Murabbitun, Para Penjaga Al-Aqsha

1.500 penduduk telah mengabdikan dirinya untuk menjaga Al-Aqsha dari tangan orang-orang yang ingin menghancurkan Masjidil Aqsha, mereka adalah para wanita dan laki-laki berusia di atas 50 tahun yang disebut Murabbitun, para penjaga Al-Aqsha.

Hingga saat ini zionis Israel masih terobsesi untuk menguasai Al-Aqsha, dan sampai kapan pun Israel akan tetap berusaha untuk mendapatkan wilayah Al-Aqsha yang kemudian akan digantinya dengan Haikal Sulaiman.

Seperti dikatakan Mahmoud Abu Bakar, seorang mahasiswa program doktoral di Malaysia asal Gaza, salah satu langkah Israel menguasai Al-Aqsha, dengan membuat rakyat Palestina tidak ada yang shalat lagi di Masjidil Aqsha.

Para tentara Israel mengusir rakyat Palestina yang datang untuk melaksanakan shalat, dan mereka hanya mengizinkan warga Al-Quds di atas 50 tahun untuk dapat beribadah di Masjidil Aqsha.

Hal ini dimanfaatkan oleh rakyat Palesina untuk menjaga Al-Aqsha, sekitar 1.500 warga Al-Quds telah mengabdikan dirinya untuk menjaga Al-Aqsha dari tangan orang-orang yang ingin menghancurkan Masjidil Aqsha.

Mereka terdiri dari para wanita dan laki-laki berusia di atas 50 tahun, yang disebut dengan Murabbitun, para penjaga Al-Aqsha.

Murabbitun menjaga Al-Aqsha dari shalat fajar hingga shalat Isya, mereka menghidupkan Al-Aqsha dengan mengadakan berbagai kegiatan seperti, kajian Al-qur’an, Fiqih dan lainnya.

Dalam kunjungannya ke STID Mohammad Natsir kampus putri di Cipayung, Jakarta Timur, Mahmoud menjelaskan bahwa, wanita dan laki-laki di bawah 50 tahun yang ingin shalat di Masjidil Aqsha diusir bahkan dipenjara 5 tahun untuk laki-laki dan 3 tahun untuk wanita.

Namun mereka tidak menyerah dan tetap melaksanakan shalat walaupun hanya di depan Masjidil Aqsha.

“ Al-Aqsha bukan hanya milik rakyat Palestina, akan tetapi milik seluruh kaum Muslimin,” tegas mahasiswa asal Gaza itu.

“ Jika saat ini rakyat Palestina sedang berjuang mempertahankan kehormatan Al-Aqsha, lantas apa yang dapat diperbuat kaum Muslimin lainnya untuk Al-Aqha? “ tanya Mahmoud Abu Bakar kepada para Mahasiswi, civitas akademik STID M. Natsir, serta siswa SMP Qur’anic School.

Kaum Muslimin yang berada jauh dari Masjidil Aqsha masih mempunyai kewajiban untuk membebaskan Al-Aqsha.

Jika tidak dapat berjuang menggunakan tenaga, maka dapat berjuang dengan menyisipkan do’a untuk kebebasan Al-Aqsha dalam setiap sujud terakhir, menyebarkan informasi tentang Palestina, dan membebaskan Al-Aqsha dengan harta yang dimiliki. (Eka Aprila).

 

 

sumber:Bumi Syam

Zikir dalam Kesibukan dan Gemerlapnya Pasar

SESEORANG di mana pun ia tinggal, termasuk di tengah-tengah pasar harus bisa sambil tetap sibuk dengan Allah. Alkisah, seorang pedagang besar hidup di Baghdad. Namanya Sarri As-Saqathi.

Layaknya seorang pedagang, ia pun menghabiskan sebagian besar hidupnya di pasar. Setiap hari ia pergi ke beberapa toko miliknya. Dengan ditemani ratusan karyawannya, ia pun ikut berjibaku mengontrol toko. Setiap pagi, ia membuka toko. Saking banyaknya toko yang ia miliki, ia pun harus bergilir dari satu toko ke toko lainnya.

Suatu hari, seperti biasa, ia akan menutup tirai pintu tokonya, lalu mendirikan salat bersama para karyawannya.

Ketika itu, datanglah seorang lelaki dari Gunung Lokam yang berniat untuk menemuinya. Sambil menyingkap tirai pintu toko Sarri, lelaki itu menyapanya dengan suara lantang, “Salam, saya datang untuk mengunjungimu.”

Mendengar suara itu, sebagian orang dalam toko, termasuk Sarri pun menengok ke sumber suara. Para karyawan terlihat tidak suka melihat orang tak dikenal tiba-tiba datang, dan membuka tirai langsungdimana perbuatan itu telah mengganggu waktu salat mereka yang sebentar lagi hendak didirikan.

“Dia tinggal di pegunungan,” komentar Sarri memaklumi seraya mendamaikan ketidaksukaan para karyawan.

Setelah dipersilakan masuk, Sarri pun mengajaknya untuk ikut salat berjemaah bersama. Usai salat, tamu itu kemudian mengutarakan maksud kedatangannya, “Kami datang dari jauh khusus untuk menemui Tuan. Di daerah kami sedang kehabisan almond. Dan, kami dengar, Tuan memiliki banyak almond,” tutur lelaki tersebut. “Sebagai sesama pedagang, kami ingin membeli almond Tuan. Tentu saja Tuan bisa menjualnya lebih mahal, karena kami pun nanti akan menjualnya lebih mahal,” lanjutnya membujuk.

