Tugas Suami Menjauhkan Neraka, Membimbing ke Surga

1. suami yang membiarkan istrinya terbuka auratnya | sepertinya yang tidak peduli dan sayang pada istrinya

2. mobil bagus aja punya garasi dan ditutup terpal pula | masak aurat istrinya dilihat semua lelaki dia malah tega

3. hpnya dipasang anti-peek supaya nggak diintip manusia | aurat istrinya dinikmati berpasang mata tak mengapa

4. kewajiban suami adalah membimbing dan menasihati | membesarkan hati istri agar mau menaati Allah dan suami

5. karenanya suami pun harus beri teladan ketaatan pada istri | agar istri bersemangat menaati Allah bersama-sama suami

6. lebih heran lagi ada suami malah melarang istrinya menutup aurat | sudahlah tidak menyayangi istrinya juga melawan Allah?

7. menjadi suami itu berarti mengambil tanggungan ayahnya | untuk mengawal istri jauh dari neraka dan membimbingnya ke surga

8. dan awalnya juga tandanya adalah hijab yang jadi pakaiannya | kehormatan diri dan pembatas dirinya dari maksiat dan dimaksiati

9. bagaimana bila istrinya yang belum mau menaati suaminya dan Allah? | tenang hati wanita bukan terbuat dari batu keras tak bercelah

10. perintahkan dengan kalimat lembut sarat pengertian | yang bukan hanya didengar namun juga dirasakan

11. berdoa pula pada Allah pemilik segala hati manusia | agar mudahkan petunjuk dan istiqamah pada istrinya

12. sediakan jalan bagi istri baginya agar mudah menutup auratnya | fasilitasi dan semangati bukan dipatahkan dan dicela usahanya

13. kenalkan dia dengan gabungan para salihah agar bersih akalnya | agar satu pandangan dan satu perasaan tentang taat pada-Nya

14. adalah tugas suami untuk tidak menyerah dalam membimbing | menasihati dan menyayangi istri agar taat pada Allah semata

[Ustadz Felix Siauw]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304831/tugas-suami-menjauhkan-neraka-membimbing-ke-surga#sthash.uxrAy2yq.dpuf

Ujian Rasa Takut yang Dialami Rasulullah

RASULULLAH shallallahu ‘alaihi wasallam telah diuji oleh Allh Subhnahu wa Ta’la dengan banyak ujian. Ditimpa dengan berbagai macam musibah.

Adapun rasa takut, sesungguhnya Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam pernah hendak dibunuh, atau hendak ingin dibunuh oleh orang-orang kfir Quraishy.

Orang-orang Kafir Quraishy mereka mengumpulkan seluruh para pemuda dari berbagai macam kabilah. Sekitar 50 orang pemuda dari berbagai macam kabilah, dari berbagai macam suku, ingin membunuh Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam secara serentak.

Mereka bermaksud mengumpulkan kabilah yang banyak ini, agar jika Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam terbunuh, maka darahnya tersebar di kabilah-kabilah ini. Sehingga kabilah Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam sallam, suku Nabi, tidak bisa menuntut balas dendam.

Akhirnya terkumpulkanlah 50 orang pemuda, yang setiap pemuda tersebut menghunuskan pedang siap untuk menumpahkan darah Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam. Maka datanglah mereka beramai-ramai mengepung rumah Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Ini adalah perkara yang sangat menakutkan, 50 orang pemuda dengan pedang yang terhunus, dan ingin mengeroyok Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam , dan ingin serentak membunuh Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Akan tetapi Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam, menghadapi tantangan tersebut dengan tenang. Sehingga akhirnya Allh Subhnahu wa Ta’la menolong Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam. (Tafsir Ibnu Katsir, Al Anfal ayat 30)

Rasa takut yang lain yang pernah ditimpa oleh Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam dan shahbatnya, Ab Bakar Radhiyallhu Ta’la ‘anhu tatkala Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam dan Ab Bakar ingin pula dibunuh oleh orang-orang kfir Quraishy.

Bahkan orang-orang kfir Quraishy memberikan tawaran hadiah yang besar bagi siapa saja yang bisa membunuh Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam atau Ab Bakar Radhiyallhu Ta’la ‘anhu

Maka Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam dan Ab Bakar harus keluar dari kota Mekkah, berhijrah menuju kota Madnah. Dan orang-orang Kfir Quraishy terus berlomba-lomba untuk bisa membunuh Nabi dan Ab Bakar Radhiyallhu Ta’la ‘anhu.

