Tetap Beribadah Ketika Sakit

Ketika sakit bukan alasan untuk tidak beribadah atau mengurangi intensitas ibadah yang sudah rutin kita lakukan, bahkan kita tetap beribadah dan semakin mendekatkan diri kepada Allah, banyak berdoa dan berharap hanya kepada Allah. Di antaranya adalah ibadah hati berupa kesabaran, menerima takdir dan ibadah dzahir seperti shalat dalam keadaan sakit, membaca Al-Quran, berdzikir dan berdoa.

Sakit adalah ujian, cobaan dan takdir Allah

Yang pertama perlu kita yakini adalah sakit merupakan ujian dan cobaan dari Allah dan perlu benar-benar kita tanamkan dalam keyakinan kita yang sedalam-dalamya bahwa ujian dan cobaan berupa hukuman adalah tanda kasih sayang Allah. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa yang ridho (menerimanya) maka Allah akan meridhoinya dan barangsiapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.”[1]

Dan beliau shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang hamba, maka Allah menyegerakan siksaan  baginya di dunia”[2]

Mari renungkan hadits ini, apakah kita tidak ingin Allah menghendaki kebaikan kapada kita? Allah segerakan hukuman kita di dunia dan Allah tidak menghukum kita lagi di akhirat yang tentunya hukuman di akhirat lebih dahsyat dan berlipat-lipat ganda. Dan perlu kita sadari bahwa hukuman yang Allah turunkan merupakan akibat dosa kita sendiri, salah satu bentuk hukuman tersebut adalah Allah menurunkannya berupa penyakit.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَْ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَْ أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. [3]

Ujian juga merupakan takdir Allah yang wajib diterima minimal dengan kesabaran, Alhamdulillah jika mampu diterima dengan ridha bahkan rasa syukur. Semua manusia pasti mempunyai ujian masing-masing. Tidak ada manusia yang tidak pernah tidak mendapat ujian dengan mengalami kesusahan dan kesedihan. Setiap ujian pasti Allah timpakan sesuai dengan kadar kemampuan hamba-Nya untuk menanggungnya karena Allah tidak membebankan hamba-Nya di luar kemampuan hamba-Nya.

Meskipun sakit, pahala tetap mengalir

Mungkin ada beberapa dari kita yang tatkala tertimpa penyakit bersedih karena tidak bisa malakukan aktivitas, tidak bisa belajar, tidak bisa mencari nafkah dan tidak bisa melakukan ibadah sehari-hari yang biasa kita lakukan. Bergembiralah karena Allah ternyata tetap menuliskan pahala ibadah bagi kita yang biasa kita lakukan sehari-hari. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا

“Apabila seorang hamba sakit atau sedang melakukan safar, Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia lakukan ibadah di masa sehat dan bermukim.”[4]

Kita sedang berbaring dan beristirahat akan tetapi pahala kita terus mengalir.

Beberapa ibadah yang bisa tetap dilakukan ketika sakit

1.membaca Al-Quran

satu nasehat yang ditekankan ulama adalah mengisi dan “mencuri waktu” ketika sakit untuk membaca Al-Quran. Karena AL-Quran memang bisa mengobati kesedihan, kegelisahan hati serta bisa mengobati penyakit fisik. Ini berlaku untuk semua Ayat dalam Al-Quran.

Allah Ta’ala berfirman,

وننزل من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar/kesembuhan dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra`: 82)

2.Berdzikir kepada Allah

Waktu luang sangta banyak ketika sakit. Mungkin anggota badan lemah dan tidak bisa bergerak tetapi kebanyakn orang sakit lisan mereka masih mudah untuk digerakkan berdzikir kepada Allah. Berdzikir akan menenangkan hati dan melawan kegelisahan bagi si sakit.

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d: 28)

3.berdoa kesembuhan kepada Allah

Misalnya doa berikut ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

ضع يدك على الذي تألم من جسدك و قل باسم الله ثلاثا و قل سبع مرات أعوذ بالله و قدراته من شر ما أجد و أحاذر

“Letakkan tanganmu dibagian tubuh yang sakit, lalu ucapkanlah, “bismillah” tiga kali, lalu ucapkan sebanyak tujuh kali “A’udzu billahi wa qudrootihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir”, “Aku memohon perlindungan kepada Allah dengan kemuliaan dan kekuasaannya dari segala keburukan yang kudapatkan dan kukhawatirkan.” HR. Muslim no.2202

  1. Tetap shalat dan melakukan ibadah yang lain

Agama kita diberi kemudahan yang banyak, orang yang sakit tetap shalat seusai dengan kondisinya baik dengan cara duduk atau berbaring. Jika tidak bisa menggunakan air, ia bisa melakukan tayammum.

