Untukmu yang Suka Mengeluhkan Musibah

BUMI semakin menua. Alam semakin sering mengeluh dengan bencana. Air bah mulai tumpah menyapu rumah-rumah. Gempa rutin datang memecah hiruk pikuk masyarakat. Gunung meletus bergantian.

Penyakit menyebar tak pandang bulu. Bencana terjadi dimana-mana. Musibah silih berganti mengunjungi manusia. Sementara mereka mulai putus asa. Bunuh diri dimana-mana. Rumah sakit jiwa tak mampu menampung pasiennya. Kriminalitas meningkat tajam dari sebelumnya. Apa yang terjadi sebenarnya?

Wajah-wajah pucat, mata-mata sembab, jeritan-jeritan histeris manusia menatap langit dan berteriak, “Dimana keadilanmu Tuhan?”

Allah menjawab keluhan mereka, “Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.” (An-Nisa 147)

“Kenapa selalu kami yang terkena musibah?” tanya mereka.

“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (An-Nisa 79)

Kemudian Allah swt balik bertanya kepada mereka.

“Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara mereka yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu yang demikian itu? Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.”(Ar-Rum 40)

Umur yang singkat telah dihabiskan untuk menyembah harta, jabatan dan angan-angan panjang. Kini, dimana tuhan tuhan palsu itu? Adakah yang dapat membantu mereka disaat terjepit? Adakah yang dapat menolong ketika Alam telah merenggut semua yang mereka miliki? Bukankah Allah telah menceritakan kehancuran umat terdahulu karena kedurhakaan mereka?

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami Azab karena dosa-dosanya, di antara mereka ada yang Kami Timpakan kepadanya hujan batu kerikil, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, ada yang Kami Benamkan ke dalam bumi, dan ada pula yang Kami Tenggelamkan. Allah sama sekali tidak hendak menzalimi mereka, akan tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.”(Al-Ankabut 68)

Semua bencana itu datang karena manusia telah mengundangnya dengan dosa-dosa. Kini siapa yang akan menolong mereka ?

“Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong selain Allah.” (Nuh 25)

Allah swt adalah Tuhan yang Maha Penyayang. Dia tidak akan mendatangkan siksa dan bencana kepada hamba-hamba yang dicintai-Nya. Bukankah kita mendengar bahwa cinta Allah kepada hamba-Nya melebih cinta seorang ibu kepada anaknya?

Segala bencana dan kesulitan hidup adalah akibat dari dosa manusia. Banjir datang karena kerakusan, tanah longsor karena ketamakan, Alam tak lagi bersahabat dengan manusia yang selalu merusaknya. Allah telah memperingatkan dalam Firman-Nya,

“Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah Menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”(Ar-Rum 41)

Semakin banyak kesalahan semakin dekat dengan bencana. Berulang kali Allah menegaskan bahwa bencana yang kita dapatkan adalah akibat dari kejahatan diri sendiri. Sesungguhnya kitalah yang telah mendzolimi diri kita sendiri. Maha Suci Allah dari segala bentuk kezaliman.

“Allah tidak menzalimi mereka, tetapi mereka yang menzalimi diri sendiri.”(Ali Imran 117)

“Allah tidak menzalimi mereka, justru merekalah yang (selalu) menzalimi diri mereka sendiri.” (An-Nahl 33)

Karena itu, sayidina Ali bin Abi tholib mengajarkan kepada kita sebuah doa yang sangat indah. Sebuah pengakuan diri bahwa bencana yang datang adalah akibat dari kesalahan kita. Semoga Allah mengampuni kesalahan kita melalui doa ini.

“Ya Allah, ampuni dosaku yang mendatangkan bencana.”

INILAH MOZAIK

Rasulullah SAW Jelaskan Ciri Apakah Jiwa Anda Stabil?

