DALAM Islam, semua ibadah memiliki batasan dan aturan. Salat, puasa, haji, zakat, sedekah, jihad dan sebagainya memiliki batasan dan ketentuan. Jika tidak mengikuti batasan-batasannya, segenap ibadah akan jadi sia-sia. Hanya satu ibadah yang tidak memiliki batasan, yakni berzikir.
Allah berfirman, “Maka apabila engkau telah menyelesaikan salat, berzikirlah kepada Allah di waktu berdiri, duduk dan berbaring…” (QS 4: 103). Dalam ayat lain Allah memerintahkan, “Hai orang-orang beriman, berzikirlah kepada Allah dengan zikir yang banyak.” (QS 33: 41). Ayat-ayat itu tidak memberi batasan dalam berzikir, bahkan menyuruh kita berzikir sebanyak-banyaknya.
Zikir secara harfiah dan sederhana adalah mengingat Allah. Itu berarti kita harus melupakan ego, dunia, hasrat, impian, eksistensi kita sendiri dan semua yang bisa mengganggu kehadiran Allah dalam kalbu kita. Hanya dengan cara seperti itulah zikir atau tindakan mengingat Allah itu menjadi murni dan sempurna.
Zikir bukan hanya mengingat Allah Maha Suci yang jauh dari kehidupan kita, melainkan juga dengan mengingat semua karunia yang Allah limpahkan. Dan ini berarti zikir berhubungan langsung dengan bagaimana kita memaknai semua aspek dan fase hidup kita sendiri; bagaimana kita merangkai titik-titik masa lalu dalam rangka menemukan betapa besar rahmat, karunia dan perhatian Allah pada kita.
Orang yang berzikir bisa melihat betapa besar hikmah di balik tiap kejadian yang telah berlalu dalam hidupnya. Setelah itu, timbul upaya mengambil hikmah dan bersyukur. Sejak sekarang kita bisa mulai berzikir dan mengingat-ingat kembali seluruh karunia Allah kepada kita, agar di akhir setiap zikir itu kita mengungkapkan syukur dan pujian kepada Sang Maha Pengasih dan Penyayang.