Arab Saudi Pastikan Muslimah Pergi Haji atau Umroh Tak Perlu Didampingi Mahram

Arab Saudi memastikan para peziarah wanita yang ingin melaksanakan ibadah haji dan umroh tidak perlu lagi didampingi pria muhramnya atau wali pria. Hal ini disampaikan Menteri Haji dan Umroh Dr Tawfiq al-Rabiah di Kedutaan Besar Saudi di Kairo Mesir, Selasa (11/10/2022) waktu setempat.

“Wanita dari belahan dunia mana pun bisa mengunjungi Dua Masjid Suci tanpa mahram,” kata Menteri Al-Rabiah, seperti dilansir Middle East Monitor, Rabu (12/10/2022). 

Rabiah juga menyebutkan bahwa tidak ada batasan untuk jumlah visa umrah yang dikeluarkan untuk Muslim dari seluruh dunia. “Setiap Muslim yang datang ke Kerajaan dengan jenis visa apa pun dapat melakukan umroh,” katanya. 

Menteri Rabiah juga menegaskan kembali upaya kerajaan untuk memodernisasi pemrosesan dan fasilitasi haji dan umrah dengan penggunaan digitalisasi dan kecerdasan buatan. 

Hal ini meliputi penggunaan robot untuk memberikan beberapa layanan kepada para jamaah. 

“Serta mengembangkan platform Nusk, yang menyediakan banyak fasilitas bagi para jamaah dan pengunjung Masjidil Haram. Dimungkinkan untuk memesan izin umroh melalui platform dalam waktu singkat, dan setelah itu visa bisa diperoleh dalam waktu 24 jam,” tambahnya. 

Mengakhiri kunjungannya ke ibu kota Mesir, Rabiah bertemu dengan Menteri Pariwisata dan Purbakala Mesir, Ahmed Issa, bersama dengan duta besar Saudi untuk Kairo dan pejabat lainnya. Mereka meninjau hubungan bilateral yang ada dan layanan yang diberikan oleh Arab Saudi kepada para peziarah. 

Juru bicara Kementerian Haji dan Umroh Saudi, Hesham bin Saeed, juga telah mengumumkan, Muslimah di luar negeri yang ingin melakukan umroh atau ziarah di Arab Saudi dapat memperoleh visa tanpa perlu wali laki-laki atau menjadi anggota dari suatu kelompok perempuan. 

“Sekarang para Muslimah memiliki hak untuk mengeluarkan visa umroh tanpa kehadiran wali laki-laki atau tanpa harus menjadi anggota kelompok wanita,” kata Hesham. 

Dia mengatakan, sebelumnya wali laki-laki adalah wajib untuk penerbitan visa umroh bagi wanita di bawah usia 45 tahun. Hukum Arab Saudi mengharuskan wanita yang masuk kerajaan untuk melakukan umroh dengan dikawal wali laki-laki. 

Namun, kini pembatasan itu dilonggarkan untuk wanita di atas usia 45 tahun asalkan mereka datang sebagai bagian dari kelompok wanita. 

Sedangkan saat ini perempuan diperbolehkan untuk mendapatkan visa tanpa mewajibkan dia untuk memiliki wali laki-laki atau sekelompok perempuan. 

Arab Saudi juga telah mengeluarkan kebijakan yang memungkinkan pemegang semua jenis visa membuat janji melakukan umroh sebelum memasuki Kerajaan. 

Untuk itulah, Otoritas Arab Saudi meluncurkan sebuah platform elektronik baru, Nusuk.sa, yang dirancang untuk memfasilitasi akses ke layanan umroh. 

Platform tersebut menargetkan peziarah domestik dan luar negeri. Nusuk adalah platform terintegrasi elektronik yang ditujukan untuk para tamu Allah di dalam dan di luar kerajaan. Ini adalah yang pertama di tingkat nasional. 

Platform nusuk.sa memungkinkan umat Islam yang ingin melakukan umroh atau mengunjungi tempat-tempat suci untuk mendapatkan visa dan izin yang diperlukan serta memesan paket terkait secara elektronik. 

Platform ini menandai transfer kualitatif untuk semua layanan yang diberikan oleh Kementerian Haji dan Umrah, atau sektor lain untuk jamaah. Platform ini memfasilitasi kedatangan di Makkah dan Madinah serta mendapatkan visa untuk umrah atau untuk kunjungan.

