” Maka Nabi pun meminta sebagian sahabat untuk memperhatikan orang ini.
Tatkala terjadi peperangan, Nabi memperoleh ghanimah (rampasan perang) maka Nabi pun membagi-bagikan ghanimah tersebut. Nabi juga membagikannya kepada orang tadi. Nabi menyerahkan bagian ghanimah orang ini kepada para sahabat agar dapat diberikan kepada orang tersebut. Tugas orang tersebut adalah menjaga bagian belakang pasukan.
Tatkala lelaki tersebut datang maka para sahabat pun menyerahkan bagian ghanimahnya kepadanya. Ia pun berkata, “Apa ini?” Mereka berkata, “Ini adalah bagianmu yang dibagikan NabiShallallahu Alaihi wa Sallam untukmu.” Ia mengambilnya lalu menemui Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan berkata, “Apa ini?” Nabi menjawab, “Aku memberikannya untukmu.”
Lelaki itu berkata, “Aku tidak mengikutimu untuk memperoleh ini, akan tetapi aku mengikutimu supaya dipanah dengan anak panah di sini (seraya mengisyaratkan ke lehernya) lalu aku mati dan masuk surga.”
Nabi pun bersabda, “Jika niatmu benar maka Allah akan mengabulkannya.” Tidak lama kemudian para sahabat bangkit dan maju ke medan perang melawan musuh.
Setelah perang berakhir jasa orang tersebut dibawa kepada Nabi dalam kondisi lehernya ditembus oleh anak panah.
Nabi berujar, “Apakah ini adalah mayat orang itu?” Para sahabat menjawab berkata, “Benar.” Nabi bersabda, “Niatnya benar maka Allah mengabulkan (keinginannya).”
Setelah itu, Nabi mengafani jasadnya ini dengan jubah beliau, lalu meletakkan mayatnya di depan, lalu menyalatkannya. Diantara doa Nabi tatkala menyalatkan orang ini adalah, “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu telah keluar berhijrah di jalan-Mu, lalu ia pun mati syahid dan aku bersaksi atas hal ini.” (HR. An-Nasa`i nomor 1952, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib nomor 1336)
Tanamkan niat dalam hati
Keinginan adalah bagian kewajaran dalam hidup, ketika seorang manusia terkadang ingin memperoleh sesuatu yang terbaik dalam hidupnya. Terlebih bagi hamba yang beriman, maka keinginan mereka dipenuhi oleh cita dan asa yang bernuansa ibadah, supaya mereka mampu menggengam keridhaan Allah dalan ayunan langkah kaki hidupnya.
Tapi, manusia hanyalah makhluk yang begitu lemah plus penuh kekurangan, sehingga tak ada satu pun keinginannya dapat terwujud kecuali jika ia diberikan pertolongan oleh Allah dalam meraih yang ia inginkan. Sebab, perotlongan hanya Allah yang menentukan segala hal dalam hidup.
Pertolongan Allah ibarat air yang menumbuhkan benih menjadi tanaman indah lagi ranum buahnya. Sesubur apapun tanah yang menyimpan benih tanpa kucuran air, maka benih pun akan menjadi layu dan mati sebelum tumbuh di atas tanah.
Hal ini pun sama dengan keinginan hati. Itu akan hanya menjadi keinginan tanpa wujud apabila disertai oleh pertolongan Allah.
Oleh karenanya, maka arab Badui dalam riwayat di atas memberikan faidah ilmu, bahwa keinginan hati haruslah ditanamkan dengan kuat dan berakar kokoh di dalam hati ketika seseorang sudah menetapkan asa dan cita kebaikan. Jangan mudah untuk berpaling dari asa kebaikan ketika sudah ditanam dalam hati, karena menanamkan keinginan di dalam hati dengan kuat akan melahirkan ikhtiar dan usaha tanpa henti untuk memperolehnya.
Sama dengan diri seseorang yang bercita cita mati syahid, maka angan mati syahid hadir di pelupuk matanya. Tak tergoyah oleh apapun, hingga mendapatkan apa yang ia citakan yaitu mati syahid di ujung kehidupan.
Benarkan dalam hati dengan ikhlas
Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “JIka benar niatmu maka Allah yang akan menyampaikan niatmu.” Jawaban Rasul kepada badui itu juga memberikan faidah yang bagus dan agung, bahwa setelah kita menanamkan niat kebaikan, maka dengan meluruskan niat kita akan menjadi sebab datangnya pertolongan Allah untuk merealisasikan setiap keinginan yang dimiliki hamba yang beriman.
Tak ada yang mustahil dalam mewujudkan setiap keinginan bagi orang yang yakin dengan niat yang ia miliki apabila sang Rahman sudah berkehendak. Sebab, tak ada yang mampu menghalangi apapun dari kehendak Allah.
Inilah yang menjadi penjelasan bahwa ada manusia-manusia lemah secara ekonomi tapi ternyata ia menjadi tamu Allah dalam haji dan umrah, jauh lebih dahulu dari pada yang berkelapangan harta tapi tak kunjung menjadi tamunya Allah. Itu semua karena ternyata si fakir selalu menanamkan niat dalam hatinya untuk berhaji dan ia ikhlaskan niat itu untuk Allah hingga ia diampuni.
Inilah pula yang menjadi keterangan dari orang yang hanya tamat Madrasah Aliyah, tapi membangun pondok pesantren dengan ratusan santri shalih yang tak jemu belajar ilmu, mengalahkan doktor yang terkadang memiliki keinginan untuk membangunnya tapi tak kunjung terwujud.
Inilah pula yang terkadang menjadikan seorang ikhwan (saudara-red) biasa dengan kesibukan kerja tapi punya asa menghafalkan Al-Quran dan ia pun hafal dengan baik, padahal banyak tamatan pondok pesantren yang tak kunjung hafal Al-Quran.
Mereka memiliki satu kesamaan, bahwa keinginan yang mereka miliki ditanamkan dengan kuat didalam hati, dibungkus keikhlasan hingga Allah mewujudkan keinginan mereka semua.
Mati syahid, haji, umrah, menghafal Al-Quran, menikah dengan niat ibadah dengan hamba yang shalih dan shalihah serta lainnya adalah keinginan yang pantas untuk ditanamkan dalam hati, lalu diiringi dengan kejujuran tindakan, hingga Allah yang kelak mewujudkan semuanya.
Barakallah fikum
Ustadz Oemar Mita, Lc