Keutamaan Mempelajari Tafsir Alquran (3)

5.  Mempelajari Tafsir Al-Qur`an adalah Salah Satu Tujuan Diturunkannya Al-Qur`an

Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah telah menjelaskan,

فالقرآن الكريم نزل لأمور ثلاثة: التعبد بتلاوته، وفهم معانيه والعمل به

“Al-Qur`an itu diturunkan untuk tiga tujuan: beribadah dengan membacanya, memahami maknanya dan mengamalkannya” [1]

Perhatikanlah, Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullah menunjukkan tiga perkara yang menjadi tujuan diturunkannya Al-Qur`an. Tentunya ketiga perkara ini sama-sama pentingnya, sama-sama baiknya, sama-sama menjadi tujuan diturunkannya Al-Qur`an.

Yang pertama dari tujuan tersebut adalah beribadah kepada Allah dengan membacanya, tentunya membacanya dengan tajwid dan ilmu qira`ah, kedua: memahami makna atau tafsirnya,

ketiga: mengamalkannya

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mempelajari Tafsir Al-Qur`an adalah salah satu tujuan diturunkannya Al-Qur`an.

Jika seseorang sudah bisa membaca Al-Qur`an atau menghafalnya, ia barulah meraih sepertiga dari tujuan diturunkannya Al-Qur`an. Janganlah berhenti sampai di situ saja, teruskan dengan mempelajari tafsirnya, sehingga ia dapat mengamalkan isi Al-Qur`an.

6. Kesempurnaan Agama dan Dunia Seseorang Didapatkan dengan Mengetahui Tafsir Kitabullah dan Mengamalkannya

Berkata Al-Ashbahani rahimahullah:

و أما من جهة شدة الحاجة فلأن كل كمال ديني أو دنيوي عاجلي أو آجلي مفتقر إلى العلوم الشرعية و المعارف الدينية و هي متوقفة على العلم بكتاب الله تعالى.

“Adapun ditinjau dari kebutuhan (manusia) yang sangat (terhadap Tafsir Al-Qur`an), maka hal ini karena seluruh kesempurnaan agama atau dunia, baik yang disegerakan ataupun diakhirkan, membutuhkan kepada ilmu Syar’i dan pengetahuan agama, sedangkan semua itu terkait erat dengan pengetahuan tentang Kitabullah Ta’ala.” [2]

Sungguh benar ucapan beliau, “bukankah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya dijamin keluar dari kegelapan kepada cahaya?”

Allah Ta’ala berfirman tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

“(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (QS. Ibrahim: 1).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menurunkan kitab-Nya kepada Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menyampaikan manfa’at kepada makhluk, mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan, kekufuran, akhlak yang buruk dan berbagai macam kemaksiatan kepada cahaya ilmu, iman, dan akhlak yang baik.  Firman Allah بِإِذْنِ رَبِّهِمْyang artinya dengan izin Tuhan mereka, maksudnya: tidaklah mereka mendapatkan tujuan yang dicintai oleh Allah, melainkan dengan kehendak dan pertolongan dari Allah, maka di sini terdapat dorongan bagi seorang hamba untuk memohon pertolongan kepada Tuhan mereka (semata). Kemudian Allah menjelaskan tentang cahaya yang ditunjukkan kepada mereka dalam Alquran, dengan berfirman, إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ yang artinya:“(yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” maksudnya: yang mengantarkan kepada-Nya dan kepada tempat yang dimuliakan-Nya, yang mencakup atas ilmu yang benar dan pengamalannya. Dalam penyebutan العزيز الحميد setelah penyebutan jalan yang mengantarkan kepada-Nya, terdapat isyarat kepada orang yang menitinya, bahwa ia adalah orang yang mulia dengan pengaruh kemuliaan Allah, lagi kuat walaupun tidak ada penolong kecuali Allah, dan terpuji dalam urusan-urusannya lagi memperoleh akibat yang baik” (Tafsir As-Sa’di, hal. 478).

