10 Alasan untuk Menjauhkan Anak Anda dari Layar HP dan TV

Saya sangat percaya pada kebijakan tanpa layar yang kuat untuk anak-anak. Tidak ada TV. Tidak ada Ponsel. Tidak ada iPad. Tidak ada laptop. Tidak ada layar apa pun, terutama sebelum usia 2 tahun.

American Academy of Pediatrics merekomendasikan agar orang tua “menempatkan batasan yang wajar pada media hiburan” dan tidak mengizinkan waktu layar apa pun untuk anak di bawah 2 tahun. Namun, terlepas dari rekomendasi ini, menurut studi tahun 2010 oleh Henry J. Kaiser Family Foundation, anak-anak berusia antara usia 8 dan 18 menghabiskan sekitar 7½ jam menggunakan media hiburan per hari:

Sebuah survei nasional oleh Kaiser Family Foundation menemukan bahwa dengan teknologi yang memungkinkan akses media hampir 24 jam saat anak-anak dan remaja menjalani kehidupan sehari-hari mereka, jumlah waktu yang dihabiskan kaum muda dengan media hiburan telah meningkat secara dramatis, terutama di kalangan kaum muda minoritas.

Saat ini, anak usia 8-18 tahun mencurahkan rata-rata 7 jam 38 menit (7:38) untuk menggunakan media hiburan sepanjang hari (lebih dari 53 jam seminggu). Dan karena mereka menghabiskan begitu banyak waktu ‘multitasking media’ (menggunakan lebih dari satu media pada satu waktu), mereka benar-benar berhasil mengemas konten media senilai total 10 jam dan 45 menit (10:45) ke dalam 7 media tersebut.

Jika sudah seperti itu, bagi anak membaca menjadi hal sulit dan melelahkan jika dibandingkan dengan melihat layar. TV jauh lebih mudah. Menjadi aktif sekarang seperti pekerjaan rutin.

  1. Banyak Waktu Terbuang

Layar menghabiskan banyak waktu.

Ada begitu banyak cara yang lebih baik, lebih bermanfaat, produktif, dan bermanfaat bagi seorang anak untuk menghabiskan tahun berharga masa kanak-kanak mereka, daripada sekadar bermalas-malasan di depan layar meski hanya satu atau dua jam sehari.

Waktu mereka jauh lebih baik dihabiskan untuk menjelajah, menyatukan berbagai hal, bertualang, berbicara atau bermain dengan orang tua atau saudara kandung, membaca atau melihat gambar di buku (jika anak terlalu kecil untuk membaca) dan berada di luar ruangan.

  1. Kurang Bermain di Luar Ruangan

Layar sebagian besar menggantikan waktu yang dihabiskan di luar ruangan.

Kita perlahan-lahan, selama beberapa dekade terakhir, menjadi negara dengan orang-orang yang lebih malas dan tidak banyak bergerak. Kita menghabiskan lebih banyak waktu di dalam ruangan daripada di luar ruangan; dan dengan setiap generasi baru, kita menghabiskan lebih sedikit waktu di luar rumah daripada para pendahulu kita.

Sebelum era modern dan layar full screen yang kita temukan sekarang, orang-orang biasa menghabiskan banyak waktu di luar ruangan dan di alam, yang terbukti meningkatkan suasana hati dan kesehatan fisik dan mental secara keseluruhan (tingkat Vitamin D yang lebih tinggi, tingkat yang lebih rendah dari depresi, dll).

Namun, sekarang, kita menghabiskan banyak waktu di dalam ruangan, duduk di sofa, melihat layar. Pergeseran dari luar ke dalam ruangan ini telah memengaruhi kesehatan kita bersama. Kita sekarang lebih sakit, kurang sehat, dengan sistem kekebalan yang lebih lemah dan tubuh yang lebih rentan daripada orang-orang sebelum kita. Khususnya untuk anak-anak, berada di luar sangat penting untuk perkembangan kesehatan mereka.

  1. Obesitas

Kita secara berkala disajikan berita tentang epidemi obesitas nasional, dan bahwa obesitas pada masa kanak-kanak secara khusus merupakan sesuatu yang selalu tinggi.

Tentu saja, jenis makanan yang kita makan sangat berkaitan dengan fenomena ini, tetapi begitu juga jumlah waktu yang kita habiskan untuk duduk. Semakin aktif seseorang, semakin baik. Layar memaksa kita untuk duduk dan tidak banyak bergerak, yang kemudian perlahan-lahan membentuk kebiasaan — dan preferensi untuk — duduk dalam waktu lama daripada aktif bergerak.

  1. Kecanduan

Anak-anak (dan juga orang dewasa) sebenarnya sangat bisa kecanduan perangkat elektronik, seperti iPad, smartphone, TV, dll.

Mereka menjadi tergantung pada perangkat ini dan menggunakannya sebagai bentuk hiburan eksklusif mereka. Tanpa mereka, beberapa anak mengalami kehancuran besar dan satu-satunya cara untuk menenangkan mereka dan membuat mereka tenang adalah dengan menyerahkan perangkat itu kepada mereka. Tragisnya, ini bahkan terjadi pada anak-anak berusia 2 tahun.

  1. Gangguan Komunikasi

Di era digital kita, banyak orang mengganti komunikasi tatap muka dengan pesan teks dan media sosial. Alih-alih memiliki koneksi kehidupan nyata secara langsung, dengan kontak mata dan sentuhan fisik (yang dibutuhkan manusia secara perkembangan), anak-anak terbiasa berkomunikasi pada tingkat yang lebih dangkal, murni melalui teks dan pesan tertulis.

Ini menghambat pertumbuhan emosional dan keterampilan interpersonal.

  1. Pornografi

Semakin banyak anak terpapar layar, semakin mereka mengkonsumsi program budaya masyarakat Barat modern, yang, tentu saja, penuh dengan konten seksual, kekerasan, dan bahasa kotor.

Sebagai Muslim, apakah orang dewasa atau anak-anak, ini adalah kebalikan dari apa yang ingin kita lihat. Dan itu jauh lebih buruk untuk anak-anak.

  1. Kurang Taat Kepada Orang Tua

Ada 2 alasan untuk kerusakan ini.