Rasulullah SAW menjelaskan ciri-ciri kestabilan jiwa

Nikmat sehat memang menjadi sangat mahal. Apalah artinya bergelimang kekayaan, rumah mewah dengan jabatan dan kekuasaan yang tinggi serta anak-anak yang tampan bila tidak disertai nikmat kesehatan. Karena itulah, semua manusia berlomba untuk mendapatkan nikmat sehat

Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak ada salahnya seseorang memiliki kekayaan asalkan dia tetap bertakwa. Akan tetapi, bagi orang yang bertakwa, kesehatan lebih baik daripada kekayaan. Selain itu, hati yang bahagia (thibin nafs) adalah bagian dari (kenikmatan) surga).” Hadis riwayat Ibnu Maajah.

Di dalam hadis-hadisnya, Rasulullah menjelaskan kesehatan dan kestabilan jiwa (mental) seseorang memiliki beberapa indikasi antara lain adanya rasa aman. Ini disebutkan dalam sabdanya: ”Siapa yang menyongsong pagi hari dengan perasaan aman terhadap lingkungan sekitar, kondisi tubuh yang sehat, serta adanya persediaan makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dia telah memperoleh seluruh kenikmatan dunia.” (HR Tirmidzi).

Kestabilan jiwa juga ditandai dengan sikap tidak meminta-minta kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda: ”Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Tindakan kalian mengambil seutas tali lalu mencari kayu bakar kemudian memikulnya di atas punggung adalah lebih baik (mulia serta terhormat) ketimbang mendatangi seseorang lalu meminta-minta kepadanya baik ia kemudian diberi sedekah atau tidak. (HR Bukhari).

KHAZANAH REPUBLIKA


Cinta dan Kasih Sayang Penopang Peradaban Islam

Peradaban Islam dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang.

Cinta dan kasih sayang adalah ruh kehidupan. Itulah yang menjelaskan mengapa dalam banyak kesempatan Nabi Muhammad SAW selalu berusaha mematrikannya di dada umatnya. ”Orang-orang yang punya rasa kasih sayang, Allah yang Mahasayang akan sayang kepada mereka,” ungkap beliau suatu ketika.

Di lain kesempatan kekasih Allah ini juga bersabda, ”Sayangilah penghuni bumi, niscaya Yang di Langit akan sayang kepada kalian.” Sungguh sebuah ungkapan cinta dan kasih sayang yang sarat makna.

Yusuf Qaradhawi, seorang pemikir dan ulama besar abad ini, pernah menukil perkataan seorang bijak, ”Seandainya cinta dan kasih sayang telah berpengaruh dalam kehidupan. Maka manusia tidak memerlukan lagi keadilan dan undang-undang.” Tak berlebihan. Sebab, mungkinkah huru-hara dan kekacauan dunia itu terjadi, jika cinta dan kasih sayang telah mewujud dalam kehidupan kita? Cinta dan kasih sayang kepada sesama yang terbingkai dalam cinta murni kepada Sang Khalik.

Sebab, sungguh hanya Allahlah Dzat tempat kita menggantungkan segala asa dan cinta. Dan Allah pulalah juga yang berhak menanamkan dan mencabut rasa cinta dari dalam lubuk hati kita. Allah berfirman, ”… sekiranya kalian infakkan semua kekayaan yang ada di bumi, niscaya kalian takkan mampu mempersatukan hati-hati mereka (manusia), tetapi Allahlah yang mempersatukan hati mereka …” (QS Al-Anfal [8]: 63).

Ayat ini menegaskan betapa harta benda tidak cukup mempertautkan hati. Tidak pula berbagai sistem ekonomi serta kondisi kebendaan (materialisme). Kalaupun itu terjadi, ia pastilah ikatan cinta semu, sebatas terpenuhinya sebuah kepentingan. Tentu saja cinta model ini (cinta atas motivasi keduniaan) pasti binasa dan fana, jika ia tak dilengkapi serta dibungkus jiwa yang lembut, yang disinari roh Ilahi.

Inilah rasa cinta dan kasih sayang yang sejati. Kasih sayang yang mendorong senyum yang merekah, dan wajah ceria saat bertemu sesama. Itulah sedekah yang lahir dari keikhlasan cinta dan kasih sayang. Sebab, cinta dan kasih sayang tidak mungkin terpancar dari orang yang gersang dari keduanya. Faaqidussyaa’i laayu’ti, sesuatu yang tidak punya apa-apa, tak akan mampu memberi apa-apa, begitu pepatah Arab soal ini.

