SUATU hari ada seorang lelaki datang kepada Ibnu Mas’ud dan berkata: “Saya punya tetangga yang kerjanya adalah menyakitiku dan menghinaku. Apa yang harus aku lakukan?” Ibnu Mas’ud menjawab: “Kalau dia telah bermaksiat kepada Allah dengan menyakitimu, maka taatlah engkau kepada Allah dalam menghadapi urusan dengannya.” Sungguh nasehat yang bijak penuh makna.
Pemberi fatwa yang baik adalah mereka yang mampu menyejukkan suasana yang panas, mengakurkan yang bertikai dan menyelesaikan yang bermasalah. Adalah tak layak menjadi konsultan atau penengah atau wasit seseorang yang kerjanya adalah memanas-manaskan suasana, mengadu domba mereka yang akrab dan membentur-benturkan sesuatu yang tak baik dibenturkan. Ibnu Mas’ud adalah teladan yang baik.
Kalau ada yang menyakiti kita, tak usahlah kita membalas dengan menyakitinya. Membalas dengan cara yang indah dan positif akan menjadikan kita lebih bermartabat sebaga manusia. Manusia adalah dari tanah. Tabiat tanah adalah merendah dan mengalah. Tanah diinjak para manusia baik yang sopan ataupun yang tak sopan, namun tanah masih terus mempersilahkan mereka semua hidup di punggungnya. Bisakah kita kembali pada karakter tanah?
Kalaulah kita harus membalas orang yang menyakiti kita, perhatikanlah batas-batas yng ditetapkan agama. Berlebihan adalah sifat yang tak terpuji dalam banyak hal. Kesesuaian seringkali disebut sebagai keseimbangan. Keseimbangan adalah syarat pokok untuk bisa hidup bahagia. Demikian kesimpulan para bijak. Salam, AIM. [*]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2369804/tetaplah-persembahkan-apa-yang-allah-suka#sthash.2haPIQYu.dpuf