Yang pertama adalah bahwa dalam konten anak-anak, termasuk kartun, orang tua digambarkan sebagai badut kikuk yang tidak tahu apa-apa dan terus-menerus diakali dan diperdaya oleh anak-anak mereka sendiri. Dalam begitu banyak kartun dan pertunjukan anak-anak, anak-anak bertindak sembrono dan tidak sopan terhadap orang tua mereka yang bodoh.

Elemen kedua untuk ini adalah ketika seorang anak menonton TV dan Anda mencoba memanggil mereka (untuk makan malam; untuk membantu Anda dengan sesuatu; untuk mengerjakan pekerjaan rumah; dan seterusnya), anak itu jauh lebih lambat untuk merespons untuk panggilan Anda. Mereka terlalu asyik dengan apa pun yang berkedip di depan mata mereka, di layar, untuk memperhatikan Anda memanggil nama mereka beberapa kali. Anda, sebagai orang tua, terpaksa bersaing dengan TV untuk mendapatkan perhatian anak Anda.

  1. Konsumerisme

Televisi, dan sekarang bahkan YouTube, sangat bergantung pada iklan.

Setiap beberapa menit, acara tersebut dijeda untuk memberi jalan bagi iklan, dan anak-anak Anda akan menonton iklan dengan penuh perhatian seperti mereka menonton acara yang sebenarnya.

Perusahaan mengandalkan audiens yang terpikat ini untuk menanamkan dalam diri mereka keinginan buatan untuk mengkonsumsi produk mereka, yang pasti menghasilkan pendapatan untuk bisnis mereka.

Menghindari layar memungkinkan Anda menjauhkan anak-anak Anda dari parade produk tanpa akhir ini, dan menyelamatkan mereka dari terlalu jauh ke dalam mentalitas konsumeris yang mengelilingi kita dari segala arah.

Ditulis oleh Ummu Khalid di muslimskeptic.com

HIDAYATULLAH

Petaka Medsos, Orang Tua Tidak Boleh Lalai

BERHATI-hatilah terhadap medsos sekarang ini.

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS At-Taghabun[64]: 15).

TEKNOLOGI ibarat pisau bermata dua, bermanfaat untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbahaya bagi mental, kejiwaan anak remaja, jika akses informasi yang merusak, seperti konten pornografi.

Peristiwa meninggalnya anak SD di Tasikmalaya, beberapa waktu lalu, akibat depresi karena dipaksa teman-teman sebayanya menyetubuhi seekor kucing, jadi tragedi memilukan. Hal itu jadi bentuk kriminal yang sangat berbahaya dan merusak bagi tumbuh kembang generasi muda.

Perihatin dan menyesakkan dada kita semua, peristiwa ini tidak boleh terulang. Setiap kita dan khususnya para orangtua tidak boleh lalai terhadap pengunaan gadget, anak-anak remaja sangat labil dan rentan mengikuti prilaku menyimpang yang mereka saksikan di media sosial.

Konten-konten pornografi bukan hanya menayangkan seks dewasa,tetapi juga ada video perilaku seks menyimpang terhadap hewan, atau yang dikenal dengan istilah zoophilia.

Pada era digitalisasi saat ini, orang tua punya peran penting untuk melakukan sensor mandiri dan menguatkan kemampuan literasi digital. Setiap orang tua harus memiliki kesadaran bahwa penggunaan internet dengan tidak benar ini tidak main-main bahayanya untuk masa depan anak.

Pemerintah, terutama pihak terkait harus lebih ketat membatasi, memblokir konten-konten pornografi di medsos. Seluruh rakyat Indonesia harus berperan aktif, melakukan pengawasan dilingkungan masing-masing, berupaya mengedukasi,mencegah setiap perilaku menyimpang dari agama, etika, moralitas yang dilakukan generasi muda.

Era digital tidak menafikkan bahwa kehidupan manusia sangat tergantung pada alat-alat teknologi. Hadirnya era disrupsi menyebabkan perubahan pola kehidupan manusia, yang di dalamnya juga memengaruhi kehidupan individu, orangtua hingga anak-anak.

Kita tidak alergi dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi, tetapi kewaspadaan tetap harus di lakukan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi moralitas, etika dan keadaban yang bersumber dari agama dan budaya bangsa, jangan sampai kemajuan teknologi merusak Nilai-nilai luhur tersebut.

Ya Allah berilah barokah untuk hamba pada anak-anak hamba, janganlah Engkau timpakan mara bahaya kepada mereka, berilah mereka taufik untuk taat kepadaMu dan karuniakanlah hamba rejeki berupa bakti mereka. []

ISLAMPOS

Menjaga Keutuhan Keluarga

Masyarakat bagaikan bangunan kokoh. Keluarga bukan saja sebagai sendi utama dalam bangunan umat, melainkan juga inti eksistensi  umat secara  keseluruhan. Kekuatan atau kehancuran suatu bangsa bergantung pada kondisi keluarga. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian  khusus terhadap masalah pembentukan keluarga ini.

Ayat-ayat tentang pembinaan keluarga termasuk paling banyak jumlahnya dibandingkan ayat-ayat yang menerangkan masalah shalat, zakat, puasa, dan haji. Alquran memaparkan tentang  keutamaan menikah,  perintah menikah, pergaulan antara suami dan istri, menyusui anak, bahkan sampai masalah waris dan seterusnya.

Demikian juga Assunnah, membahas semua aspek keluarga dengan panjang lebar. Contoh, Nabi saw menganjurkan takwinul usrah  dengan memilih calon mempelai yang salehah. Beliau bersabda: Pilihlah tempat untuk menyemai benihmu, nikahilah orang-orang yang se’kufu’, dan  nikahkanlah kepada mereka. (HR Ibnu Majah, Al Hakim, dan Al Baihaqi).

Semua bentuk amalan yang bertujuan untuk mengokohkan keutuhan keluarga dipandang sebagai amalan utama dalam Islam, antara lain birrul walidain, sedekah terhadap karib kerabat, silaturahim, dan ishlahu dzaatil bain (menyelesaikan perselisihan keluarga). Dan sebaliknya, semua perbuatan yang mengakibatkan keretakan rumah tangga dianggap dosa besar, seperti uququl walidain (durhaka kepada kedua orang tua), memutus silaturahim,  menzalimi istri dan anak. Keretakan rumah tangga inilah yang menjadi megaproyek iblis.

