REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH — Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Abdul Djamil, mengatakan permasalahan 177 warga negara Indonesia (WNI) yang menggunakan paspor Filipina untuk berhaji bukanlah ranah Kementerian Agama. Abdul Djamil mengimbau masyarakat sebaiknya mengikuti regulasi jika ingin menunaikan ibadah rukun Islam kelima tersebut di Tanah Suci Makkah.
“Saya mengimbau supaya masyarakat jangan menggunakan modus-modus seperti itu. Apalagi, mereka meminta visa di negara lain. Itu konsekuensinya tentu mereka harus memiliki paspor dari negara yang bersangkutan,’’ kata Abdul Djamil usai memimpin rapat koordinasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1437H/2016M di Jeddah, Arab Saudi, Sabtu (20/8) waktu setempat.
Sebanyak 177 WNI menggunakan paspor Filipina agar bisa berangkat haji ke Tanah Suci Makkah. Kini mereka masih tertahan di Filipina dan akan segera dideportasi. WNI tersebut diduga memiliki paspor ganda yakni Filipina dan Indonesia.
Abdul Djamil mengatakan persoalan tersebut sebenarnya bukanlah ranah Kementerian Agama. Namun demikian, Abdul Djamil hanya mengimbau masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci itu mengikuti jalur resmi sehingga terjamin dari aspek keberangkatan, perlindungan, bimbingan dan pelayanan ibadah hajinya.
“Kalau mau berhaji, masyarakat sebaiknya daftar resmi,’’ katanya. ‘’Meski memang kuota dan permintaan haji memang masih belum berimbang.’’
Kuota haji Indonesia dan permintaan memang masih belum imbang sehingga menyebabkan daftar tunggu yang terbilang panjang. Daftar tunggu haji di Sulawesi Selatan mencapai 31 tahun, sementara Kalimantan Selatan mencapai 28 tahun. Meski demikian, kata Abdul Djalil, fenomena daftar tunggu haji juga terjadi di negara lain.
Hal tersebut tidak bisa dihindari karena terkait kapasitas Tanah Suci, Armina, dan Masjidil Haram yang terbatas. ‘’Jika Masjidil Haram kini bisa diperluas, namun permasalahannya adalah Mina yang tidak bisa diperluas karena batas-batasnya sudah ditentukan sejak zaman Rasulullah,’’ katanya.