KALAH sekadar untuk sepiring nasi hari ini, yakinlah mudah didapat tanpa bertarung dan berkhianat. Kalau untuk mendapatkan sepiring emas untuk hari ini, sepertinya harus bertarung dan mengatur selaksa strategi. Kalau hanya sekedar tempat untuk duduk dari kepenatan kerja, yakinlah selalu terbuka ruang dengan mudah.
Tapi kalau untuk berebut kedudukan-kedudukan, sepertinya membutuhkan perjuangan hebat lengkap dengan tips dan tricknya. Kalau sekedar untuk tidur, tak sulit untuk mencari tempat berebah melepas penat. Tapi kalau mengkoleksi seribu satu model tempat tidur, pastilah memerlukan perebutan dan persaingan.
Menarik kalau hari ini kita merenungkan kalimat indah Syakh Musthafa Mahmud: “Di bumi ini tersedia segala apa yang dibutuhkan oleh semua manusia. Tetapi, apa yang ada di bumi ini adalah tak cukup–jika mengikuti–ketamakan mereka.”
Ada bahasa lain yang sudah sering kita dengar namun semakna: “Untuk hidup, sudah cukup. Untuk gaya hidup, masih terasa kurang.” Yang membuat mahal biaya hidup adalah gengsi. Yang membuat orang berebut dan berlomba dengan cara tak sehat adalah gengsi. Yang membuat orang berpamer ria adalah gengsi. Yang banyak membuat masalah dalam hidup adalah gengsi. Padahal, yang paling membuat jiwa tenang dan damai adalah tampil apa adanya dengan semangat syukur dan berbagi.
Hiduplah dalam batas kemampuan diri sendiri, jangan melampaui. Hiduplah di kelasnya masing-masing, jangan di kelas orang lain. Yang terpenting adalah tetaplah saling menyapa dan saling tersenyum walau lain batas dan lain kelas karena senyuman kita dan senyuman mereka adalah sama-sama senyuman yang dibutuhkan alam untuk terus berjalan secara normal.
Hindari kompetisi yang membunuh orang lain. Hindari transaksi yang merugikan orang lain. Terimalah apa yang menjadi bagian diri, berikan kepada yang lain apa yang menjadi bagian orang lain. Lalu, tersenyumlah. Salam, AIM. [*]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2352478/untuk-hidup-cukup-untuk-gaya-hidup-terasa-kurang#sthash.6xq8lUao.dpuf