Dalam sebuah hadis disebutkan: sesungguhnya iblis (raja setan) membangun singgasananya di atas air kemudian mengutus balatentaranya (untuk menebar malapetaka dan dosa). Setan yang paling dekat kedudukannya dengan iblis  adalah yang paling hebat  menimbulkan malapetaka di antara manusia. Salah satu setan berkata, aku telah melakukan ini dan itu. Iblis menjawab, kamu belum berbuat apa-apa. Setan lainnya melapor, aku tidak biarkan manusia sampai aku ceraikan dia dari kelurganya. Maka Iblis mendekatkan setan ini seraya berkata, kamu yang paling hebat. ( HR Ahmad,’Abd bin Hamid dan Muslim dari Jabir).

Kehancuran rumah tangga merupakan  proyek unggulan iblis. Dia mengajarkan sihir pada manusia, tujuan utamanya adalah menceraikan suami dari istrinya yang berujung pada keruntuhan rumah tangga. (lihat QS  Albaqarah [2]:102)  Bila rumah tangga berantakan, kondisi sakinah, mawadah, dan rahmah dalam keluarga menjadi musnah, pendidikan anak akan telantar dan kehidupan masyarakat akan penuh dengan kerusakan.

Rangsangan-rangsangan maksiat, yang ditebarkan pendukung setan melalui media elektronik dan cetak, sering memunculkan angan-angan bejat pada pengaksesnya  sehingga  menimbulkan perasaan  tidak puas dengan istri yang di rumah. Hal ini bisa menyeret kepada perselingkuhan dan dosa besar. Sehingga berdampak domino menuju kehancuran rumah tangga, kerusakan masa depan remaja, serta ambruknya moralitas bangsa. Na’udzubillah min dzalik.

Oleh: Ahmad Satori

IHRAM

Jaga Anak Kita dari Dasyatnya Pengaruh Media Sosial

Di era post-truth, pengaruh media sosial menjadikan sesuatu yang benar bisa pelintir menjadi salah. Sebaliknya, kesalahan besar pun bisa dianggap sebagai kebenaran, karena gencar didengung-dengungkan

BERDASARKAN data Kementerian Komunikasi dan Informasi (2021), jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta orang. Jadi, kalau jumlah penduduk Indonesia menurut laporan Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) per-tahun 2021 adalah 273,87 juta, berarti sekitar 70 persen dari penduduk kita adalah para pengguna internet.

Budaya ini menjadikan ponsel beserta paketnya menjadi kebutuhan primer dalam dunia riil dan dunia maya. Informasi dari belahan dunia manapun bisa diakses dalam hitungan menit dan detik, kapanpun di manapun.

Berbagai aktivitas yang biasa dilakukan secara konvensional, sekarang sudah beralih ke sistem digital. Namun, jika semua ini tidak diiringi dengan kemampuan untuk melek dalam teknologi informasi (literasi digital), maka akan menjadi malapetaka dan kesialan besar bagi para penggunanya.

Betapa tidak. Misalnya secara ekonomi, jika pengguna medsos ceroboh dan tidak berhati-hati dalam mengakses tautan-tautan (link) yang tersebar liar di media sosial, maka akan mudah malware, spam, dan sistem jaringan jahat tiba-tiba nongol, menguasai sekaligus mencuri data-data penting. Inilah yang sering dijumpai saat ponsel disadap atau digunakan seseorang untuk berbagai kepentingan tanpa disadari oleh pemiliknya.

Dari pintu inilah biasanya dimulai kejahatan digital yang bisa menjadi awal kesialan ekonomi. Bayangkan jika nomor-nomor penting yang ada di ponsel, seperti nomor PIN, ATM, atau nomor-nomor rahasia lain bisa diakses orang dari jarak jauh, dan kemudian digunakan untuk kejahatan perbankan seperti menguras saldo, maka kesialan ekonomi sangat mungkin akan menimpa siapapun.

Selain itu, kita juga mengenal “algoritma”, yakni sistem otomatisasi rekomendasi untuk keberlanjutan pencarian. Jika seseorang sudah terjebak dalam sistem ini, maka konten dunia maya yang luas akan dipersempit dan lambat laun akan mempersempit pola pikir seseorang.

Imbasnya, jika seseorang memiliki pemikiran sempit dalam berideologi atau beragama, ia akan semakin menjauh dari sifat moderat dan gampang menyalah-nyalahkan pihak lain, seenaknya menuduh orang sebagai PKI, kafir, sesat dan seterusnya. Terbukti, tidak sedikit orang di era milenial ini yang seenaknya belajar agama, lalu secara tiba-tiba pola pikirnya berubah secara drastis.

Semangat beragama tiba-tiba melejit naik, namun di sisi lain dengan gampangnya menyalah-nyalahkan pihak lain yang tidak sepaham dengannya. Mereka juga bisa mendadak rajin melakukan propaganda melalui konten-konten ceramah di Youtube, atau membagi-bagikan konten radikal yang mampu memicu tindakan ekstrimisme dan terorisme.

Karena itu, era post-truth (pasca kebenaran) dapat dipelintir sedemikian rupa, sehingga sesuatu yang benar bisa dipersalahkan, karena memang dipropagandakan sebagai suatu kesalahan. Sebaliknya, kesalahan besar pun bisa dianggap sebagai kebenaran, karena memang gencar didengung-dengungkan sebagai sebuah kebenaran.

Hal lain yang merugikan, lantaran kesibukan berselancar di medsos. Bahwa manusia adalah makhluk sosial yang nyata dan riil bersentuhan dengan masyarakat sosial.

Banyaknya waktu yang tersita membuat orang lupa dengan hak-hak dan kewajibannya di  dunia nyata. Misalnya mendidik anak, istri dan orang-orang sekitar.

Mereka lebih nyaman menghabiskan waktu dengan ponselnya, bahkan mengejar konten medsos yang menjadi motif utamanya. Kepekaan dan kepeduliannya lambat laun menjadi tumpul. Dan berapa banyak insiden kecelakaan di jalanan, karena pengemudinya tak mampu mengendalikan fokus saat menggunakan ponsel.

Begitupun saat ada musibah, bencana atau kejadian alam, masyarakat lebih sibuk untuk lebih dulu mendokumentasikannya, ketimbang mengutamakan jiwa sosialnya. Banyak kasus yang terkait dengan bencana yang dijadikan konten medsos untuk mengejar target jumlah penonton, atau keuntungan finansial.