  1. dan ibadah lainnya yang masih bisa dilakukan ketika sakit.

Kemudahan bagi orang sakit

Orang sakit banyak sekali mendapat kemudahan, misalnya ketika tidak bisa berwudhu menggunakan air, maka boleh tayammum dengan menggunakan debu dipermukaan

Gerakan tayammum juga mudah dan sederhana bagi orang sakit, cukup tiga gerakan yaitu:

1.menepuk permukan bumi (misalnya dinding) dengan kedua telapak tangan sekali tepuk kemudian meniupnya

2.mengusap punggung telapak tangan kanan dan kiri bergantian sampai telapak tangan dengan sekali usap

3.mengusap wajah dengan kedua tangan sekali usap

hadits ‘Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu menjelaskan tata cara tersebut,

بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.”[5]

Dalam riwayat yang lain,

وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً

“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.[6]

Demikianlah gerakan simple dari tayammaum yang memakan waktu kurang dari 30 detik. Memang sangat berguna bagi orang yang sakit dan agak sulit bergerak atau berguna bagi orang yang mengalami kesusahan selain sakit.

Begitu juga dengan shalat ada kemudahan bagi orang yang sakit dan tidak mampu. Berikut ringkasan ringan mengenai kemudahan cara shalat bagi orang sakit:

Orang yang sakit terkadang berbaring lemah, dia tidak mampu shalat duduk apalalgi berdiri. Berikut tuntunan cara shalat sambil berbaring.

Pertama:

Wajib bagi orang sakit shalat fardhu dengan cara berdiri, walaupun bersandar ke tembok, tiang atau tongkat. (jika mampu)

Kedua:

Jika tidak mampu shalat berdiri, maka shalat dengan cara duduk. Yang lebih afdhal di duduk bersila pada tempat berdiri dan rukuknya. Dan duduk iftirasy pada tempat sujud (ketika duduk antara dua sujud)

Ketiga:

Jika tidak mampu shalat duduk, shalat dengan cara berbaring (miring) mengadap kiblat. Sisi kanan lebih baik daripada sisi kiri. Jika tidak memungkinkan menghadap kiblat, shalat menghadap mana saja dan tidak perlu mengulang

Keempat:

Jika tidak mampu shalat dengan berbaring (miring), maka shalat dengan cara terlentang. Kaki menghadap kiblat dan yang lebih afdhal ia mengangkat kepalanya sedikit mengarah ke kiblat (bisa di sanggah dengan bantal, pent). Jika tidak mampu, maka bisa menghadap ke mana saja dan tidak perlu mengulang.

Kelima:

Wajib bagi orang sakit melakukan rukuk dan sujud. Jika tidak mampu maka berisyarat dengan kepalanya. Berisyarat dengan menundukkan kepala lebih rendah ketika sujud dibanding rukuk. Jika tidak mampu sujud, maka ia rukuk ketika sujud dan berisyarat saja untuk rukuk dan sebaliknya.

Keenam:

Jika tidak mampu berisyarat dengan kepalanya ketika rukuk dan sujud, maka berisyarat dengan pandangannya yaitu matanya. Ia kedipkan matanya sedikit ketika rukuk dan berkedip lebih banyak ketika sujud. Adapun berisyarat dengan telunjuk yang dilakukan sebagian orang yang sakit maka saya tidak mengetahuinya hal itu berasal dari kitab, sunnah dan perkataan para ulama.

ketujuh:

Jika dengan anggukan dan isyarat mata juga sudah tidak mampu maka hendaknya ia shalat dengan hatinya. Jadi ia takbir, membaca surat, niat ruku, sujud, berdiri dan duduk dengan hatinya (dan setiap orang mendapatkan sesuai yang diniatkannya).[7]

Sesudah kesulitan pasti datang kemudahan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراْْ, إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ً

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”[8]

Ini merupakan  janji Allah, tidak pernah kita menemui manusia yang selalu merasa kesulitan dan kesedihan, semua pasti ada akhir dan ujungnya. Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan, susah-senang, lapar-kenyang, kaya-miskin, sakit-sehat. Salah satu hikmah Allah menciptakan sakit agar kita bisa merasakan nikmatnya sehat. sebagaimana orang yang makan, ia tidak bisa menikmati kenyang yang begitu nikmatnya apabila ia tidak merasakan lapar, jika ia merasa agak kenyang atau kenyang maka selezat apapun makanan tidak bisa ia nikmati. Begitu juga dengan nikmat kesehatan, kita baru bisa merasakan nikmatnya sehat setelah merasa sakit sehingga kita senantiasa bersyukur, merasa senang dan tidak pernah melalaikan lagi nikmat kesehatan serta selalu menggunakan nikmat kesehatan dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua kenikmatan yang sering terlupakan oleh banyak orang: nikmat sehat dan waktu luang.”[9]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun:  dr. Raehanul Bahraen