Rasulullah SAW dalam sebuah hadis menyatakan, ”Maukah kalian kutunjukkan suatu hal yang apabila kalian lakukan pasti akan saling mencintai? Sebarkan salam di antara kalian.” (HR Muslim). Seulas senyum dan salam saja, mampu untuk merekatkan jalinan silaturahim. Begitu sulitkah menebar cinta, sehingga kebencian kian subur di hati kita?

KHAZANAH REPUBLIKA


Ingin Pandangan Mata Terang dan Adem? Ini Sunnah Rasulullah

Rasulullah SAW memberikan tiga cara agar pandangan terang dan adem.

Rasulullah SAW memberikan panduan dalam kehidupan sehari-hari, dari hal sederhana hingga hal-hal yang kompleks dalam hidup. 

Di antara contoh panduan sederhana dalam hidup yang diletakkan Rasulullah tersebut adalah, bagaimana agar pandangan mata kita, tetap bisa jernih dan sejuk. 

Menurut Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, dalam konteks kehidupan sehari-hari, Rasulullah mengajarkan tiga langkah sederhana agar kedua mata kita mendapatkan rileksasi. Hal ini juga bisa berdampak pada ketenangan jiwa. 

Kiai Ma’ruf pun menukilkan hadis riwayat al-Hakim, Abu Nuaim, dan al-Kharaithi sebagai berikut:  

ﺛﻼﺙٌ ﻳَﺠْﻠِﻴﻦَ اﻟﺒَﺼَﺮَ: اﻟﻨﻈﺮ ﺇِﻟَﻰ اﻟﺨُﻀْﺮَﺓِ ﻭَﺇِﻟَﻰ اﻟﻤﺎء اﻟﺠﺎﺭﻱ ﻭﺇﻟﻰ اﻟﻮﺟﻪ اﻟﺤﺴﻦ””

“(اﻟﺤﺎﻛﻢ ﻓِﻲ ﺗَﺎﺭِﻳﺨﻪ) ﻋَﻦ ﻋَﻠﻲّ ﻭَﻋَﻦ اﺑْﻦ ﻋَﻤْﺮﻭ (ﺃَﺑُﻮ ﻧﻌﻴﻢ ﻓِﻲ اﻟﻄِّﺐّ) ﻋَﻦ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔ (اﻟﺨﺮاﺋﻄﻲ ﻓﻲ اﻋﺘﻼﻝ اﻟﻘﻠﻮﺏ) ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ)

Artinya: “Ada tiga hal yang menjadikan terangnya pandangan yaitu pertama melihat objek hijau, kedua, melihat air yang mengalir, dan ketiga melihat wajah yang bagus.”  

Dia mengajak segenap umat bersyukur Indonesia dikarunia alam luas dengan bentangan pemandangan yang hijau dan rindang. “Semoga ini memberikan efek tidak hanya rileksasi tetapi juga motivasi kuat agar kita senantiasa bersyukur,” kata dia. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Sifat-Sifat Khamr Surgawi

Kita ketahui bersama bahwa khamr dan semua yang memabukkan telah diharamkan oleh Allah di dunia. Allah Ta’ala berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”” (QS. Al Baqarah: 219)

Ia juga berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90).

Namun di surga khamr itu menjadi halal, bahkan ada sungai-sungai yang mengalirkan khamr yang lezat yang bebas di minum oleh penghuninya. Allah Ta’ala berfirman:

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ

perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya..”  (QS. Muhammad: 15).

Mengapa khamr dunia diharamkan sedangkan khamr dibolehkan di surga? Ketahuilah, khamr surgawi berbeda dengan khamr di dunia. Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya menjelaskan beberapa sifat khamr surgawi:

  1. Tidak mengandung zat yang memabukkan. Sebagaimana firman Allah:لا فِيهَا غَوْلٌ وَلا هُمْ عَنْهَا يُنزفُونَ“Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya” (QS. Ash Shaffat: 47)
  2. Tidak membuat mabuk dan pusing. Sebagaimana firman Allah:لَا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلا يُنزفُونَ“mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk” (QS. Al Waqi’ah: 19)
  3. Warnanya putih,
  4. Rasanya lezat, sebagaimana firman Allah:بَيْضَاءَ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ“warnanya putih dan terasa lezat bagi yang meminumnya” (QS. Ash Shaffat: 46)
  5. Bisa didapatkan tanpa perlu memeras, sebagaimana diriwayatkan:لَمْ تَعْصُرْهَا الرِّجَالُ بِأَقْدَامِهَا“para lelaki tidak perlu memerasnya dengan kaki-kaki mereka” (HR. Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, beliau mengatakan: ‘hadits ini gharib, seakan-akan dia mursal’).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya: “mengapa khamr di dunia di haramkan sedangkan di surga di halalkan?”. Beliau menjawab: “khamr akhirat itu baik tidak memabukkan dan tidak memberi bahaya atau gangguan. Adapun khamr dunia, di dalamnya ada bahaya dan memabukkan serta memberi gangguan. Khamr akhirat tidak mengandung zat yang memabukkan dan tidak membuat mabuk peminumnya, serta tidak membuat gangguan pada akalnya atau bahaya pada badannya. Adapun khamr dunia, dapat mengganggu akal dan badan sekaligus. Dan semua bahaya yang ada pada khamr dunia itu tidak ada pada khamr akhirat” (Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/359).

Dan tentu saja khamr surgawi ini hanya dinikmati oleh orang-orang yang Allah masukkan ke dalam surga, dan diantara sebabnya adalah dengan meninggalkan khamr di dunia.

Demikian, semoga bermanfaat. Wabillahi at taufiq was sadaad.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/22647-sifat-sifat-khamr-surgawi.html

Hukum Menghadiri Jamuan yang Disediakan Khamr

Hadits-hadits yang Berisi Larangan Menghadiri Jamuan Makan yang Disediakan Khamr

Dari sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مَطْعَمَيْنِ عَنْ الْجُلُوسِ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ وَأَنْ يَأْكُلَ الرَّجُلُ وَهُوَ مُنْبَطِحٌ عَلَى بَطْنِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari dua tempat makan; (1) duduk menghadap hidangan yang di dalamnya diminum (dihidangkan) khamr; dan (2) seseorang makan dalam keadaan tengkurap.” (HR. Abu Dawud no. 3774, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Dalam riwayat lain disebutkan,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا بِالْخَمْرِ

“Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah duduk di dekat meja yang di atasnya diedarkan khamr.” (HR. At-Tirmidzi no. 2801 dan Ahmad no. 14241, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Sebab atau Hikmah Larangan

Hadits-hadits di atas jelas dan tegas menunjukkan larangan menghadiri jamuan makan yang di dalamnya disediakan khamr. Sebab larangan tersebut adalah karena jika ikut duduk dan menikmati jamuan tersebut (meskipun kita tidak ikut minum khamr), maka hal itu menunjukkan bahwa hati kita ridha dengan kemungkaran tersebut dan menyetujuinya. Demikian pula jika yang ikut dihidangkan adalah makanan dan minuman lain yang haram (selain khamr), misalnya babi, dan kita mengetahuinya. 

Hadits di atas perlu diperhatikan oleh setiap muslim, lebih-lebih lagi mereka yang sedang menempuh studi atau bekerja di negeri-negeri kafir. Tidak jarang ada undangan jamuan makan, entah bentuknya makan siang atau makan malam, dan tentu saja di dalamnya disajikan khamr, makanan yang berasal dari babi, dan makanan/minuman haram sebagainya. Seorang muslim yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir, tentu saja tidak akan meremehkan dan menyepelekan larangan tersebut.

Hal ini sebagaimana larangan untuk duduk-duduk di suatu majelis yang di dalamnya berisi olok-olok dan candaan terhadap ayat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olok ayat-ayat kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (QS. Al-An’am [6]: 68)

Dikecualikan dalam larangan tersebut adalah jika hadir dalam rangka menjelaskan kebatilan perbuatan tersebut, dalam rangka menasihati, atau dalam rangka memperbaiki sehingga mereka meninggalkan maksiat tersebut. Lebih-lebih lagi jika yang mengundangnya tersebut adalah saudara sesama muslim, namun terjerumus dalam maksiat semacam ini. Adapun jika hadir sekedar ingin menikmati (meskipun dia hanya makan minum yang halal), maka tetap terlarang. Wallahu Ta’ala a’lam.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54670-hukum-menghadiri-jamuan-yang-disediakan-khamr.html

Alangkah Indahnya Islam !