Dari penjelasan di atas, sangatlah jelas bahwa barangsiapa yang ingin keluar dari dosa-dosa, ingin keluar dari kekurangan dan kelemahannya menuju kepada kesempurnaan, maka perbanyaklah mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya, bukannya justru menyedikitkan hal itu sembari sibuk dengan urusan-urusan dunia, sehingga lalai dari belajar dan mengamalkan Al-Qur`an.

7. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an adalah Sebab yang Besar Didapatkannya Kelezatan dalam Membacanya

Berkata Imam Ahli Tafsir di zamannya dan zaman setelahnya, sekaligus penulis kitab tafsir Jami’ul Bayan, Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah,

إني لأعجب ممن قرأ القرآن ولم يعلم تأويله كيف يلتذ بقراءته؟

“Sesungguhnya saya benar-benar heran kepada orang yang membaca Al-Qur`an, namun ia tidak mengetahui tafsirnya, maka bagaimana ia bisa merasakan kelezatan bacaannya?” (Mu’jamul Adibba`: 8/63, dinukil dari Muhadharat fi ‘Ulumil Qur`an).

Dengan demikian, jelaslah urgensi mempelajari tafsir  Al-Qur`an Al-Karim. Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang dimudahkan mempelajari tafsir Kalam-Nya dan mengamalkannya. Amiin.

[Selesai]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/30096-keutamaan-mempelajari-tafsir-alquran-3.html

Keutamaan Mempelajari Tafsir Alquran (2)

Ucapan Emas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah!

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,

العادة تمنع أن يقرأ قوم كتاباً في فن من العلم، كالطب والحساب، ولايستشْرِحوه، فكيف بكلام الله الذي هو عصمتهم، وبه نجاتهم وسعادتهم، وقيام دينهم ودنياهم

“Adat kebiasaan manusia itu menolak jika ada sekelompok orang yang membaca suatu buku dalam disiplin ilmu tertentu, seperti kedokteran dan matematika, namun mereka tidak mau mengetahui makna/maksudnya,(jika demikian kenyataannya),bagaimana dengan Kalamullah yang menjadi penyebab tercegahnya seseorang dari kebinasaan, penyebab kesuksesan, kebahagiaan mereka dan penyebab tegaknya urusan agama serta dunia mereka.”[1]

3.  Ancaman bagi Orang yang Tidak Mentadaburi Al-Qur`an adalah Akan Dikunci Hatinya

Firman Allah Ta’ala

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur`an bahkan hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

يقول تعالى آمرا بتدبر القرآن وتفهمه، وناهيا عن الإعراض عنه، فقال: {أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها} أي: بل على قلوب أقفالها ، فهي مطبقة لا يخلص إليها  شيء من معانيه

“Allah Ta’ala berfirman, memerintahkan (hamba-Nya) untuk mentadaburi dan memahami Al-Qur`an dan melarangnya berpaling darinya, dengan berfirman,{أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها},yaitu bahkan hati mereka terkunci, maka hati tersebut tertutup, tidak ada satu makna Al-Qur`an pun yang masuk ke dalam hatinya” (Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah, jilid.4 hal. 459).

Berkata Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah,

أن الله تعالى وبخ أولئك الذين لا يتدبرون القرآن، وأشار إلى أن ذلك من الإقفال على قلوبهم، وعدم وصول الخير إليها

“Bahwa Allah Ta’ala mencela orang-orang yang tidak mentadaburi Al-Qur`an,dan mengisyaratkan bahwa hal itu termasuk bentuk dari penguncian hati mereka serta tidak bisa sampainya kebaikan kepada hati mereka” (Ushulun fit Tafsir, Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, hal.23)

4. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an sebagai Sebab Terhindar dari Kesesatan Di Dunia dan Tercapai Kebahagiaan di Akhirat

Di antara keutamaan mempelajari tafsir Al-Qur`an adalah terhindar dari kesesatan di dunia dengan meniti jalan lurus yang ditunjukkan Al-Qur`an, serta masuk kedalam Surga dan selamat dari siksa di akhirat. Imam Ath-Thabari rahimahullah menyebutkan dalam kitab Tafsirnya,

“Amr bin Qais Al-Mula`i dari Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,

تضمن الله لمن قرأ القرآن، واتبع ما فيه أن لا يضل في الدنيا ولا يشقى في الآخرة ، ثم تلا هذه الآية

“Allah menjamin barangsiapa yang membaca Al-Qur`an dan mengikuti ajaran yang terkandung didalamnya, maka ia akan tidak sesat di dunia dan tidak sengsara di akhirat, lalu Ibnu Abbas membaca ayat berikut ini.