MUSLIMAFIYAH

Mengerikan, Ini Gambaran Pengemis di Hari Kiamat

DARI Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasul shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari, no. 1474; Muslim, no. 1040)

Dari Hubsyi bin Junadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meminta-minta padahal dirinya tidaklah fakir, maka ia seakan-akan memakan bara api.” (HR. Ahmad 4: 165. Syaikh Syuaib Al-Arnauth berkata bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)

Dari Samuroh bin Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Meminta-minta adalah seperti seseorang mencakar wajahnya sendiri kecuali jika ia meminta-minta pada penguasa atau pada perkara yang benar-benar ia butuh.” (HR. An-Nasai, no. 2600; Tirmidzi, no. 681; Ahmad, 5: 19. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih)

Hanya tiga orang yang diperkenankan boleh meminta-minta sebagaimana disebutkan dalam hadis Qobishoh, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk tiga orang:
(1) seseorang yang menanggung utang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya,
(2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan
(3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya berkata, Si fulan benar-benar telah tertimpa kesengsaraan, maka boleh baginya meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain ketiga hal itu, wahai Qobishoh adalah haram dan orang yang memakannya berarti memakan harta yang haram.” (HR. Muslim no. 1044)

Abu Hamid Al-Ghazali menyatakan dalam Ihya Al-Ulumuddin, “Meminta-minta itu haram, pada asalnya. Meminta-minta dibolehkan jika dalam keadaan darurat atau ada kebutuhan penting yang hampir darurat. Namun kalau tidak darurat atau tidak penting seperti itu, maka tetap haram.”

Al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir berkata, “Jika seseorang itu butuh, namun ia belum mampu bekerja dengan pekerjaan yang layak, maka dibolehkan dengan syarat ia tidak menghinakan dirinya, tidak meminta dengan terus mendesak, tidak pula menyakiti yang diminta. Jika syarat-syarat tadi tidak terpenuhi, maka haram menurut kesepakatan para ulama.” (Fatwa IslamWeb)

Kalau kita perhatikan apa yang disampaikan oleh Al-Munawi disebutkan mengemis atau meminta-minta yang tercela jika terpenuhi syarat:
– Meminta dengan menghinakan diri.
– Meminta dengan terus mendesak.
– Menyakiti orang yang diminta.

Silakan pertimbangkan, apakah meminta teman mentraktir kita masuk dalam mengemis seperti yang dipersyaratkan di atas? Anda sendiri bisa menjawabnya.

Wallahu waliyyut taufiq. [Fatwa Islam Web, no. 150749/Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Tawadhu Mendatangkan Rahmat

ORANG yang tawadhu adalah orang yang senang dalam mencari ilmu, hikmah, dan juga pengalaman. Sedangkan orang yang sombong adalah orang yang selalu mendustakan segala kebenaran yang ada.

“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku (Rasululloh Shallallahu alaihi Wa Sallam) untuk memiliki sifat tawadhu. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” (HR. Muslim No 2865)

Oleh karena itu marilah sahabat, kita miliki sikap tawadhu dalam hidup kita. Dan semoga dengan sikap tawadhu kita, Allah mendatangkan rahmat dan juga cintanya kepada kita semua, Aamiin Ya Robbal alamin. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar |

INILAH MOZAIK

Metode yang Benar dalam Mempelajari Ilmu Agama (Bag. 2)

Baca pembahasan sebelumnya Metode yang Benar dalam Mempelajari Ilmu Agama (Bag. 1)

Mempelajari dari Yang Paling Dasar dan Paling Mudah

Sebagian orang memiliki semangat yang tinggi dalam mempelajari ilmu agama (ilmu syar’i). Ia pun memulai belajarnya dengan “kitab-kitab besar” seperti Al-Mughni karya Ibnu Qudamah, Majmu’ Fataawa karya Ibnu Taimiyyah, atau Fathul Baari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani. Dia menyangka bahwa dengan membaca kitab-kitab tersebut dalam satu-dua bulan, dia akan dapat menjadi seseorang yang pandai dalam berbagai masalah agama.