Akhirnya, Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam dan Ab Bakar harus sembunyi di sebuah gua, yang dikenal dengan gua Tsur, di jabal Tsur. Tatkala itu pasukan orang-orang kfir Quraishy sudah tiba di mulut gua, di jabal Tsur, di gunung Tsur. Maka tatkala itu Ab Bakar Radhiyallhu Ta’la ‘anhu pun takut, karena orang-orang Quraishy sudah berada di mulut gua.

Apa kata Abu Bakar Radhiyallhu Ta’la ‘anhu? “Kalau saja salah seorang diantara mereka melihat ke arah kaki mereka maka mereka akan melihat kita”. (HR Bukhari nomor 3380, versi Fathul Bari nomor 3653 dan Muslim nomor 4389, versi Syarh Muslim nomor 2381)

Rasa takut yang meliputi hati Ab Bakar Radhiyallhu Ta’la ‘anhu, akan tetapi Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam menghadapi semuanya dengan tenang, dengan berkata: “Wahai Ab Bakar, bagaimana menurutmu dengan dua orang yang Allh adalah ketiganya? Tentunya Allh akan menolong mereka,” kata Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

“Jangan engkau sedih, sesungguhnya Allh bersama kita.” Lihatlah, inilah rasa takut yang pernah dialami oleh Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam. [Ustadz Firanda Andirja, MA]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304680/ujian-rasa-takut-yang-dialami-rasulullah#sthash.38G68CbN.dpuf

Seseorang Diuji Sesuai Kadar Keimanannya

Ujian dalam dakwah Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam sangatlah banyak:

Beliau dituduh dengan orang gila
Beliau dicap dengan tuduhan-tuduhan yang sangat buruk
Beliau dikatakan sebagai orang gila
Beliau dikatakan sebagai dukun
Beliau dikatakan sebagai penyair
Beliau dikatakan sebagai orang sinting.

Ini tidak mudah sebagaimana yang kita bayangkan. Ujian yang sangat berat yang dihadapi oleh Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam tatkala Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam berdakwah dimusuhi oleh orang yang paling dekat dengan dia, pamannya sendiri (saudara ayahnya) Ab Lahab.

Tatkala musim haji, orang-orang berdatangan di Mina, maka Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam ingin mendakwahi mereka. Sampai-sampai Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam merendahkan dirinya, mengatakan:

“Apakah ada orang yang mau mengajakku untuk berdakwah di kaumnya ? Sesungguhnya orang-orang Quraishy melarangku untuk menyampaikan firman Allh Subhnahu wa Ta’la.” (HR Tirmidzi nomor 2849, versi Maktabatu AlMa’arif Riyadh nomor 2925)

Sampai-sampai Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam merendahkan dirinya, dan mengharap ada orang yang mengantarkannya untuk berdakwah di kabilah-kabilah Arab.

Maka pergilah Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam ke setiap kabilah yang datang di Mina untuk berhaji. Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam mendakwahkan Islm kepada mereka. Akan tetapi ternyata sang paman, Ab Lahab laknatullh alaih, senantiasa mengekor Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Begitu Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam berdakwah menyampaikan Islm, sang paman pun berdiri dan mengatakan, “Jangan kalian ikuti keponakanku, yang telah keluar dari adat nenek moyangnya.”

Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam pun tidak memperdulikan sang paman. Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam pergi ke kabilah yang lain, akan tetapi sang paman, Ab Lahab, tetap mengekor dan menguntit.

Setiap Nabi berdakwah, maka diapun mengucapkan kalimat yang sama. Inilah ujian yang dihadapi, yang sebagian kecil yang dihadapi Nabi kita Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Karenanya, tatkala seorang hamba diuji dengan berbagai ujian, ingatlah bahwasanya sosok yang paling dicintai oleh Allh Subhnahu wa Ta’la Muhammad Shallallhu ‘alayhi wa sallam juga pernah diuji.

