Nabi Muhammad Bertemu Pemuda yang Gendong Ibunya Saat Thawaf

Dikisahkan, saat sedang melaksanakan thawaf, Nabi Muhammad bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu, ”Kenapa pundakmu itu?”

Jawab anak muda itu, ‘‘Ya Rasulullah, saya dari Yaman. Saya mempunyai seorang ibu yang sudah uzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika shalat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya.”

Kemudian anak muda itu bertanya, ”Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk ke dalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua?’

Nabi Muhammad sangat terharu mendengarnya, sambil memeluk anak muda itu beliau bersabda, ”Sungguh Allah ridha kepadamu, kamu anak yang saleh, anak yang berbakti. Tapi anakku, ketahuilah, cinta orang tuamu tidak akan terbalaskan oleh pengorbanan dan kebaikanmu.”

Kisah di atas memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa kasih sayang dan cinta seorang ibu kepada anaknya tidak akan terbalas dan tidak akan ternilai dengan apa pun. Perjuangan seorang ibu untuk seorang anak sangat luar biasa. Ketulusan dan kesabarannya dalam menjaga seorang anak sejak dari kandungan hingga anak tersebut dewasa dan bahkan hingga si anak sudah berkeluarga tidak akan tergantikan.

Seorang ibu rela mempertaruhkan nyawanya hanya untuk kehidupan sang anak. Bahkan, untaian doanya tidak pernah terputus untuk seorang anak. Mereka selalu berharap dan memohon kepada Allah agar anaknya menjadi anak-anak yang saleh dan salehah.

Inilah beberapa alasan yang menyebabkan kita sebagai seorang anak wajib hukumnya untuk berbakti dan memuliakannya. Secara khusus, Allah pun telah memerintahkan kita untuk berbakti dan memuliakannya sebagaimana yang difirmankan dalam surat Luqman.

Firman-Nya, ”Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS 31: 14).

Rasulullah pun menegaskan dengan mengatakan tiga kali menyebut nama ibu dan kemudian bapak untuk orang-orang yang perlu kita perhatikan. Dalan riwayat lainnya, Rasulullah melarang seorang sahabat untuk berjihad di jalan Allah dan memerintahkan untuk menjaga ibunya yang masih hidup.

Utusan Allah itu bersabda, ”Jika demikian tinggallah bersamanya karena surga berada di bawah kakinya.” (HR Ibnu Majah dan Nasai).

Kini, di saat ibu kita masih hidup, sudahkah kita memuliakan dan menyayanginya dengan sepenuh hati? Sudahkah kita memohon maaf atas kealpaan kita kepadanya? Dan, apabila ibu kita telah lebih dulu menghadap Allah, seringkah kita memohonkan ampun untuknya? Sudahkah kita menjalankan amanat dan wasiatnya? Mari, mumpung Allah masih memberikan waktu, kita berbuat baik dan memuliakan ibu dan bapak kita.

Doakan mereka dengan doa, ”Wahai Tuhanku, ampunilah kedua orang tuaku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” 

IHRAM

Innalillahi, Gus Sholah Wafat

Gus Sholah wafat di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah wafat di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, Ahad (2/2) malam. Kabar duka ini sudah tersebar melalui grup WhatsApp.

Inna lillahi wa Inna ilaihi raji’un.. telah berpulang ke Rahmatullah Gus Solah, pada pukul 20:59 di RS Harapan Kita. Mohon segala khilafnya dimaafkan.
Allahummaghfir lahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu anhu. Semoga almarhum husnul khotimah,” bunyi pesan yang tersebar di grup WA.

Informasi itu pun dibenarkan oleh Mudir Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, KH. Nur Hannan. Menurut dia, jenazah almarhum saat ini masih di RS Harapan Kita Jakarta. Namun, dia belum mengetahui kapan ia akan dibawa ke Tebuireng.

“Iya (benar), ini beritanya sudah viral,” ujar Kiai Hannan saat dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (2/2) malam.

Gus Sholah adalah adik mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng. Sejak Januari lalu beliau sempat dirawat di rumah sakit pascaoperasi ablasi jantung

Kondisi Gus Sholah memang sudah mengalami penurunan sejak Ahad (2/2) sore tadi. Cucu pendiri NU ini dirawat di ruang ICU RS Harapan Kita, Jakarta, setelah menjalani operasi jantung.

