Anak-anak disunahkan mulai berlatih puasa sedari dini
Puasa selama satu bulan penuh pada Ramadhan menjadi amalan sebagai sarana untuk meraih derajat takwa. Sebagaimana dijanjikan Allah SWT dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 183.
Berlimpahnya pahala puasa menjadi keberkahan bagi setiap keluarga. Bahkan, bagi anak-anak. Mereka mulai diajarkan untuk berpuasa sedari dini. Ada istilah puasa beduk bagi anak-anak. Yakni, puasa setengah hari.
Saat beduk azan Zhuhur berkumandang, mereka diperbolahkan makan dan minum. Selebihnya, anak-anak harus menunggu saat Maghrib tiba untuk kembali berbuka. Tradisi ini dimaksudkan untuk melatih anak-anak berpuasa. Lantas, saat umur berapa seorang anak wajib berpuasa?
Anak-anak yang belum baligh pada dasarnya tidak dibebani dengan kewajiban. Sebuah hadis dari Aisyah RA menegaskan, ada tiga golongan yang tidak terkena kewajiban ibadah. “Diangkat pena dari tiga macam orang, dari anak kecil hingga ia dewasa, orang tidur hingga ia bangun, dan orang gila hingga ia normal. (HR Ahmad, Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah).
Secara eksplisit, tidak ada nas yang menyebut umur seorang anak hingga ia dibebani berpuasa. Syekh Yusuf Qaradhawi memandang, meski begitu anak-anak harus dibiasakan berpuasa sedari dini, seperti halnya shalat. Dalam shalat, Rasulullah SAW secara tegas menyuruh anak mengerjakannya jika telah berusia tujuh tahun dan boleh dipukul jika meninggalkan shalat saat berumur 10 tahun.
Dengan kaidah tersebut, membiasakan puasa pada anak juga bisa dimulai pada usia belia. Meski tidak harus pada usia tujuh tahun karena puasa lebih berat dibanding shalat. Syekh Yusuf Qaradhawi memandang, dimulainya latihan puasa melihat dari kemampuan sang anak. Bisa dilakukan secara bertahap, misal, hanya beberapa hari dalam sebulan atau dengan metode lain, semisal, puasa beduk seperti yang ada di Indonesia.
Imam Bukhari dalam shahih-nya juga memasukkan bab puasa anak-anak dalam bahasan tersendiri. Umar bin Khattab saat itu memarahi Nasywan yang dalam kondisi mabuk saat Ramadhan. “Celaka engkau, padahal anak-anak kami berpuasa.”
Dalam hadis nomor 1960 dari ar-Rubayyi’ binti Mua’awwiz, ia berkata, “Nabi SAW mengirim sarapan pagi waktu hari Asyura kepada orang-orang Anshar seraya berkata, ‘Barangsiapa yang pada pagi hari tidak berpuasa maka hendaklah ia menyempurnakan sisa hari itu dengan berpuasa. Dan barangsiapa yang pada pagi hari dia berpausa, maka hendaklah ia meneruskan puasanya!’” ar-Rubayyi berkata, “Kemudian, setelah itu kami berpuasa dan menyuruh anak-anak kami berpuasa dan membuatkan mainan untuk mereka dari bulu. Apabila salah satu dari mereka menangis minta makan, maka kami berikan mainan itu sampai waktu berbuka tiba.”
Hadis di atas menunjukkan, anak-anak sudah dibiasakan puasa meski dia belum berusia baligh. Anak-anak juga diajari dan dilatih puasa dengan cara-cara yang menyenangkan, bukan dengan paksaan dan ancaman.
Apakah berdosa jika anak-anak tersebut meninggalkan puasa? Syekh Muhammad ibn Saleh al-Utsaimin mengatakan, tidak berdosa hukumnya jika anak-anak tersebut meninggalkan puasa. Bahkan, jika ia dilatih dan melakukan puasa maka ia akan mendapat pahala.
Jika saat sedang berlatih puasa, kemudian bagi anak laki-laki datang mimpi basah pada siang hari maka puasanya, menurut Syekh Abdul Aziz bin Baz, sah. Siang sebelum dia datang baligh dihitung sebagai puasa nafilah, sementara siang setelah datang baligh dihitung puasa wajib.
Beberapa ulama di Arab Saudi mendefiniskan baligh untuk anak-anak pada usia 15 tahun. Meskipun, saat ini anak-anak kadang mendapat tanda baligh lebih cepat dari usia 15. Jika anak perempuan mendapat haid pertama di bawah usia 15 tahun maka ia sudah masuk golongan taklif, sehingga wajib hukumnya berpuasa Ramadhan setelah haidnya bersih.