Maka ini akan memberikan tasliyah, akan menghibur dirinya. Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam besabda dalam suatu hadts:

“Orang yang paling besar ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shlih , kemudian yang berikutnya, dan yang berikutnya. Seseorang diuji berdasarkan ukuran kadar keimnannya. Kalau ternyata keimnannya sangat kuat, maka Allh tambah ujiannya. Jika dia tegar tatkala menghadapi ujian, Allh tambah ujiannya dan tatkala imnnya lemah, maka Allh akan ringankan ujiannya.”

(Hadts Riwayat Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Syaikh Al-Albniy rahimahullh dalam Shahh At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadts ini shahh)

Karenanya, jika ujian menimpa, jika musibah menerpa, maka bersabarlah, sesungguhnya demikianlah orang-orang berimn, dia akan diuji oleh Allh Subhnahu wa Ta’la. Ibarat pohon yang semakin tinggi, maka semakin akan kuat angin yang menerpanya, akan tetapi pohon tersebut semakin tegar, dan semakin kuat, menangkis angin yang kencang tersebut.

Oleh karenanya, kita senantiasa berhusnuzhn kepada Allh Subhnahu wa Ta’la. Jika ada ujian yang menimpa kita, kita katakan sebagaimana firman Allh Subhnahu wa Ta’la:

“Bisa jadi engkau membenci sesuatu, akan tetapi itu yang terbaik bagimu, dan bisa jadi engkau mencintai sesuatu, akan tetapi itu buruk bagimu, Allh yang lebih mengetahui dan kalian tidak mengetahui.”(QS Al Baqarah: 216)

Semoga puasa Ramadhn ini melatih kita untuk senantiasa bersabar, sehingga membentuk jiwa kita yang kuat. Dan bersabar dalam menghadapi segala ujian dari Allh Subhnahu wa Ta’la. [Ustadz Firanda Andirja, MA]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304683/seseorang-diuji-sesuai-kadar-keimanannya#sthash.OuGZoxJu.dpuf

6 Putra Putri Rasul yang Wafat Saat Beliau Hidup

ADAPUN mengenai kesedihan, tentang hilangnya kekasih yang dicintainya, sanak keluarganya, maka sering dialami oleh Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam diuji sejak kecil. Telah diuji oleh Allh Subhnahu wa Ta’la lahir dalam keadaan tidak berayah. Sungguh perkara yang sangat menyedihkan, tidak memiliki ayah.

Kemudian ibunya meninggal tatkala Beliau berumur enam tahun. Tatkala beliau pulang dari bersafar bersama ibunya dari kota Mekkah ke kota Madnah , tatkala di suatu tempat yang namanya Abwa’, maka sang ibupun (Aminah) kemudian sakit parah, dan sang anak yang masih kecil Muhammad Shallallhu ‘alayhi wa sallam, melihat bagaimana sakitnya sang Ibu, melihat bagaimana ibunya yang sekarat, dan menghadapi sakaratul maut.

Kemudian, tatkala Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam berdakwah, di awal dakwah beliau seluruh orang mendustakannya. Akan tetapi istri beliau, Khadjah Radhiyallhu Ta’la ‘anh membantu suaminya dengan penuh pengorbanan, dengan seluruh hartanya.

Disaat Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam sangat butuh dengan bantuan sang kekasih, bantuan istrinya Khadjah, Allh Subhnahu wa Ta’la memanggil Khadjah, mencabut nyawa Khadjah Radhiyallhu Ta’la ‘anh.

Sehingga Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam tatkala itu sangat bersedih. Sangatlah bersedih dengan meninggalnya istrinya yang sangat dia cintai yang selama ini membantunya dengan seluruh harta, dengan seluruh perasaan, dan seluruh kasih sayang dari sang istri.

Kemudian setelah itu paman beliau yang bernama Ab Thalib, yang selama ini membela Muhammad Shallallhu ‘alayhi wa sallam, sang paman tidak membiarkan seorang pun dari kfir Quraishy untuk mengganggu sang keponakan (Muhammad Shallallhu ‘alayhi wa sallam) akhirnya sang paman pun meninggal dunia.

Sehingga tatkala itu Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam pun sangat bersedih, ditinggal oleh Khadjah dan juga pamannya, Ab Thalib. Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam pun berjalan dengan linglung, tidak sadar, tiba-tiba Beliau sudah berada di suatu tempat.