Putra Gus Sholah Irfan Asy’ari Sudirman Wahid sempat membenarkan kabar bahwa pihak keluarga tengah berkumpul. Meskipun sebenarnya, kata dia, tiap hari keluarga juga berkumpul untuk menjaga ayahandanya.

“Sebenarnya sudah sejak sepekan terakhir ini kita memang sudah kumpul,” kata Gus Ipang Wahid, begitu akrab disapa kepada Republika.co.id, di Jakarta, Ahad (2/2) sore.

REPUBLIKA

Memberi Masukan ke Pemimpin tak Boleh Melanggar Adab

Mengkritisi pemimpin di ruang publik secara terbuka adalah hal lumrah.

Dalam tradisi Islam, mengkritisi pemimpin di ruang publik secara terbuka adalah hal lumrah. Misalkan saja, ketika Umar bin Khattab RA yang tidak mau membagi-bagi tanah Syam yang ditaklukkan para mujahidin kepada kaum Muslimin. Nafi’ bin Maula Ibnu Umar RA meriwayatkan, tindakan khalifah Umar bin Khattab RA tersebut diprotes Bilal bin Rabbah RA secara tegas.

“Bagilah tanah itu, atau kami ambil tanah itu dengan pedang!” tegas Bilal kepada Umar yang disuarakannya di depan umum. (HR Baihaqi). Riwayat ini menjadi dalil, bolehnya berbicara tegas dan lantang kepada pemimpin di depan umum.

Tak ubahnya dalam konteks kekinian, di mana segala sesuatunya disampaikan dengan terbuka dan transparan. Siapa pun bisa menulis opini, berdemonstrasi, hingga berkicau di media sosial soal pemimpin mereka. Kritikan kepada pemimpin disampaikan dengan tegas dan bebas. Namun, tentu saja ada batas-batas adab Islami yang perlu diperhatikan.

Ketua MUI Bidang Dakwah KH Cholil Nafis mengatakan, komunikasi pemimpin dan rakyat yang dipimpin telah diqiyaskan dalam pelaksanaan shalat berjamaah. Seorang imam punya persyaratan-persyaratan untuk memimpin makmum, seperti fasih bacaan, fakih, lebih tua, mukimin, dan sebagainya. Ketika si imam salah, baik dalam perkataan dan perbuatan, maka makmum berkewajiban mengingatkan si imam.

“Bagi laki-laki baca subhanallah, bagi perempuan tepuk tangan. Qiyasan shalat ini pada kehidupan bernegara. Kalangan parlemen dan orang dekat presiden bisa bicara langsung pada presiden sebagaimana makmum laki-laki mengucap subhanallah. Tapi, bagi yang jauh, kritikannya kepada imam dengan tepuk tangan. Mungkin sama dengan rakyat yang demo dan sebagainya,” katanya memaparkan kepada Republika.co.id beberapa waktu lalu.

“Tepuk tangan dan ucapan subhanallah itu tidak pula sampai sorak-sorak. Hanya sekadar si imam itu tahu kalau dia salah. Jadi, rakyat yang merasa tidak terwakili aspirasinya oleh parlemen bisa berdemo. Tetapi, jangan demo yang merusak. Inilah adab dalam mengingatkan pemimpin,” katanya menambahkan.

Tidak hanya bagi rakyat, Cholil juga menyasar pada pemimpin. Sebagaimana dalam shalat, seorang imam tidak boleh ngotot kalau dia yang benar. Jika memang dia salah, ia segera kembali pada kebenaran. Bahkan, ia bertobat dengan sujud sahwi pada akhir masa jabatannya sebagai imam.

“Seorang imam, telinganya harus kuat dan peka membaca aspirasi rakyatnya. Kalau di media sosial memang tidak bisa diakomodir dan menjadi landasan membuat kebijakan. Tapi, kalau dari tokoh masyarakat itu bisa ditanggapi,” jelasnya.

Kicauan masyarakat yang terkadang vulgar dalam mengkritisi pemimpin di media sosial juga perlu dihindari. Menurut Cholil, bukan seperti itu etika Islam dalam menyampaikan kebenaran. “Media sosial itu sekarang jadi barometer kebebasan orang. Mereka bebas menyampaikan apa saja. Di media sosial tidak ketahuan mimiknya, sehingga secara psikologi menempatkan semua orang sama tanpa ada batasan pendidikan, kedudukan, dan sebagainya,” katanya menambahkan.