“Bawalah almond ini dengan harga enam puluh dinar,” jawab Sarri singkat. “Almond sebanyak ini setidaknya Tuan jual seharga ratusan dinar. Apalagi ini lagi paceklik, Tuan bisa untung besar, hanya karena almond ini,” tutur sang tamu.

“Ini sudah menjadi aturanku. Aku tidak akan mengambil untung lebih dari 5%,” jawab Sarri. “Masing-masing dari kita mendapat tiga dinar. Aku tidak akan melanggar aturanku sendiri.”

“Mengapa Tuan tidak memanfaatkan kesempatan ini? Bukankah tidak ada yang tahu, selain kita berdua?” bujuknya kemudian.

“Benar, Tuan. Semua orang tidak melihat kita, tapi bagaimana dengan Allah? Segala usaha kita tidak berarti apa-apa tanpa rida-Nya,” jawab Sarri.

“Seseorang, di mana pun ia tinggal, termasuk di tengah-tengah pasar seperti kami harus bisa sambil tetap sibuk dengan Allah, hingga tak sesaat pun luput dari perhatian-Nya,”

“Bukankah itu hakikat zikir, Tuan?” lanjut Sarri disertai pertanyaan retoris.

Mendengar keterangan ahli sufi itu, sang tamu pun merasa malu. Ia mengangguk setuju.
——

Fariduddin Aththar berkisah tentang Abul Hasan Sarri ibnu al Mughallis as Saqathi. Ia merupakan seorang sufi murid dari Makruf al Karkhi. Namanya terkenal di seantero Baghdad sebagai salah seorang pedagang sukses yang tetap menanamkan nilai-nilai Ilahiah. Ia mencari nafkah dengan berdagang, namun ia tidak lupa pula untuk melantunkan dzikir, lewat tindakannya.

Alhasil, selain dikenal sebagai orang yang piawai berwirausaha, ia dikenal pula sebagai orang yang suka berderma dan membantu orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya.

Sarri wafat pada 253 H/867 M di usianya yang ke- 98.[islamindonesia]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2330548/zikir-dalam-kesibukan-dan-gemerlapnya-pasar#sthash.iXiTT6k9.dpuf

Cara Mudah Meraih Rida Lewat Zikir Allahu Akbar

IBNU Athaillah As Sakandary berkata tentang zikir Allahu akbar. “Allahu Akbar”, di dalamnya ada lima perspektif:

Pertama: Dalam “Allahu Akbar” ada penyebutan Allah Ta’ala pada diriNya Sendiri, pentauhidan, pengagungan dan penghormatan atas keagunganNya, yang lebih agung dan lebih besar dibandingkan penyebutan makhlukNya yang lemah, sangat butuh, dan pentauhidan makhluk kepadaNya. Karena Allah swt-lah Yang Maha Mencukupi dan Maha Terpuji.

Kedua: Zikir dengan Nama tersebut lebih agung dibandingkan zikir dengan Asma’-asma’Nya yang lain.

Ketiga: Bahwa zikirnya Allah Ta’ala pada hambaNya di zaman Azali sebelum hambaNya ada, adalah zikir teragung dan terbesar, yang menyebabkan zikirnya hamba saat ini. Zikirnya Allah Ta’ala tersebut lebih dahulu, lebih sempurna, lebih luhur, lebih tinggi, lebih mulia dan lebih terhormat. Dan Allah Ta’ala berfirman: “Niscaya zikirnya Allah itu lebih besar.”

Keempat: Sebenarnya mengingat Allah swt, di dalam salat lebih utama dan lebih besar dibandingkan mengingatNya di luar salat. Menyaksikan (musyahadah) pada Allah Ta’ala (Yang Diingat) di dalam salat lebih agung dan lebih sempurna serta lebih besar ketimbang salatnya.

Kelima: Bahwa mengingat Allah atas berbagai nikmat yang agung dan anugerah mulia, serta doronganNya kepadamu melalui ajakanNya kepadamu agar taat kepadaNya, adalah nikmat paling besar dibandingkan zikir anda kepadaNya, dengan mengingat nikmat-nikmat itu, karena anda semua tidak akan pernah mampu mensyukuri nikmatNya.

Karena itu Nabi Muhammad saw, bersabda: “Aku tidak mampu memuji padaMu, Engkau, sebagaimana Engkau memujiMu atas DiriMu.” Artinya, “aku tidak mampu,” padahal beliau adalah makhluk paling tahu, paling mulia, dan paling tinggi derajatnya dan paling utama. Justru Nabi saw, menampakkan kelemahannya, padahal beliau adalah paling tahu dan paling ma’rifat – semoga sholawat dan salam Allah melimpah padanya dan keluarganya -.

Setelah kita mentauhidkan Allah swt, yang dinilai lebih agung ketimbang salat, sehingga salat menjadi rukun Islam yang kedua. Dalam sabda Rasulullah saw: “Islam ditegakkan atas lima: Hendaknya menunggalkan Allah dan menegakkan salat dst”. Takbiratul Ihram dijadikan sebagai pembukanya, Allahu Akbar.

Allah tidak menjadikan salah satu Asma-asma’Nya yang lain, untuk Takbirotul Ihrom, kecuali hanya Allahu Akbar. Karena Nabi saw, melarangnya, demikian juga untuk Lafadz Adzan, tetap menggunakan Takbir tersebut, begitu pun setiap takbir dalam gerakan salat. Jadi Nama agung tersebut lebih utama dibandingkan Nama-nama lainnya, lebih dekat bagi munajat-munajat, bukan hanya dalam sholat atau lainnya.