Kenapa beliau sampai linglung? Karena kesedihan yang amat sangat, sehingga para ulam tatkala itu menamakan tahun tersebut sebagai tahun kesedihan yang dialami Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Setelah itu beliau pergi ke Tha’if untuk berdakwah, ditemani oleh Zaid bin Haritsah. Namun Beliau akhirnya diusir oleh penduduk Tha’if, bahkan tatkala beliau keluar dari kota Tha’if disambut dengan dua barisan.

Dengan dua barisan, buat apa? Untuk menyambut Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam dengan lemparan batu. Anak-anak, orang-orang gila, dikumpulkan, untuk apa? Untuk melempar Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam, untuk menghinakan Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Maka merekapun melempari Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam dengan kerikil-kerikil, dan Zaid bin Haritsah Radhiyallhu Ta’la ‘anhu berusaha untuk menangkis batu-batu tersebut. Akan tetapi beliau tidak mampu, sehingga masih banyak kerikil yang melukai Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam, dan menumpahkan darah Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Kalau kita bicara tentang anak-anak, kita tahu betapa sedihnya seorang ayah yang kehilangan anaknya. Seorang ibu yang kehilangan satu orang anaknya sangat sedih, akan tetapi Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam seluruh anaknya.

Beliau memiliki tujuh orang putra dan putri. Enamnya meninggal tatkala beliau Shallallhu ‘alayhi wa sallam masih hidup kecuali Fathimah. Fathimah meninggal setelah wafatnya Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam, enam bulan setelah wafat Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Putra Beliau, Abdullh dan Qashim meninggal di hadapan Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam. Kemudian putri-putri beliau Ummu Kaltsum, Ruqayyah, Zainab, seluruhnya meninggal di hadapan Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam yang mengkafankan dan menguburkan putri-putrinya. Bisa kita bayangkan bagaimana sedihnya Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam.

Tatkala Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam dianugrahi seorang putra yang bernama Ibrhim, maka Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam pun bergembira, mengabarkan kepada para shahbat bahwasanya Beliau telah dianugrahi oleh Allh Subhnahu wa Ta’la seorang putra yang Beliau namakan Ibrhim.

Akan tetapi ternyata kegembiraan Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam tidak bertahan lama. Tatkala sang putra berumur dua tahun, sang putra sakit keras. Dan berada di pangkuan Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam sang putra yang sangat dicintai meninggal.

Raslullh shallallhu ‘alayhi wa sallam sangat bersedih. Sampai akhirnya Beliau pun mengeluarkan (meneteskan) air mata. Beliau berkata:

“Sungguh mata meneteskan air mata, dan sesungguhnya hati sangat bersedih, akan tetapi kami tidak mengucapkan kecuali yang mendatangkan keridhan Allh Subhnahu wa Ta’la dan kami sesungguhnya sangat bersedih dengan kepergian engkau, wahai putraku, Ibrhim.” (Hadts Riwayat Bukhri no 1303)

Inilah Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam betapa banyak ujian yang dihadapi oleh Nabi Shallallhu ‘alayhi wa sallam. [Ustadz Firanda Andirja, MA]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304677/6-putra-putri-rasul-yang-wafat-saat-beliau-hidup#sthash.vlISOpcy.dpuf

Peliharalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka

MENDIDIK anak-anak adalah tanggung jawab orangtua. Sebagai pengingat dan penyadar akan hal di atas, kiranya sangat perlu bagi orangtua untuk selalu mengingat dan memahami dengan sebaik-baiknya makna firman Allah berikut:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS at-Tahrim: 6)

Memelihara diri dan keluarga bermakna sangat luas, namun tatkala Allah menyebut sebab apa kita harus memelihara diri dalam ayat di atas, maka menjadi jelaslah maksudnya, yaitu menjaga diri dari bermaksiat, menuju taat kepada Allah sehingga terhindar dari neraka-Nya.

Nah, kewajiban memelihara keluarga ini oleh Allah dibebankan kepada orangtua, bukan kepada pihak lainnya. Dan yang harus dipahami, termasuk keluarga adalah anak-anak itu sendiri.

Ini berarti bahwa Allah memikulkan beban tanggung jawab pendidikan anak-anak itu di atas pundak orangtuanya. Sebab merekalah yang paling dekat dengan mereka, mereka pulalah yang harus disegani dengan sebab-sebab yang Allah telah berikan kepada para orangtua.