KH A Cholil Ridwan Lc menambahkan, pada dasarnya nasihat untuk siapa saja adalah intisari dari kehidupan beragama. Hadis Rasulullah SAW menyebutkan, “Agama adalah nasihat.” (HR Muslim).

Menurut Kiai Cholil, pada dasarnya setiap Muslim harus menutup aib saudaranya sesama Muslim. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Siapa yang menutupi aib saudaranya sesama Muslim di dunia, Allah menutupi aibnya di hari kiamat.” (HR Ahmad). Namun, bagi pejabat publik yang mencurangi rakyatnya, hal ini tak termasuk lagi dalam kategori aib yang harus ditutupi.

“Kalau kita membuka aib orang tanpa ada alasan atau kepentingan yang lebih besar, itu melanggar etika Islam. Tapi, kalau kasusnya pemimpin yang korupsi, misalkan. Data dan buktinya ada. Ini jadi keharusan karena ini menegakkan kebenaran,” jelasnya.

“Bisa juga pemimpin yang melanggar etika. Ada pejabat yang selingkuh atau tertangkap kamera di tempat pelacuran. Ini boleh-boleh saja diekspos. Alasannya, karena dia pemimpin yang harus menjadi contoh bagi umatnya. Ini bukan fitnah,” katanya menambahkan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Dunia itu Berputar Membawa Amal-amal Kita

TERINGATLAH saya pada satu hukum alam bahwa dunia ini memiliki hukum perputaran, sebagaimana bumi juga berputar. Lalu saya juga teringat pada hukum alam lainnya bahwa setiap perbuatan manusia itu sejatinya adalah untuk dirinya. Jika perbuatannya baik, maka kebaikan itu akan kembali pada dirinya pada suatu waktu. Demikian juga perbuatan yang tak baik.

Hadits menyatakan: “amalmu adalah karyawanmu.” Kapankah waktu terbalaskannya perbuatan kita? Itu adalah rahasia Allah kapan waktu pembalasan itu tiba. Namun yakinlah bahwa semua pasti terbayarkan. Karenanya, selalulah lakukan kebaikan, jangan pernah lakukan kejelekan yang membuat orang lain merasa terdzalimi.

Sebuah kecelakaan terjadi di jalan raya yang sebenarnya tak begitu ramai. Enak dan mulusnya jalan seringkali melenakan para pengendara. Sering sekali kecelakaan terjadi bukan di jalan berlumpur dan jalan berlubang, melainkan di jalan mulus dengan aspal berkualitas. Kecelakaan hidup juga sering terjadi saat seseorang tengah jaya, bukan saat tak punya apa-apa. Karena itu, saat jaya, lebih berhati-hatilah.

Dalam kecelakaan yang saya ceritakan di atas, seorang lelaki patah tulang serius, kaki, tangan dan rusuknya. Wajahnya pun penuh luka. Kata para saksi, andai tak segera dilarikan ke rumah sakit, entah takdir apa yang akan terjadi padanya. Seorang supir yang kebetulan kendaraannya ada di belakang mobil yang kecelakaan itu bergegas turun membantu mengevakuasi lelaki itu, digotongnya ke dalam mobilnya dan dibawanya ke rumah sakit.

Lelaki itu pingsan. Si supir segera mengambil handphone yang ada di kantong baju si lelaki itu untuk mencari tahu keluarganya, menghubunginya agar segera menyusul ke tumah sakit. Dicarinya nomer yang paling sering dihubunginya dan segera ditelponnya. Seorang wanita mengangkat telpon itu dan menangis menjerit atas musibah ini. Wanita yang adalah istri lelaki yang kecelakaan itu bergegas mendatangi rumah sakit.

Sang supir adalah sang pahlawan. Bajunya penuh dengan darah. Namun dia tetap setia menunggui lelaki yang kecelakaan itu. Tetap tak sadarkan diri, namun sudah dalam penanganan dokter. Lalu datanglah istri lelaki itu dan langsung memeluk suaminya yang sedang pingsan itu. Setelah itu, dia menoleh kepada supir yang telah menolongnya untuk berterima kasih.

Sangat perlu berterimakasih kepada semua orang yang telah membantu kita. Jangan pernah melupakan orang yang telah berjasa kepada kita. Namun begitu terkejutnya si istri korban setelah melihat supir itu, dan begitu terkejutnya si supir melihat wanita itu. Dua-duanya kaget dan terdiam kaku. Mengapa? Ternyata, supir itu adalah lelaki yang dulu lamarannya pernah ditolak oleh si wanita itu, ditolak dengan umpatan dan cacian karena profesinya sebagai supir. Janganlah pernah menghina orang lain, siapa tahu suatu waktu dia menjadi pahlawan bagi kita. Dunia adalah berputar, saudaraku dan sahabatku.