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ

Lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka” (QS. Thaha: 123).

[Bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/30041-keutamaan-mempelajari-tafsir-alquran-2.html

Keutamaan Mempelajari Tafsir Alquran (1)

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Apakah “Tafsir” itu?

Tafsir (التفسير), secara bahasa diambil dari kata الفسر yang bermakna menyingkap sesuatu yang tertutup sehingga menjadi jelas.[1] Jadi, sebagaimana dijelaskan oleh pakar bahasa Arab, Ibnul Faris dalam Mu’jam Maqayis Al-Lughah bahwa makna bahasa dari kata tafsir adalah penjelasan sesuatu.[2] Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala

وَلاَ يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) syubhat, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya” (QS. Al-Furqan: 33).

Adapun secara istilah, beragam para ulama dalam mendefinisikannya, Syaikh Al-Utsaimin dalam kitabnya Ushulun fit Tafsir mendefinisikan istilah tafsir dengan definisi berikut.

بيان معاني القرآن الكريم

“Penjelasan makna Al-Qur`an Al-Karim.”[3]

Az-Zarkasyi dalam kitab Al-Burhan fi ‘Ulumul Qur`an mendefinisikan tafsir sebagai berikut.

علم يعرف به فهم كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم وبيان معانيه واستخراج أحكامه وحكمه.

“Ilmu yang dengannya dapat diiketahui (kandungan) Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dapat diketahui penjelasan makna-maknanya serta bisa dikeluarkan hukum dan hikmah yang terkandung didalamnya” (Al-Burhan fi ‘Ulumul Qur`an, hal. 22).

Wallahu a’lam, definisi yang tepat adalah definisi yang disampaikan oleh Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah di atas, dan insyaallah akan ditulis sebuah artikel yang menjelaskan tentang alasan ilmiahnya.

Keutamaan Mempelajari Tafsir Al-Qur`an

Ilmu tafsir Al-Qur`an termasuk ilmu yang paling mulia. Hal ini ditinjau dari beberapa alasan berikut ini.

1. Materi Ilmu Tafsir adalah Materi Pelajaran yang Paling Mulia

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Miftah Daris Sa’adah: 1/86 mengatakan,

وهو أن شرف العلم تابع لشرف معلومه

“Bahwa kemuliaan sebuah ilmu mengikuti kemuliaan materi yang dipelajari dalam ilmu tersebut.”

Jelaslah bahwa ilmu Tafsir termasuk ilmu yang paling mulia karena materi yang dipelajari darinya adalah kalamullah. Hal ini karena tidak ada satu pun dari ucapan yang lebih mulia dari firman Allah Ta’alaoleh karena itu pantaslah jika termasuk diantara ilmu yang paling mulia.

2. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an adalah Jenis Mempelajari Al-Qur`an yang Paling Mulia

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خيركم من تعلم القرآن وعلمه

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya” (HR. Imam Al-Bukhari).

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah setelah membawakan hadits di atas, lalu menjelaskan,

وتعلم القرآن وتعليمه يتناول تعلم حروفه وتعليمها، وتعلم معانيه وتعليمها

Mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya mencakup:

  • (1) mempelajari dan mengajarkan huruf-hurufnya, dan
  • (2) mempelajari dan mengajarkan makna-maknanya,

وهو أشرف قسمي تعلمه وتعليمه , فإن المعنى هو المقصود، واللفظ وسيلة إليه.

“Yang terakhir inilah (no.2) merupakan jenis mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya yang paling mulia, karena makna Al-Qur`an itulah yang menjadi tujuan yang dimaksud, sedangkan lafadz Al-Qur`an  adalah sarana untuk mencapai maknanya.”