Namun, baru satu-dua hari dia membaca kitab tersebut, dia sudah mendapatkan istilah atau pembahasan yang sulit dia pahami dan tidak dapat menangkap maksudnya. Dia juga merasa tidak ada yang dia pahami dari apa yang telah dia baca. Akhirnya, dia meninggalkan belajar dan mungkin tidak ingin belajar lagi selamanya.

Ini adalah kesalahan yang besar ketika seseorang itu hendak belajar. Dia ingin menjadi orang yang pandai dalam “sekali loncatan” saja. Padahal seharusnya, dia menapaki anak tangga satu demi satu, dari anak tangga yang paling dasar, kemudian meningkat lagi ke anak tangga di atasnya, dan akhirnya tentu dia akan sampai juga di anak tangga paling atas. Demikianlah, dia seharusnya belajar dari kitab-kitab kecil yang ringkas, kemudian berpindah ke kitab-kitab pertengahan, dan pada akhirnya dia akan sampai pada kitab-kitab yang besar. Barangsiapa yang tergesa-gesa mendapatkan sesuatu sebelum masanya, maka dia tidak akan pernah mendapatkannya.

Hal ini sebagaimana perkataan para ulama,

من حرم الأصول، حرم الوصول

“Barangsiapa yang tercegah dari mempelajari ilmu ushul (ilmu-ilmu dasar), niscaya dia tidak akan pernah sampai (mendapatkan ilmu).”

Hal ini perlu mendapat perhatian, karena terkadang kita dapati seseorang yang ingin langsung mendapatkan sesuatu yang besar. Dia memiliki semangat pada awal menuntut ilmu, bagaikan semangat untuk menghancurkan gunung dan membelah lautan.

Sehingga ketika ditanya, “Apa yang ingin Engkau pelajari?”

Dia menjawab,”Saya ingin menghapal kutubus sittah.

Atau dia berkata, ”Kitab ‘Aqidah Al-Wasithiyyah itu kitab yang ringkas, saya ingin menghapal kitab Tadmuriyyah.”

Atau dia berkata, ”Saya tidak ingin menghapal kitab Bulughul Marom. Kitab Bulughul Marom itu terlalu ringan. Saya ingin menghapal kitab Muntaqa Al-Akhbar, karena di dalamnya terdapat 6000 hadits.”

Atau yang semisal dengan perkataan tersebut misalnya, ”Aku tidak ingin menghapal kitab Zaadul Mustaqni’, karena kitab ini terlalu ringkas. Aku ingin menghapal ijma’ dan khilaf yang terdapat di kitab Al Mughni.”

Hal-hal yang telah disebutkan di atas memang terjadi di sebagian generasi muda saat ini. Memang benar bahwa mereka harus memiliki semangat yang besar. Dan hendaknya mereka juga bersyukur karena dikaruniai semangat tersebut. Akan tetapi, semangat seperti ini tidaklah berlangsung terus-menerus, dan hanya sedikit saja yang bisa terus-menerus konsisten.

Oleh karena itu, salah satu sebab terputusnya seseorang dari jalan ilmu adalah seseorang memaksakan dirinya ketika sedang bersemangat dan merasa bahwa dia mampu mempelajari kitab-kitab yang sulit, padahal ketika itu dirinya sebenarnya tidak mampu karena belum memiliki dasar yang kuat. Semangat seperti itu justru menjadikan dirinya lemah dan menyebabkannya terputus dari menuntut ilmu.

Setiap amal perbuatan memiliki masa-masa semangat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih,

إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَةً وَلِكُلِّ شِرَةٍ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ شِرَتُهُ إِلَى سُنَّتِى فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

”Sesungguhnya setiap amal ada masa-masa semangatnya. Dan dalam setiap semangat ada masa-masa kelelahan. Barangsiapa yang lelahnya untuk sunnahku, maka sungguh dia beruntung. Dan barangsiapa yang lelahnya untuk bermaksiat, maka dia merugi dan binasa.” (HR. Ahmad no. 6764. Syaikh Syu’aib Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim)

Setiap amal ada masa-masa semangat, sampai-sampai menuntut ilmu juga memiliki masa semangat, misalnya ketika masih muda. Seakan-akan dia ingin membaca ratusan jilid, menghapalnya, dan mengamalkannya. Akan tetapi, dalam semangat ini pasti ada masa-masa lelahnya.