Sehingga merekalah yang lebih patut mendidik, mentarbiyah keluarga, termasuk anak-anak di dalamnya, dalam rangka memelihara mereka dari neraka Allah yang sangat pedih siksanya.

Mungkin ini sudah jelas dan dipahami, meskipun sebagian saudara-saudara kita ada yang melalaikan, semoga Allah memelihara kita semua dari senantiasa mengingat-Nya.

Tentunya ini bukan sebuah teori bermain sulap ala setan, tinggal dibaca ayatnya, diartikan, lalu jadilah sebuah tarbiyah, pendidikan, pemeliharaan diri dan keluarga itu dari ancaman Alloh Azza wa Jalla. Namun semua ini adalah sebuah tanggung jawab, yang sangat tergantung perwujudannya pada sebuah usaha nyata.

Usaha nyata ini tentu merupakan hal yang sulit lagi berat, namun hanya bagi mereka yang mempersulit diri dan cenderung bergaul akrab dengan kursi kemalasan, sehingga Allah menyulitkan dan memberatkannya.

Dan usaha nyata ini akan menjadi hal yang mudah dan sangat ringan dilakukan bagi orang-orang yang mudah dan ringan serta terbiasa berhias diri dengan ketaatan.

Dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegaskan tentang tanggung jawab mendidik keluarga dengan tarbiyah Islamiyyah yang baik lagi mulia ini dengan sabda beliau:

“Setiap diri kalian adalah penggembala, pendidik juga pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang penggembalaannya, kependidikannya, dan kepemimpinannya.” (HR. Bukhori: 2354 dan Muslim: 4701)

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua agar dapat melaksanakan tugas dan amanat ini, untuk menuju keridhoan-Nya. Dan kita memohon kepada-Nya dengan penuh harapan semoga Allah menjadikan amal kita semua ikhlas semata mencari keridhoan-Nya. Amin. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2303914/peliharalah-dirimu-dan-keluargamu-dari-api-neraka#sthash.YpBMW2d4.dpuf

Anak, Amanah atau Ujian?

SEBUAH kenyataan yang sering kali kita jumpai ialah tidaklah dua orang yang pernah mengenal berjumpa melainkan mereka akan bertanya berapa jumlah anak mereka sekarang.

Jarang sekali kita dapati mereka mengawali pembicaraan dari tema berapa banyak kekayaan mereka, berapa pula istrinya, atau yang lainnya. Ini mengisyaratkan bahwa anak di mata para orang tua adalah ibarat satu-satunya barang yang paling berharga yang ia miliki.

Ada hal yang penting sekali untuk diketahui dan sangat perlu direnungkan oleh para orangtua, bahwa lahirnya seorang anak bukan semata-mata guna menambah jumlah anggota keluarga, juga bukan semata-mata guna menambah kebahagiaan bapak dan ibu serta membahagiakan mereka.

Juga bukan sekedar memberikan harapan buat orangtua bahwa di hari esok apabila anak telah dewasa dapat membantu orangtua untuk mencari nafkah.

Akan tetapi, hadirnya seorang anak merupakan cambuk bagi orangtua khususnya, untuk berlomba-lomba berbuat yang paling baik bagi diri sendiri dan anaknya. Tentunya “baik” di sini adalah dalam penilaian Dzat Yang menciptakan dan menghadirkan buah hati tersebut di tengah-tengah keluarga.

Dengan demikian, anak tidak semata-mata kenikmatan rezeki dari Alloh untuk dinikmati, namun ia merupakan amanah dan tanggung jawab bagi orangtuanya. Bagaimana bisa begitu?

Tidak ada yang aneh dan samar dalam masalah ini bila kita kembali mentadabburi merenungi dan memahami firman Allah:

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS at-Taghabun: 15)

Bahkan dalam ayat tersebut Allah tidak sekedar membahasakan anak sebuah amanah, namun sebagai sebuah ujian. Yaitu, ujian apakah para orangtua berbuat baik pada anak tersebut, ataukah tidak. Hal ini mungkin perlu perenungan sejenak.