Profesi supir bukan profesi tak baik. Semua profesi yang halal adalah profesi baik. Saya juga kadang “nyambi” menjadi supir. Lalu, apakah yang terjadi setelah saling diam? Kisahnya sangat panjang. Namun panggilan boarding pesawat sudah mengharuskan saya menyudahi tulisan ini. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Dosa, Suami Beri Uang ke Orang Tanpa Setahu Istri

ADA yang bertanya, bagaimana hukumnya seorang suami melayani (atau memberi) pertolongan (pada) seorang gadis non muhrim tanpa sepengetahuan istrinya?

Apa hukumnya berdosa, sedang gadis tersebut sangat memerlukan sekali pertolongan berupa uang guna keperluan sekolahnya.

Menurut Islam ala Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah:

Hendaklah pengeluaran harta tersebut diketahui dan dimusyawarahkan dengan istri Anda. Libatkanlah istri dalam hal pemberian yang bisa dikatakan beasiswa kepada gadis yang anda tolong tersebut.

Perlu diingat bahwa harta yang Anda peroleh [sejak awal pernikahan hingga perceraian] disebut harta bersama (suami-istri). Jika pengeluarannya [untuk bersedekah atau pun keperluan lain] tanpa sepengetahuan istri, maka demikian termasuk berdosa.[]

INILAH MOZAIK

Metode Dakwah kepada Pelaku Maksiat

Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:

Apakah boleh bagi seorang da’i untuk mendakwahi manusia sedangkan mereka masih dalam kondisi mengerjakan berbagai kemungkaran? Apakah diperbolehkan mengunjungi rumah-rumah para pelaku maksiat dengan tujuan mendakwahi mereka kepada jalan Allah Ta’ala?

Jawaban:

Dakwah itu haruslah dengan hikmah sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala. Jika seseorang melihat bahwa dakwahnya di satu waktu dan kesempatan itu bermanfaat dan sekiranya akan membuahkan hasil, hendaklah dia melakukannya. Meskipun hal itu dilakukan dengan mendatangi para pelaku maksiat di rumah-rumah mereka. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi manusia ketika musim haji di tenda-tenda singgah mereka dan mendakwahi mereka ke jalan Allah Ta’ala.

Demikian pula, kita mendakwahi mereka, meskipun mereka di jalan-jalan dan di tempat permainan mereka, jika dilihat bahwa dalam hal itu ada maslahat (manfaat kebaikan). Jika dilihat bahwa tidak ada maslahat ketika mendakwahi mereka di perkumpulan-perkumpulan mereka, maka jika memungkinkan, (mungkin perlu) didatangi satu demi satu. Dan bersemangatlah untuk mendatangi pemimpin atau pembesar mereka terlebih dahulu. Karena jika pemimpin atau pembesar mereka itu menjadi baik, maka para pengikut mereka pun akan ikut menjadi baik pula. Maka semangatlah, jika memungkinkan, mendakwahi para pembesar dan pemimpin yang masih awam, dan mendatangi mereka di rumah-rumah mereka atau mendatangi mereka di tempat-tempat lainnya yang memungkinkan, kemudian kita dakwahi mereka. 

Yang terpenting, jika seseorang itu konsisten dengan petunjuk dan perintah Allah Ta’ala, yaitu hikmah dalam dakwah, maka dia akan mendapatkan kebaikan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا

“Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan siapa saja yang dianugerahi hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (QS. Al-Baqarah [2]: 269)

[Selesai]

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54325-metode-dakwah-kepada-pelaku-maksiat.html

Mengenal Metode Dakwah

Tujuan dakwah mewujudkan kebahagaiaan dunia dan akhirat.

Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da’a yad’u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Jadi, dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai garis akidah, syariat dan akhlak Islam.

Dalam perkembangannya, kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata ‘Ilmu’ dan ‘Islam’, sehingga menjadi ‘ilmu dakwah’ dan ‘ilmu Islam’ atau ad-dakwah al-Islamiyah.

Tujuan utama dakwah yakni mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhai Allah SWT. Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan.

Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).