 فتعلم المعنى وتعليمه تعلم الغاية وتعليمها

“Maka  mempelajari dan mengajarkan makna-maknanya (hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan sebuah tujuan.”

وتعلم اللفظ المجرد وتعليمه  تعلم الوسائل وتعليمها

“sedangkan mempelajari dan mengajarkan lafadz semata (hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan sebuah sarana.

 وبينهما كما بين الغايات والوسائل

“Dan (perbandingan) diantara keduanya seperti perbandingan antara tujuan dan sarana.”[4]

[Bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/30038-keutamaan-mempelajari-tafsir-alquran.html

Al-Quran Tidak Bisa Ditafsirkan dengan Metode Hermeneutika

Salah satu cara orang liberal merusak Islam dari dalam adalah menafsirkan Al-Quran dengan “metode Hermeneutika” (agar terkesan ilmiah). Ternyata metode ini berasal dari metode Yunani Kuno, bahkan secara bahasa berasal dari tokoh yang bernama “Hermes” yaitu otang yang mempunyai tugas untuk menyampaikan pesan Jupiter (Dewa orang Yunani) kepada manusia. Metode hermeneutika ini menginterpretasikan teks sesuai dengan yang dipahami manusia.

Tentu saja ini bertentangan dengan ajaran Islam, karena Al-Quran itu diinterpretasikan/dipahami sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah & Rasul-Nya, bukan sesuai keinginan manusia, karena keinginan manusia berbeda-beda sesuai dengan akal dan hawa nafsu mereka.

Berikut kami nukilkan sedikit definisi apa itu metode hermeutika (sumber-sumber lainnya masih banyak):

“Secara etimologis, kata hermeneutikaberasal dari bahasa Yunani, hermeneuein,yang berarti menafsirkan. Dalam mitologi Yunani, kata ini sering dikaitkan dengan tokoh bernama Hermes, seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Tugasmenyampaikan pesan berarti juga mengalih bahasakan ucapan para dewake dalam bahasa yang dapat dimengerti manusia. Pengalihbahasaan sesungguh-nya identik dengan penafsiran. Dari situ kemudian pengertian kata hermeneutika memiliki kaitan dengan sebuah penafsiran atau interpretasi.” [Hermeneutika, Sebuah Cara Untuk Memahami TeksJurnal Sosioteknologi Edisi 13Tahun 7, April 2008]

Cara menafsirkan Al-Quran

Sebelumnya kita harus paham kaidah bahwa Agama ini harus dipahami sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Jadi bukan apa yang dikehendaki oleh manusia dan apa yang dinginkan oleh manusia, sehingga manusia dengan bebas menafsirkan Al-Quran dan hadits sesuka mereka. Tentu tidak ilmiah apabila ditafsirkan sesuai keinginan manusia, karena manusia yang mana kita jadikan patokan? Logika siapa? Akal siapa? Tentu akan berbeda-beda dan tidak ilmiah tafsir tersebut.

Perhatikan perkataan Imam Syafi’I berikut:

آمنت بالله وبما جاء عن الله، على مراد الله. وآمنت برسول الله، وبما جاء عن رسول الله، على مراد رسول الله

“Aku beriman dengan Allah dan Apa yang datang dari Allah sesuai dengan KEINGINAN/MAKSUD Allah dan Aku beriman dengan Rasulullah dan beriman dengan apa yang beliau bawa sesuai dengan KEINGINAN/MAKSUD Rasulullah.” [Al-Irsyad Syarh Lum’atul I’tiqad hal 90]

Dalam menafsirkan Al-Quran juga tidak sembarangan. Para ulama dahulu sangat ilmiah dan memiliki kaidah dalam menafsirkan Al-Quran. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan kadiah dasar menafsirkan Al-Quran. Beliau berkata:

المرجع في التفسير إلى ما يأتي :

أ-كلام الله تعالى بحيث يفسر القرآن بالقرآن .

ب- سنة الرسول صلي الله عليه وسلم ؛ لأنه مبلغ عن الله تعالى ، وهو أعلم الناس بمراد الله تعالى في كتاب الله .

ج. كلام الصحابة رضي الله عنهم لا سيما ذوو العلم منهم والعناية بالتفسير ، لأن القرآن نزل بلغتهم وفي عصرهم .