Dalam hadis disebutkan: “Aku berada pada dugaan hambaKu apabila hamba berzikir padaKu. Maka apabila ia berzikir kepadaKu dalam jiwanya, Aku mengingatnya dalam JiwaKu. Dan jika ia berzikir padaKu dengan kesendirianNya, maka Aku pun mengingat dengan KemahasendirianKu. Dan jika ia berdzikir di tengah padang (keramaian) maka Aku pun mengingatnya di keramaian lebih baik darinya.”

Allah swt. Berfirman: “Zikirlah kepadaKu maka Aku berzikir kepadamu.”

Hal yang menunjukkan keutamaan zikir dibanding salat dari esensi ayat tersebut, yaitu firman Allah swt: “Sesungguhnya salat itu mencegah keburukan dan kemungkaran.”

Yang walau demikian merupakan zikir teragung, namun zikir “Allah” itu lebih besar daripada salat dan dibandingkan setiap ibadah Abu Darda’ meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda:

“Ingatlah, maukah aku beri kabar kalian tentang amal terbaikmu dan lebih luhur dalam derajatmu, lebih bersih di hadapan Sang Rajamu, dan lebih baik bagimu ketimbang memberikan emas dan perak, dan lebih baik ketimbang kalian bertemu musuhmu lalu bertempur di mana kalian memukul leher mereka dan mereka pun membalas memukul lehermu?” Mereka menjawab, “Ya, kami mau..” Rasulullah saw, bersabda, “Dzikrullah.”

Juga dalam hadis yang diriwayatkan Mu’adz bin Jabal: “Tak ada amal manusia mana pun yang lebih menyelamatkan baginya dari azdab Allah, dibanding dzikrullah.”

Makna Dzikrullah bagi hambaNya adalah bahwa yang berdzikir kepadaNya itu disertai Tauhid, maka Allah mengingatnya dengan syurga dan pahala. Lalu Allah swt berfirman :”Maka Allah memberikan balasan kepada mereka atas apa yang mereka katakana, yaitu syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.”

Dengan dzikir melalui Ismul Mufrad, yaitu “Allah”, dan berdoa dengan ikhlas kepadaNya, Allah swt berfirman : “Dan apabila hambaKu bertanya kepadaKu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku Maha Dekat”

Siapa yang berzikir dengan rasa syukurnya, Allah memberikan tambahan ni’mat berlimpah : “Bila kalian bersyukur maka Aku bakal menambah (ni’matKu) kepadamu”

Tak satu pun hamba Allah yang berdzikir melainkan Allah mengingat mereka sebagai imbalan padanya. Bila sang hamba adalah seorang ‘arif (orang yang ma’rifat) berdzikir dengan kema’rifatannya, maka Allah swt, mengingatnya melalui penyingkapan hijab untuk musyahadahnya sang ‘arif.

Bila yang berdzikir adalah mukmin dengan imannya, Allah swt, mengingatnya dengan rahmat dan ridaNya. Bila yang berzikir adalah orang yang taubat dengan pertaubatannya, Allah swt, mengingatnya dengan penerimaan dan ampunanNya. Bila yang berzikir adalah ahli maksiat yang mengakui kesalahannya, maka Allah swt, mengingatnya dengan tutup dan pengampunanNya.

Jika yang berzikir adalah sang penyimpang dengan penyimpangan dan kealpaannya, maka Allah swt mengingatnya dengan azab dan laknatNya. Bila yang berzikir adalah si kafir dengan kekufurannya, maka Allah swt, mengingatnya dengan azab dan siksaNya.

Siapa yang bertahlil padaNya, Allah swt, menyegerakan DiriNya padanya

Siapa yang bertasbih, Allah swt, membagusinya

Siapa yang memujiNya Allah swt, mengukuhkannya.

Siapa yang mohon ampun padaNya, Allah swt mengampuninya.

Siapa yang kembali kepadaNya, Allah swt, menerimanya.

Kondisi sang hamba itu berputar pada empat hal :

Pertama: Ketika dalam keadaan taat, maka Allah swt, mengingatkannya dengan menampakkan anugerah dalam taufiqNya di dalam taat itu.

Kedua: Ketika si hamba maksiat, Allah swt mengingatkannya melalui tutup dan taubat.

Ketiga: Ketika dalam keadaan meraih nikmat, Allah swt mengingatkannya melalui syukur kepadaNya.

Keempat: Ketika dalam cobaan, Allah mengingatkannya melalui sabar.

Karena itu dalam Dzikrullah ada lima anugerah:

1. Adanya Rida Allah swt.

2. Adanya kelembutan qalbu.

3. Bertambahnya kebaikan.

4. Terjaga datri godaan setan.

5. Terhalang dari tindak maksiat.

Siapa pun yang berzikir, Allah pasti mengingat mereka.

Tak ada kema’rifatan bagi kaum a’rifin, melainkan karena pengenalan Allah swt kepada mereka.Dan tak seorang pun dari kalangan Muwahhidun (hamba yang manunggal) melainkan karena ilmunya Allah kepada mereka.Tak seorang pun orang yang taat kepadaNya, kecuali karena taufiqNya kepada mereka. Tak ada rasa cinta sang pecinta kepadaNya, kecuali karena anugerah khusus CintaNya kepada mereka.

Tak seorang pun yang kontra kepada Allah swt, kecuali karena kehinaan yang ditimpakan Allah swt, kepada mereka. Setiap nikmat dariNya adalah pemberian. Dan setiap cobaan dariNya adalah ketentuan. Sedangkan setiap rahasia tersembunyi yang mendahului, akan muncul secara nyata di kemudian hari.

