Berikut ini kisah teladan Fatimah Az-Zahra menjadi seorang ibu. Fatimah Az-Zahra bukan saja manifestasi kelembutan dan kasih sayang seorang istri, namun beliau juga merupakan manifestasi kelembutan dan kasih sayang seorang ibu. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Fatimah seorang yang haniyah, yaitu seorang perempuan yang sangat mengasihi, menyayangi dengan lembut terhadap suami dan anak-anaknya.
Beliau juga mewasiatkan kepada Ali agar senantiasa lembut dan baik terhadap anak-anaknya. Bernazar demi kesembuhan putra-putrinya, bermain, membaca kisah-kisah dan syair-syair untuk putra-putrinya. Mengadakan perlombaan dan mengajari cara penilaian yang terbaik.
Suatu hari, Rasulullah Saw menyuruh Hasan dan Husein untuk berlomba menulis. Barangsiapa yang tulisannya bagus maka dialah yang menang. Hasan dan Husein kemudian menulis, setelah menulis, mereka kemudian menyerahkan tulisannya untuk dinilai oleh sang kakek. Namun, Rasulullah tidak memberikan penilaian, tetapi mereka berdua dikirim ke ibunda mereka untuk memberikan penilaian, karena Fatimah tidak ingin mengecewakan anaknya.
Akhirnya, terbersit suatu ide dari Fathimah, beliau berkata, “Wahai putra-putriku sayang, ibu akan melepaskan butiran-butiran kalung ibu, barang siapa yang mengumpulkan butiran-butiran tersebut maka tulisan dia yang paling bagus.” Ternyata, Hasan dan Husein keduanya mengumpulkan butiran kalung dengan jumlah yang sama, dan keduanya pun menjadi pemenang. Hal ini dilakukan oleh Fatimah sebagai bukti kasih sayangnya terhadap kedua putranya.
Lalu pelajaran apa yang diperolehnya?
Berdasarkan kisah di atas, terlihat teladan Fatimah Az-Zahra yang dapat kita ambil pelajarannya;
Pertama, yang diberikan Fatimah kepada putra dan putrinya, adalah cinta dan kasih sayang. Hati ibu yang penuh kasih dan sayang, dan dengan asuhan yang hangat, serta cinta sang Ayah terhadap putra putrinya dengan tulus. Maka, dengan demikian sangat jelas bahwa kasih sayang adalah pelajaran yang paling penting dalam mendidik anak-anak kita sebagaimana yang telah dilakukan oleh Fathimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.
Kedua, yang dilakukan Fatimah kepada putra putrinya adalah, menumbuhkan kepribadian agar anak menjadi manusia yang berkualitas. Maka, sebagai seorang pendidik, Fatimah menumbuhkan pada anak-anaknya sikap percaya diri, menghormati orang lain, dan bercita-cita tinggi, menghargai keberadaan dirinya, agar anak jauh dari perbuatan buruk dan tidak menyerah karena merasa hina dan rendah.
Ketiga, yang dilakukan Fatimah adalah menumbuhkan iman dan takwa. Setiap anak harus ditanamkan pendidikan agama islam sejak usia dini, hingga akhir hayatnya, karena merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat Islam untuk terus berikhtiar belajar, mencari ilmu sepanjang kehidupannya di dunia. Rasulullah Saw. senantiasa menanamkan ajaran agama dirumah Fatimah sejak masa kanak-kanak yang paling awal bahkan sejak masa penyusuan.
Keempat, yang dilakukan Fatimah kepada putra putrinya, adalah mematuhi aturan dan memperhatikan hak-hak orang lain. Salah satu yang harus diperhatikan oleh para orang tua adalah mengawasi anak-anaknya agar ia tidak melampaui batas terhadap orang lain, menghormati hak-hak mereka, belajar disiplin, dan tidak mengurangi hak orang lain.
Seorang anak yang memperhatikan hak-hak orang lain didalam rumah, maka ia akan senantiasa memperhatikan hak-hak orang lain ketika ia keluar rumah. Sebaliknya jika dalam rumah tangga dikuasai oleh perselisihan dan kekacauan, maka anak-anaknya akan terdidik untuk bermusuhan, melakukan pelanggaran, dan berbuat zalim terhadap orang lain.
Kelima, yang dilakukan Fatimah kepada anak-anaknya adalah berolahraga dan bermain. Olahraga dan bermain juga memiliki banyak manfaat bagi anak-anak, selain untuk kesehatan, juga untuk meningkatkan kecerdasan, lebih sportif, dan melatih jiwa sosialnya, serta membangun kepercayaan diri, membangun kerjasama, menjadi lebih fokus dan juga menjadi lebih bahagia. Olahraga dan bermain juga dilakukan oleh Rasulullah bersama dengan cucunya.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. memegang pundak Hasan dan Husein, dan kaki mereka berdua berada di atas kaki Rasulullah. Lalu beliau berkata, “Naiklah,” Maka anak itu naik sampai kedua kakinya berada di atas dada Rasulullah. Kemudian beliau mengatakan padanya, Bukalah mulutmu”, lalu beliau menciumnya dan setelah itu berdoa, “Ya Allah, sayangilah dia karena aku menyayanginya.”
Masih tentang Fatimah. Selain sebagai seorang sosok ibu dan istri, Fathimah juga aktif dan terjun langsung dalam masyarakat pada bidang dakwah dan pendidikan. Fathimah senantiasa menjawab pertanyaan dari para wanita kota Madinah tentang hukum Islam. Pernah suatu ketika perempuan datang menghadap Sayyidah Fathimah, untuk menanyakan berbagai hukum.
Suatu ketika seorang perempuan hendak bertanya kepada Fatimah “wahai putri Rasul, aku memiliki seorang ibu yang sudah tua. Dia mempunya banyak pertanyaan tentang shalat, karena itu dia mengirimku untuk menanyakan hal ini kepadamu,” kata perempuan tersebut. “Bertanyalah,” kata Fathimah.
Kemudian, perempuan tersebut menanyakan berbagai hukum dan permasalahan, hingga Ia malu untuk bertanya lagi karena banyaknya pertanyaan yang dilontarkan.
Namun, Fathimah masih tetap menjawab semua pertanyaan, dan tidak merasa terbebani atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, bahkan Beliau berkata “aku mendapatkan pahala dari setiap jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan melebihi jarak antara bumi dan arsy dari perhiasan dan mutiara-mutiara, maka pantaskah aku merasa terbebani atas pertanyaan-pertanyaan ini?”.
Demikisan teladan Fatimah Az-Zahra jadi seorang ibu yang sangat lembut dan penuh kasih sayang. Wallahu a’lam bisshawaab.