Cara Umar bin Khattab Hadapi Ancaman Wabah dan Soal Takdir

Umar bin Khattab menilai pentingnya keselamatan hadapi wabah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA─ Pandemi Virus Covid-19 masih belum usai, bahkan jumlah penderitanya dikabarkan terus bertambah. Pertambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia terus menanjak dan terus memecahkan rekor. Kondisi ini tentu sangat memperihatinkan kita semua. Lantas apa yang bisa kita lakukan? 

Jika menilik kisah yang sudah lalu, kejadian virus yang mewabah ini ternyata tidak hanya terjadi di era modern ini, namun pada masa lampau pun kejadian serupa pernah menimpa umat manusia. Saat zaman kekhalifahan Umar bin Khattab misalnya, tepatnya ketika Umar ingin melakukan suatu kunjungan  ke negeri Syam yang saat itu penduduknya sedang terjangkit wabah virus penyakit.  

Anggota komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia, KH Nurul Irfan, menjelaskan peristiwa kunjungan Umar ke negeri Syam ini. Umar sebagai pemimpin kala itu, mengambil keputusan yang bijak dan tepat bagi umat. Kebijakan umar saat terjadi virus adalah tidak memasukki negeri saat terjadi thaun (wabah).

Tentunya keputusan ini diambil setelah melakukan musyawarah dengan yang lainnya. Awalnya musyawarah berjalan penuh berdebatan. Sebagian sahabat menyarankan untuk tetap melanjutkan perjalanan sebagai menjalankan perintah Allah SWT, sedangkan sahabat lain menyarankan untuk menunda perjalanan ke Syam.

Berbagai pendapat dikemukakan dalam musyawarah tersebut, salah seorang sahabat mengatakan, Jika Umar tidak melanjutkan perjalanan ke negeri Syam, maka ia termasuk lari dari takdir Allah. Tapi ada sahabat lainnya yang mendukung Umar seperti Aburrahman bin ‘Auf. Dalam kondisi penuh perdebatan, Aburrahman bin ‘Auf meyakinkan Umar untuk tidak melanjutkan perjalanan dengan mengutip hadits Nabi.

 – إذا سَمِعْتُمْ بالطَّاعُونِ بأَرْضٍ فلا تَدْخُلُوها، وإذا وقَعَ بأَرْضٍ وأَنْتُمْ بها فلا تَخْرُجُوا مِنْها “Apabila kalian mendengar wabah thaun melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian-kalian di dalamnya, maka janganlah kalian lari keluar dari negeri itu.” (HR  Bukhari dan Muslim).

Kiai Nurul menjelaskan  pada zaman Rasulullah dahulu, semasa Rasulullah hidup belum ada wabah virus yang menjangkiti dan menyebar di tengah-tengah manusia. Mungkin saja Rasulullah meriwayatkan ini karena tahu bahwa wabah penyakit menular itu ada dan sebagai langkah antisipasi bila terjadi di masa mendatang beliau meriwayatkan ini. Wallahu a’lam.

Selain itu, terdapat pula hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah RA berbunyi:

لاَ يُوْرِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ “Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit.’’ (HR  Ibnu Majah)

 Menurut Kiai Nurul, pengertian dari hadits ini, bahwa hewan yang sakit seperti unta saja tidak boleh dicampur baur. Hal ini pun berlaku pada manusia, bila ada yang sakit apalagi dan sakitnya tersebut menular, jangan ada campur baur dengan orang yang sedang sakit ataupun orang yang berkontak dengannya sampai keadaan betul-betul pulih karena khawatir penyakit tersebut akan menulari yang lain.

Dia menjelaskan, adapun bila kita yang terjangkit wabah penyakit tersebut, jangan panik atau pun bersedih hati karena semuanya ini sudah menjadi ketetapan-Nya yang belum kita ketahui apa hikmah di balik musibah tersebut. Tetap melakukan ikhtiar untuk penyembuhan dan berdoa kepada Allah agar segara diberi nikmat sehat. Rasulullah pernah mengajarkan cara untuk menolak bala dari bahaya suatu penyakit, berikut ini adalah doanya: 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَسَيِّئِ الأَسْقَامِ مِثْلَ ” Ya Allah aku berlindung kepadamu dari penyakit belang, gila dan kusta, serta penyakit lain yang mengerikan.’’ 

Demikian kisah Umar di atas, hendaknya dapat kita jadikan sebuah pembelajaran yang berharga. Sebagai seorang pemimpin, umar menimbang manfaat dan mudharat bagi umat jika ia terus melanjutkan perjalanan ke negeri yang sedang ada wabahnya tersebut. Oleh sebab itu, tindakan tegas Umar ini mungkin bisa kita tiru dengan tidak berpergian ke luar kota atau negeri yang terindikasi tinggi angka penyebaran virusnya. Dari kisah Umar ini, semoga kita semua dapat mengambil ibrahnya. Wallahu a’lam bisshowab.

Sumber: mui.or.id

KHAZANAH REPUBLIKA

Rahasia Ajal

Bismillah, kematian, salah satu rahasia ilmu gaib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Allah telah menetapkan setiap jiwa pasti akan merasakannya. Kematian tidak pandang bulu.

Apabila sudah tiba saatnya, malaikat pencabut nyawa akan segera menunaikan tugasnya. Dia tidak mau menerima pengunduran jadwal, barang sedetik sekalipun. Karena bukanlah sifat malaikat seperti manusia, yang zalim dan jahil.

Manusia tenggelam dalam seribu satu kesenangan dunia, sementara ia lalai mempersiapkan diri menyambut akhiratnya. Berbeda dengan para malaikat yang senantiasa patuh dan mengerjakan perintah Tuhannya. Duhai, tidakkah manusia sadar. Seandainya dia tahu apa isi neraka saat ini juga pasti dia akan menangis, menangis, dan menangis.