Perlu diketahui bahwa kalimat tauhid merupakan sesuatu antara penafiaan dan penetapan. Awalnya adalah “Laa Ilaaha”, yang merupakan penafian, pembebasan, pengingkaran, penentangan, dan akhinya adalah “Illallah”, sebagai kebangkitan, pengukuhan, iman, tahid, ma’rifat, Islam, syahadat dan cahaya-cahaya.

“Laa” adalah menafikan semua sifat Uluhiyah dari segala hal yang tak berhak menyandangnya dan tidak wajib padanya. Sedangkan “Illallah” merupakan pengukuhan Sifat Uluhiyah bagi yang berhak dan wajib secara hakikat.

Secara maknawi terpadu dalam firman Allah swt: “Siapa yang kufur pada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka benar-bvenar telah memegang teguh tali yang kuat.”

“Laa Ilaaha Illallah”, untuk umum berarti demi penyucian terhapad pemahaman mereka,.dari kejumbuhan khayalan imajiner mereka, untuk suatu penetapan atas Kemaha-Esaan, sekalgus menafikan dualitsme.

Sedangkan bagi kalangan khusus sebagai penguat agama mereka, menambah cahaya harapan melalui penetapan Dzat dan Sifat, menyucikan dari perubahan sifat-sifat baru dan membuang ancaman bahayanya. Untuk kalangan lebih khusus, justru sebagai sikap tanzih (penyucian) terhadap perasaan mampu berzikir, mampu memandang anugerah serta fadhal dan mampu bersyukur, atas upaya syukurnya.[]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2337574/cara-mudah-meraih-rida-lewat-zikir-allahu-akbar#sthash.aW1OhNv7.dpuf

Belajar Pada Sang Malam

Kala senja telah hilang dan tenggelam, kala mentari meredup bulan meninggi, kala itu aku mencoba beradu melawan kegelisahan malam.

Acap kali aku lihat malam nampak murung, malam nampak terlena, malam nampak gelisah dengan ketidakpastiannya. Sesekali aku merasa malam seperti karang ditengah lautan, mencoba tegar menghadapi ketakutannya sendiri.

Bahagiaku tak terkira bila malam tampil bersama kawan sejatinya, ada bulan yang selalu menemani kemanapun malam datang dan pergi, ada bintang yang memancarkan keindahan dan gemerlap malam.
Semua menjadi satu dalam kegembiraan yang tak terlukiskan. Apalagi bila malam tiba, mampu memberi kehangatan kepada manusia dan seluruh makhluk penghuni jagad raya.

Saat seperti inilah aku merasa malam mampu untuk tersenyum.

Namun saat awan kelam datang, perubahan kondisi bergerak begitu cepat, bulan yang selalu menemani terpaksa berlindung dibalik gumpalan awan, bintang tidak sama sekali bersinar. Lantas seketika malam pun sedikit meredup, senyum indah yang mulai terlihat kembali mengkerut, hening hening gelisah keadaan malam.

Sementara dari pojokan alam, riuh rendahnya rerumputan, lalu lalang manusia, menggeliatkan bahwa malam tidak sendiri, malam masih ada teman meski bulan dan bintang “berkhianat” kepada malam.
Sungguh tegar kau malam, saat tak tersenyum masih saja memberikan kehidupan kepada semua makhluk. Memberikan kenyamanan untuk manusia melepaskan penat. Memberi ruang kepada insan malam mencari nafkah, menemani manusia untuk sekedar memuaskan hasrat seksual, mengiringi para pemulung, para pedagang untuk menyambung kehidupan esok hari.

Mungkin aku tidak pernah mendengar malam mengeluh, meskipun malam selalu dikotori oleh insan bejad dari berbagai penjuru. Insan yang melakukan pemerkosaan, insan yang melakukan pesta pora dunia, insan yang memanfaatkan malam untuk melakukan perampokan, melakukan pesugihan, melakukan perencanaan kejahatan, berzina atau hanya sekedar menenggak minuman keras dan dan menikmati racun Narkotika.

Tapi apakah malam melampiaskan kemarahan? Nyatanya tidak.

Mungkin malam sesekali mengekspresikan kegelisahannya dengan menurunkan air hujan, menggaduhkan suasana dunia dengan petir dan gledeknya. Hanya itu, mungkin itu, yang ia bisa lakukan untuk membersihkan dunia dari kebejadan meski hanya sesaat.

Namun ketika aku melihat dari kacamata yang lain, aku menemukan keistimewaan malam dan mungkin ini pelajaran dari malam untuk pentingnya hidup seimbang.

Saat banyak insan yang melakukan kebejadan, tak sedikit juga insan yang memperlakukan malam dengan suatu situasi penuh keberkahan.

Ada insan yang menghabiskan malam untuk berdzikir dan mendekatkan diri kepada-Nya, bersembahyang mencari ketenangan dan jawaban hidup, melaksanakan perintah untuk mendiri dan menghidupkan qiyamul lail, untuk belajar ditengah keheningan malam, bahkan walau hanya untuk sekedar menyiapkan barang dagangan.

Subhanalloh.. Luar Biasa pelajaran yang kau berikan malam.

