Doa Nabi Yunus yang diabadikan dalam Al-Quran

SALAH satu doa yang terkenal adalah doa Nabi Yusuf. Kenapa?

Doa sering kita panjangkan, mungkin jumlahnya tak akan pernah terhitung banyaknya. Segala puji hanya milik Allah SWT. Semoga Allah Yang Maha Menatap, menggolongkan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa berupaya menjadikan hanya Allah saja yang mendominasi hati kita. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada panutan seluruh alam, Nabi Muhammad ﷺ.

لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ

“Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka innii kuntu minazh zhoolimiin.”

Ini adalah doa Nabi Yunus AS yang dijanjikan oleh Allah SWT akan menjadi jalan keluar dari berbagai kesulitan yang sedang dihadapi oleh nabi Yunus AS. Karena datangnya doa ini adalah berasal dari tiga lapis kegelapan.

Pertama, kegelapan malam. Kedua, kegelapan di dalam lautan. Dan ketiga, kegelapan di dalam perut ikan. Dari ketika kegelapan ini kemudian Nabi Yunus AS selamat atas izin Allah SWT, syariatnya dengan memanjatkan doa ini kepada Allah SWT.

Sekilas kita ingat kembali, bahwa Allah SWT memerintahkan nabi Yunus AS untuk berdakwah kepada kaumnya. Akan tetapi kaumnya itu membangkang dan bebal, tidak mau mengikuti sedikitpun dakwah yang beliau sampaikan.

Setelah sedaya upaya nabi Yunus AS kerahkan, lantas beliau pergi meninggalkan mereka dengan keadaan marah dan putus asa. Padahal belum datang ketentuan Allah SWT kepadanya. Sehingga Allah SWT memberikannya ujian berupa kejadian demi kejadian yang terangkum dalam tiga kegelapan tadi.

Doa Nabi Yunus AS ini diabadikan oleh Alloh SWT di dalam Al-Quran, “Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka innii kuntu minazh zhoolimiin”, yang artinya, “Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zholim.” (QS. Al Anbiyaa: 87).

Sahabat Islampos, kuncinya yang pertama adalah ketauhidan. Barangsiapa yang ingin diberikan keselamatan dari setiap persoalan, maka milikilah keyakinan yang kuat kepada Allah SWT. Jangan menuhankan apapun selain Allah SWT. Hanya Alloh semata yang ada di hati kita, yang menjadi tujuan setiap amal kita, yang kita harapkan pertolongannya.

Kemudian, tanamkanlah di dalam hati pengakuan bahwa hanya Allah Yang Maha Sempurna, tidak ada kekurangan, kesalahan dalam hal apapun. Allah Maha Suci dari segala kekurangan.

Dan, kunci yang terakhir adalah mengakui bahwa diri kita ini adalah hamba yang zalim terhadap diri sendiri, banyak melakukan salah dan dosa. Semakin kita mengakui keburukan dan dosa-dosa kita di hadapan Allah, inilah yang akan mengundang pertolongan Allah SWT.

Atas izin Allah SWT, maka Nabi Yunus AS pun selamat setelah memanjatkan doa tersebut. Allah SWT berfirman, “Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anbiyaa : 88).

Marilah kita teladani doa Nabi Yunus AS ini. Tanamkanlah di dalam hati kita keyakinan yang kokoh kepada Allah SWT. Jadikanlah hanya Allah SWT. yang menjadi tujuan hidup kita. Dan, senantiasa sadari bahwa sesungguhnya kita adalah makhluk lemah yang penuh dosa, dan tiada yang bisa menyelamatkan kita atas dosa-dosa itu selain ampunan dan pertolongan Allah SWT. Wallohu a’lam bishowab. []

ISLAMPOS

Penyandang Disabilitas Ini Masuk Islam Setelah Berlindung di Masjid

Seorang warga Ukraina penyandang disabilitas masuk Islam setelah berlindung di masjid selama serangan Rusia.

oronko Urko kehilangan rumahnya dan terpisah dari istri dan dua putrinya, ketika Rusia memulai serangannya ke Ukraina, lansir TRT World (25/08/2022).

“Ketika para sukarelawan membawa keluarga saya untuk mengungsi pada 8 Maret, Saya ditinggalkan sendirian,” ujar Urko.

Biasanya, lanjut Urko, ketika ada serangan, dia bersama keluarganya pergi ke tempat perlindungan.

Urko yang tertinggal sendirian kemudian ditolong oleh Imam Muhammad Ali dan menawarinya untuk tinggal di masjid. Setelah berlindung beberapa waktu di masjid, Urko akhirnya memutuskan untuk masuk Islam.

“Ketika keadaan menjadi tidak tertahankan, dia memanggil saya dan berkata ‘Ali tolong bawa saya’,” Imam Muhammad Ali mengisahkan. “Mulai sejak itu, dia tinggal di masjid dan kami menjadi saudara.”

Voronko Urko di bekas tempat tinggalnya bersama Imam Muhammad Ali

HIDAYATULLAH

MUI Belum Memberi Sertifikasi Halal Mie Gacoan? Ini Larangan Ulama Memberi Nama Buruk pada Makanan

Di media sosial ramai orang membahasa Mie Gacoan yang belum memiliki sertifikasi halal, ulama dan Fatwa MUI melarang keras menyematkan/memberi nama buruk makanan dan minuman

SEMINGU ini masyarakat Indonesia dibuat bingung terkait isu Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikabarkan belum bisa memberikan sertifikat halal kepada produk Mie Gacoan. Salah satu alasanya karena produk makanan yang sedang ramai pembeli ini menggunakan nama-nama buruk pada produknya sebagai bagian dari strategi pemasaran (marketing).

Sebagaimana telah ditetapkan LPPOM MUI dalam Kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) 23000, persyaratan nama merek atau produk tidak boleh mengarah pada hal kebatilan (buruk). “Nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada hal-hal yang menimbulkan kekufuran, kebatilan. Contoh: cokelat valentine, biskuit natal, mie gong ci fa cai,” bunyi penjelasan dari laman LPPOM MUI.