Subhanallah, adakah orang yang tidak merasa takut dari neraka. Sebuah tempat penuh siksa. Sebuah negeri kengerian dan jeritan manusia-manusia durhaka. Neraka ada di hadapan kita, dengan apakah kita akan membentengi diri darinya?

Apakah dengan menumpuk kesalahan dan dosa, hari demi hari, malam demi malam, sehingga membuat hati semakin menjadi hitam legam? Apakah kita tidak ingat ketika itu kita berbuat dosa, lalu sesudahnya kita melakukannya, kemudian sesudahnya kita melakukannya? Tidakkah Engkau jera?

Sebab-sebab su’ul khatimah

Saudaraku seiman – mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada Anda – ketahuilah bahwa su’ul khatimah tidak akan terjadi pada diri orang yang saleh secara lahir dan batin di hadapan Allah.

Terhadap orang-orang yang jujur dalam ucapan dan perbuatannya, tidak pernah terdengar cerita bahwa mereka su’ul khotimahSu’ul khotimah hanya terjadi pada orang yang rusak batinnya, rusak keyakinannya, serta rusak amalan lahiriahnya; yakni terhadap orang-orang yang nekat melakukan dosa-dosa besar dan berani melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Kemungkinan semua dosa itu demikian mendominasi dirinya sehingga ia meninggal saat melakukannya, sebelum sempat bertobat dengan sungguh-sungguh.

Perlu diketahui bahwa su’ul khotimah memiliki berbagai sebab yang banyak jumlahnya. Di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:

1. Berbuat syirik kepada Allah ‘azza wa jalla. Pada hakikatnya, syirik adalah ketergantungan hati kepada selain Allah dalam bentuk rasa cinta, rasa takut, pengharapan, doa, tawakal, inabah (taubat), dan lain-lain.

2. Berbuat bid’ah dalam melaksanakan agama. Bid’ah adalah menciptakan hal baru yang tidak ada tuntunannya dari Allah dan Rasul-Nya. Penganut bid’ah tidak akan mendapat taufik untuk memperoleh husnul khatimah, terutama penganut bid’ah yang sudah mendapatkan peringatan dan nasihat atas kebid’ahannya. Semoga Allah memelihara diri kita dari kehinaan itu.

3. Terus menerus berbuat maksiat dengan menganggap remeh dan sepele perbuatan-perbuatan maksiat tersebut, terutama dosa-dosa besar. Pelakunya akan mendapatkan kehinaan di saat mati, di samping setan pun semakin memperhina dirinya. Dua kehinaan akan ia dapatkan sekaligus dan ditambah lemahnya iman, akhirnya ia mengalami su’ul khotimah.

4. Melecehkan agama dan ahli agama dari kalangan ulama, dai, dan orang-orang saleh serta ringan tangan dan lidah dalam mencaci dan menyakiti mereka.

5. Lalai terhadap Allah dan selalu merasa aman dari siksa Allah. Allah berfirman,

أَفَأَمِنُوا۟ مَكْرَ ٱللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْخَٰسِرُونَ

“Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga). Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf: 99)

6. Berbuat zalim. Kezaliman memang ladang kenikmatan namun berakibat menakutkan. Orang-orang yang zalim adalah orang-orang yang paling layak meninggal dalam keadaan su’ul khotimah. Allah berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al Qasas: 50)

7. Berteman dengan orang-orang jahat. Allah berfirman,

وَيَوۡمَ يَعَضُّ ٱلظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيۡهِ يَقُولُ يَٰلَيۡتَنِي ٱتَّخَذۡتُ مَعَ ٱلرَّسُولِ سَبِيلٗا (٢٧) يَٰوَيۡلَتَىٰ لَيۡتَنِي لَمۡ أَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِيلٗا (٢٨)

“(Ingatlah) hari ketika orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan yang lurus bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan sebagai teman akrabku” (QS. Al Furqaan [25] : 27-28)

8. Bersikap ujub. Sikap ujub pada hakikatnya adalah sikap seseorang yang merasa bangga dengan amal perbuatannya sendiri serta menganggap rendah perbuatan orang lain, bahkan bersikap sombong di hadapan mereka. Ini adalah penyakit yang dikhawatirkan menimpa orang-orang saleh sehingga menggugurkan amal saleh mereka dan menjerumuskan mereka ke dalam su’ul khotimah.

Demikianlah beberapa hal yang bisa menyebabkan su’ul khotimah. Kesemuanya itu adalah biang dari segala keburukan, bahkan akar dari semua kejahatan. Setiap orang yang berakal hendaknya mewaspadai dan menghindarinya, demi menghindari su’ul khotimah.

Tanda-tanda husnul khotimah

Tanda-tanda husnul khotimah cukup banyak. Di sini kami menyebutkan sebagian di antaranya saja:

1. Mengucapkan kalimat tauhid laa ilaaha illallaah saat meninggal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang akhir ucapan dari hidupnya adalah laa ilaaha illallaah, pasti masuk surga” (HR. Abu Dawud dll, dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil)

2. Meninggal pada malam Jumat atau pada hari Jumat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap muslim yang meninggal pada hari atau malam Jumat pasti akan Allah lindungi dari siksa kubur” (HR. Ahmad)

3. Meninggal dengan dahi berkeringat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang mukmin itu meninggal dengan berkeringat di dahinya” (HR. Ahmad, Tirmidzi dll, dishahihkan oleh Al Albani)

4. Meninggal karena wabah penyakit menular dengan penuh kesabaran dan mengharapkan pahala dari Allah, seperti penyakit kolera, TBC, dan lain sebagainya

5. Wanita yang meninggal saat nifas karena melahirkan anak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang wanita yang meninggal karena melahirkan anaknya berarti mati syahid. Sang anak akan menarik-nariknya dengan riang gembira menuju surga” (HR. Ahmad)

6. Munculnya bau harum semerbak, yakni yang keluar dari tubuh jenazah setelah meninggal dan dapat tercium oleh orang-orang di sekitarnya. Sering kali itu didapatkan pada jasad orang-orang yang mati syahid, terutama syahid fii sabilillah.