Sudahkah kita sebagai orangtua menyadarinya? Ini adalah pertanyaan pertama, sebelum kita bertanya apakah ia mendidik anak-anak dengan baik atau bahkan tidak memperhatikan mereka. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2303911/anak-amanah-atau-ujian#sthash.FBjZjN9n.dpuf

Tetap Sehat Berpuasa Bagi Pasien Gagal Ginjal

Bagi pasien gagal ginjal, menjalankan ibadah puasa ternyata memiliki segudang manfaat. Menahan lapar dan haus bermanfaat untuk mengistirahatkan ginjal.

Namun sejumlah risiko mengintai pasien gagal ginjal yang berpuasa. Mulai dari menaikkan kadar kalium darah hingga kelebihan cairan diantara tenggat dialisisnya.

Menimbang risiko puasa pasien gagal ginjal, spesialis penyakit dalam RSCM Dr. Simon Salim, MKes, SpPD, AIFO, FACP, FINASIM, FICA mengimbau sebelum berpuasa sebaiknya kenali terlebih dahulu penyakit gagal ginjalnya. Pasien masih boleh berpuasa asalkan stadium yang dialami tidak terlalu parah, dan harus mengantongi izin dari dokter terkait.

“Pasien gagal ginjal kronik memang kami sarankan tidak memaksakan berpuasa, karena dikhawatirkan malah akan memperburuk penyakitnya terlebih bagi yang harus terapi dialisis. Jika tetap memaksakan berpuasa, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter,” jelasnya.

Selain itu menurutnya, makanan dan minuman bagi pasien gagal ginjal yang berpuasa tetap harus dikontrol dengan baik dan disarankan untuk mengonsumsi makanan rendah kalium. Konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran tetap harus dibatasi, sehingga kerusakan ginjal tak bertambah parah serta penting juga untuk selalu mengatur kadar air, khususnya mereka yang sudah mencapai stadium 3 ke atas.

“Membatasi cairan itu penting guna mencegah dehidrasi saat puasa. Polanya juga harus diatur dengan baik, agar tidak memperburuk fungsi ginjal,” tutupnya.

 

 

sumber: Republika Online

Peran Keturunan Rasul SAW Asal Yaman atas Islamisasi Nusantara

Berbicara soal islamisasi nusatara, maka tidak terlepas dari berbagai diskusi  tiga hal.  Azyumardi Azra dalam “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad 17 dan 18”, mengatakan ketiga hal itu yaitu asal mula kedatangan Islam, penyebar atau pembawa agama ini, hingga kapan agama ini masuk ke Tanah Air.

Beberapa teori asal mula kedatangan Islam itu antara lain teori Islam dari Anak Benua India, Gujarat, dan Arab atau Timur Tengah. Bila dibaca dengan baik, kata Azra, maka akan terungkap bahwa satu dan lainnya saling berkorelasi dan saling mempengaruhi segenap proses yang ada.

Akselerasi Islamisasi nusantara terjadi pada abad ke-12 hingga 16. Dan kemungkinan, secara perlahan berlangsung pada abad-abad pertama Hijriyah.

Baik teori Anak Benua India, Arab dan atau Timur Tengah dikaitkan, maka akan mengaitkan pada keterlibatan keturunan Rasul dalam proses islamisasi Nusantara.

Idrus Alwi al-Masyhur dalam “Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad SAW” mengatakan pada abad ke-11 M, para keturunan Rasul yang berasal dari jalur anak-cucu Imam al-Muhajir, banyak yang berhijrah ke luar Yaman.

Selain untuk perdagangan, tentu juga melakukan islamisasi. Mereka menyebar di Asia Tenggara. Termasuk Indonesia. Bahkan beberapa di antaranya ada yang mendirikan kerajaan, seperti Kesultanan al-Qadri di Pontianak dan as-Syahab di Siak.

Gerakan Islamisasi oleh keturunan Rasul itu berlanjut. Mengutip Natalie Mobini Kesheh dalam “Kebangkitan Hadhrami di Indonesia”, gelombang eksodus keturunan Yaman (Hadrami) tersebut, berlangsung pada abad ke-18 M. Mereka menempati berbagai kepulauan di Asia Tenggara. Di Indonesia, tempat awal mereka singgah adalah Aceh, lalu Palembang (Sumatera Selatan), atau pontianak Kalimantan.