Sumber: middleeastmonitor 

IHRAM

Merutinkan Zikir Pagi dan Petang

Kasih sayang Allah Ar-Rahman kepada hamba-hamba-Nya termanifestasi dalam bentuk petunjuk paripurna yang telah disampaikan oleh Sang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang bagaimana menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Bahkan, dalam doa yang sejak dulu kita hafalkan dan senantiasa diajarkan dari generasi ke generasi, terdapat permohonan kepada Allah agar diberi karunia kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal itu tersebut dalam doa yang dikenal dengan doa sapu jagat.
Ini berdasarkan firman Allah,

فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Maka, di antara manusia ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia.’ dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, ‘Rabbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzaban naar.’ [Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka]’” (QS. Al-Baqarah: 201)

Bac

Zikir pagi dan petang, petunjuk mendapatkan kasih sayang Allah

Di antara petunjuk tersebut adalah ada pada zikir pagi dan petang yang mengandung makna agung nan mulia. Kita selayaknya selalu membasahi bibir dengan lantunan zikir-zikir tersebut sebagai bentuk taqarrub kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ

“Maka, bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di sore hari dan waktu kamu berada di waktu pagi hari.” (QS. Ar-Rum: 17)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ : أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ ، وَلَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ : أَحَبُّ إِلَيَّ مَنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً

“Aku duduk bersama orang-orang yang berzikir kepada Allah Ta’ala mulai dari (waktu) salat subuh hingga terbit matahari lebih aku cintai daripada memerdekakan empat orang budak dari putra Nabi Isma’il. Dan aku duduk bersama orang-orang yang berzikir kepada Allah Ta’ala mulai dari (waktu) salat asar sampai terbenam matahari lebih aku cintai daripada memerdekakan empat orang budak.” (HR. Abu Dawud: 3667 dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dihasankan oleh Syekh Al-Albani)

Perintah untuk dilaksanakan, tidak untuk dipertimbangkan

Saudaraku, telah jelas perintah syariat untuk membiasakan zikir pagi dan petang. Karena itu, mari kita membiasakan diri untuk senantiasa melaksanakan semampu kita. Memantapkan niat untuk konsisten melakukan ibadah zikir ini pada waktunya dengan keyakinan bahwa ini adalah perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari, no. 7288 dan Muslim, no. 1337 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Amalan zikir pagi dan petang merupakan ibadah yang dianjurkan (sunah). Namun demikian, hendaklah kita ketika mengetahui suatu perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak memilah-milah apakah hukum mengerjakannya wajib maupun sunah. Akan tetapi, semestinya hal yang pertama kali terbesit dalam pikiran adalah bagaimana mengerjakan perintah tersebut dengan sebaik-baiknya secara ikhlas dan mutaba’ah.

Makna agung dalam untaian zikir pagi dan petang

Apabila kita merenungkan makna dari untaian zikir pagi dan petang sebagaimana diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka sungguh kita akan mendapati bahwa setiap kalimat zikir itu mengandung arti yang sangat agung.

Dalam zikir pagi dan petang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengajarkan kita tata cara memuji Allah Ta’ala, memohon ampun, karunia rezeki, perlindungan, dan penjagaan Allah untuk diri dan keluarga, serta segala hal yang sejatinya merupakan kebutuhan kita.

Secara ringkas, mari kita perhatikan setiap makna dari zikir-zikir tersebut.

Memohon perlindungan kepada Allah dengan membaca ayat kursi (dibaca 1x)

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا، وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِي

“Allah, tidak ada ilah (yang berhak disembah), melainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa seizin-Nya. Dia mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Baqarah: 255)

Memohon kecukupan kepada Allah dengan membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas (masing-masing dibaca 3x)

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Katakanlah, ‘Dialah Allah, Yang Mahaesa. Allah adalah ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

“Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.’” (QS. Al-Falaq: 1-5)

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ

“Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia.’” (QS. An-Nas: 1-6)

Memohon kebaikan kepada Allah di pagi dan sore hari, terhindar dari rasa malas, terhindar dari kejelekan di masa tua, dan permohonan keselamatan dari siksa kubur (dibaca 1x)

أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ

“Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah. Segala puji bagi Allah. Tidak ada ilah (yang berhak disembah), kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik Allah kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabbku, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di neraka dan siksaan di alam kubur.” (HR. Muslim no. 2723)

Pujian bagi Allah Ta’ala dalam kalimat (dibaca 1x)

اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ

“Ya Allah, dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu pagi, dan dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu petang. Dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami hidup dan dengan kehendak-Mu kami mati. Dan kepada-Mu kebangkitan (bagi semua makhluk).” (HR. Tirmidzi no. 3391 dan Abu Daud no. 5068)

Sayyidul Istighfar (dibaca 1x)

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

“Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tidak ada ilah yang berhak disembah, kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku pada-Mu (yaitu aku akan men-tauhid-kan-Mu) semampuku dan aku yakin akan janji-Mu (berupa surga untukku). Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa, kecuali Engkau.” (HR. Bukhari no. 6306)

Permohonan agar dibebaskan dari siksa neraka dengan doa (dibaca 4x)

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَصْبَحْتُ أُشْهِدُكَ وَأُشْهِدُ حَمَلَةَ عَرْشِكَ، وَمَلاَئِكَتَكَ وَجَمِي خَلْقِكَ، أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ

“Ya Allah, sesungguhnya aku di waktu pagi ini mempersaksikan Engkau. Aku mempersaksikan malaikat yang memikul ‘arys-Mu. Aku mempersaksikan malaikat-malaikat-Mu dan seluruh makhluk-Mu. Bahwa sesungguhnya Engkau adalah Allah. Tiada ilah yang berhak disembah, kecuali Engkau semata. Tiada sekutu bagi-Mu dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Mu.” (HR. Abu Daud no. 5069)

Permohonan perlindungan dan keselamatan atas agama, dunia, keluarga, serta harta melalui doa (dibaca 1x)

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga, dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tenteramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah aku dari muka, belakang, kanan, kiri, dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak disambar dari bawahku (oleh ular atau tenggelam dalam bumi dan lain-lain yang membuat aku jatuh).” (HR. Abu Daud no. 5074 dan Ibnu Majah no. 3871)

Pujian bagi Allah (dibaca 1x)

اَللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ

“Ya Allah, Yang Mahamengetahui yang gaib dan yang nyata. Wahai Rabb pencipta langit dan bumi, Rabb segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah, kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, setan, dan balatentaranya (godaan untuk berbuat syirik pada Allah), dan aku (berlindung kepada-Mu) dari berbuat kejelekan terhadap diriku atau menyeretnya kepada seorang muslim.” (HR. Tirmidzi no. 3392 dan Abu Daud no. 5067)

Permohonan agar dilindungi dari bahaya yang datang secara tiba-tiba (dibaca 3x)

بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dengan nama Allah yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya. Dialah Yang Mahamendengar lagi Mahengetahui.” (HR. Abu Daud no. 5088, 5089, Tirmidzi no. 3388, dan Ibnu Majah no. 3869)

Memohon rida Allah Ta’ala (dibaca 3x)

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا

“Aku rida Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai nabi.” (HR. Abu Daud no. 5072, Tirmidzi no. 3389)

Memohon agar senantiasa mendapatkan petunjuk dalam segala aktivitas (dibaca 1x)

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا

“Wahai Rabb Yang Mahahidup, wahai Rabb Yang berdiri sendiri (tidak butuh segala sesuatu), dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dariMu).” (HR. Ibnu As-Sunni, An-Nasai, Al-Bazzar dan Al -Hakim)

Memohon agar diberikan keistikamahan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala dan terhindar dari kesyirikan (dibaca 1x)

أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

“Di waktu pagi kami memegang agama Islam, kalimat ikhlas (kalimat syahadat), agama Nabi kami Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan agama bapak kami Ibrahim, yang berdiri di atas jalan yang lurus, muslim, dan tidak tergolong orang-orang musyrik.” (HR. Ahmad (3: 406))

Pujian bagi Allah Ta’ala (dibaca 10x)

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ

“Tidak ada ilah yang berhak disembah, selain Allah semata. Tidak ada sekutu bagiNya. Bagi-Nya kerajaan dan segala pujian. Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu.” (HR. Muslim no. 2692)

Mendapatkan 10 kebaikan, dan dihapuskan 10 kesalahan (dosa) (dibaca 10x)

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ

“Tidak ada ilah yang berhak disembah, selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Bagi-Nya kerajaan dan segala pujian. Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu.”  (HR. An-Nasai, 6: 10)

Pujian bagi Allah (dibaca 100x)

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ

Tidak ada ilah yang berhak disembah, selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik Allah kerajaan dan segala pujian. Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu.” (HR. Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 2691)

Pujian bagi Allah (dibaca 3x)

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ: عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ

Maha Suci Allah, aku memujiNya sebanyak makhluk-Nya, sejauh kerelaan-Nya, seberat timbangan ‘arsy-Nya dan sebanyak tinta tulisan kalimat-Nya.” (HR. Muslim no. 2726)

Permohonan agar mendapatkan ilmu, rezeki, dan amalan yang diterima (dibaca 1x)

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rezeki yang halal, dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).” (HR. Ibnu Majah no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322)

Kalimat tobat (dibaca 100x)

أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

“Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya.” (HR. Bukhari no. 6307 dan Muslim no. 2702)

Tekad untuk istikamah dalam zikir pagi dan petang

Saudaraku, ada lebih kurang 18 jenis zikir pagi dan petang yang dapat kita praktekkan di waktu pagi dan petang sesuai dengan petunjuk Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mari kita renungan makna zikir-zikir ini secara lebih mendalam. Kita lazimkan untuk mengamalkannya secara konsisten setiap pagi dan sore hari. Serta, kita memohon kepada Allah Ta’ala agar diberikan kemudahan untuk melaksanakan segala amal kebaikan ini.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan anugerah keistikamahan kepada kita untuk terus melakukan hal-hal yang baik sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala sesuai dengan petunjuk Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, serta selalu kuat dalam menghadapi godaan nafsu dan setan yang senantiasa mendorong diri ini untuk bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Wal iyadzu billah.

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/79263-merutinkan-dzikir-pagi-dan-petang.html

Tiga Khasanah Warisan Nabi Akhir Zaman

Rasulullah shalallallahu ‘alaihi wasallam Muhammad bin ‘Abdillah sang khaatamil anbiyaa wal mursalin, adalah harta karun peradaban yang tak ternilai. Seorang Nabi akhir zaman yang tak pernah lekang oleh waktu dan tak akan mengenal kata punah sepanjang sejarah.

Tiga warisan utama Nabi, mencakup di dalamnya persoalan; ‘aqidah, syari’ah, mu’amalah dan akhlaq/tazkiyatun nafs, yang tersemat pada wajah dan wijhah (pandangan)nya menjadi sinar yang tak pernah padam menyinari bumi.

Apabila dicermati dengan seksama, warisan yang dimaksud mencakup beberapa hal:

Pertama, warisan berupa pedoman [manhajan, minhaajan]; yaitu tatanan, aturan, atau sistem yang dijalankan oleh Rasulullah shalallahu  ‘alaihi wasallam. Dengan merujuk al-Qur’an [QS. Al-Maidah/5 : 48] dan as-Sunnah [hadits tentang dua perkara yang ditinggalkan Nabi] sebagai rujukan utamanya,  maka sumber  utama ini melahirkan sumber hukum [syari’ah], pandangan hukum [fiqih] dan aturan hukum [qaanuun] di samping masalah keyakinan [teologis, ‘aqidah].

Kedua,  warisan berupa semangat [juhuudan]; yaitu kesungguhan dalam memberikan bimbingan dan ajaran, menjaga dan mengawal agama, serta ketundukkan dan kepasrahan kepada Rabb-nya.

Amaliah kesungguhan dalam membela agama disebut jihad, sedangkan amaliah kesungguhan dalam mencurahkan segenap kemampuan intelektual disebut ijtihad. Adapun amaliah kesungguhan dalam munajat dan penyerahan atas kekurangan diri dan pengagungan Dzat yang serba Maha disebut mujaahadah. Upaya maksimal dalam menunjukkan kesungguhan dalam segala hal ini, Allah Subhanahu Wata’ala isyaratkan dalam kalamNya:  “Dan bersungguh-sungguhlah kamu [di jalan Alloh] dengan sebenar-benarnya …”  (QS. Al-Hajj/22 : 78).

Ketiga, warisan berupa keteladanan [uswatan, qudwatan]; yaitu perilaku, adab dan cerminan kehidupan ideal yang meliputi: keagamaan yang bersifat ritual [ibadah mahdhah] dan para ulama menyebutnya dengan qurbah, yakni ibadah yang bernuansa taqarrub langsung seperti halnya thaharoh, shalat, zakat, shaum, hajji dan lain-lain.