Adapun dakwah bisa dipelajari, dan ini menyangkut ilmu dakwah. Di dalamnya, mencakup pemahaman terhadap aspek hukum dan tatacara berdakwah, sehingga para mubalig bukan saja paham tentang kebenaran Islam, akan tetapi mereka juga didukung oleh kemampuan yang baik dalam menyampaikan risalah al Islamiyah.

Terdapat beberapa metode dakwah. Pertama, dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas.

Kedua, dakwah Ammah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Mereka biasanya menyampaikan khotbah (pidato).

Ketiga, dakwah bil-Lisan, yakni penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). Keempat, dakwah bil-Haal, dengan mengedepankan perbuatan nyata.

Yang kelima, dakwah bit-Tadwin, atau pola dakwah melalui tulisan, baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah.

Keenam adalah dakwah bil Hikmah, yang berdakwah dengan cara arif bijaksana, semisal melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik.

KHAZANAH REPUBLIKA

Mengenal Metode-metode Dakwah Islam

Metode dakwah itu sejalan dengan contoh dari Nabi SAW dan pemaknaan dari Alquran.

Sejak wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lebih dari 1400 tahun silam, Islam disebarkan melalui dakwah. Rasulullah SAW pun telah memberikan suri teladan tentang cara-cara dakwah.

Merujuk pada sirah Nabawiyah, awalnya Rasulullah SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi, door to door dari rumah ke rumah. Inilah fase yang penuh tantangan. Betapa jumlah kaum Muslimin saat itu sangat kecil bila dibandingkan dengan kaum musyrikin, apalagi para petinggi yang enggan meninggalkan tradisi Jahiliyah

Selain dari kaum Quraisy, cercaan dan rintangan juga datang dari kalanga keluarga SAW sendiri yang belum menerima ajaran Islam. Ambil contoh, Abu Lahab yang amat memusuhi dakwah Islam. Alquran bahkan mengabadikan sifatnya dalam surah al-Lahab.

Segenap cobaan dihadapi Nabi SAW dengan penuh kesabaran. Selanjutnya, dakwah Islam dilakukan secara terang-terangan. Banyak peristiwa yang dilalui Nabi SAW untuk menyampaikan risalah Islam, baik selama di Makkah, Madinah, maupun kota-kota sekitar.

Puncaknya, ketika pembebasan Makkah (fathu Makkah) terjadi. Inilah kemenangan yang besar dalam perjalanan dakwah Rasulullah SAW sepanjang hayat. Kemenangan tauhid atas ajaran paganisme yang membuat akal bebal, mengunci hati dan pikiran. Kemenangan yang membersihkan Ka’bah, Baitullah yang dibina sejak era Nabi Adam AS lalu Nabi Ibrahim AS; rumah Allah itu kini bersih dari berhala-berhala.

Nabi SAW merupakan seorang ummiy. Namun, hal itu tidak berarti beliau SAW menafikan pentingnya metode dakwah melalui tulisan. Maka dari itu, banyak surat-surat yang berisi ajakan memeluk Islam dikirimkannya ke para petinggi bangsa-bangsa dunia, baik di Arab maupun sekitarnya.

Di antara para pemimpin yang menerima surat dari Rasul SAW itu adalah, Raja Heraklius dari Bizantium; Raja Mukaukis dari Mesir; Raja Kisra dari Persia (Iran); serta Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).

Agar dakwah tepat sasaran, Alquran telah menunjukkan kaidah-kaidahnya. Umpamanya, dalam surah an-Nahl ayat ke-125. Artinya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Tiga kaidah dalam berdakwah itu adalah: (1) al hikmah (hikmah); (2) al mau’izah al hasanah (pelajaran yang baik), dan (3) al mujadalah billati hiya ahsan (mendebat dengan cara yang baik).

Dakwah bil hikmah berarti menyampaikan dakwah dengan terlebih dulu mengetahui tujuannya dan mengenal secara benar dan mendalam orang atau masyarakat yang menjadi sasarannya.

Dakwah bilmau’izah hasanah, berarti memberi kepuasan kepada jiwa seseorang atau komunitas yang menjadi sasaran dakwah. Hal itu dengan cara-cara yang baik, seperti memberi nasihat, pengajaran, serta teladan yang positif.

Sementara itu, dakwah mujadalah billati hiya ahsan adalah dakwah yang dilakukan dengan cara bertukar pikiran (dialog), sesuai kondisi masyarakat setempat tanpa melukai perasaan mereka.