Diperkirakan sejak 1820 muncul koloni-koloni para Hadrami itu. Menurut Sensus Belanda pada 1859, jumlah mereka cukup berarti mencapai 7786 jiwa di Jawa dan Luar Jawa. Mayoritas mereka adalah keturunan Hadramaut.

Aceh tidak termasuk sensus, lantaran ketika itu kawasan tersebut  belum manjadi jajahan Belanda. Kesuksesan Hadrami yang berketurunan ke Rasulullah itu, antara lain terbukti dengan keberhasilan Sayyid Abdurrahman a-Zahir di  Utara Sumatara.

 

sumber: Republika Online

3 Makna Nuzulul Quran

Sekretaris Umum Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengungkapkan tiga makna yang terdapat dalam momentun Nuzulul Quran atau turunnya Alquran. Pertama adalah makna spiritual, dalam hal ini membaca Alquran sebagai salah satu ibadah utama.

Lebih jauh, menurut Abdul Mu’ti, membaca Alquran tidak sekadar untuk mencari pahala. “Yang terpenting adalah untuk memahami isinya dan menjadikannya sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Abdul Mu’ti kepada Republika.co.id, Selasa (20/6).

Selain spiritual, menurut Abdul Mu’ti, di dalam nuzulul Quran juga terkandung makna sosial. Nuzulul Quran kerap dijadikan momentum untuk membangun budaya dalam  masyarakat ilmiah.

Abdul Mu’ti menyebutkan setidaknya ada tiga pilar masyarakat ilmiah. Pertama, masyarakat yang memiliki budaya membaca dan menulis. Kedua, masyarakat yang berpikir logis dan bertindak sesuai dengan ilmu dan hukum. Ketiga, masyarakat yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu masyadakat yang memiliki produktivitas ilmiah dan inovasi dalam berbagai bidang.

Makna terakhir dari nuzulul Quran menurut Abdul Mu’ti adalah makna politik. Nuzulul Quran adalah momentum untuk membangun persatuan umat bangsa sebab Alquran adalah sumber ajaran Islam yang utama dan petunjuk bagi seluruh manusia. Walaupun berbeda mazhab, umat Islam memiliki Alquran yang sama baik dari cara membacanya maupun isinya.

sumber: Republka Online

Di Balik Ketidaktahuan Manusia, Ada Kejutan Allah

NABI Nuh belum tahu banjir akan datang ketika ia membuat Kapal dan ditertawai kaumnya. Nabi Ibrahim belum tahu akan tersedia domba ketika pisau nyaris memenggal buah hatinya.

Nabi Musa belum tahu laut terbelah saat dia diperintah memukulkan tongkatnya. Yang mereka tahu adalah bahwa mereka harus patuh pada perintah Allah dan tanpa berhenti berharap yang terbaik.

Ternyata dibalik ketidaktahuan kita, Allah telah menyiapkan kejutan! Seringkali Allah Berkehendak di-detik-detik terakhir dalam pengharapan dan ketaatan hamba-hamba-Nya.

Jangan kita berkecil hati saat sepertinya belum ada jawaban doa. Karena kadang Allah mencintai kita dengan cara-cara yang kita tidak duga dan kita tidak suka.Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan!

Lakukan bagianmu saja, dan biarkan Allah akan mengerjakan bagian-Nya. Tetaplah Percaya. Tetaplah Berdoa. Tetaplah Setia. Tetaplah meraih ridho-Nya. Aamiin.

Tetap semangat meski dalam kesederhanaan. Pada hakikat nya: “Tidak ada yang dapat memberikan kemanfaatan bagimu kecuali Salatmu”

Duduk setelah salam dari salat yang telah diwajibkan adalah waktu yang paling mulia sebab pada waktu itu turun Rahmat Allah Azza wajalla. Jangan tergesa-gesa berdiri, Bacalah Istighfar, bertasbihlah, baca ayat Alquran dan jangan lupa bahwa sesungguhnya engkau berada dalam jamuan dzat yang maha Rahman Azza wa jalla.

Apabila kamu telah selesai salat, kerjakanlah pekerjaan lainnya dengan bersungguh-sungguh dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304717/di-balik-ketidaktahuan-manusia-ada-kejutan-allah#sthash.5YYNwZHC.dpuf