Secara moral, mental semacam ini adalah malapetaka bagi kemanusiaan, maupun dalam ajaran agama apapun. Suatu pembiaran yang menjadi budaya dan peradaban, dan dianggap legitimate secara umum.

Belum lagi soal urusan rahasia pribadi, internal rumah-tangga yang mestinya disimpan dengan baik, namun diumbar menjadi ghibah dan fitnah. Perdebatan sering muncul lantaran sama-sama tak bisa menahan diri untuk menggerakkan jari-jemarinya.

Tak peduli suami atau istri, anak atau orang tua, saudara, kerabat atau tetangga. Dulu dikenal istilah “mulutmu adalah harimaumu”, kini telah bergeser menjadi “jarimu adalah bencanamu”.

Di sisi lain, ketika seseorang mengunggah status atau memberi komentar, bisa saja ia terlena melakukan perbuatan melawan hukum. Sudah banyak contoh kasus yang terjadi akibat menyebar hoaks, ujaran kebencian, fitnah, yang mengakibatkan seseorang harus berurusan dengan pihak kepolisian.

Bukan hanya faktor kesengajaan, faktor ketidaksengajaan maupun iseng pun bisa saja menjadikan seseorang berurusan dengan hukum, karena ada pihak yang merasa dirugikan. Berapa banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ikut-ikutan menyebarkan nada nyinyir dan kebencian terhadap pemerintah. Padahal, ia dan keluarganya hidup dari gaji pemerintah dan memiliki komitmen untuk setia pada kebijakan pemerintah.

Saat ini, mudah bagi pihak aparat untuk mendapatkan bukti-bukti terjadinya pelanggaran. Jejak digital dengan mudah bisa diakses dan menjadi petunjuk untuk melanjutkan laporan yang diterima. Penegak hukum juga sudah memiliki dasar dalam menegakkan hukum di dunia maya, yakni Undang-undang nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan transaksi elektronik (UU ITE). Dalam UU ini disebutkan pada pasal 45A ayat (1):

“Setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.”

Risiko dan konsekuensi dari bermedia sosial juga menciptakan jarak antara hubungan murid dan guru, di samping anak dan orang tua. Pembelajaran daring tampaknya kurang efektif sebagai sarana belajar, juga tidak efektif untuk mencapai hasil dari pendidikan dan pengajaran.

Moral generasi muda menjadi taruhan karena minim pendidikan tentang kedisiplinan, kepribadian, teladan yang mumpuni dari para guru dan orang tua. Secara psikologis kurang menciptakan kemandiran, serta daya juang yang lemah bagi anak-anak didik.

Pengawasan yang rendah dari para orang tua menjadikan anak-anak mereka dengan gampangnya mengakses konten-konten asusila, pornografi, maupun kekerasan dalam rumah-tangga. Karena itu, pantas dinyatakan bahwa, tidak sedikit orang tua yang tega memukul anaknya karena telah merusak ponselnya. Tetapi, jarang sekali orang tua yang berani memukul ponsel yang telah merusak moral anak-anaknya.

Kita pun masih ingat ungkapan penulis novel Pikiran Orang Indonesia saat peluncuran bukunya di pesantren Al-Bayan: “Saat ini begitu ramai orang mengejar target untuk status sosial dan pundi-pundi uang, hingga nyaris sulit kita temukan orang yang mau serius membangun peradaban bangsa ini.” (baca: www.kompas.id, 14 November 2021)

Karena itu, berhati-hatilah dan bersabarlah. Jagalah anak-anak kita agar mental dan jiwanya tidak rusak. Sebab, kapal tidak akan rusak dan tenggelam lantaran banyaknya air samudera yang mengelilingnya, tetapi ia akan tenggelam jika kita membiarkan air masuk karena adanya kebocoran yang terus-menerus kita biarkan. Ayo, kita tutup kebocoran itu, dan mulailah dari diri sendiri, saat ini, mumpung kebocoran itu belum memecahkan kapal Titanic yang terbelah menjadi dua.*/Supadilah Iskandar, esais generasi milenial

HIDAYATULLAH

3 Ayat Alquran yang Bisa Mengubah Anak Jadi Lebih Baik

Ada tiga ayat suci Alquran yang jika dibaca maka bisa mengubah hidup si buah hati menjadi lebih baik. Allah SWT berfirman, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS Al-Kahfi ayat 46)

Orang tua mana saja tentu senang jika anaknya berada dalam keadaan sehat dan baik-baik saja. Namun, tak dapat dielakkan, terkadang para orang tua mengeluhkan anak-anak mereka karena tak terkendalikan sehingga orang tua mencari sesuatu yang dapat mengubah kondisi anak-anaknya menjadi lebih baik.

Mubaligh Mesir, Syekh Dr Muhammad Abu Bakr, menyampaikan, ada tiga ayat yang dibaca pada pagi hari maka akan melihat keajaiban dari anak-anaknya. “Saya akan berikan hadiah ini kepada Anda sekalian. Jika rajin membacanya setiap pagi, maka Allah SWT akan mengubah kondisi anak-anak kita,” tutur dia dilansir dari laman Elbalad.

Ayat pertama ialah ayat 15 dalam Surah Al-Ahqaf:

رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

“Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.”

Ayat kedua adalah ayat 74 Surah al-Furqon.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Wahai Tuhan kami, jadikanlah istri-istri dan anak-anak kami orang-orang yang shalih. Jadikanlah anak keturunan kami suri teladan bagi orang-orang yang shalih.” 

Ayat ketiga yaitu ayat 83-85 Surah Asy-Syu’ara: 

رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ

 “”Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh kenikmatan…”

Syekh Abu Bakr menyarankan kepada setiap orang tua untuk menghafal ayat-ayat ini dan pastikan membacanya setiap hari di pagi hari. “Dan dalam waktu satu bulan, mereka akan menemukan perubahan pada anak-anak mereka,” tuturnya.

