Oleh: Imam Nur Suharno
Musim haji telah tiba. Jutaan kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia secara bertahap bergerak menuju Tanah Suci untuk menjalankan rukun Islam yang kelima, yaitu ibadah haji.
Dalam pelaksanaannya, banyak hal yang kadang melatarbelakangi seseorang dalam menjalankan ibadah haji, sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah SAW. “Akan datang suatu masa yang dialami umat manusia, yaitu orang kaya dari umatku yang melaksanakan ibadah haji (niatnya) karena wisata, orang kalangan menengah (niatnya) karena berdagang, orang kalangan ahli pengetahuan (niatnya) karena ria dan sumah, dan kaum fakir di antara mereka (niatnya) karena untuk meminta-minta.” (HR Ibnu Jauzy).
Hadis di atas memberikan peringatan kepada jamaah haji agar selalu menjaga keikhlasan sebelum, selama, dan setelah menjalankan ibadah haji.
Sebab, tidak sedikit orang yang pergi ke Tanah Suci dengan latar belakang (niat) yang berbeda-beda, itulah tipologi seseorang dalam menjalakan ibadah haji.
Pertama, untuk berwisata. Yaitu, ibadah haji yang dilaksanakan bertujuan untuk jalan-jalan. Sehingga, aktivitasnya di Tanah Suci lebih semangat jika diajak untuk jalan-jalan daripada ke masjid.
Dan, ibadah yang dilaksanakan selama di Tanah Suci tidak berpengaruh terhadap perbaikan pribadi, keluarga, dan masyarakatnya, melainkan agar masyarakat menilainya sebagai orang yang kaya.
Kedua, untuk berdagang. Yaitu, seseorang yang menunaikan ibadah haji bertujuan untuk berbelanja. Sehingga, aktivitasnya selama di Tanah Suci lebih banyak aktivitas berdagang atau berbelanja daripada ibadah kepada Allah SWT.
Ketiga, karena ria dan sum’ah. Yaitu, seseorang yang melaksanakan ibadah haji sekadar untuk mengejar status sosial kemasyarakatan, yakni gelar haji. Sehingga, ia mudah tersinggung jika tidak disebutkan gelar hajinya.
Keempat, untuk meminta-minta. Yaitu, kalangan kaum fakir yang berangkat ke Tanah Suci untuk mengharap belas-kasihan dengan harapan sekembalinya dari Tanah Suci, ia dapat mengumpulkan harta yang cukup. Sehingga, ia menjadikan aktivitas meminta-minta itu sebagai profesi tahunan baginya.
Dengan demikian, balasan bagi orang yang melandaskan niat ibadah hajinya sebagaimana di atas maka ia akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.
Sabda Nabi SAW, ”Sesungguhnya, setiap perbuatan bergantung niatnya. Dan, sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sedangkan, seseorang yang pergi hajinya atas dasar iman dan ikhlas semata karena Allah, tidak berbuat rafats, tidak berbuat fusuk, dan tidak melakukan jidal selama haji (QS al-Baqarah [2]: 197), niscaya ia akan meraih predikat haji mabrur yang balasannya adalah surga (HR Bukhari dan Muslim).
Semoga Allah meluruskan niat kaum Muslimin yang tengah menjalankan ibadah haji dengan niat semata karena-Nya dan meraih haji yang mabrur.Amin.
sumber: Republika Online