Namun aku kadang suka berpikir, apakah insan bernyawa merasakan pelajaran dari sang malam ini. Hemph, Biarlah aku tak peduli dengan mereka-mereka, mungkin geram dihatiku beranggapan insan tersebut hanya menjadikan malam sebagai kondisi untuk melepaskan keletihan, kepenatan, kejenuhan setelah seharian beraktifitas. Berapa waktu yang kau berikan dalam sehari, seminggu, sebulan, setahun untuk merasakan pelajaran dari sang malam. Satu batasan rendah jika kau tidak mau belajar dengannya adalah minimal kau mampu mengucapkan terima kasih kepada malam.

Jangan kau hanya mau menikmati pelayanan sang malam saja, memang malam tidak pernah marah meskipun kita melupakan bahkan mengacuhkannya. Tapi sejenak luangkanlah waktumu untuk bersyukur dengan adanya malam. Tak akan pernah terbayang jika 24 jam semuanya siang. Kapan kau akan istirahat ? kapan kau akan mendapatkan keheningan dunia ?.

Tapi aku tak akan memaksamu, apalagi menyeret dan menelanjangimu untuk bersujud kepada malam.
Ya inilah sesuatu yang hanya merupakan jeritan pribadi dan hatiku, yang ingin selalu menawarkan sesuatu diantara ketidak adaan.

“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya”. QS Al Qashash : 173

 

Penulis : Ahmad Djaelani (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan-FISIP UNISMA Bekasi)

Sumber : Unisma/Republika OnLine

Meski tak Pernah Salat, Amr tetap Masuk Sorga

AWALNYA, Amr bin Uqaisy radhiyallahu anhu termasuk orang yang sangat membenci Islam, sehingga meskipun semua kaumnya dari Bani Ashal sudah memeluk Islam, dia tetap dalam pendiriannya.

Ketika perang Uhud berkobar, dia mencari beberapa teman yang dikenalnya di tempat tinggal mereka, namun tidak dia tidak berhasil, karena para sahabat yang dicari semuanya ikut perang Uhud. Amr bergegas kembali ke rumah, mengenakan baju besinya lalu memacu kudanya ke arah bukit Uhud. Saat kaum Muslimin melihat kedatangannya, mereka serta merta menghalaunya, “Wahai Amr, menjauhlah dari kami!” Amr menjawab, “Aku telah beriman.”

Amr terus maju ke medan tempur. Dalam pertempuran tersebut ia mengalami luka-luka. Ketika peperangan usai, para sahabat Raslullhshallallahu alaihi wa sallam mengantarkannya ke rumah keluarganya dalam keadaan tubuh penuh luka.

Sad bin Muadz mendatanginya dan mengatakan kepada saudarinya, “Tolong tanyakan kepadanya, (apakah dia melakukan ini) demi membela kaumnya, marah karena mereka ataukah marah karena Allh Subhanahu wa Taala? Amr menjawab, “Marah karena Allh dan Rasul-Nya.”

Akhirnya karena luka yang teramat parah, Amr meninggal dan masuk surga. Padahal ia belum pernah menunaikan salat meskipun sekali. []

Catatan: H.R. Ibnu Ishaaq dengan sanad hasan, Ibnu Hisyaam (3/131). Lihat al Ishaabah, 2/519 dan diriwayatkan oleh Abu Dwud, no. 2537; Juga diriwayatkan oleh al Hkim dan beliaurahimahullah menyatakan hadits ini shahih dan penilaian beliau ini dibenarkan oleh adz-Dzahabi. Syaikh al-Albni juga menilai hadits ini hasan, dalam Shahih Sunan Abi Dud)

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2345668/meski-tak-pernah-salat-amr-tetap-masuk-sorga#sthash.QTI5Zbxf.dpuf

Antrian Haji Indonesia Terlama 42 Tahun, Malaysia 93 Tahun

Persoalan kuota haji menjadi salah satu tema yang dibahas pada forum Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Faktanya, keempat negara ini mempunyai persoalan yang sama, yaitu terkait antrian haji.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa antrian haji di Indonesia paling lama 42 tahun, yaitu pada salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan. Sementara antrian paling pendek di Indonesi adalah 9 tahun.

Di Malaysia, antrian bahkan lebih panjang lagi. Menurut Menteri di Jabatan Perdana Menteri Malaysia Mejar Jeneral Dato Seri Jamil Khir bin Haji Baharom, antrian haji di Malaysia mencapai 93 tahun. Sementara antrian haji di Singapura adalah 35 tahun, sedang di Brunei Darussalam hanya 3 -4 tahun.

Antrian semakin panjang seiring dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi untuk memotong kuota haji Negara pengirim jemaah sebesar 20%. Kuota normal Indonesia adalah 211ribu, terkurangi 42.200 dalam setiap tahunnya sejak 2013.

Sementara Malaysia dalam empat tahun terakhir kuotanya berkisar 22ribu, Singapura 680, sedang Brunei sekitar 300 an.

Terkait itu, Menag pada forum MABIMS mengusulkan agar masing-masing anggota MABIMS berkirim surat ke Arab Saudi guna meminta agar kuota haji tahun depan kembali normal, tidak dipotong 20%. “Indonesia sudah bersurat. Jika lainnya bersurat, akan semakin baik,” terang Menag pada sidang MABIMS ke-17 tahun 2016 di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (06/12).

Selain kuota, Menag juga mengusulkan agar MABIMS memohon kepada Saudi untuk tidak memberlakukan visa berbayar bagi jemaah umrah. “Kami sudah memohon kepada Saudi, khusus untuk umrah agar dikecualikan. Apakah ini juga bisa diusulkan bersama?” ujar Menag.