7. Mendapatkan pujian yang baik dari masyarakat sekitar setelah meninggalnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati jenazah. Beliau mendengar orang-orang memujinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Pasti (masuk) surga.” Beliau kemudian bersabda, “Kalian – para sahabat – adalah para saksi Allah di muka bumi ini” (HR. At Tirmidzi)

8. Melihat sesuatu yang menggembirakan saat ruh diangkat. Misalnya, melihat burung-burung putih yang indah atau taman-taman indah dan pemandangan yang menakjubkan, namun tidak seorang pun di sekitarnya yang melihatnya. Kejadian itu dialami oleh sebagian orang-orang saleh. Mereka menggambarkan sendiri apa yang mereka lihat pada saat sakaratul maut tersebut dalam keadaan sangat berbahagia, sedangkan orang-orang di sekitar mereka tampak terkejut dan tercengang saja.

Bagaimana kita menyambut kematian?

Saudara tercinta, sambutlah sang kematian dengan hal-hal berikut:

1. Dengan iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir yang baik maupun buruk.

2. Dengan menjaga salat lima waktu tepat pada waktunya di masjid secara berjamaah bersama kaum muslim dengan menjaga kekhusyukan dan merenungi maknanya. Namun, salat wanita di rumahnya lebih baik daripada di masjid.

3. Dengan mengeluarkan zakat yang diwajibkan sesuai dengan takaran dan cara-cara yang disyariatkan.

4. Dengan melakukan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala.

5. Dengan melakukan haji mabrur, karena pahala haji mabrur pasti surga. Demikian juga umrah di bulan Ramadhan, karena pahalanya sama dengan haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

6. Dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunah, yakni setelah melaksanakan yang wajib. Baik itu salat, zakat, puasa maupun haji. Allah menandaskan dalam sebuah hadis qudsi, “Seorang hamba akan terus mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku mencintai-Nya.”

7. Dengan segera bertobat secara ikhlas dari segala perbuatan maksiat dan kemungkaran, kemudian menanamkan tekad untuk mengisi waktu dengan banyak memohon ampunan, berzikir, dan melakukan ketaatan.

8. Dengan ikhlas kepada Allah dan meninggalkan riya’ dalam segala ibadah, sebagaimana firman Allah,

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah [98] : 5)

9. Dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya. Hal itu hanya sempurna dengan mengikuti ajaran Nabi, sebagaimana yang Allah firmankan,

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ

“Katakanlah, ‘Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang” (QS. Ali Imran [3] : 31)

10. Dengan mencintai seseorang karena Allah dan membenci seseorang karena Allah, berloyalitas karena Allah, dan bermusuhan karena Allah. Konsekuensinya adalah mencintai kaum mukmin meskipun saling berjauhan dan membenci orang kafir meskipun dekat dengan mereka.

11. Dengan rasa takut kepada Allah, dengan mengamalkan ajaran kitab-Nya, dengan rida terhadap rizki-Nya meski sedikit, namun bersiap diri menghadapi Hari Kemudian. Itulah hakikat dari takwa.

12. Dengan bersabar menghadapi cobaan, bersyukur kala mendapatkan kenikmatan, selalu mengingat Allah dalam suasana ramai atau dalam kesendirian, serta selalu mengharapkan keutamaan dan karunia dari Allah. Dan lain-lain.

Semoga selawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada sanak keluarga beliau dan para sahabat beliau.

Sumber: Misteri Menjelang Ajal, Kisah-Kisah Su’ul Khatimah dan Husnul Khatimah, penerjemah Al Ustadz Abu ‘Umar Basyir Hafizhahullah.

Penyusun: Ari Wahyudi 

Sumber: https://muslim.or.id/67120-rahasia-ajal.html

Profesor Penemu Alat Tes Covid 19 Mualaf China

Singapura menjadi negara Asia pertama yang mengklaim telah berhasil menciptakan alat tes cepat virus corona Covid-19.  Alat itu bahkan diklaim bisa memberikan hasil pemeriksaan hanya dalam 5 menit. Alat tersebut ternyata ditemukan seorang  mualaf bernama Profesor Jackie Ying.

Dia  kepala Laboratorium  NanoBio di Agency for Science, Technology and Research. Dia  peneliti teknologi nano lulusan bidang Bioenginering dan Nanoteknologi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) AS. Lahir di Taiwan pada 1966, pada usia 7 tahun, dia dan keluarganya pindah ke Singapura.

HIDAYATULLAH

Kisah Imam Ghazali Menghafal Seluruh Ilmu Setelah Dirampok

Imam Ghazali rahimahullah adalah salah seorang ulama besar yang brilian. Beliau terkenal dengan gelar hujjatul Islam dan mujaddid al-qarn al-khamis (pembaru abad kelima hijriyah). Tak hanya ahli di satu bidang, Imam Ghazali menguasai begitu banyak bidang keilmuan. Dan uniknya, beliau tidak membutuhkan catatan untuk mengingat ilmu yang dikuasainya.

Sewaktu muda, Al Ghazali juga mencatat sebagaimana pelajar pada umumnya. Hingga suatu hari, ia dirampok di tengah perjalanan. Para penyamun itu merampas seluruh barang Al Ghazali termasuk catatannya.

Al Ghazali tidak terlalu risau kehilangan barang-barangnya. Namun, ia tak rela kehilangan buku-buku catatan yang merupakan sumber ilmu yang sangat berharga. Ia ikuti para penyamun itu hingga bertemu pemimpinnya.

“Kembalilah! Jika tidak, kamu akan mati,” kata pemimpin penyamun.

Al Ghazali tidak gentar. “Dengan kebesaran Allah yang kepada-Nya engkau memohon keselamatan, tolong kembalikan catatanku. Buku itu tak berguna bagi kalian.”

“Seperti apa catatanmu itu?”