IHRAM

Wahai Suami, Istri Itu Penuh dengan Misteri (Bag. 2)

Kisah Ke Dua

Kisah antara Ibunda ‘Aisyah dengan Hafshah

Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan, 

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَرَجَ أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ، فَطَارَتِ القُرْعَةُ لِعَائِشَةَ وَحَفْصَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ بِاللَّيْلِ سَارَ مَعَ عَائِشَةَ يَتَحَدَّثُ، فَقَالَتْ حَفْصَةُ: أَلاَ تَرْكَبِينَ اللَّيْلَةَ بَعِيرِي وَأَرْكَبُ بَعِيرَكِ، تَنْظُرِينَ وَأَنْظُرُ؟ فَقَالَتْ: بَلَى، فَرَكِبَتْ، فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جَمَلِ عَائِشَةَ وَعَلَيْهِ حَفْصَةُ، فَسَلَّمَ عَلَيْهَا، ثُمَّ سَارَ حَتَّى نَزَلُوا، وَافْتَقَدَتْهُ عَائِشَةُ، فَلَمَّا نَزَلُوا جَعَلَتْ رِجْلَيْهَا بَيْنَ الإِذْخِرِ، وَتَقُولُ: يَا رَبِّ سَلِّطْ عَلَيَّ عَقْرَبًا أَوْ حَيَّةً تَلْدَغُنِي، وَلاَ أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقُولَ لَهُ شَيْئًا

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak keluar mengadakan perjalanan, beliau mengadakan undian di antara isteri-isterinya. Lalu undian itu pun jatuh kepada ‘Aisyah dan Hafshah. Dan pada malam hari, biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama ‘Aisyah dan berbincang-bincang dengannya. 

Maka Hafshah berkata, “Maukah malam Engkau menaiki kendaraanku dan aku menaiki kendaraanmu, kemudian Engkau dapat melihat aku dan aku pun juga dapat melihat Engkau?” ‘Aisyah menjawab, “Ya.” Akhirnya dia pun menaikinya. 

Kemudian datanglah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kendaraan ‘Aisyah, sementara yang berada di atasnya adalah Hafshah. Beliau pun mengucapkan salam kepadanya, lalu beliau berjalan hingga mereka singgah di suatu tempat, dan ternyata dia kelihangan ‘Aisyah. 

Saat singgah, ‘Aisyah meletakkan kedua kakinya di antara semak-semak tumbuhan, lalu dia pun berkata, “Wahai Rabbku, binasakanlah kalajengking dan ular yang menyengatku.” Maka aku tidak bisa berkata apa-apa pada beliau. (HR. Bukhari no. 5211 dan Muslim no. 2245)

Dalam hadits di atas, Hafshah mengajak bertukar hewan tunggangan dengan ‘Aisyah. Hafshah mengatakan supaya keduanya bisa saling melihat di kegelapan malam. Padahal, maksud Hafshah sebetulnya adalah agar malam itu, dia bisa bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hafshah tahu bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendatangi hewan tunggangan ‘Aisyah, bukan hewan tunggangannya. Karena malam itu gelap, maka ketika Nabi mendatangi hewan tunggangan ‘Aisyah, Nabi tidak tahu bahwa dialah (Hafshah) yang ada di atasnya, bukan ‘Aisyah. 

Inilah yang akhirnya membuat ‘Aisyah sedih, karena malam itu dia merasa kesepian naik hewan tunggangan sendirian, tanpa ditemani oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Kisah Ke Tiga

Ksah Asma’ binti Abu Bakar

Asma’ radhiyallahu ‘anha menceritakan,

كُنْتُ أَخْدُمُ الزُّبَيْرَ خِدْمَةَ الْبَيْتِ، وَكَانَ لَهُ فَرَسٌ، وَكُنْتُ أَسُوسُهُ، فَلَمْ يَكُنْ مِنَ الْخِدْمَةِ شَيْءٌ أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ سِيَاسَةِ الْفَرَسِ، كُنْتُ أَحْتَشُّ لَهُ وَأَقُومُ عَلَيْهِ وَأَسُوسُهُ، قَالَ: ثُمَّ إِنَّهَا أَصَابَتْ خَادِمًا، «جَاءَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ فَأَعْطَاهَا خَادِمًا» ، قَالَتْ: كَفَتْنِي سِيَاسَةَ الْفَرَسِ، فَأَلْقَتْ عَنِّي مَئُونَتَهُ، فَجَاءَنِي رَجُلٌ فَقَالَ: يَا أُمَّ عَبْدِ اللهِ إِنِّي رَجُلٌ فَقِيرٌ، أَرَدْتُ أَنْ أَبِيعَ فِي ظِلِّ دَارِكِ، قَالَتْ: إِنِّي إِنْ رَخَّصْتُ لَكَ أَبَى ذَاكَ الزُّبَيْرُ، فَتَعَالَ فَاطْلُبْ إِلَيَّ، وَالزُّبَيْرُ شَاهِدٌ، فَجَاءَ فَقَالَ: يَا أُمَّ عَبْدِ اللهِ إِنِّي رَجُلٌ فَقِيرٌ أَرَدْتُ أَنْ أَبِيعَ فِي ظِلِّ دَارِكِ، فَقَالَتْ: مَا لَكَ بِالْمَدِينَةِ إِلَّا دَارِي؟ فَقَالَ لَهَا الزُّبَيْرُ: مَا لَكِ أَنْ تَمْنَعِي رَجُلًا فَقِيرًا يَبِيعُ؟ فَكَانَ يَبِيعُ إِلَى أَنْ كَسَبَ، فَبِعْتُهُ الْجَارِيَةَ، فَدَخَلَ عَلَيَّ الزُّبَيْرُ وَثَمَنُهَا فِي حَجْرِي، فَقَالَ: هَبِيهَا لِي، قَالَتْ: إِنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهَا

“Aku membantu suamiku Zubair dalam urusan pekerjaan di rumah. Dia memiliki seekor kuda, dan akulah yang merawatnya. Tidak ada yang lebih berat bagiku untuk membantunya selain merawat seekor kuda. Akulah yang mencarikan rumputnya dan membersihkannya.

(Perawi) berkata, kemudian pada suatu ketika dia mendapatkan seorang pembantu. Dia adalah tawanan yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Nabi memberikannya kepada Asma’ sebagai pembantu. Asma’ berkata, “Dia telah membantuku merawat seekor kuda hingga akhirnya telah meringankanku.”

Pada suatu ketika, seorang laki-laki datang kepadaku seraya berkata, “Wahai Ummu ‘Abdullah! Aku ini seorang yang fakir, bolehkah aku berjualan di bawah naungan atap rumahmu?” 