Angota MABIMS menyambut baik usulan Menag, khususnya yang terkait dengan visa umrah. Rumusan tentang ini bahkan dituangkan sebagai hasil MABIMS ke-17 di Malaysia ini. Rumusan itu menyebutkan, MABIMS sepakat mengenai penanganan masalah umrah dan itu membutuhkan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan negara-negara anggota.

Terkait kuota, dalam rumusan hasil disebutkan bahwa Malaysia dan Indonesia dapat mengusulkan kepada Pemerintah Arab Saudi agar kuota haji dikembalikan kepada kuota asal. Selain itu, kedua Negara ini juga bisa mengajukan permohonan agar tambahan biaya umrah dikecualikan dari kebijakan visa berbayar untuk jemaah yang akan menunaikan ibadah umrah kali kedua dan seterusnya. (mkd/mkd)

 

sumber: Kemenag RI

Dapatkan aplikasi Cek Haji, undu aplikasinya: Adroid/atau BB-nya di sini!

sebarin ke teman Anda sekalian :)

Musibah Banjir

Musibah  banjir yang melanda  seluruh wilayah Kota Jakarta dan Tangerang membuat panik semua warga.  Sepertinya musibah banjirdi negeri ini selama kurun waktu lima tahunan, adalah  musibah yang teramat parah.

Kondisi ini pada dasarnya tidak luput dari prilaku manusia. Jika kita mau  membuka kembali Alquran, tampak jelas bahwa bencana alam dan krisis lingkungan akibat dari ulah merusak sebagian dari umat manusia.

Dalam sebuah ayat Allah berfirman, ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS Ar-Rum[30]:41).

Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi disebabkan ulah tangan manusia. Bencana yang datang silih berganti bukan fenomena alam. Akan tetapi karena prilaku merusak manusia sendiri yang telah merusak alam ciptaan Allah.

Para pemikir Timur dan Barat kontemporer memandang masalah utama kerusakan parah Bumi akibat terjadinya pemisahan serius antara sains dan dari spiritualitas dan nilai-nilai moral. Para pemikir menilai krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini menunjukkan bahwa sebagian besar negara-negara dunia dilanda problem nilai dan spiritualitas.

Fritjof Capra memandang krisis lingkungan bermuara pada kesalahan cara pandang manusia modern terhadap alam semesta. Manusia modern pada umumnya masih menganut paradigma mekanistis dan reduksionistis terhadap alam semesta.

Implikasinya, alam sebagai objek yang selalu diekspolitasi secara berlebih. Oleh karena itu, pandangan manusia harus diubah menuju paradigma yang holistik dan ekologis.

Bahwa merusak alam dan lingkungan merupakan perbuatan dosa dan pelanggaran karena mengakibatkan gangguan keseimbangan di bumi.

Ketiadaan keseimbangan itu, mengakibatkan siksaan kepada manusia. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia, termasuk akan berdampak kepada manusia yang tidak berdosa disekitarnya.

Dalam Islam sudah sangat terang, bumi, alam, lingkungan diciptakan Allah swt bukan tanpa arti. Penciptaan alam, lingkungan, bumi merupakan tanda keberadaan Allah, Tuhan Yang Maha Pencipta. Sebagaimana firman Allah swt dalam Alquran bahwa terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya di bumi ini.

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin,”(QS Adz-Dzariyat [51]:20).

Dalam Al-Quran, Allah menyatakan bahwa alam diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Allah berfirman,”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.

Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir,”(QS Al-Jatsiyah [45}:13). Ayat inilah yang menjadi landasan teologis pembenaran Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Islam tidak melarang memanfaatkan alam, namun ada aturan mainnya. Manfaatkan alam dengan cara yang baik (bijak) dan manusia bertanggungjawab dalam melindungi alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya.

Manusia sebagai khalifah (wakil atau pengganti) Allah, salah satu kewajiban atau tugasnya adalah membuat bumi makmur. Ini menunjukkan bahwa kelestarian dan kerusakan alam berada di tangan manusia.

Kini manusia harus lebih ramah terhadap alam semesta melebihi sebelumnya. Untuk mewujudkan kedamaian dan keseimbangan dengan lingkungan, manusia harus memiliki ikatan yang kokoh dengan pencipta alam semesta.

Orang yang mematuhi aturan Ilahi, maka ia juga memiliki hubungan yang baik dengan sesama manusia dan alam semesta.

Merusak dan mencemari lingkungan menyebabkan terjadinya berbagai bencana seperti banjir  saat ini. Untuk itu, Islam mengharamkan setiap tindakan yang merusak alam. Dalam Islam, kerusakan lingkungan juga mengakibatkan kerusakan sosial yang menyebabkan terjadinya perampasan terhadap hak jutaan orang. Saatnya menjaga kelestarian lingkungan.

 

Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein

 

sumber: Republika Online

Istighfar, Kalimat Penyelamat dari Azab Allah

Diceritakan dari Ibnu Abbas, bahwasanya beliau berkata, “Ketika Nabi Yunus AS merasa tidak dapat lagi mengharapkan keimanan dari kaumnya, beliau memohon kepada Allah SWT.

‘Ya Allah sesungguhnya kaumku telah durhaka kepada-Mu dan mereka tetap dalam kekufuran. Oleh sebab itu turunkanlah siksaan-Mu kepada mereka.’ Allah SWT berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan siksa-Ku yang sangat pedih’.”

Setelah itu,  Nabi Yunus pergi meninggalkan kaumnya dan mengancam mereka bahwa siksa Allah akan turun setelah kurun tiga hari. Beliau pun membawa keluarganya dan dua anak yang masih kecil-kecil. Kemudian ia mendaki gunung yang tinggi dan mengawasi penduduk Ninawa serta menanti siksa yang akan ditimpakan kepada mereka.