”Sesungguhnya setiap amal ada masa-masa semangatnya”, semangat itu misalnya karena masih muda dan kuat. Dan dalam setiap semangat ada masa-masa kelelahan, sampai-sampai ketika beribadah. Kita dapati diri seseorang yang rajin dan bersemangat, kita dapati dia serius beribadah, memperbanyak amal ketaatan, dan memperbanyak membaca Al Qur’an. Namun terkadang, kita dapati dia malas beramal. Maka, masa-masa lelah itu pasti ada. Akan tetapi, yang penting adalah janganlah masa-masa itu membawa kepada kemunduran. Setiap orang yang sedang bersemangat, maka memohonlah kepada Allah Ta’ala agar Allah tidak membuat kita bersandar kepada diri kita sendiri meskipun hanya dalam sekejap mata.

Bagaimana sebaiknya ketika kita mendapati diri kita sedang bersemangat? Pelajarilah maksimal apa yang kita mampu, dan jangan mengambil sesuatu yang hendaknya kita pelajari ketika sedang lelah atau malas.

Misalnya, jika kita sedang semangat, hapalkanlah Al Qur’an, Bulughul Maraam, atau ’Umdatul Ahkaam sesuai dengan yang mudah bagi kita. Jika merasa memiliki kemampuan, kita dapat menghapalkan Kitab Tauhid, Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, dan semisalnya. Sedangkan ketika sedang merasa lelah, hapalkanlah misalnya matan hadits Arba’in An-Nawawiyyah.

Jika hal ini dapat kita raih di masa lelah dan di masa semangat, maka kita akan mendapatkan kebaikan yang besar. Kenyataannya, orang-orang yang semangat atau merasa masih mampu dan masih muda, tidaklah mereka mampu untuk menyelesaikan kitab-kitab tersebut kecuali hanya sedikit saja. Bahkan kitab-kitab yang menurut sebagian orang ringkas pun, mereka tidak mampu untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, hendaklah kita beramal sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik untuk kontinyu mempelajari ilmu agama.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51248-metode-mempelajari-ilmu-agama-bag-2metode-yang-benar-dalam-mempelajari-ilmu-agama-bag-2.html

Awas, Ada Niat Zalim Suami di Balik Nikah Siri!

Awas, Ada Niat Zalim Suami di Balik Nikah Siri!


JIKA kita berbicara tentang poligami. Poligami ada di dalam Islam, akan tetapi ketahuilah bahwa tidak semua yang bisa dilakukan orang lain bisa dilakukan oleh anda. Bahkan hukum menikah satu istri saja ada yang haram, ada yang wajib.

Begitu juga menikah dengan dua istri. Yang harus anda pikirkan adalah tingkat kebutuhan anda kepada istri yang kedua. Kemudian tanggung jawab anda, pendidikan anda kepada keluarga dan seterusnya. Jadi permasalahannya lebih luas dari sekadar akad nikah yang sah saja. Maka di satu sisi jangan sampai ada di antara kita yang mengingkari poligami. Sebab poligami ada dalam Alquran dan Nabi Muhammad SAW berpoligami.

Akan tetapi di sisi lain ketahuilah bahwa di dalam poligami bukanlah sesuatu yang gampang. Ada tanggung jawab besar di hadapan Allah SWT. Kalau seseorang mempunyai istri satu, tanggung jawabnya adalah satu istri. Kalau mempunyai dua istri, maka ia bertanggung jawab atas dua istri. Dan dituntut untuk bisa berbuat adil dan harus bisa mengayomi mereka, memberikan pendidikan kepada mereka dan anak-anak.

Adapun masalah tidak izin kepada istri yang pertama. Dalam berpoligami untuk menjadi pernikahan yang sah menurut syariah tidak diwajibkan izin dari istri pertama. Adapun masalah nikah siri, ini masalah perlindungan hak. Secara syariah nikah siri adalah sah asal memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi dalam nikah siri dikhawatirkan tersembunyi di balik hati suami adanya niat berbuat zalim kepada istri yang kedua. Mungkin seorang suami tidak berniat zalim, akan tetapi karena tidak ada hitam diatas putih bersama berjalannya waktu yang kadang juga ada permasalahan dalam keluarga ada setan yang menggodanya hingga sangat mudah untuk berbuat zalim.

Dan kami selalu mengimbau bahwasannya: kepada para wanita biarpun menjadi istri yang ke dua hendaknya menikah dengan cara yang resmi dicatat di KUA agar hak-hak istri dan anak terjaga dan terlindungi. Biarpun hal ini tidaklah menjadi rukun dan syarat sahnya pernikahan, akan tetapi yang harus dipahami bahwa segala sesuatu jika itu mengukuhkan makna sebuah jalinan pernikahan maka itu adalah bentuk kemuliaan yang dikukuhkan oleh Islam. Wallahu alam bisshowab. [Ustaz Buya Yahya/Pengasuh LPD Al Bahjah Cirebon]

Sumber SuaraIslam

Resep Anti Selingkuh : Rida pada Pemberian Suami

MODEL selingkuh “zaman now” bermacam-macam. Ada yang modelnya dengan teman kantor, ada yang dengan tetangga dekat rumah, ada yang dengan suami/istri dari sahabatnya, ada yang dengan orang yang banyak beri perhatian padanya, ada juga yang karena balas budi kepada yang biasa memberinya materi. Tulisan kali ini adalah kiat berharga yang moga bisa mencegah perselingkuhan pada rumah tangga muslim.