“Buku-buku yang ada pada kantong itu. Aku telah melakukan perjalanan jauh demi mendengarkan, mencatat, dan memahami ilmu di buku tersebut.”

Mendengar itu, pemimpin penyamun itu tertawa. “Bagaimana kamu menganggap telah memahami ilmunya padahal saat kami merampas catatanmu, engkau terlepas dari ilmu itu?”

Lalu ia menyuruh anak buahnya mengembalikan buku-buku tersebut.

Rupanya, kata-kata tadi menyentak kesadaran Al Ghazali. “Allah-lah yang menggerakkan orang tersebut berbicara demikian untuk menyadarkanku. Maka sesampainya di Thus, aku menyibukkan diri tiga tahun lamanya hingga kuhafal semua ilmu yang kucatat.”

Istimewanya lagi, sejak saat itu Imam Ghazali tidak pernah membutuhkan catatan untuk mengingat ilmu yang didapatnya. Allah memberinya anugerah kecerdasan yang luar biasa. Puluhan kitab karyanya menjadi warisan bagi keilmuan Islam. Terutama karya momentalnya, Ihya’ Ulumuddin, dan karya terakhirnya, Minhajul Abidin.

Kita tidak dituntut sampai level menghafal ilmu seperti Imam Ghazali. Apalagi menulis banyak kitab tanpa melihat referensi dan catatan. Hanya berbekal hafalan. Cukuplah kita malu jika begitu banyak waktu, tetapi tak kunjung menghafalkan Al-Qur’an. Selayaknya kita memperbanyak istighfar.

Dan lebih malu lagi, jika Al-Qur’an saja tidak hafal, tetapi mencela ulama besar seperti Imam Ghazali. Siapa yang lebih merugi daripada orang tidak berilmu sekaligus tidak punya adab? Wallahu a’lam bish shawab.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Hukum Berkurban Atas Nama Anak Kecil

Saat ini, banyak di antara para orangtua yang mengikut sertakan anaknya yang masih kecil dalam kurban. Misalnya, ada orangtua yang membeli sapi sebagai kurban untuk tujuh orang dan di antara tujuh orang tersebut terdapat anaknya yang masih kecil. Sebenarnya, bagaimana hukum berkurban atas nama anak kecil ini?

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum berkurban bagi anak kecil atau orangtua berkurban atas nama anak kecil. Setidaknya ada dua pendapat ulama dalam masalah ini.

Pertama, berkurban tidak dianjurkan bagi anak kecil dan juga tidak dianjurkan bagi orangtua berkurban atas nama anaknya yang masih kecil. Berkurban tidak dianjurkan bagi anak kecil, baik menggunakan harta anak kecil tersebut atau menggunakan harta orangtuanya. Ini adalah pendapat ulama Syafiiyah dan ulama Hanabilah.

Hal ini karena anak kecil tidak memenuhi syarat untuk berkurban. Menurut ulama Syafiiyah dan ulama Hanabilah, di antara syarat seseorang dianjurkan berkurban adalah dia harus baligh dan berakal atau sudah mukallaf.

Kedua, berkurban dianjurkan bagi anak kecil, baik menggunakan hartanya sendiri jika dia memiliki harta untuk berkurban, atau menggunakan harta dari orangtuanya. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Bahkan menurut Imam Abu Hanifah, jika anak kecil memiliki harta yang banyak, maka dia bukan hanya dianjurkan berkurban, namun sudah wajib berkurban.

Ini karena tidak disyaratkan harus baligh dan berakal dalam kurban. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, baligh dan berakal tidak termasuk syarat kurban sehingga jika anak kecil mampu dan memiliki harta untuk berkurban, maka dia dianjurkan untuk berkurban.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut;

الشرطان الرابع والخامس: البلوغ والعقل وهذان الشرطان اشترطهما محمد وزفر ولم يشترطهما أبو حنيفة وأبو يوسف فعندهما تجب التضحية في مال الصبي والمجنون إذا كانا موسرين.. وقال المالكية لا يشترط في سنية التضحية البلوغ ولا العقل

Dua syarat yang keempat dan kelima adalah baligh dan berakal. Dua syarat ini disyaratkan (bagi orang berkurban) oleh Muhammad dan Zufar, dan tidak disyaratkan oleh Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf. Menurut keduanya, kurban wajib bagi harta anak kecil dan orang gila jika keduanya kaya. Ulama Malikiyah berkata; Tidak disyaratkan baligh dan berakal untuk kesunnahan berkurban.

BINCANG SYARIAH

Hukum Pungutan Liar dalam Islam

Di kalangan masyarakat Indonesia, pungutan liar biasa dikenal dengan pungli. Dalam prakteknya, saat ini perbuatan pungli ini tidak hanya dilakukan oleh para preman saja, namun juga dilakukan oleh para pemangku kebijakan tertentu. Dalam Islam, bagaimana hukum melakukan pungutan liar dalam Islam ini?

Pungutan liar dalam Islam atau pungli disebut dengan al-muksu. Menurut Sa’ad bin Abi Habib dalam Al-Qamus Al-Fiqhi, kata al-muksu awalnya digunakan untuk menyebut orang yang menarik uang dari para pedagang yang masuk ke sebuah wilayah. Namun kemudian istilah ini digunakan untuk menyebut tarikan uang yang dilakukan para pembantu pemerintah secara zalim dari para pedagang.

Menurut para ulama, pungli atau al-muksu termasuk dosa besar dan seburuk-buruknya perbuatan maksiat dalam Islam. Hal ini karena pungutan liar semacam ini hanya menyusahkan dan menzalimi orang lain. Pungli termasuk perbuatan mengambil harta orang lain dengan batil dan dengan jalan yang tidak benar, sebagaimana halnya mencuri.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 188, Allah dengan tegas melarang mengambil harta orang dengan cara yang batil ini. Allah berfirman;

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Dan janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kalian menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kalian dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kalian mengetahui.