Allah SWT kemudian mengutus Jibril dan berfirman kepadanya, “Pergilah engkau ke tempat malaikat Malik! Katakan kepadanya agar ia meniupkan angin panas dari neraka sebesar biji gandum, kemudian berangkatlah ke penduduk Ninawa dan timpakanlah siksa itu kepada mereka.” Lalu Jibril pun berangkat ke Kota Ninawa dan melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Tuhannya. Kaum Yunus  pun mulai merasakan siksa Allah yang sangat pedih sesuai dengan apa yang telah dikatakannya kepada kaumnya.

Ibnu Abbas berkata, “Ketika mereka telah yakin bahwa siksa Allah telah menimpa mereka dan mengetahui bahwa apa yang dikatakan Nabi Yunus itu benar, mereka pun mencari-carinya, namun mereka tidak menemukannya.” Pada akhirnya mereka berkata, “Marilah kita berkumpul serta memohon ampunan kepada Allah SWT.”

Kemudian, mereka bersepakat untuk berangkat ke sebuah tempat yang disebut dengan Tal al-Ramad dan Tal al-Taubah. Di tempat itu mereka menaburkan debu pasir di atas kepala dan menginjaki duri-duri dengan kaki mereka sambil memohon ampunan kepada Allah dengan mengangkat suara disertai tangisan dan doa.

Atas kesungguhan mereka dalam bertobat dan beristighfar maka Allah SWT pun menerima tobat dan mengampuni dosa-dosanya. Kemudian Allah SWT berfirman kepada Malikat Jibril, “Wahai Jibril angkatlah siksa yang aku timpakan kepada mereka, sesungguhnya aku telah mengabulkan tobat mereka.” Umat Nabi Yunus pun selamat dari siksaan.

Salah satu pelajaran yang dapat kita petik dari kisah di atas adalah istighfar (permohonan ampun) merupakan kalimat penyelamat. Artinya, kalimat yang mampu menyelamatkan manusia dari ancaman azab Allah.

Kalimat istighfar mengandung makna pengakuan, penyesalan, kesadaran, kerendahan diri, dan keimanan. Dan itu semua merupakan sebab yang dapat mendatangkan kecintaan, pertolongan, dan perlindungan Allah SWT sehingga kita dapat selamat dari siksaan dan kebinasaan.

Tidak ada yang dapat menyelamatkan diri kita dari azab Allah, kecuali kita memohon ampun dan segera bertaubat atas segala kesalahan. Sayyidina Ali karamallahu wajhah berkata, “Sungguh aneh orang yang binasa padahal ia memiliki kalimat penyelamat.” Ditanyakan kepadanya, “Apa itu?” Ia berkata, “Istighfar.” (Al-Mustathraf [2]: 344-345). Wallahu a’lam.

 

Oleh: Yuliasih

 

sumber: Republika Online

Nasihat Azab Dunia

Azab adalah siksa Allah SWT yang ditimpakan kepada siapa saja yang Ia kehendaki (QS al Baqarah [2]: 284). Dari segi waktu atau tempatnya, siksa dibagi kepada tiga bagian. Siksa dunia, siksa kubur dan siksa akhirat.

Dari segi sifatnya, azab terdiri-dari berbagai macam jenis. Misalnya, azaban muhina (azab yang sangat menghinakan), azaban aliima (siksa yang sangat pedih) dan azaban syadida (siksa yang sangat keras), azabun muqim (siksa yang kekal) dan azabun ‘azhim (siksa yang sangat dahsyat).

Di dunia, azab yang diturunkan juga memiliki varian bentuknya. Azab berupa kehinaan, wabah penyakit, gempa yang kuat, angin topan, banjir, petir, kebakaran besar dan sebagainya. Di akhirat, azab yang disiapkan pastinya lebih besar (QS al-Qalam [68]:33).

Adapun perangai yang menyebabkan turunnya azab Allah di dunia adalah sebagai berikut. Pertama, kekufuran manusia. Kekufuran ini merupakan penyebab utama yang mengundang turunnya azab Allah di dunia( QS Ali Imran [3]:56).

Seperti kaum Tsamud, mereka dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa. Kaum Ad, mereka dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang.  Allah SWT menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus.

Saat itu kaum Ad mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Azab dahsyat itu meluluhlantahkan mereka sehingga tidak ada seorang pun yang tersisa hidup di antara mereka(QS. al-Haaqah [69]: 5-8). Mereka semua binasa dalam sekejap mata.

Kedua, orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah di masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya (QS al-Baqarah [2]:114). Termasuk dalam perbuatan ini adalah mencegah orang lain berbuat kebajikan, menjegal orang berkunjung ke masjid, mempersulit dan bahkan menindasnya.

Ketiga, menyakiti Allah SWT dan Rasul-Nya. Maknanya, mendustakan dan berpaling dari agama Allah dan Rasul-Nya. Termasuk, melakukan penghinaan atau penistaan terhadap nilai-nilai dan syiar-syiar agama-Nya (QS al-Ahzab [33]:57). Keempat, memerangi Allah dan RasulNya, sekaligus melakukan kerusakan di muka bumi (QS al-Maidah [5]:33).