د. كلام كبار التابعين الذين اعتنوا بأخذ التفسير عن الصحابة رضي الله عنهم .

هـ . ما تقتضيه الكلمات من المعاني الشرعية أو اللغوية حسب السياق ، فإن اختلف الشرعي واللغوي ، أخذ بالمعني الشرعي بدليل يرجح اللغوي

“Sumber utama menafsirkan Al-Quran adalah:

  1. Kalamullah, yaitu mennafsrikan Al-Quran dengan (ayat) Al-Quran (lainnya)
  2. Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits) karena beliau adalah yang menyampaikan Al-Quran dan manusia yang paling paham apa yang Allah inginkan/maksud dalam kitab-Nya
  3. Perkataan sahabat radhuallahu ‘anhum, terutama sahabat yang terkenal sebagai ahli ilmu dan punya perhatian terhadap tafsir, karena Al-Quran turun dengan bahasa mereka dan di masa mereka
  4. Perkataan ulama (kibar) tabi’in yang manaruh perhatian terhadap tafsir dan mengambil ilmu dari para sahabat radhiallahu ‘anhum
  5. Apa yang menjadi tuntutan kalimat secara syar’i dan secara bahasa sesuai dengan konteks. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara makna syar’i dan bahasa, maka diambil makna syar’i SESUAI DALIL. [Ushulun fiit Tafsir hal. 1]

Jadi apabila kita ingin menafsirkan Al-Quran hendaknya mendahulukan dahulu urutan di atas karena menafsirkan Al-Quran dengan ayat Al-Quran yang lainnya adalah yang utama. Tidak boleh menafsirkan Al-Quran LANGSUNG berdasarkan logika, bahasa tanpa melihat dahulu sumber rujukan Al-Quran dan hadits.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

فإن قال قائل : فما أحسن طرق التفسير ؟ فالجواب : إن أصح الطرق في ذلك أن يفسر القرآن بالقرآن ، فما أجمل في مكان ، فإنه قد فسر في موضع آخر ، وما اختصر في مكان فقد بسط في موضع آخر

“Apabila ada yang bertanya: ‘apa metode terbaik menafsirkan Al-Quran?’, jawabnya: cara paling baik adalah menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran. Inilah yang paling baik, terkadang Al-Quran ditafsirkan dengan ayat lainnya atau terkadang diringkas pada ayat lainnya atau dijelaskan panjang lebar di ayat lainnya.” [Muqaddimah fii Ushul Tafsir hal. 93]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51244-metode-hermeneutika.html

Apakah Anda Termasuk Sebaik-baik Manusia?

Setiap orang mendambakan menjadi yang terbaik. Sebagai seorang muslim, orientasi hidup untuk menjadi yang terbaik bukanlah dinilai dari ukuran manusia semata, tetapi karena ridha Allah Ta’ala. Inilah cara mudah menjadi orang terbaik dalam konsep Islam.

Pertama, tidak ingkar melunasi hutang عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عن رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أنه فَقَالَ « خَيْرُكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً » متفق عليه

Artinya: Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” Muttafaqun ‘alaih

Kedua, belajar Al-Quran dan mengajarkannyaعَنْ عُثْمَانَ – رضى الله عنه- عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ» رواه البخاري

Artinya: “Ustman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya.” Hadits riwayat Bukhari.

Ketiga, yang paling diharapkan kebaikannya dan paling jauh keburukannyaعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَقَفَ عَلَى أُنَاسٍ جُلُوسٍ فَقَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِكُمْ مِنْ شَرِّكُمْ ». قَالَ فَسَكَتُوا فَقَالَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ رَجُلٌ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنَا بِخَيْرِنَا مِنْ شَرِّنَا. قَالَ « خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ …» رواه الترمذى

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di hadapan beberapa orang, lalu bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan sebaik-baik dan seburuk-buruk orang dari kalian?” Mereka terdiam, dan Nabi bertanya seperti itu tiga kali, lalu ada seorang yang berkata: “Iya, kami mau wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami sebaik-baik dan buruk-buruk kami,” beliau bersabda: “Sebaik-sebaik kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan sedangkan keburukannya terjaga…” Hadits riwayat Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 2603)

Keempat, menjadi suami yang paling baik terhadap keluarganyaعَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى. رواه الترمذى

Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam berasabda: “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” Hadits riwayat Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Ash Shahihah (no. 285).