Sementara itu, Mie Gacoan justru menawarkan menu-menu dengan nama-nama seperti; mie iblis, mie setan, es genderuwo, es tuyul, es sundel bolong dan es pocong.  Karena hal inilah, akhirnya Mie Gacoan tidak bias memenuhi salah satu kriteria untuk dapat sertifikasi halal.

Tanggapan Mie Gacoan

Sementara itu, Juru Bicara PT Pesta Pora Abadi yang menaungi bisnis Mie Gacoan, Daryl Gumilar, menjawab kontroversi nama menu Mie Gacoan.  Menurut Daryl Gumilar pihaknya tak ada niat buruk dalam memberikan nama produknya, karena nama Gacoan sendiri, menurutnya, diambil dari kata ‘jagoan’  sebaaimana pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi daring.

“Merek ‘Mie Gacoan’ telah tumbuh menjadi market leader, utamanya di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kepulauan Bali, dan sedang dalam jalur kuat untuk berekspansi menjadi merek terbesar nomor satu secara nasional. Di sinilah makna kata gacoan itu menjadi sangat relevan untuk disandingkan sebagai makna ‘jagoan’, dan bukan berarti ‘taruhan’,” kata Daryl dalam penjelasan tertulis, Selasa 23 Agustus 2022.

Atas nama perusahaan, Daryl mengaku meminta maaf adanya kegelisahan terkait proses sertifikasi halal yang masih dijalani. Namun menyadari pentingnya sertifikasi halal, ia berjanji akan terus berusaha agar proses tersebut (sertifikasi) berjalan sesuai harapan.

Al-Quran memerintahkan makan yang halal

Bagi umat Islam, kehalalan produk makanan menjadi penting. Al-Qur’an dan hadits menjelaskan, segala sesuatu yang baik bagi tubuh, akal dan jiwa maka hukumnya halal, sebaliknya sesuatu yang mendatangkan  mudharat bagi kesehatan badan, akal dan jiwa hukumnya haram.

Islam mensyariatan penganutnya meraih harta yang halal, termasuk mengkonsumsi makanan yang halal. Halal ini dimulai dari niat, proses, dan sarana yang digunakan.

Dalam mengkonsumsi makanan, kita jelas harus mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh syariat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 168.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوۡا مِمَّا فِى الۡاَرۡضِ حَلٰلًا طَيِّبًا  ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِؕ اِنَّهٗ لَـكُمۡ عَدُوٌّ مُّبِيۡنٌ

“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah: 168).

Terdapat juga dalam QS. Al- A’raf ayat 33 yang berbunyi:

قُلۡ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ الۡـفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَ الۡاِثۡمَ وَالۡبَـغۡىَ بِغَيۡرِ الۡحَـقِّ وَاَنۡ تُشۡرِكُوۡا بِاللّٰهِ مَا لَمۡ يُنَزِّلۡ بِهٖ سُلۡطٰنًا وَّاَنۡ تَقُوۡلُوۡا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ

“Katakanlah”Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang  nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS: Al-A’raf: 33).

Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an diatas dapat disimpulkan bahwa kewajiban  umat Islam untuk terus mencari yang halal. Dan tidak mengikuti langkah-langkah setan dalam tindakan-tindakan yang menyesatkan.

Sebagaimana senada dengan hadist Rasulullah ﷺ:

عن النعمان بن بشير رضي الله عنه قال: سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: «إن الحلال بيِّن وإن الحرام بين، وبينهما أمور مُشْتَبِهَاتٌ لا يعلمهن كثير من الناس، فمن اتقى الشُّبُهات فقد اسْتَبْرَأ لدينه وعرضه، ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام، كالراعي يرعى حول الحِمى يوشك أن يَرْتَع فيه، ألا وإن لكل مَلِك حِمى، ألا وإن حِمى الله محارمه، ألا وإن في الجسد مُضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب». 

[صحيح] – [متفق عليه]

“Dari An-Nu’mān bin Basyīr -raḍiyallāhu ‘anhu- berkata, Saya mendengar Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Di antara keduanya terdapat hal-hal samar yang banyak manusia tidak mengetahuinya. Siapa yang menjaga dirinya dari perkara yang samar, maka ia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Namun, Siapa yang terjatuh ke dalam perkara yang samar, maka ia jatuh dalam perkara yang haram.; bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar kawasan terlarang, dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap penguasa mempunyai daerah larangan. Ketahuilah, bahwa daerah larangan Allah adalah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia ada segumpal daging, jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya, dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.”  (Hadis sahih – Muttafaq ‘alaih)

Fatwa larangan memberi nama buruk makanan

Beberapa tahun belakangan ini, penggagas produk makanan riuh mengeluarkan stategi pemasaran (marketing) dengan cara-cara unik, hingga aneh. Tidak sedikit pengusaha memberi nama-nama produknya dengan nama-nama buruk yang membuat bulu kuduk berdiri.

Para ulama telah mengeluarkan fatwa terkait status hukum pemberian (pelabelan) nama-nama makanan yang buruk.

Syeikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu menulis;

وتكره األسماء القبيحة كشيطان وظالم وشهاب وحمار وكليب وما يتشاءم بنفيه

عادة كنجيح وبركة لخبر : ل تسمين غالمك أفلح ول نجيحا ول يسارا ول رباحا

فإنك إذا قلت أثم هو؟ قال ل ويسن أن تغير األسماء القبيحة وما يتطير بنفيه للخبر

مسلم : أنه غير اسم عاصية قال : أنت جميلة.

