Doa Imam Syafií Saat Nyaris Terbunuh Akibat Hoaks

Hoaks, dalam makna sebagai fitnah dan berita dusta, mempunyai dampak yang besar, bahkan bisa berakibat pada hilangnya nyawa seseorang. Penyebaran hoaks berupa fitnah pernah menimpa Imam Syafi’i. Hal ini sebagaimana tertulis dalam magnum opsnya, al-Umm.

Alkisah, Khalifah Harun ar-Rasyid hampir memenggal leher Imam Syafií,  ketika mendapat informasi tokoh kelahiran Gaza Palestina tersebut masuk kolompok Alawiyyun pimpinan Abdullah bin Mahda Hasan al-Mutsanna bin Husein as-Sibth yang akan melakukan pemberontakan.

Tanpa tabayun Khalifah Harun meminta Gubernur Yaman membawa orang-orang yang diduga pemberontak dihadapkan kepadanya untuk selanjutnya dieksekusi mati termasuk Imam Syafi’i.

Khalifah Harun tidak lagi melihat sosok Imam Syafi’i yang telah masyhur di bidang ilmu agama. Sang khalifah sudah dikuasai nafsu yang disulut kabar berita yang belum dikonfirmasi.

Dahsyatnya pengaruh berita bohong sampai-sampai Khalifah Harun yang terkenal agung dan bijaksana itu terpedaya dan hampir membunuh saudara seimannya.

Setelah semua kelompok Alawiyun selesai dipancung, giliran Imam Syafi’i digelandang menuju tempat eksekusi. Pada saat itulah Imam Syafi’i yang kariernya sedang bersinar di Yaman itu membaca doa singkat.

“Wahai Allah yang Mahalembut, aku memohoan pada-Mu kelembutan atas semua takdir yang terjadi,” baca Imam Syafi’i dan langsung menegakan kepalanya berkata “As-salamualaika ya Amiral Mu’minin wa barakatuh!” Tanpa menyebut kata “Wa rahmatullah,” kata Imam Syafi’i menyampaikan salam kepada Khalifah Harun.

Khalifah Harun menjawab “Wa alaikas-salam wa rahmatullah wa barakatuh”. Engkau,” kata Khalifah Harun memulai percakapan dengan Imam Syafi’i yang tertunduk dengan posisi kaki tebelanggu rantai besi.

“Engkau memulai sesuatu sunah yang engkau tidak diperintahkan untuk melakukannya. Lalu kami menjawab itu dengan kewajiban yang sudah ada sendirinya. Sesungguhnya aneh engkau bisa di majelisku tanpa perintahku.”

Imah Syafi’i berkata. “Sesungguhnya Allah telah berfirman dalam Kitabnya yang mulia, dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengajarkan amal-amal yang saleh bahwa Dia sesungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan dia akan benar-benar akan menukar mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa.” (QS an-Nur: 55)

Dan Dialah Allah, kata Imam Syafi’i, adalah Zat yang jika berjanji pasti menepati. Dia sudah menempatkanmu di bumi-Nya serta membuatku aman setelah ketakutan ku ketika engkau menjawab salamku dengan ucapanmu “Wa alaikas-salam wa rahmatullah,” Rahmat Allah sudah melingkupi diriku berkat keutamaanmu, wahai Amiru Mukminin.”

Khalifah berkata, “Jadi apa alasanmu setelah jelas bahwa temanmu yang dimaksud adalah Abdullah bin Hasan, memberontak terhadapku dan dia diikuti orang-orang hina, sementara engkau menjadi pemimpin mereka.“

Imam Syafií berkata, “Baiklah karena engkau telah memintaku berbicara maka aku akan berbicara dengan adil. Hanya saja berbicara sambil membawa beban besi  amatlah sulit. Kalau saja engkau cukup baik kepadaku untuk melepaskannya dari kakiku, agar aku berlutut seperti yang dilakukan moyangku terhadap moyangmu, tentu aku akan fasih membela diriku, tapi jika tidak begitu maka tanganmulah yang lebih tinggi sementara tanganku rendah, dan Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji,”

Khalifah menoleh kepada budaknya yang bernama Siraj lalu berkata. “Lepaskan dia.”

Siraj bergegas melepaskan belanggu besi di kedua kaki Imam Syafi’i. Imam Syafi’i lalu berlutut serta berkata mengutip surah al-Hujurat ayat ke-6: “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang-orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.”

“Duhai demi Allah aku sama sekali tida termasuk orang itu. Sesungguhnya telah berdusta orang-orang yang menyampaikan berita kepadamu. Sesungguhnya aku menghormati kehormatan Islam dan tanggung jawab nasab. Jadi cukuplah keduannya menjadi wasilah. Dan engkaulah yang paling berhak melaksanakan adab Kitabullah. Engkau adalah keturunan paman Rasulullah SAW. Yang membela agama serta melindungi ajaran beliau.”

Wajah Khalifah Harun pun berubah semeringah setelah mendengar ucapan Imam Syafi’i itu. Lalu ia berkata. “Ketakutanmu memang harus hilang. Sesungguhnya kami selalu menjaga hak kekerabatan serta ilmu.”

Jadi berita bohong bisa disebarkan oleh siapa saja orangnya yang memiliki sifat iri dengki di dalam hatinya terhadap personal atau kelompok pasti akan menyebarkan berita bohong.

Dan sementara oang yang percaya terhadap berita bohong itu tidak memiliki semangat tabayun dan tentunya akan menjadi korban berita bohong.

Allah SWT memberikan obat penawarnya kepada kita sebagai umat Muslim agar tidak menjadi korban berita bohong. Penawarnya telah Allah sampaikan dalam surat al-Hujurat ayat ke-6 “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu  berita maka periksalah dengan teliti.”

 

KHAZANAH REPUBLIKA

 

Foto: makam Imam Syafii di Mesir.

Pengertian Sakinah Mawaddah Wa Rohmah – Doa bagi Pengantin

Pengertian Sakinah Mawaddah Wa Rohmah 

UNGKAPAN Sakinah Mawaddah Wa Rohmah hampir dipastikan selalu muncul dalam acara pernikahan.

“Semoga menjadi keluarga yang Sakinah Mawaddah Wa Rohmah”. Demikian yang sering diucapkan mereka yang menghadiri pernikahan atau mendengar temannya menikah.

Harus diingat, cara mengucapkannya yang benar adalah Sakinah Mawaddah Wa Rohmah, bukan Sakinah Mawaddah dan Wa Rohmah, karena Wa di depan kata Rohmah artinya “dan”.

Ungkapan sakinah wawaddah warahmah diambil dari ayat Al-Quran yang sering dicantumkan dalam undangan pernikahan karena memang menggambarkan sebagian tujuan atau fungsi pernikahan dalam Islam.

 
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Demikian sekilas ulasan tentang Pengertian Sakinah Mawaddah Wa Rohmah. Wasalam.

Doa Menyambut Pagi Hari

PAGI adalah permulaan hari. Seorang Muslim memulai aktivitas pagi hari dengan shalat Subuh. Risalah Islam, melalui sabda dan teladan Nabi Muhammad Saw, juga mengajarkan doa menyambut pagi. 

Doa adalah senjata kaum mukmin untuk kekuatan jiwa, ketenangan hati, dan memohon keberkahan serta perlindungan Allah SWT.

Berikut ini doa menyambut pagi atau memulai aktivitas pagi hari sebagaimana disabdakan dan dicontohkan Rasulullah Saw.

Doa Menyambut Pagi

“Alloohummaj’al awwala haadzan nahaari sholaahan wa ausathohu najaahan, wa aakhirohu falaahan, yaa arhamar roohimiin”

(Ya Allah, jadikanlah permulaan hari ini suatu kebaikan, dan pertengahannya suatu kemenangan, dan penghabisannya suatu kejayaan, wahai Tuhan yang paling Penyayang dari segala penyayang).

“Alloohumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an wa rizqon thoyyiban wa ‘amalan mutaqobbala”.

(Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ilmu yang berguna, rezeki yang baik dan amal yang baik diterima”). (HR. Ibnu Majah).

Dari Abu Hurairah, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila berada di pagi hari berdoa, ‘Ya Allah, kami berada di pagi hari dengan (rahmat)-Mu, di sore hari dengan (Rahmat)-Mu, kami hidup dengan (rahmat)-Mu, kami mati dengan (rahmat)-Mu, dan kepada-Mulah kami dibangkitkan.”‘ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Dari Ibnu Umar, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggal-kan doa-doa berikut ini di pagi dan di sore hari, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu ampunan keselamatan dalam agama dan duniaku, keluarga, dan hartaku.

Ya Allah, tutupilah kejelekanku dan tentramkanlah hatiku. Ya Allah, lindungilah dari depan dan dari belakangku, sebelah kanan dan kiriku dari atas kepalaku, serta dengan keagungan-Mu aku berlindung dari upaya makar atasku dari bawahku.’” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Dengan doa, seorang Muslim juga berarti memulai hari dengan ibadah karena doa juga merupakan ibadah. Semoga Allah SWT senantiasa menurunkan keberkahan kepada kita di setiap pagi hingg pagi berikutnya. Amin….! Wallahu a’lam.

Istiqomah Membawa Tenang

SUBHANALLAH. Maha Suci Allah yang tak pernah tidur. Sungguh tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya Allah yang Maha Memberi Hidayah kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Semoga Allah mengkaruniakan kepada kita istiqomah. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, air menetes, lembut, kecil, tapi istiqomah, setetes demi setetes, maka batu yang keras pun menjadi cekung bahkan berlubang. Ini adalah sunnatulloh, bahwa istiqomah itu adalah kekuatan. Istiqomah itu mengundang karomah, kemuliaan.

Para kekasih Allah Swt itu cirinya ada dua. Pertama, adalah yakin. Dan yang kedua, adalah istiqomah. Orang yang istiqomah akan mendapat banyak keutamaan. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushilat [41] : 30)

Jadi dari ayat ini kita bisa benar-benar yakin bahwa orang-orang yang istiqomah hanya menyembah kepada Allah Swt., tanpa mempersekutukannya sedikitpun dengan sesuatu apapun, maka Allah akan mengkaruniakan kepadanya derajat kekasih Allah. Dan, Allah akan menurunkan malaikat kepadanya yang kemudian buahnya adalah ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan.

Makanya orang yang istiqomah itu, berada di dalam situasi seberat apapun, sesulit apapun, dia bisa tetap tenang. Ketenangan ini tidak bisa diminta kepada manusia, tidak bisa dibeli, bahkan tidak bisa dirampok. Karena ketenangan itu adalah milik Allah Swt. dan Allah yang akan memberikannya kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih.

Allah Swt berfirman, “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Fath [48] : 4)

Orang yang istiqomah tidak akan takut pada urusan-urusan duniawi, karena yang ia takutkan hanyalah takut Allah tidak ridho kepadanya. Orang yang istiqomah tidak akan gelisah oleh urusan dunia dan seisinya, karena baginya dunia ini tak ada artinya selain sekedar tempat singgah belaka. Tak ada yang lebih berharga baginya selain Allah Swt.

Ketika seorang hamba Allah sudah memiliki pendirian dan sikap yang mantap seperti ini, maka in syaa Allah hatinya tak mudah goyah oleh bisikan-bisikan syaitan. Langkahnya akan mantap menempuh jalan yang Allah ridhoi. Ia akan tetap kokoh meski berbagai ujian datang bertubi-tubi. Ujian-ujian malah akan menjadikan dirinya semakin kuat dalam keistiqomahan. Jika sudah demikian, in syaa Allah, Allah yang akan mendatangkan kepadanya berbagai pertolongan, kemudahan, kecukupan dan ketenangan

Saudaraku, semoga kita termasuk kepada golongan hamba Allah yang senantiasa berupaya untuk istiqomah. WAllahualam bishowab. [smstauhiid]

 

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Memaknai Usia

Belum hilang jejak telapak kaki orang-orang yang mengantarnya ke kubur, seorang hamba (yang telah habis usianya) akan ditanya mengenai empat hal, yaitu hal usianya ke mana dihabiskannya, hal tubuhnya untuk apa digunakannya, hal ilmunya seberapa yang diamalkannya, serta hal hartanya dari mana diperolehnya dan untuk apa dibelanjakannya.” (HR Tirmidzi).

Karunia Allah yang paling berharga yang diberikan kepada manusia adalah usia. Kekayaan dan kekuatan manusia tidak berarti apa-apa jika usia sudah tiada.

Menurut Ar Razi, jika hilangnya masa dipahami sebagai hilangnya modal, sedangkan modal manusia adalah usia yang dimilikinya, manusia pun selalu mengalami kerugian. Sebab, setiap saat, dari waktu ke waktu, usia yang menjadi modal utamanya terus berkurang.

Tidak diragukan lagi, jika usia itu digunakan manusia untuk bermaksiat, ia benar-benar mengalami kerugian. Bukan hanya tidak mendapatkan kompensasi apa pun dari modalnya yang hilang, namun lebih dari itu. Apa yang dilakukan dapat membahayakan dan mencelakakan dirinya.

Begitu juga jika usianya dihabiskan untuk mengerjakan perkara-perkara yang mubah, ia tetap dikatakan merugi sebab usia sebagai modalnya habis tanpa meninggalkan dan menghasilkan apa pun bagi dirinya.

Untuk itu, usia haruslah dimanfaatkan sebaik-baiknya. Suatu hari, seorang murid bertanya kepada mursyidnya, ”Apa makna usia?” Jawabannya adalah sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah SAW, ”Apabila hari ini amal pekerjaanmu masih sama dengan hari kemarin, berarti kamu merugi. Bila lebih jelek daripada kemarin, terkutuk namanya. Bila lebih bagus, barulah termasuk beruntung.Nah, apakah usiamu yang setiap saat berkurang telah digantikan oleh hal-hal yang lebih baik atau sebaliknya? Di situlah makna usiamu.”

Ada dua hal penting mengapa usia harus mendapat perhatian serius. Pertama, Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas usia yang Allah karuniakan. Kedua, usia adalah masa yang menentukan baik buruknya manusia.

At Tirmidzi meriwayatkan bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Siapa manusia terbaik?” Beliau bersabda, ”Manusia yang usianya panjang dan dihabiskan untuk kebaikan.” Ia bertanya lagi, ”Siapa manusia terburuk?” Beliau bersabda, ”Manusia yang usianya panjang, namun dihabiskan untuk keburukan.” Wallahu a’lam bish-shawab.

Persahabatan Abadi

Pada saat ini, persahabatan pada umumnya hanya bermakna semu. Persahabatan menjadi tidak abadi jika hal itu bertujuan untuk mendapatkan harta atau jabatan.

Pada saat pilkada ataupun pemilu, para calon pejabat rela repot-repot mendatangi rakyat demi mendapatkan suara. Sementara pejabat yang sudah pensiun, tidak mudah baginya untuk mendapatkan sahabat.

Lantas, adakah persahabatan yang abadi? Jawabnya, ada.

Salah satu contohnya adalah persahabatan antara Rasulullah SAW, Abu Bakar, serta Umar bin Khattab. Di mana saja Rasulullah berada dan pada kondisi apa pun, termasuk dalam kondisi yang memilukan, senang, ataupun kondisi berperang, dapat dipastikan ada Abu Bakar dan Umar bin Khattab sebagai sahabat beliau yang paling dekat untuk menemani.

Ketika Rasulullah SAW dinobatkan Allah SWT menjadi Rasul, tidak semua orang bisa menerima hal itu dengan baik. Bahkan, banyak yang sangat menentang kebenaran yang datangnya dari Allah ini. Namun, tidak demikian halnya dengan Umar, yang langsung meyakininya.

Abu Bakar bahkan mengakui Rasulullah SAW di tengah-tengah orang lain yang tidak pernah mengakuinya. Ini menunjukkan bagaimana keyakinan Abu Bakar terhadap Rasulullah sebagai seseorang yang diutus Allah untuk manusia di bumi serta mengatur segala urusan umat manusia.

Hal itulah yang sering diungkapkan Rasulullah ketika ditanya oleh orang-orang perihal siapa yang paling disayangi pada kalangan umat manusia, baik dari golongan perempuan maupun laki-laki. Ketika mendapat pertanyaan itu, Rasulullah senantiasa menjawab: Aisyah, Abu Bakar, atau Umar.

Ternyata, rasa sayang dalam persahabatan itu bisa terjalin dengan baik ketika ada hubungan dekat yang dibangun atas dasar kekeluargaan, bukan sebatas teman tertawa, melainkan juga teman bersedih dan berjuang bersama di jalan Allah.

Padahal, siapa saja yang dekat dengan Rasulullah pada masa itu bisa mendapatkan konsekuensi yang tidak ringan. Sebab, masyarakat pada masa itu belum sepenuhnya menerima ajaran Islam. Suatu kali, misalnya, terjadi sesuatu yang sangat mengkhawatirkan ketika Rasulullah dan Abu Bakar dikejar orang-orang kafir Quraisy sehingga mereka terpaksa bersembunyi di dalam gua Hira.

Saat itu, Abu Bakar sempat mengungkapkan ketakutannya kepada Rasulullah. Ia takut orang-orang kafir Quraisy akan mengetahui tempat persembunyian mereka. Apalagi, para kafir Quraisy sempat melintas di depan mulut gua. Melihat kegundahan itu, Rasulullah berusaha menenangkan hati Abu Bakar dan meyakinkan bahwa Allah akan menyelamatkan mereka berdua dari kejaran kaum kafir Quraisy.

Tercatat dalam sejarah, Abu Bakar adalah sosok yang sangat pemurah. Ia juga sangat suka bersedekah kepada orang miskin. Bahkan, ia sering sekali mencari-cari orang miskin untuk diberi sedekah. Ia pun sangat suka mencari orang yang baru saja meninggal dunia untuk diantarkan jenazahnya. Abu Bakar pun sangat taat dalam beribadah dan rajin berpuasa.

Perilaku dan ibadah tersebut membuat kedudukan Abu Bakar di mata Rasulullah SAW sangat baik sehingga beliau selalu menyebut Abu Bakar sebagai salah satu orang yang sangat disayangi.

Agar Doa Lebih Cepat Dikabulkan

Salah satu sifat manusia yang perlu diperbaiki adalah hanya mengingat Allah di saat susah saja, sedangkan di saat senang, bisa jadi mereka lupa dan lalai terhadap Allah. Sudah selayaknya seorang muslim mengingat Allah di saat susah maupun di saat lapang dan senang. Demikian juga ketika akan berdoa, hendaknya memperbanyak doa ketika keadaan lapang, agar Allah lebih cepat mengabulkan doanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيبَ اللَّهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالكَرْبِ فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ

“Barangsiapa yang suka Allah mengabulkan doanya ketika susah dan menderita, maka hendaknya ia memperbanyak doa ketika lapang.” (HR. Tirmidzi, Shahihul Jami’ no. 6290)

Syaikh Ali Al-Qari menjelaskan bahwa hadits ini menujukkan “ciri khas” seorang mukmin, beliau berkata,

ﻣِﻦْ ﺷِﻴﻤَﺔِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦِ ﺍﻟﺸَّﺎﻛِﺮِ ﺍﻟْﺤَﺎﺯِﻡِ ﺃَﻥْ ﻳَﺮِﻳﺶَ ﻟِﻠﺴَّﻬْﻢِ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺮَّﻣْﻲِ، ﻭَﻳَﻠْﺘَﺠِﺊَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻗَﺒْﻞَ ﻣَﺲِّ ﺍﻟِﺎﺿْﻄِﺮَﺍﺭِ

“Di antara ciri khas serorang mukimin yaitu sering bersyukur dan ‘memperhatikan panah sebelum melepaskannya’, kembali kepada (mengingat) Allah sebelum menimpanya kesulitan.” (Mirqatul Mafatih 4/1531)

Hendaknya seorang mukmin tidak menjadi Allah sebagai pilihan terakhir ketika gembira, namun menjadi pilihan utama ketika bersedih dan susah. Apabila kita membuat permisalan, tentu kita tidak suka apabila keluarga atau saudara kita hanya datang ke kita pada saat susah saja atau pada saat butuh bantuan saja, selama ini dia tidak tahu ke mana rimbanya dan tidak pernah mau menyambung silaturahmi.

Ingatlah Allah waktu senang dan lapang, Allah akan mengingatmu di waktu susah

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺗَﻌَﺮَّﻑْ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺧَﺎﺀِ ﻳَﻌْﺮِﻓُﻚ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸِّﺪَّﺓِ

“Kenalilah (ingatlah) Allah di waktu senang pasti Allah akan mengenalimu di waktu sempit.” (HR. Tirmidzi)

Perhatikan bagaimana Allah menolong Nabi Yunus dalam berbagai kesusahan di dalam perut ikan, dalam kegelapan dan Di tengah ganasnya lautan. Allah menolong nabi Yunus karena beliau sering mengingat Allah di waktu lapang

Allah berfirman

فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ – لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“Maka kalau sekiranya dia (sebelumnya) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit (kiamat).” (Ash Shaaffaat: 144).

Hendaknya di waktu senang dan lapang kita sering shalat malam meminta dan mencari ridha Allah. Banyak bersedekah walaupun sedikit. Sering membaca Al-Quran dan menunaikan hak Allah pada zakat. Tidak lupa
Beristigfar dan dzikir di mana saja dan kapan saja.

 

Saudaraku, mari kita saling mengingatkan agar memperbanyak berdoa. Orang yang berdoa tidak pernah rugi karena doanya akan ada 3 kemungkinan doanya:
1. Dikabulkan
2. Disimpan sebagai kebaikan (jika tidak dikabulkan) untuk akhirat
3. Dijauhkan dari keburukan (misalnya jika dikabulkan menjadi kaya, maka ia akan sombong dan binasa)

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ «اللَّهُ أَكْثَرُ»

“Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada seorangpun yang berdoa dengan sebuah doa yang tidak ada dosa di dalamnya dan memutuskan silaturrahim, melainkan Allah akan mengabulkan salah satu dari tiga perkara,
[1] baik dengan disegerakan baginya (pengabulan doanya) di dunia atau
[2] dengan disimpan baginya (pengabulan doanya) di akhirat atau
[3] dengan dijauhkan dari keburukan semisalnya”,
Para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, kalau begitu kami akan memperbanyak doa?” Beliau menjawab: “Allah lebih banyak (pengabulan doanya)”( HR. Ahmad, Shahih At Targhib wa At Tarhib, no. 1633)

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44789-agar-doa-lebih-cepat-dikabulkan.html