Kelima, yang paling baik akhlaqnya dan menuntut ilmuعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «خَيْرُكُمْ إِسْلاَماً أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاَقاً إِذَا فَقِهُوا» رواه أحمد

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian islamnya adalah yang paling baik akhlaq jika mereka menuntut ilmu.” Hadits riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 3312)

Keenam, yang memberikan makanan
عَنْ حَمْزَةَ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ رضي الله عنه قَالَ: فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «خَيْرُكُمْ مَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ» رواه أحمد

Artinya: “Hamzah bin Shuhaib meriwayatkan dari bapaknya radhiyallahu ‘anhu yang berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang memberikan makanan.” Hadits riwayat Ahmad dan dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 3318)

Ketujuh, yang panjang umur dan baik perbuatannyaعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رضي الله عنه أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ خَيْرُ النَّاسِ قَالَ «مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ» رواه الترمذى

Artinya: “Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa ada seorang Arab Badui berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam“Wahai Rasulullah, siapakah sebaik-baik manusia?” beliau menjawab: “Siapa yang paling panjang umurnya dan baik amalannya.” Hadits riwayat Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihut Targhib wat Tarhib (no. 3363).

Kedelapan, yang paling bermanfaat bagi manusiaعَنِ جابر، رَضِيَ الله عَنْهُمَا، قَالَ : قال رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم: خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: “Jabir radhiyallau ‘anhuma bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” Hadits dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 3289).

*) Ditulis oleh Abu Abdillah Ahmad Zain, Islamic Cultural Center 1430 H, Dammam KSA

Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/8144-apakah-anda-termasuk-sebaik-baik-manusia.html

Menjadi Manusia Terbaik, Manusia Pilihan

BERBAHAGIANYA hidup kita jika kita bisa tergolong sebagai manusia terbaik dan manusia pilihan. Derajat seperti inilah yang didamba setiap insan yang waras pemikirannya. Derajat terbaik dan pilihan sesungguhnya bisa dimiliki siapa saja, terbuka untuk semuanya, sepanjang dia mau dan mampu melaksanakan syarat-syaratnya. Sulitkah syarat-syaratnya?

Ada ulama yang memberikan langkah efektif sebagai syarat ringan penggapai tujuan di atas, yaitu dengan cara rutin setiap hari berniat melakukan kebaikan dengan apa yang dimilikinya pada hari itu. Saat matahari terbit pagi hari, berniatlah untuk memberikan manfaat untuk segenap makhluk. Jangan pernah memiliki niat membuat rugi dan sedih orang lain.

Saat kita dititipi Allah dengan berbagai karunia yang dibutuhkan banyak orang, maka berbahagialah dan bersyukurlah. Termasuk sempurnanya syukur untuk karunia atau nikmat seperti itu adalah mengembalikan penggunaannya untuk kemaslahatan hamba-hamba Allah lainnya. Bantulah orang lain untuk menyelesaikan kebutuhannya, terutama kebutuhan mereka yang berkaitan dengan kebutuhan primer kehidupannya. Bisa menjalankan nasehat ini sungguh akan menaikkan derajat kita pada derajat manusia mulia yang dicintai Allah.

Memang berat sekali melawan bisikan syetan dan kehendak nafsu yang seringkali menyarankan kita untuk bakhil agar bisa kaya sendirian dan hebat sendirian. Padahal kaya dan hebat sendirian itu adalah keadaan yang menyiksa diri, hidup dalam lubang kecurigaan dan ancaman orang lain. Berbagilah bahagia dengan banyak orang, maka semakin banyak orang yang berdoa kebaikan untuk kita. Salam, AIM. [*]

INILAH MOZAIK

Bantu Orang Susah dan Menutupi Aib Muslim

Kita diperintahkan untuk mengangkat kesulitan, membantu orang susah, dan menutupi aib orang mukmin.