Islam adalah agama yang indah, penuh cinta dan kasih sayang. Semua tuntunan Al-Qur’an mengarah kepada kebaikan dan selalu menampilkan yang terbaik.

Mari kita simak beberapa ayat dibawah ini :

1. Al-Qur’an mengajarkan bahwa bila kita hendak berbicara maka berbicara lah yang baik, siapapun lawan bicara kita.

Allah swt berfirman :

وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسۡنٗا

“Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia.” (QS.Al-Baqarah:83)

Ayat ini mengutip kata “An-Nas” yang artinya kita diperintahkan untuk berbicara yang baik kepada semua manusia. Berbicara yang baik bukan hanya kepada yang satu kelompok dengan kita, satu agama atau satu pemikiran saja. Tapi kepada semua manusia tanpa terkecuali.

2. Al-Qur’an mengajarkan apabila kita hendak beramal atau berbuat sesuatu maka lakukan sesuatu bukan sekedar yang baik, tapi usahakan untuk melakukan sesuatu yang terbaik.

Allah swt berfirman dalam banyak ayat, salah satunya adalah :

ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS.Al-Mulk:2)

3. Al-Qur’an mengajarkan apabila seseorang berbuat baik kepada kita walau hanya dengan mengucapkan salam atau memberi hadiah atau kebaikan apapun maka kita diperintahkan untuk membalas kebaikan itu dengan sesuatu yang lebih baik dari yang ia berikan. Bila kita tidak mampu membalas yang lebih baik maka kita dibolehkan untuk membalas yang sama.

Allah swt berfirman :

وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٖ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَآ أَوۡ رُدُّوهَآۗ

“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya.” (QS.An-Nisa’:86)

4. Al-Qur’an mengajarkan kepada kita untuk selalu memberi peluang terhadap orang yang berbuat salah. Al-Qur’an mengajak kita untuk memiliki hati yang lapang untuk memberi maaf.

Allah swt berfirman :

وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.An-Nur:22)

Bukankah kita juga banyak kesalahan dihadapan Allah dan mengharapkan ampunan-Nya? Sebagaimana kita berharap ampunan Allah, maka maafkanlah orang-orang yang pernah berbuat salah kepadamu.

5. Al-Qur’an mengajarkan bahwa apabila ada yang berbuat tidak baik kepada kita maka kita tidak diizinkan untuk membalas keburukannya dengan keburukan, tapi balaslah keburukan itu dengan kebaikan. Karena dengan cara ini musuhmu bisa menjadi kawan setiamu !

Allah swt berfirman:

وَلَا تَسۡتَوِي ٱلۡحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُۚ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِي بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهُۥ عَدَٰوَةٌ كَأَنَّهُۥ وَلِيٌّ حَمِيمٞ

“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (QS.Fushilat:34)

6. Al-Qur’an mengajarkan agar kita tidak melupakan kebaikan orang lain.

Seringkali satu kesalahan menutupi ribuan kebaikan seseorang. Maka jangan pernah kita melupakan kebaikan orang lain hanya karena sedikit kesalahan yang ia lakukan.

Allah swt berfirman :

وَلَا تَنسَوُاْ ٱلۡفَضۡلَ بَيۡنَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Baqarah:237)

Itulah beberapa poin tentang keindahan Islam. Tentu masih banyak lagi keindahan-keindahan Al-Qur’an yang tak akan habis untuk kita ungkap.