Dalam kitab Syarh Shahih Muslim, Imam Al-Nawawi mengatagorikan pungutan liar sebagai perbuatan dosa besar. Beliau berkata sebagai berikut;

أن المكس من أقبح المعاصي والذنوب الموبقات، وذلك لكثرة مطالبات الناس له وظلاماتهم عنده، وتكرر ذلك منه وانتهاكه للناس وأخذ أموالهم بغير حقها وصرفها في غير وجهها

Sesungguhnya al-muksu (pungutan liar) termasuk maksiat yang paling jelek dan dosa besar. Itu dikarenakan pungutan liar banyak menuntut manusia untuk membayarnya dan menzalimi mereka secara berulang-ulang dan memaksakannya kepada orang-orang. Termasuk juga mengambil harta orang dengan tidak benar dan menyalurkannya juga dengan tidak tepat.

Selain termasuk dosa besar, terdapat ancaman dalam Islam bagi pelaku pungli ini. Yaitu pelaku pungli diancam tidak masuk ke surga. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Abu Dawud dari Uqbah bin Amir, Nabi Saw bersabda;

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ

Tidak akan masuk surga pelaku pungutan liar.

BINCANG SYARIAH

Bagan Tingkatan Iman (Bag. 2)

Bismillah walhamdulillah, washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Dari tafsir ayat dan syarah hadis yang telah disebutkan sebelumnya, maka tingkatan iman dapat digambarkan sebagai berikut.

Tingkatan iman terbagi menjadi dua : 1) Dasar Iman,  2) Kesempurnaan Iman.

Berikut penjelasannya :

  1. Dasar Iman

Yaitu batasan minimal kesahan iman. Tidaklah ada keimanan jika tanpanya.

Dalilnya adalah Alquran surat Fathir : 32 bagian zhalim linafsih, Al-Hujurat : 14 tentang status muslim Al-A’rab, dan ashabul masy’amah dalam Al-Waqi’ah:9, serta hadis Malaikat Jibril ‘alaihis salam tentang Islam.

Ciri khasnya :

  • Tingkatan ini disebut dengan ashlul iman (أصل الإيمان) atau al-iman al-mujmal (الإيمانُ المجمَلُ) atau muthlaqul iman (مُطلَق الإيمانِ)
  • Pelakunya disebut zhalim linafsihi (golongan yang menzhalimi diri sendiri) atau ashabul masy’amah (golongan kiri) atau
  • Ini tingkatan islam umumnya manusia, sebagaimana hal ini dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah [1]
  • Lawan dari dasar iman adalah kekafiran, sehingga orang yang tidak memiliki dasar iman ini, maka ia kafir.
  • Setiap dosa yang membatalkan keislaman, baik berupa ucapan, perbuatan maupun keyakinan, maka berakibat meniadakan dasar iman.
  • Tingkatan dasar iman ini tidak mengenal status berkurang, dan hanya mengenal status tiada atau bertambah sehingga naik ke tingkatan kesempurnaan iman yang wajib.
  • Barangsiapa yang memiliki dasar iman, maka ia dihukumi seorang muslim, dan berlaku hukum-hukum seorang muslim di dunia, dan jika berhasil mempertahankan dasar iman sampai meninggal dunia, maka di akhirat ia terhindar dari kekekalan di Neraka, dan pasti tempat akhirnya di Surga.
  • Setiap ada dalil yang meniadakan keimanan dari diri pelaku maksiat, pastilah ia digolongkan ke dalam pemilik dasar iman ini, karena berarti ditiadakan darinya tingkatan iman di atasnya, yaitu tingkatan kesempurnaan iman yang wajib.
  • Seseorang yang memiliki dasar iman saja -tidak menunaikan kesempurnaan iman yang wajib- disebut sebagai ashabul masy’amah (golongan kiri), sebagaimana diisyaratkan oleh pakar Tafsir dari kalangan Sahabat, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dan disebutkan oleh pakar Tafsir dari kalangan Tabi’in, Mujahid rahimahullah dalam Tafsir At-Thabari. Alasannya, karena ia terancam azab, namun keimanannya menyebabkan ia pada akhirnya menjadi Ashabul Maimanah (golongan kanan), demikian penjelasan Ibnul Qoyyim dalam Tafsir Ibnul Qoyyim.

Baca Juga: Mendoakan Saudara Semuslim Tanpa Sepengetahuannya adalah Tanda Jujurnya Keimanan

  1. Kesempurnaan iman

Ada 2 macam kesempurnaan iman:

a. Kesempurnaan iman yang wajib

Dalilnya adalah Alquran surat Fathir : 32 bagian Muqtashid, dan Ashabul Maimanah dalam Al-Waqi’ah: 8, serta hadis Malaikat Jibril ‘alaihis salam tentang Iman.

Ciri khasnya :