Dan dimakruhkan memberi nama-nama jelek seperti syaithan, dzhalim,  syihab (panah api), himar (keledai) dan kulaib (anjing kecil). Dan hal yang menandakan ketiadaan kebiasaan seperti najih dan barakah berdasarkan hadits: “Janganlah memberikan nama anakmu aflah dan najih dan yasar dan  rabah karena sesungguhnya jika kamu bertanya kepada seseorang “apakah ada disana aflah, najih, yasar dan rabah? Lalu ia menjawab tidak ada. Dan disunnahkan mengganti nama-nama buruk dan nama yang dijadikan peramal nasib dengan meniadakan pada adat kebiasaan berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim: Sesungguhnya Rasulullah telah menukar nama  seorang perempuan bernama Ashiyah dengan mengatakan Jamilah kepada perempuan tersebut. (dalam Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Isla Wa Adillatuhu).

Sedangkan Syeikh Muhammad Shalih Al Munajjid, dalam Fatwa Islam mengatakan:

اطلق اسماء االشياء التي يبغضهاهللا تعلى على االشياء التي اباحها فهو فعل يحتوي

على استهانة بشرهللا تعلى وعدم التعظيم الحكامه وهذا مناف لتقوى هللا تعلى9

Menyebut sesuatu yang Allah halalkan dengan menggunakan istilah sesuatu  yang Allah benci, perbuatan semacam ini termasuk meremehkan aturan Allah dan tidak mengagungkan hukum-hukum-Nya. Dan ini bertentangan dengan sikap takwa kepada Allah. (Fatwa Islam, no. 234755).

Sementara itu, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal menyebutkan;

a. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.

b. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama- nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.

c. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbukan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dll.

d. Tidak boleh mengkonsumsimakanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dll.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa makanan yang selayaknya dikonsumsi

bukan cukup kreteris yang halal saja, tetapi juga harus thayyibah (baik) bagi jasmani

maupun rohani.  Menurut Syekh Ar-Raghib al-Ishfani dalam kitabnya Mu’jam Mufradat li

Afadhil Qur’an menyebutkan bahwa thayyib secara umum artinya adalah “sesuatu yang

dirasakan enak oleh indra dan jiwa”, makanan yang halal belum tentu thayyibah sebagaimana

definisi thayyibah yang dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir “sesuatu yang baik tidak membahayakan tubuh dan pikiran.

Dalam uraian diatas, dapat diringkaskan bahwa Syeikh Wahbah Zuhaili, Shalih Al Munajjid dan Fatwa MUI sangat melarang keras menyematkan atau memberi nama buruk terhadap sesuatu yang dihalkan Allah. Termasuk di dalamnya pemberian nama makanan dan minuman.

Maka, tidak selayaknya kaum Muslim memberikan nama makanan yang baik dengan nama-nama yang buruk, karena makanan dan minuman tersebut merupakan rizki dari Allah Subhanahu Wata’ala, yang seharusnya dimuliakan dan dihormati.

Jika ada yang sudah terlanjur memberi nama-nama makanan dan minuman dengan nama-nama yang buruk dan tidak layak, wajib hukum nya mengembalikan nama-nama makanan dan minuman tersebut kepada nama yang semestinya.

Dan yang lebih penting, kaum Muslim menghindari mengkonsumsi makanan-makanan tersebut, dan lebih memilih yang baik dan halal. Wallahu a’lam.*

HIDAYATULLAH

Khotbah Jumat: Jangan Mudah Berkata Kotor

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala, karena dengan ketakwaan, seorang muslim akan dimudahkan dalam setiap urusan dan akan diberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ * وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq: 2-3)

Jemaah salat Jumat yang semoga senantiasa dirahmati Allah Ta’ala.

Sesungguhnya di antara perkara yang paling agung yang dibawa agama Islam terhadap kemanusiaan adalah akhlak yang mulia. Dan inilah salah satu tujuan diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بُعِثتُ لأُتَمِّمَ صالِحَ الأخْلاقِ

“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” (HR. Ahmad no. 8952 dan Al-Bukhari dalam Adaabul Mufrad no. 273. Dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Adaabul Mufrad)

Akhlak yang sempurna dan luhur inilah yang menjadi salah satu sebab Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan pujian dari Allah Ta’ala. Sebuah pujian yang belum pernah Allah Ta’ala berikan kepada makhluk selainnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. Al-Qalam: 4)

Dengan akhlak dan budi pekerti yang mulia inilah beliau bisa mengambil banyak hati manusia. Begitu banyak manusia yang akhirnya mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan masuk Islam karena melihat akhlak beliau yang mulia ini. Betapa banyak kalimat dan kata-kata yang baik yang keluar dari mulut beliau sehingga dapat mengobati hati yang sedang sakit, meredakan fitnah, dan menyebabkan terjalinnya persahabatan dan persaudaraan.

Baca Juga: Fatwa Ulama: Hukum Menyampaikan Khotbah Jumat dengan Selain Bahasa Arab

Begitu agung penggambaran Al-Qur’an terhadap perkataan yang baik, seakan-akan ia adalah tali penyambung antara bumi dan langit dan merupakan jalan untuk meraih keridaan Allah Sang Pemilik kenikmatan dan kemuliaan. Karena ucapan yang baik adalah buah dari ibadah kita dan hasil darinya. Allah Ta’ala berfirman,

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلُهَا ثَابِتٌ وَّفَرْعُهَا فِى السَّمَاۤءِۙ * تُؤْتِيْٓ اُكُلَهَا كُلَّ حِيْنٍ ۢبِاِذْنِ رَبِّهَاۗ وَيَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ

“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 24-25)

Jemaah yang semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala.

Sebaliknya, ucapan yang kotor dan buruk merupakan salah satu perkara yang tidak disukai Allah Ta’ala. Tidaklah ia membuahkan sesuatu, melainkan permusuhan dan perpecahan, menjadi sebab rusaknya tali persaudaraan dan putusnya sebuah hubungan. Tak terhitung jumlahnya, putusnya hubungan orang tua dan anak dan hilangnya keharmonisan antara pasangan suami dan istri dikarenakan ucapan yang kotor dan buruk.