Mari kita tampilkan keindahan Islam sejati menurut tuntunan Al-Qur’an.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Hukum Mengeraskan Suara ketika Membaca Al-Qur’an

Terkadang ketika akan shalat sunnah di masjid ada yang sedang membaca Al-Qur’an dengan suara yang keras sehingga menganggu jamaah yang shalat

Mengeraskan Suara ketika Membaca Al-Qur’an yang Terlarang

Di antara perbuatan yang mengganggu orang-orang yang sedang shalat (sunnah) sebelum iqamat adalah adanya jamaah yang membaca Al-Qur’an dengan suara keras. Perbuatan semacam ini akan mengganggu konsentrasi atau kekhusyu’an orang-orang yang sedang shalat atau yang sedang melakukan ibadah yang lainnya. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang perbuatan semacam ini. Hal ini sebagaimana hadits yang diceritakan dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di masjid, lalu beliau mendengar mereka (para sahabat) mengeraskan bacaan (Al-Qur’an) mereka. Kemudian beliau membuka tirai sambil bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya kalian sedang berdialog dengan Rabb kalian. Oleh karena itu, janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan terhadap sebagian yang lain di dalam membaca Al-Qur’an” atau beliau mengatakan, “atau dalam shalatnya.”” (HR. Abu Dawud no. 1332, shahih)

Hadits tersebut menunjukkan adanya larangan bagi orang-orang yang sedang membaca Al-Qur’an di masjid untuk meninggikan atau mengeraskan suara mereka. Karena perbuatan ini akan mengganggu jamaah lain yang sedang beribadah, baik yang sedang sama-sama membaca Al-Qur’an seperti dia, atau sedang shalat, sedang berdzikir, dan yang sedang i’tikaf.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

“Tidak boleh bagi seseorang untuk mengeraskan bacaan Al-Qur’an, baik di dalam shalat ataupun ketika di luar shalat. Jika dia di masjid, perbuatan itu akan mengganggu jama’ah lain karena suaranya.” (Majmu’ Al-Fataawa, 23: 61)

Mengeraskan Suara ketika Membaca Al-Qur’an yang Dibolehkan

Adapun jika suara tersebut tidak mengganggu orang lain, maka terdapat hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya perbuatan tersebut. Lebih-lebih jika orang yang mengeraskan suara tersebut tidak khawatir akan tertimpa penyakit riya’ atau mencari pujian dan popularitas. Dan mengeraskan suara ini lebih ditekankan lagi jika dalam rangka mengajarkan ilmu (Al-Qur’an). 

Tidaklah diragukan lagi bahwa dengan mengeraskan bacaan Al-Qur’an itu akan lebih menghidupkan hati, membangkitkan (memperbarui) semangat, pendengarannya pun akan ikut mendengarkan bacaan tersebut, dan juga bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya yang ikut mendengarkan dan mengambil manfaat dari bacaan tersebut. [1]

Diperbolehkan pula mengeraskan bacaan Al-Qur’an di malam hari, bahkan hal itu merupakan kebaikan jika tidak mengganggu siapa pun, dan juga ketika tidak khawatir akan terjatuh dalam riya’. 

Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ مِنْ اللَّيْلِ فَقَالَ يَرْحَمُهُ اللَّهُ لَقَدْ أَذْكَرَنِي كَذَا وَكَذَا آيَةً كُنْتُ أَسْقَطْتُهَا مِنْ سُورَةِ كَذَا وَكَذَا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang membaca (Al-Qur`an) di dalam masjid, lalu beliau bersabda, “Semoga Allah merahmati si Fulan. Sesungguhnya dia telah mengingatkanku tentang ayat ini dan ini, yakni ayat yang aku lupa dari surat ini dan itu.” (HR. Bukhari no. 5037 dan Muslim no. 788)

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54649-hukum-mengeraskan-suara-ketika-membaca-al-quran.html

Berobat Menggunakan Obat dari Binatang Buas, Apa Hukumnya?

Prinsip dasar berobat dengan binatang buas adalah haram.

Berobat memang pada dasarnya harus menggunakan barang yang halal, sebagaimana prinsp dalam konsumsi makan dan minum menurut Islam. Namun, adakalanya, kita dituntut untuk berobat dengan obat yang berasal dari binatang yang diharamkan, misal binatang buas seperti bisa ular.

Bagaimana hukum berobat dengan obat yang berasal dari binatan buas? Direktur Aswaja Center Pengurus Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, menjelaskan berobat dengan obat yang berasal dari binatanng buas adalah haram.