Kelima, sifat bakhil atau kikir. Siapa pun yang memperoleh anugerah harta, tetapi mereka bersikap kikir dan tidak peduli dengan kesulitan dan penderitaan orang-orang lemah (kaum dhu’afa) yang ada di sekitarnya, maka sifat bakhil ini dapat menyebabkan pelakunya ditimpa siksa di dunia. Sebagaimana terjadi pada pemilik-pemilik kebun yang dikisahkan dalam Alquran (QS al Qalam [68]: 17-33).

Tentu, masih banyak prilaku yang secara langsung mengundang azab Allah di dunia. Tak terkecuali, para penguasa yang tidak adil atau zalim. Disadari atau tidak, ancaman siksa dunia sebetulnya sedang mengintainya setiap saat. Kisah tentang kaum ‘Ad, Iram, Tsamud, Fir’aun dan seumpamanya yang diabadikan dalam Alquran, sejatinya menjadi pelajaran dan peringatan.

Besarnya nikmat kekuatan dan kekuasaan yang mereka peroleh, semestinya digunakan untuk mengingat kebesaran Allah, mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Sekaligus mensucikan dan mengagungkan-Nya. Menegakkan keadilan, membela kebenaran dan membangun suasana yang damai dan menentramkan di kalangan umat manusia. Termasuk, sungguh-sungguh mencegah segala bentuk kemungkaran.

Begitulah idealnya. Tapi, justru sebaliknya, mereka berbuat sewenang-wenang, angkuh, jahat, berbuat makar dan varian kezaliman lainnya. Sehingga Allah SWT membalas perbuatan buruk mereka dengan azab dunia yang menghinakan dan bahkan membinasakan.

Oleh sebab itu, azab yang terjadi dunia ini, yang dapat dirasakan atau disaksikan langsung oleh mata kepala, ataupun azab yang ditunjukkan lewat kisah-kisah yang diwahyukan Allah, seyogyanya menjadi pelajaran dan peringatan yang menghadirkan manfaat dan hikmah.

Bagi orang Mukmin atau siapa saja yang hendak membuka mata, telinga dan hatinya. Dengan kata lain, turunnya azab dunia hendaklah dijadikan sebagai nasihat berharga, yang mampu menambah keyakinan kepada Allah SWT, memperbanyak ibadah atau amal sholeh. Atau menjadi energi yang mendorong seseorang untuk bertaubat, kembali kepada pangkuan ridha Allah SWT.

Begitu pula, adanya azab dunia diharapkan menjadi benteng yang dapat menjaga seseorang dari sikap putus asa dari rahmat Allah. Terutama bagi orang-orang Mukmin, pada saat dirinya diperlakukan tidak adil oleh orang-orang yang zalim, maka mereka tetap optimistis dan yakin bahwa Allah SWT akan memuliakannya.

Sedangkan orang-orang yang zholim atau manusia perusak di muka bumi, mereka akan memperoleh kehinaan, baik ketika masih hidup, atau pun setelah kematiannya nanti. Mudah-mudahan, kita termasuk golongan manusia yang selamat dan beruntung. Dijauhkkan dari segala macam azab Allah, baik azab dunia, azab kubur dan azab akhirat. Amin. Wallahu A’lam al Musta’an.

 

Oleh: Imron Baehaqi

sumber: Republika Online

Amal Membahagiakan Hati

CAPEK yang disebabkan berbuat sesuatu yang disenangi Allah adalah membahagiakan. Merasa senang dengan berbuat sesuatu yang tidak disuka Allah adalah melelahkan pada akhirnya. Kondisi hati itu terus berputar mengikuti zona dan radius pekerjaan kita. Baiknya amal akan membahagiakan hati, jeleknya amal akan menggelisahkan hati.

Capek karena berbuat sesuatu yang memiliki tujuan itu akan terbalaskan dengan lega hati. Senang menikmati sesuatu yang tak bertujuan itu pada akhirnya akan membuat capek. Capek dengan berbuat sesuatu yang tak memiliki tujuan apapun adalah salah satu bentuk dari kegoblokan dan kesia-siaan. Berbuatlah yang bertujuan, dan jadikanlah ridla Allah sebagai tujuan akhir.

Lakukan segala kebaikan yang mungkin dilakukan, sekecil apapun. Jangan pernah menunggu hal-hal besar untuk dilakukan sementara yang dimampu hanyalah hal-hal kecil. Manusia itu sesungguhnya akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dimiliki, bukan atas apa yang belum dimiliki. Manfaatkan semaksimal mungkin apa yang bisa dimiliki untuk kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat nanti.

Dulu dan juga kini, di masjidil haram ada seorang lelaki yang pekerjaannya sejak pagi hingga sore adalah mengambilkan bergelas-gelas air zamzam untuk jamaah yang kehausan dalam ibadahnya. Ada yang menegornya dan bertanya kepadanya mengapa melakukan hal itu tanpa merasa capek padahal tak ada yang membayar.

 

Jawabannya: “Saya tak punya apapun yang bisa dipersembahkan untuk Islam kecuali tenaga mengangkut air. Saya tak punya ilmu untuk diajarkan. Saya tidak punya harta untuk disedekahkan. Saya tak punya keahlian untuk dipekerjakan. Tapi saya punya hati yang memerintahkan saya untuk berbuat demi ridla Allah dengan melayani hamba-hamba Allah.” Sambil terisak dan menghapus tetes air matanya dia berkata: “Hanya ini yang bisa saya lakukan. Semoga Allah berkenan.”

Pertanyaannya: “Apa yang bisa dan telah kita lakukan untuk Islam?” Salam, AIM. [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2344873/amal-membahagiakan-hati#sthash.yIL6U75Q.dpuf