Al-Qur’an telah menggambarkan perkataan yang kotor dan buruk ini bagaikan pohon yang buruk, pohon yang tidak memberikan manfaat serta kebaikan apapun bagi pemiliknya. Bahkan ia membuahkan keburukan dan kerusakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيْثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيْثَةِ ِۨاجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْاَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ

“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (QS. Ibrahim: 26)

Setelah memberikan permisalan 2 pohon, Al-Qur’an memberi kita sinyal dan mengajarkan bahwa ucapan dan perkataan yang baik merupakan tanda jujurnya keimanan seseorang dan pertanda bahwa dirinya telah mencapai derajat rida Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

يُثَبِّتُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰخِرَةِۚ وَيُضِلُّ اللّٰهُ الظّٰلِمِيْنَۗ وَيَفْعَلُ اللّٰهُ مَا يَشَاۤءُ ࣖ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim. Dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

Baca Juga: Khotbah Jumat: Rasulullah Diutus sebagai Rahmat bagi Seluruh Alam

Ma’asyiral mukminin yang berbahagia,

Ketahuilah sesungguhnya hasil dari ucapan yang baik adalah terjaganya rumah tangga. Jika seorang suami berkata dengan perkataan yang indah, maka bertambah pula kadar kecintaan dan kasih sayang antara suami dengan istrinya, semakin baik pula perlakuannya terhadap yang lain. Dan kapan pun seorang istri cerdas di dalam memilih kata, maka itu adalah pondasi untuk membangun rumah yang yang tenang lagi damai.

Jika kita cermati dengan baik, akan kita dapati bahwa di antara sebab rusaknya hubungan suami istri adalah ucapan dan perkataan yang kotor lagi buruk. Kata-kata yang tidak disadari ternyata dapat menyebabkan rusaknya hubungan, kata-kata yang akhirnya dapat merusak keharmonisan dalam keluarga, kata-kata yang mengubah kebahagiaan menjadi kesedihan. Hubungan yang biasanya dipenuhi dengan kasih sayang berubah dipenuhi dengan kekerasan dan sikap acuh tak acuh karena kata-kata kotor yang keluar dari mulut pelakunya. Padahal, Nabi hallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan petunjuk yang indah dalam perkara ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no.47)

An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang hendak berbicara, maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikannya, silakan diucapkan. Jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka ditahan (jangan bicara).”

أقُولُ قَوْلي هَذَا   وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ   لي وَلَكُمْ،   فَاسْتغْفِرُوهُ   يَغْفِرْ لَكُمْ    إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ،  وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ   إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Sungguh menjaga ucapan serta tidak berkata kotor dan buruk merupakan salah satu perkara penting yang harus diperhatikan oleh para orang tua, ayah dan ibu. Karena anak-anak pastilah akan memperhatikan dan meniru ucapan orang tuanya. Saat engkau dapati ada anak yang memiliki tutur kata yang baik, ketahuilah bahwa itu adalah buah dan hasil dari apa yang ia dengar dari orangtuanya. Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi setiap orang tua untuk memperhatikan tutur kata dan tingkah lakunya.

Salah seorang ulama masa silam, Muqatil bin Muhammad Al-‘Ataki berkata, “Aku pernah hadir bersama ayah dan saudaraku menemui Abu Ishak Ibrahim Al-Harbi. Maka, beliau bertanya kepada ayahku, ‘Mereka ini anak-anakmu?’ Ayahku menjawab, ‘Iya.’ (Maka), beliau berkata (kepada ayahku), ‘Hati-hatilah! Jangan sampai mereka melihatmu melanggar larangan Allah, sehingga (wibawamu) jatuh di mata mereka.’” (Shifatush Shafwah, 2: 409)

Seorang penyair juga pernah berkata dalam bait syairnya,

الأم مدرسة إذا أعددتَها، أعددتَ شَعْباً طَيِّبَ الأعراق

“Ibu adalah sebuah madrasah (tempat pendidikan) yang jika kamu menyiapkannya, berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya.”

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Perbaikan akhlak (dan termasuk di dalamnya menjaga lisan kita dari perkataan kotor dan tidak pantas) merupakan kunci kesuksesan di dalam mendidik, baik itu pendidikan orang tua terhadap anaknya, pendidikan seorang guru terhadap murid-muridnya, ataupun pendidikan dan dakwah seorang ulama terhadap pengikutnya. Ada sebuah ungkapan Arab terkenal berbunyi,

فاقِدُ الشَّيْءِ لا يُعْطِيْهِ

“Orang yang tidak punya sesuatu, tidak mungkin memberi sesuatu itu.”

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga lisan kita dari berucap dan berbicara dengan sesuatu yang kotor lagi buruk. Semoga Allah Ta’ala hiasi lisan kita ini dengan ucapan yang baik lagi indah. Karena lisan kita merupakan salah satu anggota badan yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Serta tidaklah kita berucap melainkan pasti ada malaikat yang akan mencatatnya. Allah Ta’ala berfirman,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77946-khotbah-jumat-jangan-mudah-berkata-kotor.html

Hukum Menikah Saat Belum Mapan

Menikah merupakan salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan bersama pasangan. Akibat dari besarnya cinta terhadap pasangan, seringkali membuat sebagian orang memaksa untuk menikah padahal dirinya masih belum mapan dalam hal finansial. Lantas, bagaimanakah hukum menikah saat belum mapan?

Dalam literatur kitab fikih, salah satu kewajiban suami setelah menjalani akad pernikahan adalah harus menafkahi istrinya. Kewajiban ini harus selalu diprioritaskan oleh suami setelah kewajibannya untuk menafkahi dirinya sendiri. Bahkan, nafkah istri yang terlewat tidak menjadi gugur begitu saja melainkan tetap menjadi tanggungan suami.