Asma’ menjawab, “Jika suamiku, Zubair, mengizinkanmu, maka datanglah kembali.” 

Ketika itu Zubair sudah ada di rumah. Pada saat yang lain, orang itu datang kembali seraya berkata, “Wahai Ummu ‘Abdullah, aku ini seorang yang fakir, aku ingin berjualan di bawah naungan rumahmu, maka izinkanlah!” 

Asma’ menjawab, “Ada apa denganmu, apakah di Madinah ini tidak ada rumah lagi selain rumahku?” 

Mendengar hal itu, Zubair berkata kepada Asma’, “Mengapa kamu melarang seorang yang fakir berjualan?” 

Akhirnya orang tersebut berjualan hingga mendapatkan hasilnya. Aku pun bisa menjual kepadanya seorang budak. Hingga pada suatu ketika, Zubair berkata kepadaku menanyakan uang hasil penjualannya yang pernah aku simpan. Zubair berkata, “Berikanlah uang itu padaku.” Lalu Asma’ menjawab, “Aku telah menginfakkan uang tersebut.” (HR. Muslim no. 2182)

Dalam hadits di atas, Asma’ berkata kepada orang miskin yang ingin berjualan dengan memanfaatkan naungan rumahnya. Perkataan Asma’ itu seolah-olah Asma’ tidak mengijinkan orang miskin tersebut dengan mengatakan, “Apakah di Madinah ini tidak ada rumah lagi selain rumahku?” 

Padahal, yang dia inginkan adalah agar penolakannya itu didengar oleh suaminya, Zubair, agar Zubair mengijinkan orang miskin tersebut berjualan memanfaatkan naungan rumahnya. Dan ketika Zubair menegur Asma’ dan membolehkan si miskin jualan, maka sebetulnya itulah yang diinginkan oleh Asma’. 

Kesimpulan

Dari kisah-kisah di atas, hendaknya suami senantiasa belajar bagaimanakah agar bisa memahami maksud tersembunyi sang istri. Suatu hari, bisa jadi sang istri mengatakan “Iya”, padahal dia maksudkan “Tidak”. Di waktu yang lain, sang istri bisa jadi mengatakan “Tidak”, padahal maksudnya “Iya”. Dan bisa jadi, ketidakmampuan seorang suami membaca pikiran istri bisa menimbulkan masalah di antara mereka berdua. Semoga para suami dikaruniakan kesabaran dalam mendidik dan membimbing istrinya.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53450-wahai-suami-istri-itu-penuh-dengan-misteri-bag-2.html

Bekerja Hidupi Keluarga itu Jihad di Jalan Allah

DIRIWAYATKAN pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman pada kaum muslimin. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.

Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.

Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”

Si tukang batu menjawab, “Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”

Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda,

“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada”, inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya.

Rasulullah tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh Rasulullah justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan karena kerja keras.

Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab,

“Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani)

Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah amat prihatin terhadap para pemalas.

“Maka apabila telah dilaksanakan salat, bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumuah: 10)

“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS Nuh: 19-20)

“Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)

“Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)

“Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)

“Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan salat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)

“Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)

Demikian lah sebagian kecil tentang kisah teladan islami agar kita semakin tahu dan semakin giat dalam mencari rizki allah yang halal dan berkah. [duniaislam]

 

INILAH MOZAIK

Keluarga Sholihah dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an telah mengatur semua masalah dalam setiap sisi kehidupan kita. Dari yang hal-hal terkecil sampai masalah-masalah yang besar tidak pernah diabaikan oleh Al-Qur’an.

مَّا فَرَّطۡنَا فِي ٱلۡكِتَٰبِ مِن شَيۡءٖۚ

“Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab.” (QS.Al-An’am:38)

Setiap urusan yang berkaitan dengan keselamatan dan kebahagiaan manusia telah diatur dengan rapi oleh Al-Qur’an. Tinggal pilihan berada ditangan kita untuk mau mengamalkannya atau tidak.

Salah satu pelajaran penting yang akan kita petik pada hari ini adalah ketika Allah menceritakan tentang keluarga Nabi Zakaria as.

Ketika menceritakan keluarga Nabi Zakaria as, Al-Qur’an memberi tiga poin penting yang perlu diperhatikan dalam keluarga ini.

Allah swt berfirman,

فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَوَهَبۡنَا لَهُۥ يَحۡيَىٰ وَأَصۡلَحۡنَا لَهُۥ زَوۡجَهُۥٓۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَيَدۡعُونَنَا رَغَبٗا وَرَهَبٗاۖ وَكَانُواْ لَنَا خَٰشِعِينَ

“Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS.Al-Anbiya’:90)

Ada tiga poin penting yang perlu kita renungkan dalam keluarga ini :

1. Mereka selalu berlomba untuk melakukan kebaikan.

Apa yang dapat kita bayangkan bila setiap keluarga selalu berlomba ingin memberikan yang terbaik.

“Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan.”

2. Selalu menjalin hubungan dengan Allah swt.

Keluarga ini selalu memohon bimbingan kepada Allah swt dari yang hal-hal kecil hingga yang hal-hal yang besar.

Dalam keadaan senang atau susah, keluarga ini tetap selalu mengingat Allah swt.

“dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas.”

3. Keluarga ini selalu dipenuhi kekhusyu’an dan setiap perbuatannya dilakukan untuk Allah semata.

Dalam keadaan punya atau kekurangan keluarga ini selalu berada dalam sikap tawadhu’ dan menerima ketentuan Allah swt.

“Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.”

Dalam ayat ini keluarga bahagia digambarkan dengan tiga syarat. Yaitu saling berlomba dalam kebaikan, tidak pernah putus hubungannya dengan Allah swt dan selalu melaksanakan perintah Allah dengan khusyu’. Ibadahnya penuh kekhusyu’an dan hatinya khusyu’ dalam menerima semua ketentuan Allah swt.

Dalam ayat lain disebutkan,

وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَا

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya.” (QS.Tha-Ha:132)

Inilah kriteria-kriteria keluarga sholihah dalam Al-Qur’an. Semoga kita memperoleh keluarga yang sakinah, sholihah dan penuh kebahagiaan dengan mengikuti tuntunan Al-Qur’an

Semoga bermanfaat

 

KHAZANAH ALQURAN

Berbohong kepada Suami atau kepada Istri yang Diperbolehkan

Berkata dusta atau bohong termasuk di antara perkara yang dilarang oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah [9]: 119)

Dapat dipahami dari ayat di atas yaitu larangan untuk menjadi atau bersama dengan orang-orang yang berkata dusta atau bohong.