Tiga bentuk dakwah inilah yang ditempuh Nabi SAW dalam menunaikan amanat dari langit. Dari mana dakwah harus dimulai? Dalam sebuah firman-Nya, Allah menyatakan, “Berilah pengajaran kepada keluargamu terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS:26:214).

KHAZANAH REPUBLIKA

Bimbingan Praktis Umrah (Bag. 3)

Baca pembahasan sebelumnya 

Waktu Pelaksanaan Umroh

Seseorang boleh melaksanakan umroh di seluruh hari dalam sepanjang tahun, inilah pendapat Jumhur Ulama rahimahumullah, hanya saja umroh yang dilakukan pada bulan Ramadhan lebih utama daripada bulan selainnya, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (1782) dan Imam Muslim (1256) dari Ibnu Abbas, beliau berkata: 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada wanita dari kalangan Al-Anshor :

(فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِي ، فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً ) وفي رواية لمسلم : ( حجة معي ) 

Jika datang Ramadhan, maka tunaikan umroh, karena sesungguhnya umroh pada bulan Ramadhan sepadan dengan (pahala) haji

Dalam riwayat Imam Muslim : “(ٍٍSepadan) dengan (pahala) haji yang dilakukan bersamaku”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

Boleh Melaksanakan Umroh Sebelum Berhaji

Dari Ikrimah bin Khalid bahwa beliau bertanya kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma tentang menunaikan umroh sebelum menunaikan haji, lalu beliau menjawab : “Tidak mengapa”.

Ikrimah mengatakan :

“Ibnu Umar menuturkan : 

اعتمرالنبي ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قبل أن يحج

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah menunaikan umroh sebelum beliau menunaikan haji.” [Shahih, HR. Al-Bukhari].

Apa Saja yang Dilakukan dalam Ibadah Umroh?

Banyak ibadah-ibadah yang bisa dilakukan saat seseorang melakukan umroh, namun terdapat empat ibadah pokok yang terkandung dalam ibadah umroh, yaitu :

  1. Al-Ihram.
  2. Thawaf mengelilingi Ka’bah di Al-Baitul Haram.
  3. Sa’i antara bukit Shofa dan bukit Marwa.
  4. Menggundul atau memendekkan rambut kepala.

Selanjutnya, para ulama mengklasifikasikan keempat ibadah pokok tersebut kedalam perkara-perkara: rukun, wajib dan sunnah umroh. Berikut ini perinciannya:

Rukun umroh

Rukun umroh ada tiga, yaitu:

  1. Ihram, yaitu: niat masuk kedalam ibadah umroh.
  2. Thawaf mengelilingi Ka’bah di Al-Baitul Haram.
  3. Sa’i antara bukit Shofa dan bukit Marwa

Barangsiapa yang tidak mengerjakan rukun ihram, maka ia belumlah memasuki ibadah umroh sama sekali.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى 

Sesungguhnya amalan itu hanyalah tergantung kepada niatnya, dan seseorang hanyalah mendapatkan apa yang diniatkannya. [Muttafaqun ‘alaih].

Adapun orang yang meninggalkan rukun lainnya selain ihram, (yaitu : thowaf atau sa’i), maka tidak batal umrohnya, hanya saja ia diharuskan melakukan thowaf atau sa’i yang ditinggalkannya.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

Dan tunaikanlah sampai selesai ibadah haji dan ‘umrah karena Allah.  [Q.S. Al-Baqarah : 196].

(Bersambung, in sya Allah)

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54289-bimbingan-praktis-umrah-bag-3.html

Konferensi Internasional Al-Azhar Cetuskan 29 Rumusan

Konferensi Internasional al-Azhar menghasilkan sejumlah rumusan terkait pembaruan pemikiran Islam. Ada 29 rumusan yang dibacakan pemimpin tertinggi al-Azhar, Grand Syekh Prof Ahmed Thayyib pada penutupan konferensi. 

Konferensi Internasional al-Azhar tentang Pembaruan Pemikiran Islam ini berlangsung dua hari, 27-28 Januari 2020. Konferensi dihadiri ulama, pemimpin, dan cendekiawan Muslim dari 41 negara. Hadir dari Indonesia, Prof Quraish Shihab, Prof Din Syamsuddin, TGB Muhammad Zainul Majdi, dan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Muchlis M Hanafi. 