Sebagaimana keterangan dalam kitab Al-Fiqhul Manhaji ala Mazhabil Imamis Syafi‘i,  juz 4, halaman 178 berikut,

يقدم بعد نفسه: زوجته، لأن نفقتها آكد، فإنها لا تسقط بمضي الزمان، بخلاف نفقة الأصول والفروع، فإنها تسقط بمضي الوقت 

Artinya, “Adapun yang didahulukan setelah dirinya sendiri adalah nafkah istrinya. Karena nafkah istri sangat muakkad baginya. Nafkah istri juga tidak menjadi gugur sebab berlalunya zaman, berbeda dengan nafkah orang tua dan juga anak yang dapat gugur akibat berlalunya zaman.”

Kewajiban untuk menafkahi istri inilah yang menyebabkan seseorang diharamkan untuk menikah apabila nantinya tidak dapat membiayai istri lantaran pekerjaan yang masih belum mapan. Hal ini juga berdasarkan sabda nabi yang mengharuskan adanya kemampuan finansial disaat ingin melakukan akad pernikahan.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Al-Fiqh al-Islam juz 9, halaman 160 berikut,

القدرة على الإنفاق: لا يحل شرعاً الإقدام على الزواج، سواء من واحدة أو من أكثر إلا بتوافر القدرة على مؤن الزواج وتكاليفه، والاستمرار في أداء النفقة الواجبة للزوجة على الزوج، لقوله صلّى الله عليه وسلم : «يا معشر الشباب، من استطاع منكم الباءة فليتزوج…» والباءة: مؤنة النكاح.

Artinya : “ Mampu untuk menafkahi : tidak halal secara syariat untuk mendahulukan pernikahan. Baik dalam menikahi satu istri atau lebih banyak kecuali dengan terpenuhinya biaya dan beban beban pernikahan.

Kemampuan untuk terus menerus menafkahi istri ini berdasarkan sabda nabi SAW : ‘Wahai  para pemuda barangsiapa yang mampu dari kalian untuk biaya, maka menikahlah….’ Adapun yang dimaksud dalam biaya adalah biaya pernikahan.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kewajiban untuk menafkahi istri yang menyebabkan seseorang diharamkan untuk menikah apabila nantinya tidak dapat membiayai istri lantaran pekerjaan yang masih belum mapan.

Namun demikian, apabila suami dapat memenuhi kewajibanya misalkan dengan bantuan dari orang tua maka dia diperbolehkan menikah sekalipun masih dalam kondisi tidak mapan.

Demikian penjelasan mengenai hukum menikah saat belum mapan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Apa Makna “Aman dari Fitnah” dalam Teks Fikih?

Dalam setiap keputusan hukum fikih, terutama yang berkaitan dengan relasi laki-laki dan perempuan atau aurat, kita sering menemukan frasa “aman dari fitnah” atau “tidak menimbulkan fitnah”. Sebenarnya apa makna aman dari fitnah tersebut dalam teks fikih?

Dalam literatur fikih, “”aman dari fitnah” biasanya menggunakan frasa ”  Amnu al-Fitnah. Begitu juga dalam penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia di teks-teks fikih, biasanya ditulis “selama tidak menimbulkan fitnah”.

Maka yang perlu ditelusuri adalah makna “fitnah” yang dimaksud dalam frasa ini. Misal, ada penjelasan dari Syamsuddin al-Quhustani (W. 1546 M), seorang ulama bermazhab Hanafi menulis tentang kebolehan nazhor atau melihat calon pasangan selama tidak menimbulkan fitnah. Begini redaksinya,

 وشرط لحل النظر إليها وإليه الأمنُ بطريق اليقين من شهوة, أي: ميل النفس إلى القرب منها

“Syarat diperbolehkannya nazhor kepada calon istri adalah terhindar dari fitnah secara yakin, berupa syahwat atau keinginan yang cenderung mengarah pada syahwat.”

Maka arti fitnah di sini adalah kecenderungan yang menimbulkan nafsu syahwat dan mengarah pada zina atau kecenderungan melakukan aktivitas seksual. Keterangan lain juga ada dari Syekh Azhim Abadi (W. 1911), pakar hadis dari India. Beliau menjelaskan kebolehan melihat wajah perempuan,

 فَيَجُوزُ لِلْأَجْنَبِيِّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى وَجْهِ الْمَرْأَةِ الْأَجْنَبِيَّةِ وَكَفَّيْهَا عِنْدَ أَمْنِ الْفِتْنَةِ؛ مِمَّا تَدْعُو الشَّهْوَةُ إِلَيْهِ مِنْ جِمَاعٍ, أَوْ مَا دُونَه

“Boleh bagi seseorang yang bukan mahram memandang wajah perempuan lain dan kedua telapak tangannya selama tidak menimbulkan fitnah; tidak mengundang hasrat untuk melakukan hubungan seksual atau yang mendekatinya.”

Kalau kita perhatikan, dua penjelasan tersebut hanya menjadikan perempuan sebagai objek dan laki-laki sebagai subjek. Artinya, kecenderungan syahwat selalu berasal dari laki-laki yang disebabkan oleh perempuan. Dan secara tersirat, perempuan menjadi sumber fitnah atau timbulnya syahwat, meski tidak jelas dikatakan demikian.

Padahal, kecenderungan seksual juga bisa dirasakan dan dimiliki oleh perempuan. Maka dalam konteks fikih yang berkaitan dengan relasi laki-laki dan perempuan, aman dari fitnah harus melibatkan keduanya dan menjadi kontrol bagi keduanya. Tidak hanya untuk laki-laki tapi juga perempuan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh K.H Husein Muhammad dalam buku “Islam Agama Ramah Perempuan” saat menjelaskan mengenai batasan aurat. Beliau menganalisis bahwa batasan aurat dipengaruhi oleh konteks sosial, tradisi, atau kebudayaan.

Bagian tertentu dari tubuh perempuan boleh jadi dipandang aurat dan menimbulkan fitnah oleh suatu masyarakat atau pada suatu zaman di suatu tempat atau boleh jadi juga tidak di suatu zaman, masyarakat, atau tempat yang berbeda.

Sebagaimana mengenai fatwa-fatwa ulama terdahulu mengenai bolehkah laki-laki dan perempuan belajar dalam satu ruangan. Dahulu, fatwa-fatwa yang menjawab persoalan itu sangat ketat. Karena pada masyarakat terdahulu, interaksi antara laki-laki dan perempuan tidak seleluasa saat ini.

Sehingga fatwa yang lahir adalah haram atau sebatas tidak dianjurkan karena takut menimbulkan fitnah. Dan fitnah yang dimaksud adalah kecenderungan berbuat zina. Sedangkan saat ini, interaksi laki-laki dan perempuan sudah banyak diperlukan baik dalam urusan ekonomi, pendidikan, dan politik.

Maka term “aman dari fitnah” yang menjadi ketentuan fikih, meski tetap dipertimbangkan dalam menjalankan relasi tertentu, tidak seketat zaman dahulu. (Baca: Perempuan Bukanlah Penghalang Ibadah kepada Allah)

Demikian keterangan makna “aman dari fitnah” dalam teks fikih yang sering muncul. Dan yang perlu ditekankan adalah, bahwa fitnah tidak selalu bersumber dari memandang perempuan tapi bisa juga sebaliknya.

Tulisan ini telah terbit di Bincangmuslimah.com

Mengapa Murid yang Melanggar Peraturan Selalu Dihukum?

Masih hangat dibahas salah satu guru SMA di Bantul yang memaksa siswinya memakai jilbab hingga depresi. Kini muncul lain, seorang siswa SD yang rambutnya dipotong secara paksa oleh gurunya di sekolah. Peraturan sekolahnya yang mengharuskan siswa berambut pendek itu membuat orang tua siswa SD melakukan protes atas kekecewaannya pada sekolah yang tanpa izin membuat anaknya trauma.

Dua hal di atas mungkin terdengar tak asing ya? Namun, masih banyak peraturan sekolah lain yang tidak terlalu berpengaruh dalam proses belajar mengajar tetapi sanksinya cukup berat. Peraturan dan sanksi yang diberikan malah justru jauh dari tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, apa hubungannya berambut gondrong dengan dicukur rambutnya secara paksa dan tidak rapi dengan kegiatan belajar siswa?

Ada pula siswa yang lupa memakai atribut sekolah malah diminta keluar kelas dan tidak boleh mengikuti kegiatan belajar di kelas. Selama penulis menjadi pelajar SMP, beberapa sanksi cukup membuat siswa jera dan ketakutan. Misalnya, tidak memakai jilbab sesuai peraturan, maka jilbab yang dipakai akan diambil secara paksa. Siswa laki-laki yang memakai celana pensil atau ketat, maka celana akan diambil dan diganti sarung hanya selama KBM berlangsung. 

Menurut Komisioner KPAI Susanto, seharusnya kita bisa mencari formula lain yang lebih edukatif. Selama ini pendisiplinan lebih dimaknai konotasinya adalah hukuman padahal paradigmanya adalah pengembangan perilaku. Kalau hukuman itu efektif hanya untuk jangka pendek, tapi perilaku ke depannya belum tentu anak mau mengikuti peraturan dan norma yang diharuskan.

Memang sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan adanya korelasi peningkatan prestasi siswa dengan hukuman atau sanksi dari peraturan sekolah. Sekolah sebagai institusi pendidikan, memang memiliki wewenang untuk membuat peraturan sekolah. Namun, peraturan sekolah ini tidak boleh melanggar peraturan di atasnya. Harus tetap mengutamakan hak-hak anak dalam memperoleh pendidikan. Aman dari tindakan diskriminasi, dan kekerasan sesuai UU Perlindungan Anak.

Sebagian orang mungkin menganggap peraturan sekolah adalah mutlak dilakukan, karena tujuannya baik. Namun, sebagian berpikir bahwa sekolah adalah tempat untuk belajar tanpa rasa takut dan trauma. Lalu mengapa murid yang melanggar peraturan selalu dihukum?

Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita mundur pada zaman dulu, sistem sekolah yang ada saat ini mengadopsi dari 4 pilar yakni, pendidikan barat; pesantren; tradisi feodal; dan militerisme. Nilai pendidikan barat bisa kita lihat dari adanya kurikulum, pemakaian seragam, dan penataan ruang kelas. 

Kedua, pesantren. Pesantren sudah ada sejak zaman dahulu, nilai-nilai yang diadopsi dari pesantren ini seperti menganggap guru sebagai central pemahaman, cium tangan guru, dan patuh pada guru. Ketiga, nilai dari tradisi feodal bisa terlihat dari pakaian yang harus rapi, adanya sanksi bagi yang melanggar, dan adanya relasi kuasa antara guru dan murid dalam artian murid dianggap sebagai budak.

Nah yang terakhir ini, masih sangat kental pada tradisi pendidikan kita. Jelas terlihat nilai militerisme dari adanya perpeloncoan, rambut laki-laki yang harus pendek, sanksi lari lapangan, siswa yang melanggar peraturan di jemur di lapangan dan lainnya. 

Masuknya nilai militerisme ini di mulai dari zaman orde baru. Di mana gaya militer ini dianggap bisa mendisiplinkan siswa, siswa menjadi bermoral, dan rapi. Maka tidak aneh mengapa peraturan sekolah saat ini masih memberikan hukuman bagi siswa, karena sejarah panjang dan masih kentalnya nilai-nilai dari 4 pilar tersebut.

Di sisi lain, saat ini banyak dikeluarkan peraturan daerah yang bersifat diskriminatif, dengan menonjolkan agama tertentu, tetapi peraturan berlaku untuk setiap orang.

Dan peraturan daerah ini yang menjadi salah satu rujukan sekolah untuk membuat peraturan sekolah. Menurut Ibu Dahlia, koordinator gugus kerja perempuan dan kebhinekaan Komnas Perempuan, keadaan ini diperparah dengan tidak adanya mekanisme cek atau kontrol dari dinas terkait peraturan yang dibuat tiap sekolah.

Kesadaran guru dan tenaga kependidikan terhadap peraturan dan sanksi yang tidak edukatif juga masih minim. Harus diberikan pemahaman agar tradisi memberikan hukuman yang tidak edukatif dapat dihilangkan. Jadi ini memang menjadi tugas bersama dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, dengan membuat peraturan yang baik untuk menciptakan sekolah sebagai tempat belajar yang aman dan nyaman bagi siswa.

BINCANG MUSLIMAH

Terbangun Saat di Tengah-Tengah Tidur, Baca Doa Ini

Pada saat seorang Muslim terbangun di tengah-tengah tidur, dianjurkan untuk membaca doa. Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jaziri dalam kitab Minhajul Muslim menyebutkan doa ketika seseorang terbangun di tengah-tengah tidurnya: 

“La ilaha illallah wahdahu laa syarikalah lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ala kulli syai’in qadir. Subhanallahi walhamdulillahi wa laa ilaha illallah wallahu akbar wa laa haula wa laa quwwata illa billah,”. 

Yang artinya, “Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, kepunyaannyalah segala kerajaan, segala puji bagi-Nya, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dari Allah,”. 

Kemudian berdoa dengan doa apa saja yang disuka. Niscaya dikabulkan sebab Rasulullah SAW bersabda, “Man ta’arraa billaili faqaala hina yastayqizhu… tsumma da’aastujibu lahu,”. Yang artinya, “Barang siapa yang terbangun di malam hari, lalu di saat terbangun dia membaca (lafadz di atas)… dan seterusnya, kemudian ia berdoa, niscaya dikabulkan doanya,”. 

Dijelaskan jika ia bangkit lalu berwudhu, kemudian ia melakukan sholat, niscaya sholatnya diterima. Atau ia berdoa: 

La ilaha illa anta subhanaka allahumma astaghfiruka lidzanbiy wa as-aluka rahmataka, allahumma dziniy ilman wa laa tuziq qalbiy ba’da idz hadaitani wa habliy min ladunka rahmatan, innaka antal-wahab,”.

Yang artinya, “Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, Maha Suci Engkau ya Allah, aku memohon ampun kepada-Mu atas dosa-dosaku, aku memohon rahmat-Mu. Ya Allah, berilah aku tambahan ilmu dan jangan Engkau sesatkan hatiku sesudah Engkau memberiku petunjuk, dan berilah aku rahmat-Mu, sesungguhnya Engkau lah yang Maha Pemberi,”. 

IHRAM

Bagaimana Hukum Swafoto Pria dan Wanita Bukan Mahram

Swafoto atau selfie saat ini sedang digandrungi masyarakat Indonesia. Kemajuan teknologi, yang membuat kamera handphone kian canggih, membuat masyarakat berbondong-bondong untuk mengabadikan momen dirinya dengan orang yang sekitar. Baik dengan keluarga, sahabat, teman, rekan kerja, atau artis pujaannya.

Kemudian ada yang bertanya, bagaimana hukum swafoto pria dan wanita yang bukan mahram? Misalnya, seorang perempuan mengidolakan seorang artis, saat ketemu ia meminta swafoto. Ataupun sahabat yang telah terpisah jauh, saat reuni sekolah, mereka swafoto. Bagaimana Islam memandang persoalan tersebut. 

Pada dasarnya, hukum foto selfie atau swafoto adalah boleh. Dengan catatan tidak menimbulkan fitnah, yang jika dikaitkan dengan lawan jenis. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Dr. Wahbah Az Zuhaili dalam kitab Al Fiqh Islami wa Adillatuhu, bahwa hukum fotografi, termasuk swafoto dalam Islam boleh hukumnya. 

أما التصوير الشمسي أو الخيالي فهذا جائز، ولا مانع من تعليق الصور الخيالية في المنازل وغيرها، إذا لم تكن داعية للفتنة كصور النساء التي يظهر فيها شيء من جسدها غير الوجه والكفين

“Adapun hukum gambar dari hasil kamera itu boleh dan juga tidak dilarang syariat untuk menggantung gambar yang tidak nyata di rumah-rumah dan tempat yang lain. Tindakan itu pada hakikatnya diperbolehkan, akan tetapi ada  catatan, yakni tidak sampai mendatangkan fitnah seperti gambar wanita yang tampak sesuatu dari tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangan” 

Sementara itu, ada juga fatwa dari Dar Ifta Mesir yang mengatakan bahwa selfie atau mengambil gambar dengan kamera, termasuk handphone dalam Islam  hukumnya mubah (boleh). Sebab dalam hal ini, tidak  ditemukan adanya larangan syariat Islam secara sharih (jelas). 

التصوير والرسم من الفنون الجميلة التي لها أثر طيب في راحة النفوس والترويح عنها, وهما جائزان شرعا شريطة أن يخلو من الأثام والمحرمات, وأن لا يكون الرسم أو التصوير مثيرا للشهوات وملتهبا للغرائز, وكذلك لا يجوز الرسم أو التصوير إذا كان موضوع التصوير أو الرسم جسدا عاريا, أو عورة من العورات التي يأمر الدين والأخلاق والإستقامة والفطرة المستقيمة بسترها.

“Memfoto dan menggambar termasuk salah satu seni rupa yang memiliki pengaruh baik terhadap kenyamanan dan ketentraman jiwa. Keduanya (fotografi dan gambar) hukumnya diperbolehkan oleh syariat dengan syarat, yakni bebas dari dosa dan pantangan.

Tidak memancing nafsu dan amarah. Begitu juga tidak boleh untuk memfoto dan menggambar jika subjeknya berupa badan yang telanjang, atau aurat-aurat lain yang oleh agama, akhlak, fitrah yang selamat untuk menutupinya”.