Kitabul Jaami’ dari Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqalani

بَابُ اَلْبِرِّ وَالصِّلَةِ

Bab Berbuat Baik pada Orang Tua dan Silaturahim (Berbuat Baik pada Kerabat)

Hadits 1474

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ اَلدُّنْيَا, نَفَّسَ اَللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اَلْقِيَامَةِ , وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ, يَسَّرَ اَللَّهُ عَلَيْهِ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ, وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ, وَاَللَّهُ فِي عَوْنِ اَلْعَبْدِ مَا كَانَ اَلْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 2699]

Faedah Hadits

  1. Hadits ini berisi ilmu, kaedah, dan adab, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Nawawi. Lalu Ibnu ‘Allan menambahkan, “Hadits ini juga berisi fadilah, faedah, dan hukum.”
  2. Menyelesaikan masalah orang yang susah bisa jadi dengan harta seperti menyelesaikan masalah utang.
  3. Hadits ini juga jadi anjuran untuk memberikan kemudahan bagi orang yang susah. Misalnya, memberi tenggang waktu bagi yang berutang, atau menghapuskan seluruh utangnya, atau menghapus sebagian utangnya, atau memberinya untuk menghilangkan kesulitan. Memberikan kemudahan di sini merupakan bagian dari menyelesaikan masalah orang yang susah.
  4. Jika ada aib yang tidak dikenal di hadapan manusia lainnya, maka hendaklah yang berbuat maksiat ini dinasihati. Adapun untuk aib yang dilihat langsung, maka segera untuk diingkari sesuai kemampuan.
  5. Orang yang sudah dikenal kefasikan atau maksiatnya, maka boleh dibongkar aibnya dan tidak ditutupi.
  6. Hendaklah membantu saudara muslim dalam urusan dunia dan akhirat, baik dengan bantuan harta atau bisa pula karena kita punya kedudukan.
  7. Al-jaza’ min jinsil ‘amal, artinya balasan itu sesuai dengan jenis perbuatan.

Referensi:

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid kesepuluh.


Disusun di Darush Sholihin, 7 Muharram 1441 H (7 September 2019)

Oleh yang selalu mengharapkan ampunan Allah: Muhammad Abduh Tuasikal

Cara Membatalkan Nazar Mutlak

Cara Membatalkan Nazar Mutlak

Bagaimana cara membatalkan nazar mutlaq?

Dari Chandra via Tanya Ustadz for Android

Jawab:

Alhamdulillah, shalawat dan salam atas Nabi Muhammad. Amma Ba’du:

Nazar Muthlaq yaitu mewajibkan atas diri sendiri melakukan suatu amalan kebaikan yang tidak wajib atasnya tanpa mengharapkan balasan tertentu, seperti seorang mengatakan: Saya bernadzar untuk berpuasa secara bersambung tanpa putus selama sebulan penuh.

Dan dia tidak menyebutkan kalau saya lulus ujian atau mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang diderita atau serupa dengannya, maka saya melakukan amal tersebut. Artinya dia bernazar tanpa mengharapkan balasan tertentu.

Apabila seseorang bernazar maka wajib baginya untuk melaksanakan nazar tersebut. Akan tetapi jika keadaan tidak memungkinkan baginya untuk melaksanakan nazarnya, maka dia boleh membatalkan nazar tersebut dengan membayar kaffarat yang sama dengan kaffarat seorang yang melanggar sumpahnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ

Kaffarat orang yang melanggar nadzarnya adalah sebagaimana kaffarat orang yang melanggar sumpahnya. (HR. Muslim No.1265)

Allah Ta’ala menjelaskan kaffarat orang yang melanggar sumpah dengan firmanNya:

فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ

Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka (orang miskin) atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). (Al Maidah:89)

Jadi, jika seseorang bernazar dengan nazar muthlaq, maka pada asalnya wajib bagi dia untuk memenuhi nadzarnya tersebut; dan jika dia tidak melakukannya maka wajib atasnya membayar kaffarat. Kaffarat nazar adalah sama dengan kaffarat sumpah yaitu dengan memilih satu dari tiga pilihan: memberi makan atau pakaian sepuluh orang miskin, atau membebaskan seorang budak, atau berpuasa sebanyak tiga hari.

