Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,
Contoh-contoh ketidakmampuan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah Ta’ala semata pada bulan Ramadan
Kilas balik Ramadan di tahun-tahun lalu, betapa banyak contoh seseorang ingin sempurna ibadahnya, namun banyak tidak terlaksana. Misalnya,
-Ingin mengikuti contoh salaf saleh yang 6 bulan sebelum Ramadan sudah berdoa agar dapat menjumpai bulan Ramadan. Ternyata mungkin masih banyak sampai hari-hari ini pun belum berdoa.
-Telat bangun sahur, sehingga hilang kesempatan mendapatkan keberkahan sahur. Atau menjumpai waktu sahur, tetapi saat sahur lebih dominan rutinitas makan. Tidak menghadirkan harapan-harapan mendapatkan pahala dan keutamaan sahur dan tidak menghayati hakikat sahur sebagai ibadah sehingga terluput besarnya pahala sahur.
– Terkadang terlambat tidak salat jemaah karena malas. Atau sangat ingin di saf pertama, namun BAB lama di kamar mandi.
– Setelah salat subuh, tidur sehingga terluput berbagai amal saleh, seperti membaca Al-Qur’an, zikir, dan lainnya. Sehingga target khatam baca Al-Qur’an tidak tercapai padahal bulan Ramadan adalah bulan Al-Qur’an.
– Mungkin mudah bagi kita menahan makan dan minum secara sengaja, tetapi sulit menahan seluruh anggota tubuh dari hal yang mengurangi pahala puasa. Bahkan bisa jadi menghilangkan pahala puasa secara totalitas, yaitu semua kemaksiatan selain dosa melakukan pembatal puasa, seperti menahan mata dari melihat hal yang haram dilihat, menahan lisan, telinga, serta hati dari dosa-dosa.
– Salat tarawih, mungkin banyak kali kita ingin khusyuk dalam salat tarawih namun ternyata banyak ngelamun mikir ini itu apalagi jika bacaan surat Al-Qur’an imamnya panjang, dan masih banyak contoh-contoh ketidakmampuan meraih kesempurnaan dalam bulan Ramadan.
Teladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan salaf saleh dalam menjalani Ramadan [1]
Bulan Ramadan adalah bulan ibadah dan Al-Qur’an. Selain ibadah puasa, Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Zaadul Ma’aad menyebutkan bahwa Rasulullah di bulan Ramadan memperbanyak berbagai macam ibadah kepada Allah, seperti salat, membaca Al-Qur’an, sedekah, zikir, iktikaf, berbuat baik, dan beliau paling dermawan saat Ramadan padahal beliau adalah orang yang paling dermawan (di luar bulan Ramadan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhususkan ibadah pada bulan Ramadan yang tidak dikerjakan di bulan selain Ramadan.
Demikian pula salaf saleh, mereka juga memperbanyak ibadah pada bulan Ramadan, khususnya membaca Al-Qur’an Al-Karim. Misalnya, pada bulan Ramadan, ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mengkhatamkan Al-Qur’an sehari sekali, sedangkan Sa’id bin Jubair seorang tabi’in rahimahullah mengkhatamkan Al-Qur’an setiap dua malam sekali. Imam Bukhari rahimahullah mengkhatamkan Al-Qur’an sehari sekali. Imam Syafi’i rahimahullah 6o kali selama bulan Ramadan, dan Qotadah mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tiga hari sekali, sedangkan saat sepuluh hari terakhir adalah setiap malam khatam.
Resep apakah untuk bisa mendapatkan pertolongan Allah dalam menjalankan ibadah pada bulan Ramadan?
Di antara resep untuk mampu menjalani peribadatan pada bulan Ramadan dengan ditolong oleh Allah Ta’ala adalah dengan memperhatikan dan mengamalkan beberapa prinsip berikut ini :
Prinsip pertama, “Manusia adalah makhluk yang lemah”
Kita perlu memahami karakter manusia, agar kita lebih yakin lagi merasa tidak bisa terlepas dari pertolongan Allah Ta’ala. Banyak dalil yang menunjukkan hakikat manusia, bahwa manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah, tidak tahu apa-apa, tidak kuasa mendatangkan manfaat, dan senantiasa membutuhkan pertolongan Allah Ta’ala. Semua yang ada pada diri manusia hakekatnya dari Allah Ta’ala, hawa nafsunya menyenangi harta, manusia banyak melakukan kesalahan, dan semuanya tersesat, kecuali orang yang Allah Ta’ala beri petunjuk. Berikut ini beberapa dalil tentang sifat kurang dan lemah yang terdapat pada diri manusia.
Allah Ta’ala berfirman,
يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْاِنْسَانُ ضَعِيْفًا
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu (dalam syari’at dan takdir-Nya), karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.” (QS. An-Nisa’: 28)
وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ
“Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun.” (QS. An-Nahl: 78)
قُلْ لَّآ اَمْلِكُ لِنَفْسِيْ نَفْعًا وَّلَا ضَرًّا اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ
“Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudarat bagi diriku, kecuali apa yang dikehendaki Allah.” (QS. Al-A’raf: 188)
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ اِلَى اللّٰهِ ۚوَاللّٰهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ
“Wahai manusia! Kalianlah yang membutuhkan Allah, dan Allah adalah Yang Mahakaya (tidak memerlukan segala sesuatu apapun), Mahaterpuji.” (QS. Fathir: 15)
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ
“Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memohon perlindungan dalam khotbah hajah,
ونعوذُ باللَّهِ من شرورِ أنفسنا ، ومن سيِّئاتِ أعمالنا ، من يَهدِهِ اللَّهُ فلاَ مضلَّ لَهُ ، ومن يضلل فلاَ هاديَ لَهُ
“Kami berlindung dari keburukan jiwa kami dan dari kesalahan amal kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada satu pun yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada satu pun yang memberi petunjuk kepada-Nya.“ (Shahih Ibnu Majah)
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
“(Manusia diuji dengan) dihiasi dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS. Ali ‘Imran: 14)
اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Karena sesungguhnya nafsu itu banyak mendorong kepada keburukan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53)
Dalam hadis qudsi, riwayat Imam Muslim rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meriwayatkan dari Allah Ta’ala, Dia berfirman,
يَا عِبَادِي! كُلُّكُمْ ضَالٌّ إلَّا مَنْ هَدَيْته، فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ …..إنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا؛ فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ
“Wahai hamba-Ku, setiap kalian tersesat, kecuali orang yang Aku beri petunjuk. Maka, mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku beri petunjuk kalian… Sesungguhnya kalian melakukan kesalahan pada malam dan siang, sedangkan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka mohonlah ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni kalian.”
وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطٰنَ اِلَّا قَلِيْلًا
“Kalaulah bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian).” (QS. An-Nisa’: 83)
فَلَا تُزَكُّوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰى
“Maka janganlah kalian menyatakan diri kalian saleh. Dia mengetahui siapa orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala melarang kita menyatakan diri kita saleh, bersih dari dosa, bagus amalan kita dalam bentuk ujub, membangga-banggakan, dan memuji diri kita, atau riya’, memamerkan amalan saleh kita. [2] Oleh karena itu, sikap menyatakan diri di bulan Ramadan, seolah-olah tingkatan keimanannya pasti mampu mengamalkan berbagai macam amal saleh dengan baik di bulan Ramadan, ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shalallallahu ‘alaihi wasallam, dengan pandangan membanggakan dirinya, maka sikap ini termasuk melanggar ayat yang mulia di atas.
[Bersambung]
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah