SEYOGYANYA laki-laki yang cerdas itu memiliki wanita yang salehah. Dari rumah tangga yang saleh, yang biasa menghadapi kefakiran, agar ia dapat melihat apa-apa yang diperolehnya itu banyak. Dan hendaknya pula ia menikahi wanita yang berdekatan umurnya dengannya. Ada pun seorang yang telah berusia tua, jika ia menikah dengan gadis muda, maka ia telah menyakitinya. Barangkali wanita itu akan menyeleweng, atau meminta dicerai, sementara ia cinta kepadanya sehingga dengan hal itu ia pun akan tersakiti.
Oleh karena itu, hendaknya ia menambal kekurangannya tersebut dengan perilaku yang baik dan memberi nafkah yang banyak. Hendaknya wanita tersebut tidak terlalu sering mendekati suaminya sehingga ia akan menjadi bosan dengannya. Akan tetapi, tidak pula terlalu menjauh darinya sehingga suaminya akan melupakannya.
Dan hendaknya ia mendekati suaminya dalam keadaan sangat bersih dan cantik. Dan hendaknya ia menghindari suaminya dari melihat kemaluannya atau seluruh badannya, karena badan manusia itu tidak elok dipandang. Begitu pula sebaliknya, si suami tidak seharusnya memperlihatkan kepada istrinya seluruh badannya. Sesungguhnya persetubuhan itu (baiknya) dilakukan di tempat tidur.
Suatu hari Kisra melihat bagaimana hewan dikelupas kulitnya dan dimakan, sehingga ia pun kehilangan nafsu dengannya, dan tidak mau makan daging. Ia lalu menyebutkan itu kepada menterinya. Sang menteri pun lantas berkata, “Wahai Raja, binatang sembelihan itu untuk dihidangkan di meja makan, sedangkan wanita untuk di tempat tidur.” Maksudnya, jangan engkau memeriksa hal itu dengan mendetail.
Aisyah r.a. mengatakan, “Aku tidak pernah melihat (kemaluan) dari Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam. Ia juga tidak pernah melihatnya dariku. Dan pada suatu malam beliau bangun dalam keadaan telanjang. Maka aku tidak pernah melihat badannya sebelumnya.”
Inilah sikap yang tepat. Dengan demikian, seorang laki-laki tidak akan mencela istrinya karena melihat berbagai kekurangannya. Dan hendaknya istrinya memiliki tempat tidur sendiri dan ia pun memiliki tempat tidur terpisah. Keduanya tidak berkumpul kecuali keadaan sempurna.
Di antara manusia ada yang memandang enteng perkara-perkara ini, sehingga ia istrinya berkata merendahkan, dan ia pun membalas merendahkan. Maka masing-masing kemudian melihat dari pasangannya hal-hal yang tidak membangkitkan selera. Kemudian hal itu menjauhkan hati, dan pergaulan suami istri tersebut berlangsung tanpa kasih sayang. Ini merupakan pasal yang mesti direnungkan dan dijalankan, karena ia adalah prinsip yang penting.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Petuah-Petuah Untuk Para Pemenang, penulis: Ibnu Jauzi)