Akan tetapi, terdapat beberapa pengecualian dari hukum di atas, yaitu diperbolehkannya berkata bohong dalam sebagian keadaan. Salah satunya adalah perkataan suami kepada istri atau sebaliknya. Masalah inilah yang akan kita bahas dalam tulisan ini.

 

Dalil Diperbolehkannya Perkataan Bohong kepada Suami atau Istri

Diriwayatkan dari Ummu Kultsum binti ‘Uqbah radhiyallahu Ta’ala ‘anha, beliau berkata,

مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَخِّصُ فِي شَيْءٍ مِنَ الْكَذِبِ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ، كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ

“Tidaklah aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan sedikit pun berkaitan dengan perkataan dusta kecuali dalam tiga perkara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

لَا أَعُدُّهُ كَاذِبًا، الرَّجُلُ يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، يَقُولُ: الْقَوْلَ وَلَا يُرِيدُ بِهِ إِلَّا الْإِصْلَاحَ، وَالرَّجُلُ يَقُولُ: فِي الْحَرْبِ، وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ امْرَأَتَهُ، وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا

“Tidaklah termasuk bohong: (1) Jika seseorang (berbohong) untuk mendamaikan di antara manusia, dia mengatakan suatu perkataan yang tidaklah dia maksudkan kecuali hanya untuk mengadakan perdamaian (perbaikan); (2) Seseorang yang berkata (bohong) ketika dalam peperangan; dan (3) Seorang suami yang berkata kepada istri dan istri yang berkata kepada suami.” (HR. Abu Dawud no. 4921, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Demikian juga dalam masalah ini terdapat hadis khusus yang diriwayatkan dari ‘Atha bin Yasar, beliau berkata,

جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله : هل علي جناح أن أكذب على أهلي ؟ قال : لا ، فلا يحب الله الكذب قال : يا رسول الله استصلحها و أستطيب نفسها ! قال : لا جناح عليك “

“Ada seseorang yang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku berdosa jika aku berdusta kepada istriku?’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Tidak boleh, karena Allah Ta’ala tidak menyukai dusta.’

Orang tersebut bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, (dusta yang aku ucapkan itu karena) aku ingin berdamai dengan istriku dan aku ingin senangkan hatinya.’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tidak ada dosa atasmu.’ (HR. Al-Humaidi dalam Musnad-nya no. 329. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 498)

 

Maksud Dusta kepada Suami atau Istri yang Diperbolehkan

Dari hadis yang diriwayatkan oleh Al-Humaidi di atas, kita dapat mengetahui dusta seperti apakah yang diperbolehkan kepada istri atau sebaliknya. Dusta yang diperbolehkan adalah ketika seorang suami ingin menyenangkan istri yang sedang “ngambek” dan menghibur hatinya. Artinya, tidak semua dusta diperbolehkan.

Oleh karena itu, ketika Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah aku berdosa jika aku berdusta kepada istriku?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak boleh, karena Allah Ta’ala tidak menyukai dusta.”

Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas menunjukkan bahwa dusta kepada istri atau kepada suami hukum asalnya tetap haram, namun terdapat pengecualian sebagaimana dalam kasus yang disebutkan, yaitu dusta untuk mendamaikan hati istri dan menyenangkan (menghibur) hatinya.

Misalnya, seorang suami berkata kepada istrinya, “Sayang, Engkau adalah wanita tercantik di dunia, kalau sayang ngambek tidak jadi cantik.” Padahal faktanya, istrinya bukanlah wanita tercantik di dunia ini. Jadi, boleh seorang suami memuji istri dengan pujian yang dusta dalam rangka menghilangkan rasa ngambek sang istri.

Hal ini sebagaimana penjelasan An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala ketika menjelaskan hadis ini,

وأما كذبه لزوجته وكذبها له فالمراد به في إظهار الود والوعد بما لا يلزم ونحو ذلك فأما المخادعة في منع ما عليه أو عليها أو أخذ ماليس له أو لها فهو حرام بإجماع المسلمين والله اعلم

“Adapun dusta dan bohong kepada sang istri, yang dimaksud adalah (dusta) untuk menampakkan besarnya rasa cinta atau janji yang tidak mengikat, atau semacam itu. Adapun berbohong (menipu) dalam rangka menahan (tidak menunaikan) apa yang menjadi kewajiban suami atau istri, atau mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak suami atau istri, maka ini haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.” (Syarh Shahih Muslim, 16: 135)

Contoh dusta yang haram adalah suami memotong jatah nafkah yang berhak diterima istri dan suami beralasan dengan kebohongan. Misalnya dia mengaku sedang kesulitan ekonomi atau sedang kesusahan. Maka dusta semacam ini haram, karena ini bohong untuk tidak menunaikan kewajiban suami (yang menjadi hak istri). Atau misalnya, suami mengatakan kepada istri bahwa dia pergi ke luar kota dalam rangka perjalanan dinas. Padahal, dia ke luar kota bukan karena tugas dinas, namun sekedar senang-senang atau wisata.

 

Berdasarkan penjelasan An-Nawawi di atas, termasuk bohong yang diperbolehkan adalah janji yang tidak mengikat. Misalnya, seorang istri ngambek ingin dibelikan sesuatu dan suami tidak mampu, lalu sang suami berkata, “Kapan-kapan saja ya belinya.”

Perkataan “kapan-kapan” itu dinilai janji yang tidak mengikat, sehingga tidak wajib ditunaikan. Janji yang tidak mengikat semacam itu boleh diucapkan untuk menghibur atau menyenangkan hati sang istri.