  • Tingkatan ini disebut dengan kamalul iman al-wajib (كمال الإيمان الواجب) atau al-iman al-wajib (الإيمان الواجِب) atau al-iman al-mufashshol (الإيمانَ المفَصَّل) atau al-iman al-muthlaq (الإيمان المُطلَق) atau haqiqatul iman (حقيقة الإيمان)
  • Pelakunya disebut Muqtashid (golongan pertengahan) atau Ashabul Maimanah (golongan kanan) atau Mukmin (golongan yang sampai derajat Iman).
  • Tingkatan ini adalah keimanan yang lebih dari sekedar dasar iman, sehingga untuk meraihnya seorang hamba harus memiliki dasar iman dan kesempurnaan iman yang wajib dengan melaksanakan seluruh kewajiban dan menghindari seluruh kemaksiatan.
  • Apabila tercapai tingkatan kesempurnaan iman yang wajib ini, maka pelakunya masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.
  • Tingkatan kesempurnaan iman yang wajib ini merupakan syarat minimal untuk masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.[2]
  • Jika tingkatan kesempurnaan iman yang wajib ini ditinggalkan, maka pelakunya berdosa, Meskipun statusnya sebatas kesempurnaan, tetapi wajib dilakukan. Oleh karena itu, dinamakan kesempurnaan iman yang wajib. Namun masih muslim, karena masih ada dasar iman.
  • Tingkatan kesempurnaan iman yang wajib ini mengenal status bisa berkurang dan bisa bertambah. Bisa berkurang sehingga menjadi turun ke dasar iman, dan bisa bertambah sehingga naik ke tingkatan kesempurnaan iman yang sunnah.
  • Tingkatan ini diraih dengan meninggalkan syirik dan setingkatnya, bid’ah dan maksiat sehingga bersih dari seluruh dosa di akhir hayat seorang hamba.
  • Makna “bersih dari seluruh dosa” adalah meninggal dalam keadaan sudah bertaubat dari seluruh dosa, atau dosanya sudah terlebur dengan pelebur (mukaffirat) dosa.
  • Sebagian ulama menjelaskan bahwa melakukan dosa kecil tidaklah mengeluarkan pelakunya dari tingkatan kesempurnaan iman yang wajib, karena terlebur dengan kebaikannya dan terlebur dengan sikapnya meninggalkan dosa besar, dan tidaklah ditiadakan keimanan dari pelaku maksiat kecuali karena melakukan dosa besar. Sebagaimana hal ini disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di Majmu’ul Fatawa : 7/353. [3] Meski demikian, pelaku dosa kecil terancam azab di dunia dan akhirat, terlebih lagi jika banyak atau terus menerus melakukannya.

b. Kesempurnaan iman yang sunnah 

Dalilnya adalah Alquran surat Fathir : 32 bagian sabiqun bil khairat, dan Assabiqun dalam Al-Waqi’ah: 10, serta hadits Malaikat Jibril ‘alaihis salam tentang Ihsan.

Ciri khasnya :

  • Tingkatan ini disebut dengan kamalul iman al-mustahab (كمال الإيمان المستحب) atau al-iman al-mustahab (الإيمانُ المستحَبُّ)
  • Pelakunya disebut Sabiqun bil khairat (golongan yang lebih dahulu berbuat kebaikan) atau Assabiqun (golongan yang bersegera kepada kebaikan) atau Muhsin (golongan yang sampai derajat Ihsan) atau Shiddiqin (golongan yang sangat jujur dan membenarkan kebenaran) dan Muqarrabin (golongan yang didekatkan ke tempatnya di Surga).
  • Tingkatan ini adalah keimanan yang di atas kesempurnaan iman yang wajib, sehingga untuk meraihnya seorang hamba harus memiliki dasar iman, kesempurnaan iman yang wajib, dan kesempurnaan iman yang sunnah dengan melaksanakan perkara yang sunnah, meninggalkan kemakruhan, musytabihat (samar), sebagian perkara mubah dan perkara yang tidak diperlukan.
  • Tingkatan iman ini telah sampai derajat Ihsan, yaitu senantiasa meyakini diawasi oleh Allah dan menyaksikan pengaruh nama & sifat Allah sehingga menerapkan tuntutannya dalam tingkah laku dan peribadatan kepada Allah, seolah-olah ia melihat-Nya disertai dengan cinta, harap, takut, tawakal, merendahkan diri, bertaubat, mengagungkan-Nya, ikhlas dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
  • Golongan ini sudah sampai pada sikap berusaha senantiasa ucapannya, perbuatannya, keyakinannya serta seluruh gerak-geriknya itu Lillahi Ta’ala dengan meninggalkan sesuatu yang tidak apa-apa (mubah) karena khawatir (berakibat) ada apa-apanya (makruh/haram).
  • Hatinya benar-benar menghadap kepada Allah secara totalitas, tidak terdapat kecondongan kepada selain Allah sehingga seluruh gerakan diusahakan karena Allah Jalla Jalaaluh.
  • Jika tingkatan iman ini ditinggalkan, pelakunya tidaklah berdosa, namun terluput kesempurnaan iman yang sunnah dan terluput pahala besar.
  • Pelaku tingkatan ini diganjar dengan masuk surga tanpa hisab tanpa azab di atas tingkatan golongan kesempurnaan iman yang wajib.

KESIMPULAN :

  • Tingkatan iman dan orang yang beriman terbagi menjadi tiga tingkatan : 1) Muslim yang menzhalimi diri sendiri, 2) Mukmin golongan pertengahan, dan 3) Muhsin yang bersegera dalam kebaikan.
  • Masing-masing dari ketiga tingkatan ini masih bertingkat-tingkat derajat pelakunya di dalamnya, sebagaimana hal ini dinyatakan Syekh As-Sa’di rahimahullah dalam At-Taudhih wal Bayan li Syajaratil Iman.
  • Paling afdhol dari seluruh ketiga tingkatan tersebut adalah Ulul ‘Azmi minar Rusul ‘alaihimush shalatu wassalamu dan paling rendahnya adalah pelaku dosa besar dari kalangan Ahli Tauhid, sebagaimana dijelaskan Al-Hafizh Al-Hakami rahimahullah dalam Ma’arajil Qobul.[4]

Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kesempurnaan iman yang sunnah kepada penulis dan pembaca sehingga dapat masuk surga tanpa hisab tanpa azab. Amiin.

Wallahu a’lam

الحمد لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/67060-bagan-tingkatan-iman-bag-2.html

Akankah Ijazah Al Azhar Syekh Yusuf Al Qaradhawi Dicabut?

Pengacara menggugat Syekh Al Azhar agar mencabut ijazah Syekh Qaradhawi Adalah Samir Shabri, pengacara yang mengajukan tuntutan ke pengadilan Mesir agar Syekh Al Azhar mencabut seluruh ijazah Al Azhar yang dimiliki Syekh Yusuf Al Qaradhawi.

Syekh Yusuf Al Qaradhawi merupakan jebolan Al Azhar dari tingkat ma’had (setingkat sekolah dasar) hingga meraih gelar guru besar di universitas yang sama.  