Dia menukilkan riwayat sabda Rasulullah SAW demikian:  

Abu Tsa’labah berkata: 

«ﻧَﻬَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻋَﻦْ ﺃَﻛْﻞِ ﻛُﻞِّ ﺫِﻱ ﻧَﺎﺏٍ ﻣﻦ اﻟﺴﺒﺎﻉ»

Rasulullah SAW melarang untuk memakan setiap hewan yang bertaring dari hewan buas (HR Muslim)

Bagaimana jika dijadikan obat? Ulama kita melarang berdasarkan riwayat hadis berikut: 

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ اﻟﺪَّﺭْﺩَاءِ، ﻗَﺎﻝَ: ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: «ﺇِﻥَّ اﻟﻠَّﻪَ ﺃَﻧْﺰَﻝَ اﻟﺪَّاءَ ﻭَاﻟﺪَّﻭَاءَ، ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﻟِﻜُﻞِّ ﺩَاءٍ ﺩَﻭَاءً ﻓَﺘَﺪَاﻭَﻭْا ﻭَﻻَ ﺗَﺪَاﻭَﻭْا ﺑﺤﺮاﻡ» 

Dari Abu Darda’ bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah menurunkan penyakit dan obat. Setiap penyakit ada obatnya. Maka bertobatlah. Dan jangan berobat dengan hal-hal yang haram.” 

Namun jika ada unsur darurat seperti tidak ada obat selain hewan tersebut dan jika tidak diobati maka menyebabkan kematian, maka diperbolehkan. 

(فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ)

 “… Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Maidah: 3).  

MOZAIK REPUBLIKA


Dosa Besar Memberikan Kesaksian Palsu

Salah satu dosa besar adalah memberikan kesaksian palsu.

Kesaksian dari satu orang atau lebih terkait peristiwa pidana yang didengar, dilihat dan dialami sendiri dapat menentutkan nasib orang yang sedang menjalani proses persidangan di pengadilan. Maka dari itu Islam sangat mewanti-wanti kepada manusia agar jangan memberikan kesaksian palsu karena itu merupakan dosa besar.
 
Diriwayatkan dari Abu Bakar RA bahwa Rasulullah pernah bersabda “Maukah kalian aku beritahu tentang dosa yang paling besar?” Beliau mengulangi pertanyaan tersebut sebanyak tiga kali. Para sahabat menjawab. “Tentunya Ya Rasulullah.”

Kemudian Nabi Muhammad bersabda:

“Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Kemudian beliau bangkit dan melanjutkan sabdanya “Dan ingatlah jangan kalian memberikan kesaksian palsu.”

“Beliau terus membahas tentang kesaksian palsu tersebut sehingga kami melihat beliau tidak ingin berhenti membahasnya,” kata para sahabat seperti dikutip dalam Kitab Ringkasan Shahih Bukhari tentang Kitab Kesaksian.

Diriwayatkan dari Abdullah Bin Masud bahwa Rasulullah bersabda “Generasi terbaik adalah umat pada masaku, setelah itu generasi berikutnya, dan generasi berikutnya. Setelah itu, akan muncul generasi yang mendahulukan kesaksian mereka daripada sumpah, dan mendahulukan sumpah daripada kesaksian.”

Dasar hukum di dalam Alquran terkait tidak boleh memberikan kesaksian palsu ada di surat al-Hajj Ayat 22 “…Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”

Saleh al-Fauzan dalam Fikih Sehari-hari berpendapat, seorang saksi haruslah menjelaskan apa yang telah ia saksikan dan ketahui. Kesaksian yang benar adalah sebuah kewajiban yang hukumnya fardu kifayah dan hal itu seperti diperintahkan Allah dalah surat Al-Baqarah Ayat 282.

 “Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberikan keterangan) apabila mereka dipanggil.”

Selain ancaman Allah SWT yang sangat keras terhadap orang yang memberikan keterangan palsu, hukum yang berlaku di masyarakat atau hukum positif juga sangat keras hukumnya. Sesuai Pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seseorang yang memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik lisan maupun tulisan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

MOZAIK REPUBLIKA