“Konferensi dilatarbelakangi kebutuhan untuk menghadirkan pandangan-pandangan Islam yang moderat di tengah berbagai permasalahan yang muncul akhir-akhir ini. Pandangan tersebut sangat diperlukan untuk menunjukkan bahwa ajaran Islam sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat,” ujar Kepala LPMQ, Muchlis M Hanafi,  Jumat (31/1).  

Salah satu rumusan hasil konferensi, kata Muchlis, menegaskan bahwa pembaruan (tajdid) pemikiran Islam sangat dibutuhkan. Hal ini untuk merespons hal-hal baru yang belum ada penjelasannya secara tegas dan rinci dari teks-teks keagamaan (Alquran dan hadis), demi kemaslahatan umum.

Fatwa keagamaan tentang itu dapat berubah sejalan dengan perubahan waktu, tempat, dan adat kebiasaan masyarakat, dengan tetap memperhatikan prinsip dan kaidah umum syariat, serta kepentingan umum.  

“Pembaruan hanya boleh dilakukan  ulama yang kompeten di bidangnya agar tajdid (pembaruan) tidak berubah menjadi tabdid (pengaburan),” ujarnya. 

Rumusan lainnya mengindentifikasi bahwa pihak yang terdepan dalam menolak pembaharuan keagamaan adalah kelompok-kelompok ekstrem dan teroris pro kekerasan. Propaganda mereka berdiri atas pemalsuan pemahaman dan manipulasi istilah-istilah agama.

Beberapa contohnya seperti konsep mereka mengenai sistem pemerintahan, al-Haakimiyyah (Allah sebagai sumber hukum), hijrah, jihad, perang, dan sikap terhadap pihak-pihak yang berbeda pandangan dengan mereka.  

“Atas nama agama mereka melakukan pelanggaran pelanggaran terhadap jiwa, harta, dan kehormatan. Oleh karena itu, lembaga dan masyarakat wajib mendukung negara untuk menumpas bahaya kelompok-kelompok itu,” ujar Muchlis. 

Dijelaskan juga dalam rumusan hasil konferensi ini, di antara pangkal kekeliruan berpikir kelompok-kelompok ekstrem-radikal adalah penyamaan antara masalah-masalah akidah dengan hukum-hukum fikih yang bersifat praktis.  

Misalnya, anggapan bahwa perbuatan maksiat adalah kufur dan menganggap sebagian perbuatan mubah sebagai kewajiban. Inilah yang menjerumuskan masyarakat ke dalam kesulitan yang luar biasa dan sangat memperburuk citra Islam dan syariatnya.  

Terkait jihad, konferensi ini merumuskan bahwa jihad dalam Islam tidak identik dengan perang. Peperangan yang pernah dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya adalah salah satu jenis jihad. 

Perang bertujuan untuk menolak serangan yang dilancarkan para agresor terhadap kaum Muslim, bukan untuk membunuhi orang-orang yang berbeda agama sebagaimana anggapan kaum ekstremis. 

Dalam Islam haram hukumnya mengganggu orang-orang yang berbeda agama dan memeranginya selama mereka tidak memerangi kaum Muslim.  

“Yang berwenang menyatakan jihad perang adalah pemerintah yang sah dari suatu negeri berdasarkan undang-undang dasar dan hukum, bukan kelompok atau perorangan. Kelompok yang mengaku memiliki wewenang ini, merekrut dan melatih para pemuda untuk dijerumuskan ke dalam pembunuhan dan peperangan adalah kelompok perusak di muka bumi serta memerangi Allah dan Rasul-Nya,”

Muchlis juga menyebut instansi yang berwenang di bidang keamanan dan hukum  harus melawan dan menumpas kelompok-kelompok semacam itu dengan tekad yang kuat.

Hal lain yang disorot Konferensi Internasional Al-Azhar juga menyoroti masalah khilafah. Dalam salah satu rumusan yang dihasilkan, dijelaskan bahwa khilafah adalah sistem pemerintahan yang diterima para sahabat Rasulullah dan sesuai dengan kondisi zaman mereka. 

Namun demikian, tidak ada ketetapan dalam teks Alquran dan hadis Nabi yang mewajibkan untuk menerapkan sistem pemerintahan tertentu. Sistem apapun yang ada di era modern ini dibenarkan agama selama mewujudkan keadilan, kesetaraan, kebebasan, melindungi negara/tanah air dan menjamin hak-hak warga negara apapun keyakinan dan agamanya, serta tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

KHZANAH REPUBLIKA