Tuntutan bernomor 26646/68 itu tidak hanya menyasar Al Qaradhawi, tetapi juga sejumlah anggota Ikhwanul Muslimin. Dalam tuntutannya tersebut Sami beralasan, Syekh Qaradhawi telah berkhianat kepada negara. Qaradhawi mendukung Ikhwanul Muslimin dan memilih tunduk terhadap pemimpin Qatar.  

Sami mengatakan, keterikatan dengan Al Azhar sebagai sumber moderat di dunia Islam adalah kehormatan yang tidak pantas untuk Qaradhawi atas apa yang dia perbuat terhadap Mesir dan rakyatnya.

Dalam gugatannya tersebut, Sami menyebut Qaradhawi mendirikan Aliansi Internasional Ulama Islam (IUMS) yang sempat populer dengan fatwanya pada 2004, yaitu bolehnya menargetkan warga negara Amerika di Irak, termasuk warga sipil. 

Masih dalam arsip yang sama, Sami juga mengajukan tuntutan agar Pemerintah Mesir memberhentikan pegawai negeri sipil yang terkait dengan Ikhwanul Muslimin di setiap instansi negara. 

“Ikhwanul Muslimin adalah organisasi teroris, belati beracun di punggung negara. Keberadaan mereka di lembaga resmi negara adalah penghalang pengembangan dan perbaikan ekonomi negara, belum lagi Pengadilan Administrasi menyebut bahwa bergabung dalam organisasi ini adalah kriminal, maka sepatutnya memberhentikan pegawai negara yang terlibat Ikhwanul Muslimin,” kata Sami. 

Akankah pengadilan Mesir mengabulkan gugatan tersebut? Pada Rabu (30/6) kemarin, pengadilan menunda kasus ini hingga 22 Agustus mendatang agar penggugat mengajukan sejumlah bukti penguat.  

Sumber: elwatannews 

KHAZANAH REPUBLIKA

7 Orang yang Doanya Dijamin Terkabul oleh Allah SWT

Allah SWT mengabulkan doa orang-orang yang telah Dia pilih.

Setiap Muslim pasti ingin doanya dikabulkan Allah AWT. Bahkan, banyak orang yang memburu waktu-waktu tertentu agar doanya cepat terkabul, semisal pada tengah malam.

Tapi, tahukah Anda, jika ada orang-orang yang doanya dijamin Allah SWT terkabul. Siapa saja? Berikut ulasannya seperti dilansir Alukah.net pada Kamis (17/6).

Pertama, doa anak yang saleh kepada orang tuanya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah petikan hadits tentang para penghuni gua atau tiga orang yang terjebak dalam gua.

عن عبدالله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما – من حديث أصحاب الغار -: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((فقال رجل منهم: اللهم كان لي أبوان شيخان كبيران، وكنت لا أغبِقُ قبلهما أهلًا ولا مالًا، فنأى بي في طلب شيءٍ يومًا فلم أُرِحْ عليهما حتى ناما، فحلبت لهما غَبوقهما (أي اللبن عند العشاء)، فوجدتهما نائمين، وكرهت أن أغبق (أشرب) قبلهما أهلًا أو مالًا، فلبثت والقدح على يدي أنتظر استيقاظهما حتى برق الفجر، فاستيقظا فشربا غبوقهما،اللهم إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك، ففرِّجْ عنا ما نحن فيه من هذه الصخرة، فانفرجت شيئًا لا يستطيعون الخروج منه))

Dari Abdullah bin Umar bin Khattab RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Salah seorang di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, aku dulu mempunyai kedua orang tua yang sudah renta dan aku tidak berani memberikan jatah minum mereka kepada keluargaku (istri dan anak) dan harta milikku (budak dan pembantuku).

Pada suatu hari, aku mencari sesuatu di tempat yang jauh dan sepulang dari itu aku mendapatkan keduanya telah tertidur, lantas aku memeras susu seukuran jatah minum keduanya, namun aku pun mendapatkan keduanya tengah tertidur.

Meskipun begitu, aku tidak berani memberikan jatah minum mereka tersebut kepada keluargaku (istri dan anak) dan harta milikku (budak dan pembantuku). Akhirnya, aku tetap menunggu (kapan) keduanya bangun, sementara wadahnya (tempat minuman) masih berada di tanganku, hingga fajar menyingsing. Barulah keduanya pun bangun, lalu meminum jatah untuk mereka.

“Ya Allah, jika apa yang telah kulakukan tersebut semata-mata mengharap wajah-Mu, maka renggangkanlah rongga gua ini dari batu besar yang menutup tempat kami berada. Lalu batu tersebut sedikit merenggang, namun mereka tidak dapat keluar.”

 عن أبي هريرة رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن الرجل لترفع درجته في الجنة فيقول: أنى هذا؟! فيقال: باستغفار ولدك لك))

Diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang akan diangkat derajatnya di surga, lalu orang tersebut akan bertanya, Bagaimana ini bisa terjadi? Lalu dijawab, “Karena anakmu telah memohonkan ampun untukmu.”

Kedua, doa Muslim secara tak langsung (tanpa diketahui)

دعوة المرء المسلم لأخيه بظهر الغيب مستجابة، عند رأسه مَلَك موكل، كلما دعا لأخيه بخيرٍ قال المَلَك الموكل به: آمين، ولك بمثلٍ

Diriwayatkan Imam Muslim dari Ummu Darda RA, Nabi SAW bersabda, “Doa seorang Muslim untuk saudara Muslimnya dari belakangnya (tanpa diketahui) adalah mustajab, di setiap kepalanya ada seorang malaikat yang ditugaskan, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya, maka malaikat yang ditugaskan tersebut berkat, ‘Aamiin, dan engkau mendapat sepertinya.” 