Dari keterangan di atas, sebetulnya dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum swafoto dalam Islam itu boleh. Begitu juga hukum swafoto pria dan wanita bukan mahram dalam Islam adalah boleh selama tidak menimbulkan fitnah.  Dan juga tidak mengumbar aurat yang juga terlarang dalam Islam. 

BINCANG MUSLIMAH

5 Cara Mempererat Silaturahmi dalam Islam

SAHABAT Islampos, memiliki ikatan Silaturahim yang kuat dalam komunitas Muslim itu diperlukan. Ikatan tersebut akan memperkuat ukhuwah islamiyah. Lantas, bagaimana cara mempererat silaturahmi dalam Islam?

Salah satu manfaat dari penguatan Silaturahim dalam Islam adalah mereka dapat saling membantu dalam hal-hal yang paling mereka butuhkan dalam beberapa kesempatan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana memperkuat SIlaturahim dalam Islam.

Berikut beberapa cara mempererat silaturahmi berdasarkan Al Qur’an:

1 Cara mempererat silaturahmi: Bersikap Baik terhadap Orang Lain

Bersikap baik kepada sesama adalah salah satu cara memperkuat Silaturahim dalam Islam. Berbuat baik antara lain akan mempererat tali silaturrahim. Apakah melakukannya di antara keluarga, teman, tetangga, atau bahkan orang asing akan sangat memperkuat Silaturahim.

Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 36, berbuat baik sebagai seorang Muslim dan berusaha untuk berbuat baik kepada orang lain bisa menjadi salah satu cara bagaimana memperkuat Silaturahim dalam Islam. Umat ​​Islam dapat melakukan beberapa jenis shadaqah dalam Islam dengan cara memperkuat Silaturahim.

 اعْبُدُوا اللّٰهَ لَا ا ا الْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا الْقُرْبٰى الْيَتٰمٰى الْمَسٰكِيْنِ الْجَارِ الْقُرْبٰى الْجَارِ الْجُنُبِ الصَّاحِبِ الْجَنْۢبِ لِۙ السَّبِيْلِۙ ا لَكَتْ اَيْمَارِ الاحِبِ الْجَنْۢبِ لِۙ السَّبِيْلِۙ ا لَكَتْ اَيْمَا

“Dan sembahlah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbaik hatilah kepada orang tua, saudara, anak yatim, orang miskin, tetangga dekat dan jauh, teman, ibn Sabil dan budak yang Anda miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan sombong” (QS 4:36)

2 Cara mempererat silaturahmi: Beramal

Bersedekah merupakan salah satu cara mempererat Silaturahim dalam Islam. Memberi sedekah membuat ikatan antar umat Islam menjadi lebih kuat dari waktu ke waktu. Cara lain dalam beramal, umat Islam dapat melakukan beberapa jenis zakat dalam Islam untuk bersedekah.

Itu membuat umat Islam saling mengenal dengan baik tanpa membuat perbedaan di antara mereka. Disebutkan dalam Alquran surah An Nisa ayat 39-40 di bawah ini.

“Dan apa (keberatan) bagi mereka jika mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan menafkahkan sebagian dari rizki yang diberikan Allah kepada mereka? Dan Allah mengetahui keadaan mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi seseorang sekalipun sebesar Dzarrah, dan jika ada suatu kebaikan (sekecil Dzarrah), pasti Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya.” (QS An Nissa: 39-40)

3 Cara mempererat silaturahmi: Hindari keserakahan

Menghindari sifat serakah untuk diterapkan di masyarakat adalah salah satu cara memperkuat Silaturahim dalam Islam. Dengan berusaha menghindari sifat serakah, umat Islam dapat menahan hawa nafsunya sehingga mampu membuat mereka menjadi orang yang boros.

Apalagi disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al Isra ayat 26-27 yang bisa membuat umat Islam semakin jauh dari cara meningkatkan kekayaan dalam Islam.

“Dan berilah hak kepada kerabat dekat, juga kepada fakir miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang boros adalah saudara setan, dan setan itu sangat kafir kepada Tuhannya.” (QS Al Isra: 26-27)

4 Cara mempererat silaturahmi: Saling Memaafkan

Saling memaafkan adalah salah satu cara mempererat Silaturahim dalam Islam. Saling memaafkan berarti bahwa umat Islam mencoba yang terbaik untuk memperbaiki beberapa masalah yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari mereka. Muslim dapat belajar bagaimana memaafkan seseorang dan memaafkan diri mereka sendiri terlebih dahulu sebelum orang lain.

Ini akan memperkuat ikatan Silaturahim, antara lain, secara signifikan. Hal tersebut disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al Anfal ayat 1.

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) rampasan perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang adalah milik Allah dan Rasul (menurut Allah dan Rasul-Nya), maka bertakwalah kepada Allah dan perbaiki hubungan antara kamu, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS An Anfal: 1)

5 Cara mempererat silaturahmi: Saling Membantu

Saling membantu sesama umat Islam adalah salah satu cara mempererat Silaturahim dalam Islam. Itu membuat ikatan keluarga dan bahkan ikatan persahabatan menguat dalam waktu singkat.

Saling membantu menunjukkan bahwa umat Islam saling membutuhkan dalam kehidupan sosial seperti meminjamkan uang menurut hukum Islam mengambil bunga dalam meminjamkan uang . Saling membantu sesama umat Islam akan memperkuat Silaturahim dalam Islam, baik untuk hari dekat atau panjang.

Hal itu disebutkan dalam QS An Nahl ayat 90.

“Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) untuk berlaku adil dan berbuat baik, untuk membantu kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, perbuatan jahat, dan permusuhan. Dia mengajarimu sehingga kamu bisa mengambil pelajaran.” (QS An Nahl: 90)

Jadi, ada lima cara yang bisa dilakukan umat Islam tentang cara memperkuat Silaturahim dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an. Melakukan amalan tersebut secara rutin akan membuat ikatan Silaturahim semakin kuat dari waktu ke waktu. []

SUMBER: AZ ISLAM

ISLAMPOS