Adapun janji yang mengikat, wajib dipenuhi. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta’ala berkata,

و ليس من الكذب المباح أن يعدها بشيء لا يريد أن يفي به لها ، أو يخبرها

بأنه اشترى لها الحاجة الفلانية بسعر كذا ، يعني أكثر من الواقع ترضية لها ،

لأن ذلك قد ينكشف لها فيكون سببا لكي تسيء ظنها بزوجها ، و ذلك من الفساد لا الإصلاح

“Tidaklah termasuk dusta yang mubah adalah seorang suami menjanjikan sesuatu dan dia tidak ingin (tidak berniat) untuk memenuhinya. Atau seorang suami mengabarkan kepada istri bahwa dia membelikan untuknya barang tertentu dengan harga sekian, yaitu lebih mahal dari harga sebenarnya, supaya istrinya rida. Karena hal semacam ini akan terbongkar di masa mendatang sehingga akan menjadi sebab buruk sangka istri kepada suami. Dan hal ini termasuk kerusakan, bukan perbaikan.” (Silsilah Ash-Shahihah, 1: 818)

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44851-berbohong-kepada-suami-atau-kepada-istri-yang-diperbolehkan.html

Bisakah Mengenal Keluarga dan Kerabat di Surga?

Setelah manusia meninggal, mereka dipisahkan dengan keluarga dan teman-temannya dengan waktu yang sangat lama. Di mulai dari perpisahan menunggu di alam kubur, padang mahsyar, proses hisab, melewati shirath, kejadian di qantharah.

Perlu diketahui bahwa satu hari akhirat sebagaimana 1000 tahun di dunia. Dengan waktu menunggu yang sangat lama ini, apakah kita masih ingat atau sudah lupa dengan keluarga dan kerabat kita? Apalagi usia manusia di surga dalah 33 tahun, bagaimana jika ada keluarga yang meninggal ketika anak-anak?

Jawabannya: kita tetap bisa mengenal keluarga dan kerabat kita di surga, bahkan kita tetap kenal dengan teman-teman kita selama di dunia yang sudah masuk surga.

Pertanyaan diajukan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin,

هل المسلم إذا دخل الجنة يتعرف على أقاربه الذين في الجنة؟

Apakah seorang muslim apabila masuk surga, ia dapat mengenal kerabat-kerabatnya yang masuk di dalam surga?

Jawaban:

نعم يتعرف على أقاربه وغيرهم من كل ما يأتيه سرور قلبه؛ لقول الله تعالى: ﴿وفيها ما تشتهيه الأنفس وتلذ الأعين وأنتم فيها خالدون﴾ بل إن الإنسان يجتمع بذريته في منزلةٍ واحدة إذا كانت الذرية دون منزلته كما قال تعالى: ﴿والذين آمنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ألحقنا بهم ذريتهم…الآية

Iya, Ia bisa mengenal kerabat- kerabatnya dan selain mereka dari setiap kebahagiaan (keinginan) hati yang datang kepadanya. Karenanya Allah berfirman,

“Dan di dalam surga terdapat apa-apa yang diinginkan oleh jiwa dan yang menyenangkan pandangan kalian, dan kalian di dalamnya kekal selamanya”

Bahkan seseorang akan berkumpul bersama anak keturunannya di dalam satu tingkatan surga. Jika anak keturunannya berada pada tingkatan yang lebih rendah darinya (maka akan disusulkan ke tingkatannya).Sebagaimana firman Allah,

“Dan mereka orang-orang yang beriman dan diikuti oleh keturunan mereka dengan keimanan, maka Kami akan pertemukan orang-orang beriman itu dengan anak keturunan mereka.” [Nuur ‘alad Darb. Kaset nomor 195]

Perlu diketahui bahwa seorang muslim yang masuk surga tidak hanya mengenal keluarga dan kerabatnya, tetapi juga mengenal sahabat-sahabatnya selama berada di dunia yang juga masuk surga. Sahabat yang bersama-sama saling menasehati di jalan agama.

Di surga terdapat pasar surga yang merupakan tempat berkumpul manusia. Tentu mereka saling mengenal dengan sahabat-sahabatnya ketika berkumpul di pasar surga tersebut.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai pasar surga,

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ لَسُوقًا يَأْتُونَهَا كُلَّ جُمُعَةٍ فَتَهُبُّ رِيحُ الشَّمَالِ فَتَحْثُو فِي وُجُوهِهِمْ وَثِيَابِهِمْ فَيَزْدَادُونَ حُسْنًا وَجَمَالاً فَيَرْجِعُونَ إِلَى أَهْلِيهِمْ وَقَدِ ازْدَادُوا حُسْنًا وَجَمَالاً فَيَقُولُ لَهُمْ أَهْلُوهُمْ: وَاللهِ، لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنَا حُسْنًا وَجَمَالاً. فَيَقُولُونَ: وَأَنْتُمْ وَاللهِ، لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنَا حُسْنًا وَجَمَالاً

“Sungguh di surga ada pasar yang didatangi penghuni surga setiap Jumat. Bertiuplah angin dari utara mengenai wajah dan pakaian mereka hingga mereka semakin indah dan tampan. Mereka pulang ke istri-istri mereka dalam keadaan telah bertambah indah dan tampan. Keluarga mereka berkata, ‘Demi Allah, engkau semakin bertambah indah dan tampan.’ Mereka pun berkata, ‘Kalian pun semakin bertambah indah dan cantik’.” (HR. Muslim no. 7324)

Salah satu kenikmatan manusia di dunia adalah berjumpa dengan saudara dan teman-teman akrab mereka, saling menyapa, menanyakan keadaan, saling bercanda ringan, saling curhat. Ini menimbulkan kebahagiaan dan kenikmatan, apalagi sudah lama sekali tidak bertemu. Demikian juga di surga, disediakan kenikmatan seperti ini. Dijelaskan dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,

إن سوق الجنة هو مكان اللقاء للمؤمنين بعضهم لبعض؛ لازدياد النعيم بما يجدونه من لذة وسؤدد ، وتحدث بعضهم لبعض؛ وتذاكرهم بما كان في الدار الدنيا وما آلوا إليه في الدار الآخرة؛ ويتجدد هذا اللقاء كل جمعة كما جاء في الحديث؛ لرؤية بعضهم لبعض وأنس بعضهم ببعض

“Pasar di surga adalah tempat bertemunya kaum muslimin satu sama lain supaya bertambah kenikmatan. Merasakan kelezatan saling berbincang-bincang. Dan saling mengenang apa yang terjadi di dunia dan membicarakan apa yang mereka dapatkan di akhirat. Mereka bertemu setiap Jumat sebagaimana pada hadits, agar mereka bisa saling berjumpa satu sama lain.” [Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah 54/214]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43848-bisakah-mengenal-keluarga-dan-kerabat-di-surga.html