Ketiga, orang yang teraniaya

روى مسلم عن معاذ بن جبلٍ: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال:اتق دعوةَ المظلوم؛ فإنه ليس بينها وبين الله حجاب

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Muadz bin Jabal RA. Nabi SAW bersabda, “Takutlah akan doa orang yang dizalimi. Karena, sungguh tidak ada penghalang antara doa itu dengan Allah.”

روى الطبراني عن خزيمة بن ثابتٍ رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اتقوا دعوة المظلوم؛ فإنها تُحمَل على الغمام، يقول الله عز وجل: وعزتي وجلالي لأنصرَنَّك ولو بعد حينٍ

Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tabrani dari Huzaimah bin Tsabit berkata, Rasulullah bersabda, “Takutlah akan doa orang yang dizalimi karena doa itu akan dibawa ke atas awan. Allah berfirman. Demi kemuliaan dan keagungan-Ku. Aku pasti benar-benar akan menolongmu walaupun setelah waktu yang tidak ditentukan.”

روى أبو داود الطيالسي عن أبي هريرة: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال:دعوة المظلوم مستجابة، وإن كان فاجرًا ففجورُه على نفسِه

Dalam hadits riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW berkata, “Doa orang yang dizalimi adalah diterima sekalipun doa dari orang yang jahat. Kejahatannya itu memudharatkan dirinya (tanpa memengaruhi keterkabulan doa tadi).”

Keempat, orang tua yang saleh 

روى أبو داود عن أبي هريرة: أن النبيَّ صلى الله عليه وسلم قال: ثلاثُ دعواتٍ مستجابات لا شك فيهن: دعوة الوالد، ودعوة المسافر، ودعوة المظلوم 

Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud dari Abu Hurairai RA, Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga doa yang pasti dikabulkan tanpa ada keraguan padanya, doanya orang yang terzalimi, doanya seorang musafir, dan doa jeleknya orang tua pada anaknya.”

Kelima, pemimpin yang adil

روى البيهقيُّ عن أبي هريرة: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثلاثة لا يرُدُّ اللهُ دعاءهم: الذاكر الله كثيرًا، ودعوة المظلوم، والإمام المُقسِط

Diriwayatkan Imam Baihaqi dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga orang yang doanya tidak ditolak Allah SWT, orang yang banyak berdzikir, orang yang dizalimi, dan pemimpin yang adil.”

Keenam dan ketujuh, orang yang puasa dan orang yang sedang safar

روى البيهقي عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((ثلاث دعواتٍ مستجابات: دعوة الصائم، ودعوة المسافر، ودعوة المظلوم

Diriwayatkan Imam Baihaqi dari Abu Hurairah RA, bersabda Rasulullah, “Tiga orang yang doanya diijabah, doa orang yang berpuasa, doa orang yang dizalimi, dan doa orang yang sedang safar.” 

Sumber: alukah 

KHAZANAH REPUBLIKA

Shalawat yang Dibaca Imam Al Thabrani Saat Bermimpi Bertemu Rasulullah

Dalam kitab Sa’adatud Darai fi Al-Shalati ‘ala Sayyid Al-Kawnain, Syaikh Yusuf bin Ismail Al-Nabhani menyebutkan salah satu bentuk shalawat yang dimiliki oleh Imam Al-Thabrani. Lafadz shalawat yang pernah dibaca Imam al Thabrani adalah sebagai berikut;

اَللَّهُمَّ لَكَ اْلحَمْدُ بِعَدَدِ مَنْ حَمِدَكَ وَلَكَ اْلحَمْدُ بِعَدَدِ مَنْ لَمْ يَحْمَدْكَ وَلَكَ اْلحَمْدُ كَمَا تُحِبُّ أَنْ تُحْمَدَ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ وَصَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ وَصَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا تُحِبُّ أَنْ يُصَلِّىَ عَلَيْهِ

Allohumma lakal hamdu bi ‘adadi man hamidaka wa lakal hamdu bi ‘adadi man lamyahmadka wa lakal hamdu kamaa tuhibbu antuhmad. Allohumma sholli ‘alaa sayyidinaa muhammadin bi ‘adadi man shollaa ‘alaihi wa sholli ‘alaa sayyidinaa muhammadin bi ‘adadi man lam yusholli ‘alaihi wa sholli ‘alaa sayyidinaa muhammadin kamaa tuhibbu ayyushollaa ‘alaihi.

Artinya:

Ya Allah, bagi-Mu segala puji dengan sebanyak hitungan orang yang memuji kepada-Mu, bagi-Mu segala puji dengan sebanyak hitungan orang yang tidak memuji kepada-Mu, bagi-Mu segala puji sebagaimana Engkau senang untuk dipuji. Ya Allah, berilah rahmat atas junjungan kami, Nabi Muhammad, dengan sebanyak hitungan orang yang bershalawat kepadanya, berilah rahmat atas junjungan kami, Nabi Muhammad, dengan sebanyak hitungan orang yang tidak bershalawat kepadanya, berilah rahmat atas junjungan kami, Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau senang agar beliau diberi rahmat.

Disebutkan bahwa di dalam mimpi, shalawat yang dibaca Imam Al Thabrani diucapkan di hadapan Nabi Saw, dan beliau tersenyum hingga giginya tampak dan mengeluarkan cahaya. Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad Al-Fakihi Al-Maliki dalam kitab Husnut Tawassul fi Ziarati Afdholir Rusul berikut;

انشاها الطبراني وذكر انه قالها في المنام بحضرة النبي صلى الله عليه وسلم فتبسم صلى الله عليه وسلم عند سماعها حتى بدت نواجذه وظهر النور من ثناياه الكريمة

(Shalawat ini) dibikin oleh Imam Al-Thabrani. Disebutkan bahwa beliau pernah membaca shalawat ini di dalam mimpi di hadapan Nabi Saw. Ketika mendengar shalawat ini, beliau tersenyum hingga tampak gigi gerahamnya dan cahaya tampak dari giginya.

BINCANG SYARIAH