Kantor Kementerian Agama Kota Bitung, Sulawesi Utara membantah isu yang menyebut adanya larangan beribadah umat Muslim dan pembongkaran mushala di daerah tersebut.
“Tidak benar. Tidak ada mushala ditutup,” kata Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bitung, Ulyas Taha kepada Republika, Sabtu (9/7).
Ia menjelaskan, isu tersebut berawal dari adanya rencana pembangunan Masjid Asy Syuhada di Kelurahan Girian Permai, Kecamatan Girian, Kota Bitung yang tidak mendapat rekomendasi dari FKUB akibat sejumlah persyaratan yang belum terpenuhi. Sehingga, muncul penolakan dari kelompok umat Kristen terkait pembangunan masjid, dengan alasan tidak ada rekomendasi FKUB.
Kemudian, ia melanjutkan, pemerintah provinsi, kepolisian, dan pemerintah kota memediasi antara kelompok yang menolak dengan umat Muslim. Berdasarkan hasil kesepatakan, umat Muslim setempat tidak boleh melakukan aktivitas di tempat rencana pembangunan masjid itu sebelum adanya rekomendasi.
Kebetulan, Ulyas mengatakan, di sekitar lokasi pembangunan masjid terdapat sebuh bangunan semi permanen atau pondokan. Para jamaah Asy Syuhada meminta izin menggunakan bangunan tersebut untuk beraktivitas shalat lima waktu. Permintaan tersebut, kemudian dikaji oleh pihak keamanan dengan berbagai pertimbangan apakah akan memicu gesekan antara warga atau tidak.
“Karena ada pengamanan, maka diizinkan, karena hanya untuk shalat. Begitu diizinkan shalat di situ, bangunan itu diberi dinding triplek, kemudian dapat protes lagi, itu sudah mau dibikin apa, karena sebenarnya bangunan itu ditolak juga,” tutur dia.
Kemudian, jamaah Asy Syuhada menjelaskan kepada pihak keamanan, bangunan tersebut tidak digunakan untuk apa-apa. Pihak keamanan dan warga yang menolak pembangunan akhirnya memberi toleransi.
“Beberapa hari kemudian, mereka yang menolak protes, karena itu sudah ditulis mushala. Keamanan diminta menurunkan, jangan ditulis apa-apa, jangan ada kesan ada masjid ada mushala, karena tak ada izin,” ujar Ulyas.
Saat itu, ia melanjutkan, muncul permohonan dari jamaah, bahwa itu hanya penamaan pondokan saja. Akhirnya, pihak keamanan memberi kelonggaran tulisan mushala itu. Seiring berjalannya waktu, kelompok Kristen meminta ketua penitia pembangunan masjid agar diganti. Alasannya, mereka tidak kooperatif dan emosional serta sulit diajar diskusi.
“Saya panggil, akhirnya mereka sepakat (diganti), yang penting ini masjid bisa dibangun. Penggantinya orang Kemenag,” jelasnya.
Ia meminta panitia baru agar mampu menciptakan suasana kondusif silaturahim, kunjungan dan sebagainya. Bahkan, bentukan panitia baru juga memasukkan dua orang Kristen untuk memudahkan komunikasi.
Ia menyebut, komunikasi panitia baru mulai berjalan, bahkan sudah membahas lokasi pembangunan masjid yang disiapkan Pemkot Bitung. Namun, ia menilai, kelompok panitia lama menuduh panitia baru tersebut tidak berpihak pada jamaah Asy Syuhada.
“Ada beberapa langkah panitia baru kemudian dimentahkan mengusulkan pembangunan masjid. Ini pembangunan masjid bukan (secara) normal, ini kan ada masalah, jadi dimediasi sehingga butuh waktu. Mereka (panitia lama) tak sabaran, mereka melakukan sebaliknya ada perlawanan,” kata Ulyas.
Ia mencontohkan, saat akan merayakan Isra Miraj, jamaah meminta izin membangun tenda. Kemudian, pihak kemanan mengizinkan. Namun, saat tiba waktu pembongkaran tenda, panitia lama meminta agar tidak dibongkar. Alasannya, untuk ibadah shalat Tarawih selama Ramadhan.
“Padahal, kan itu kesepakatan soal Isra Miraj, ini memancing kemarahan yang sebelah lagi (kelompok yang menolak pmbangunan masjid),” jelasnya.
Akhirnya, pihak keamanan tidak memberikan izin sebab hal tersebut bakal mengarah ke konflik antarumat beragama. Akhirnya, Pemkot Bitung mengeluarkan SK rekomendasi relokasi masjid yang tidak jauh dari lokasi semula. SK tersebut, ia menilai, merupakan kewajiban pemkot sesuai SKB2 Menteri.
Pemkot, ia mengatakan, memfasilitasi dengan membeli lahan baru. Rencananya, setelah puasa akan dilakukan peletakan batu pertama. “Tidak ada pelarangan beribadah dan tidak ada pembongkaran masjid. Yang ada, hanya orang-orang yang memaksakan melaksanakan ibadah di lokasi yang tak diizinkan berdasarkan SK itu,” tutur dia. Ia tidak menampik, siapapun umat Muslim akan marah apabila mngetahui ada mushala yang dibongkar atau larangan beribadah.
sumber: Republika Online