5- Ridha pada pemberian suami dan memiliki sifat qanaah (merasa cukup).

Karena ridha pada pemberian suami akan membuat seorang istri rajin bersyukur, suami pun akhirnya ridha padanya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu.” (HR. Muslim, no. 2963).

Ingatlah bahwa sebab wanita banyak yang masuk neraka karena kurang bersyukur pada pemberian suami sebagai disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian sepanjang waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu.” (HR. Bukhari, no. 5197 dan Muslim, no. 907).

INILAH MOZAIK

Resep Anti Selingkuh : Antara Ranjang dan Berhias

MODEL selingkuh “zaman now” bermacam-macam. Ada yang modelnya dengan teman kantor, ada yang dengan tetangga dekat rumah, ada yang dengan suami/istri dari sahabatnya, ada yang dengan orang yang banyak beri perhatian padanya, ada juga yang karena balas budi kepada yang biasa memberinya materi. Tulisan kali ini adalah kiat berharga yang moga bisa mencegah perselingkuhan pada rumah tangga muslim.

3- Menuruti ajakan suami untuk urusan ranjang.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh.” (HR. Bukhari, no. 5193 dan Muslim, no. 1436).

4- Suka dandan di hadapan suami tercinta.

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Istri-istri kami punya kebiasaan memakai pewarna kuku di malam hari. Jika tiba waktu Shubuh, pewarna tersebut dihilangkan, lalu mereka berwudhu dan melaksanakan shalat. Setelah shalat Shubuh, mereka memakai pewarna lagi. Ketika tiba waktu Zhuhur, mereka menghilangkan pewarna tersebut, lalu mereka berwudhu dan melaksanakan shalat. Mereka mewarnai kuku dengan bagus, namun tidak menghalangi mereka untuk shalat.” (HR. Ad-Darimi, no. 1093. Syaikh Abu Malik menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih dalam Shahih Fiqh As-Sunnah li An-Nisa, hlm. 419).

INIILAH MOZAIK

Resep Anti Selingkuh : Dalami Ilmu Agama

MODEL selingkuh “zaman now” bermacam-macam. Ada yang modelnya dengan teman kantor, ada yang dengan tetangga dekat rumah, ada yang dengan suami/istri dari sahabatnya, ada yang dengan orang yang banyak beri perhatian padanya, ada juga yang karena balas budi kepada yang biasa memberinya materi. Tulisan kali ini adalah kiat berharga yang moga bisa mencegah perselingkuhan pada rumah tangga muslim.

1- Istri serius mendalami agama.

Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28). Kalau istri mempelajari agama dengan baik, ia akan menjadi baik, pastinya ia akan mengarahkan suami untuk semakin takut kepada Allah hingga hatinya tidak selingkuh ke lain hati.

Dan ingatlah wanita yang baik pasti mendapatkan laki-laki yang baik, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (QS. An-Nuur: 26)

2- Taat kepada suami selama dalam kebaikan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata, Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An-Nasai, no. 3231 dan Ahmad, 2:251. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Ingatlah, taat pada suami adalah jalan menuju surga. Dari Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad, 1:191 dan Ibnu Hibban, 9:471. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).

INILAH MOZAIK

Mari Evaluasi Akhlak Kita

Seorang muslim hendaknya terus melakukan evaluasi dan introspeksi terhadap akhlak dan adabnya. Terlebih di zaman ini, akhlak buruk, adab jelek, syahwat dan syubhat menerjang dengan mudah melalui internet dan sosial media. Banyak contoh yang buruk pada manusia dan generasi muda serta mempengaruhi orang yang melihatnya secara perlahan-lahan.

Salah satu visi dan tujuan diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk memperbaiki akhlak dan adab manusia. Hendaknya kita tidak lupa dengan tujuan mulia ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ”

“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” [H.R. Al-Hakim, dishahihkan oleh adz-Dzahabi dan al-Albani].