Wallahu’alam.

***

Dijawab oleh Ustadz Sanusin Muhammad Yusuf , Lc. MA. (Dosen Ilmu Hadist STDI Jember)

Read more https://konsultasisyariah.com/35551-cara-membatalkan-nazar-mutlak.html

Baitulmal, Sumber Kemakmuran di era Kekhalifahan

Seiring bertambah luasnya wilayah kekuasaan Islam, pengelolaan keuangan pun bertambah kompleks. Atas dasar pertimbangan itulah, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan untuk melembagakan baitulmal menjadi lembaga formal.

Pada masa Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah melampaui semenanjung Arab. Wilayah Iran, Irak, Suriah, Palestina dan Mesir serta wilayah lainnya sudah berada dalam kekuasaan pemerintahan Islam.

Pendapatan dan pemasukan pun bertambah banyak. Atas saran Walid bin Hisyam seorang ahli fikih, Umar memutuskan untuk membentuk baitulmal atau public treasury.

Lembaga pengelola keuangan negara itu dipimpin oleh Abdullah bin Arqam. Selain itu, Umar juga mengangkat Abdurahman bin Ubaydi Al-Qari dan Mu’ayqib sebagai deputi.

Di setiap wilayah kekuasaan Islam dan ibukota pemerintahan, yakni di Madinah, dibentuk baitulmal. Khalifah menugaskan pejabat perbendaharaan negara di setiap wilayah. Baitulmal inilah yang nantinya bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan rakyat.

Setiap dirham pemasukan yang diperoleh dari seluruh wilayah negara Islam dimasukkan di baitulmal. Ada enam sumber pemasukan yang dikelola baitulmal alias rumah harta. Pertama berasal dari zakat mal yang mencapai 2,5 persen dari penghasilan.

Sumber pemasukan itu hanya dihimpun dari umat Muslim saja. Kedua, berasal dari jizya yakni pajak perlindungan yang ditarik dari non Muslim yang tinggal di wilayah Muslim. Meski begitu, non-Muslim yang sakit, miskin, wanita, anakanak, orangtua, pendeta serta biarawan dibebaskan dari jizya.

Ketiga, bersumber dari ushr yakni pajak tanah yang khusus diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan besar. Nilainya mencapai satu per sepuluh dari produksi. Keempat, berasal dari khiraj, yakni pajak tanah. Kelima, bersumber dari ghanimah, yakni satu per lima dari hasil rampasan perang. Keenam, berasal dari pajak yang dipungut dari saudagar atau pengusaha non-Muslim, karena mereka tak membayar zakat.

KHAZANAH REPUBLIKA


Orang yang Mendapatkan Kamar Khusus di Surga

MASUK surga Allah dan menikmati segala kenikmatan abadi di dalamnya adalah cita-cita seorang muslim. Dan tidaklah kita memasuki surga-Nya, melainkan dengan penuh perjuangan dan pengorbanan di dunia ini.

Secara umum, setiap yang masuk surga akan mendapatkan kenikmatan. Namun ada keistimewaan dan kekhususan di surga yang merupakan balasan bagi orang beriman karena amalan tertentu.

Salah satu kenikmatan yang akan diperoleh orang yang masuk surga adalah kamar khusus. Kamar ini tidak didapatkan dan dihuni oleh semua penghuni surga. Namun beberapa diantaranya akan memiliki kamar ini.

Dari Ali radhiyallahu ‘anhu ia berkata; Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.”

Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi menjawab, “Untuk orang yang berkata benar, memberi makan, shaum secara kontinyu, dan shalat pada malam hari di waktu orang-orang tidur.” (HR. Tarmidzi).

Mari pertahankan keimanan kita hingga ajal menjemput kita. Dan isi hidup kita dengan beramal shaleh. Bagi kita yang menginginkan kamar khusus seperti hadits di atas, maka amalkan pula amalan tersebut. Semoga Allah memberi hidayah kepada kita. [*]

INILAH MOZAIK