Berikut 10 poin tanda akhlak mulia sebagaimana yang disebutkan oleh Yusuf bin Asbath:

قال يوسف بن أسباط: علامة حسن الخلق عشرة أشياء :
١ – قلة الخلاف.
٢ – حسن الإنصاف.
٣ – ترك تطلب العثرات.
٤ – تحسين ما يبدو من السيئات.
٥ – التماس المعذرة.
٦ – احتمال الأذى.
٧ – الرجوع بالملامة على نفسه.
٨ – التفرد بمعرفة عيوب نفسه دون عيوب غيره.
٩ – طلاقة الوجه.
١٠ – لين الكلام.

“Tanda akhlak mulia ada 10:
1. Sedikit berselisih.
2. Bersikap adil.
3. Meninggalkan sikap mencari-cari kesalahan orang lain.
4. Berusaha memperbaiki keburukan-keburukan yang nampak.
5. Mencari udzur bagi orang yang salah (husnudzan dahulu).
6. Bersabar menghadapi gangguan
7. Introspeksi dengan mencela diri sendiri (musibah akibat ulah sendiri)
8. Fokus dan sibuk mengurus aib-aib sendiri tanpa mengurusi aib orang lain.
9. Wajah ceria.
10. Lembut perkataannya.”
[At-Tanwir Syarh al-Jami’ ash-Shaghir 5/535]

Secara umum, ada 3 poin akhlak mulia sebagaimana dijelaskan Hasan Al-Bashri:

كف الأذى ؛ وبذل الندى ؛ وطلاقة الوجه

“(1)Tidak menganggu, (2) suka menolong dan (3) berwajah ceria/optimis” [Al-Adab Asy-Syar’iyyaj libni Muflih 2/216]

Berikut penjelasan ringkas:

[1] Tidak menganggu
Jika memang tidak bisa membantu dan memberi manfaat, minimal jangan mengganggu atau membuat orang lain susah.

[2] Suka menolong
Membantu saudara kita dengan tenaga, harta atau pikiran, karena kita yakin jika membantu saudara di dunia maka ada-ada saja cara Allah akan membantu kita dunia-akhirat dengan cara yang tidak kita sangka.

[3] Berwajah ceria/optimis
Membuat orang sekitar kita juga optimis dan bahagia hanya karena berjumpa dengan kita, artinya kita bisa membuat mereka bahagia hanya dengan sekedar penjumpaan saja, terlebih lagi setelah kita berbicara yang menyenangkan mereka kemudian bisa membantu mereka.

Semoga Allah selalu memperbagus akhlak dan adab kita karena dari sekian amalan dalam Islam, yang paling banyak memasukkan kita ke surga adalah akhlak yang mulia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ

“Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia” [HR At-Tirmidzi]

@ Lombok, Pulau Seribu Masjid

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51250-mari-evaluasi-akhlak-kita.html

Metode yang Benar dalam Mempelajari Ilmu Agama (Bag. 1)

Sebagian kita mungkin telah memiliki keinginan dan semangat untuk mempelajari ilmu agama. Namun, bisa jadi kita kebingungan, bagaimana kita bisa memulai untuk belajar ilmu agama? Bukankah ilmu agama adalah ilmu yang sangat luas? Bagaimana metode yang paling tepat untuk mempelajarinya?

Apabila seseorang tidak memahami tentang hal ini, maka bisa jadi kita telah menghabiskan banyak waktu, biaya, dan tenaga untuk menuntut ilmu, namun kita tidak meraih hasil apa-apa. Yang kita dapatkan hanyalah rasa lelah semata, sedangkan ilmu yang kita peroleh sangatlah sedikit dan tidak menancap dalam hati.

Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk menyampaikan metode penting dalam menuntut ilmu yang telah dijelaskan oleh para ulama, yaitu menuntut ilmu secara bertahap dan dimulai dari yang paling mudah dan paling dasar.

Menuntut Ilmu secara Bertahap

Jika kita telah memiliki semangat untuk mempelajari ilmu, maka kita harus membulatkan tekad agar jangan sampai kita terputus dari jalan ilmu. Kita harus terus bersemangat dalam berusaha semampu kita untuk menghilangkan sebab-sebab kebodohan dari dalam diri kita yang telah kita ketahui. Namun, tidak berarti karena semangat itu kita kemudian menuntut ilmu secara sekaligus dalam waktu sekejap. Karena jalan untuk meraih ilmu itu sangatlah panjang. Sebagian salaf berkata,

اطلبوا العلم من المهد إلى اللحد

”Tuntutlah ilmu dari buaian (ketika masih kecil) hingga liang lahat (sampai meninggal dunia).”

Kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menuntut ilmu. Ibnu Syihab Az-Zuhri rahimahullah berkata ketika menasihati orang-orang yang tergesa-gesa dalam menuntut ilmu,

من رام العلم جملة ذهب عنه جملة

”Barangsiapa yang menuntut ilmu sekaligus, maka akan hilang sekaligus juga.”

Menuntut ilmu agama itu hanyalah dengan sedikit demi sedikit seiring dengan perjalanan waktu, siang, dan malam. Seandainya kita tidaklah memperoleh ilmu dalam dua hari kecuali hanya satu masalah saja -yang kita pahami dengan kuat dan jelas beserta dalil-dalilnya-, maka setelah satu tahun kita akan menguasai 180 masalah. Dan setelah dua tahun, kita akan menguasai 360 masalah. Setelah sepuluh tahun akan menjadi 1800 masalah. Dan jika dihitung setelah 30 tahun, maka kita akan menjadi salah seorang alim yang kokoh ilmunya. Kita akan memahami masalah-masalah tersebut dengan jelas tanpa disertai kerancuan. Hal ini jika setiap dua hari kita mempelajari satu masalah. Maka bagaimana lagi kalau seandainya dalam sehari kita mempelajari satu masalah? Atau seandainya dalam sehari kita mempelajari 2 masalah?

Dalam mencari ilmu, haruslah disesuaikan dengan kemampuan, namun dibutuhkan kontinuitas (rutin dan tidak terputus). Hujan lebat yang jatuh ke tanah, maka air hujan tersebut mungkin diam tertampung di atas tanah atau mungkin mengalir ke lembah dan tanaman karena hujannya yang memang lebat. Akan tetapi, apakah tanah yang baru pertama kali mendapat air hujan dengan lebat manfaatnya sama seperti tanah yang telah lama menampung air di atasnya?

Permisalan ini hanyalah untuk pendekatan saja. Ini adalah suatu permisalan yang sesuai dengan ilmu, ketika kita merasa bahwa diri kita dapat memberikan manfaat bagi orang lain dengan sedikit ilmu yang kita miliki. Contohnya kita dapati di antara penuntut ilmu yang terkadang menjelaskan beberapa kalimat, akan tetapi hati kita tidak merasa puas, padahal dia adalah seorang penuntut ilmu. Hal ini karena ketika dia menjelaskan, penjelasan tersebut bukan merupakan hasil dari pemahaman yang kokoh dan mantap. Kita perhatikan di dalam penjelasannya terdapat sedikit kebingungan, karena tidak adanya pemahaman. Dia tidak mampu untuk menjelaskan dengan penjelasan yang jelas dan sempurna. Mengapa demikian?

Karena dia tidaklah kokoh pemahamannya dalam masalah tersebut. Demikianlah penuntut ilmu atau seorang yang ‘alim. Dia memahami dengan baik sebanyak 90 dari 100 masalah, dan 10 sisanya tidak dia pahami dengan jelas. Maka kita dapati bahwa hal itu menyebabkan kerancuan bagi dirinya. Dia tidak mampu untuk menjelaskan hal-hal yang rancu tersebut. Jika ilmunya kokoh dan mantap, yang didapatkan dengan belajar sedikit demi sedikit, maka ilmu itu akan menancap di dalam hati. Setelah itu, barulah memungkinkan baginya untuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Oleh karena itu, janganlah kita melupakan kaidah ini. Yaitu, ilmu itu dicari sedikit demi sedikit. Adapun kalau dicari dengan jalan atau metode ”tadhawwuq”, maka hal ini bukanlah termasuk ilmu sama sekali. Apakah yang dimaksud dengan ”tadhawwuq”? Yaitu apa yang kita lihat pada kebanyakan manusia, dia belajar kepada seorang ustadz atau ulama dalam waktu hanya satu bulan, kemudian setelah itu dia meninggalkannya. Dia pergi untuk belajar kepada orang lain, kemudian belajar lagi kepada orang yang ketiga. Maka dia tidak akan mendapatkan manfaat sama sekali karena menempuh metode seperti ini. Sehingga kita dapati saudara-saudara kita yang mempelajari ilmu hanya dalam satu dua tahun, atau hanya sebulan dua bulan, dia menerjuni ilmu tersebut tanpa ada kelanjutannya. Sehingga masa-masa belajarnya itu tidaklah bermanfaat baginya. Dan akhirnya dia terputus dari menuntut ilmu, kemudian menjadi seperti orang awam lagi. Adapun orang-orang yang bersabar dan mengokohkan kesabarannya seiring dengan berjalannya waktu, maka dia akan berhasil sesuai dengan apa yang telah Allah Ta’ala tetapkan baginya.

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51246-metode-mempelajari-ilmu-agama-bag-1.html