Sedangkan yang bersifat fungsional [ghair mahdhah], para ulama menyebutnya dengan tha’ah/taat, yakni kepatuhan terhadap segala yang dicintai oleh Nabi. Apabila dilakukan merupakan keutamaan dan berpahala dan apabila tidak  dilakukan, maka hilang keutamaan dan tidak mendapatkan pahala, seperti halnya makan, minum, berpakaian dan lain-lain. Adapun hal-hal yang manusiawi dan terjadi pada diri Nabi, para ulama menyebutnya dengan jibiliyyah, seperti halnya rasa sedih, rasa senang, bahagia, lapar, cemburu dan lain-lain. Allah jalla wa ‘alaa berfirman:

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ۬ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأَخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا (٢١)

“Sungguh ada bagi kalian pada peribadi Rasulullah itu suri tauladan yang baik …” (QS. Al-Ahzaab/33 : 21)

Semua itu menunjukkan, bahwa Nabi akhir zaman mewariskan pada ummatnya khazanah yang sangat melimpah.

Dari khazanah inilah lahir peradaban [hadhaarah] dan kebudayaan [tsaqaafah], yang apabila keduanya tidak dibimbing dengan risaalah Ilaahiyah, maka yang terjadi adalah petaka kehancuran.

Semoga goresan singkat ini menjadi pemantik dalam menyingkap kedalaman khazanah warisan Nabi akhir zaman. Aamiin … Rabbanaa zidnaa ‘ilman warzuqnaa fahman,*/ H.T. Romly Qomaruddien. Penulis adalah anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam  Komisi ‘Aqidah

HIDAYATULLAH

Khutbah Jumat: Tanda-Tanda Mencintai Rasulullah Muhammad ﷺ

Setiap orang beriman –baik pria maupun perempuan—memiliki kewajiban untuk bersama-sama membela kemuliaan agama yang telah diperjuangkan Rasulullah, itulah salah satu tanda mencintai Baginda Nabi ﷺ

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Khutbah Jumat: Tanda-Tanda Mencintai Rasulullah Muhammad ﷺ

Khutbah Jumat pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Segala sesuatu memiliki tanda. Siang ditandai dengan terang. Malam dengan gelap. Bayi dengan kelucuannya. Kegembiraan dengan senyuman. Sedih dengan tangisan atau kegusaran.

Begitu pula dengan cinta kepada Rasul ﷺ ada tanda di dalamnya. Tidak cukup kita berkata cinta Rasul, cinta Nabi, jika tidak disertai dengan bukti nyata.

Imam Ibnu Hajar berkata, “Di antara tanda seseorang yang mencintai Nabi adalah jika dihadapkan pada pilihan antara Nabi dan materi duniawi dia akan lebih mengutamakan Nabi dari pada materi duniawi. Jika tidak seperti ini, maka tidak dapat dikatakan mencintai Nabi.”

Contoh konkrit dari pernyataan di atas dapat kita temukan dari pernyataan Sayidina Umar bin Khattab saat ia berkata kepada Nabi, “Demi Allah wahai Rasul, engkau sangat aku cintai melebihi segalanya kecuali diriku sendiri.”

Maka Rasul ﷺ berkata, “Tidak wahai Umar. Belum sempurna iman seseorang sampai aku lebih dicintainya melebihi dari dirinya sendiri.” Mendengar hal ini, Sayidina Umar kembali berkata, “Sekaranglah wahai Rasul, engkau lebih aku cintai bahkan melebihi cintaku kepada diriku sendiri.” Rasul bersabda, “Sekarang barulah sempurna keimananmu wahai Umar.” (HR. Bukhari)

Inilah beberapa tanda cinta Rasul ﷺ yang harus kita buktikan sebagai pecinta sejati beliau. Pertama, membela dan menolong agamanya.

Setiap orang beriman, baik pria maupun perempuan, memiliki kewajiban untuk bersama-sama membela kemuliaan agama yang telah diperjuangkan mati-matian oleh Rasul ﷺ, sesuai kemampuan masing-masing. Ada yang melakukan bantahan ilmiah dari tiap kebohongan dan penghinaan yang dilancarkan oleh lisan-lisan kotor para pendengki dan membela sunnah-sunnah yang telah diajarkan. Semuanya itu bisa kita tunaikan dengan harta, lisan, goresan pena, dan bahkan nyawa kita.

Allah ﷻ telah memuji kaum Muhajirin yang dikeluarkan dari Makkah, karena mereka mencintai Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ :

لِلْفُقَرَآءِ ٱلْمُهَٰجِرِينَ ٱلَّذِينَ أُخْرِجُوا۟ مِن دِيَٰرِهِمْ وَأَمْوَٰلِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًا وَيَنصُرُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ

“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr : 08)

Kaum Muslimin jamaah Jumat yang berbahagia

Tanda kedua adalah memiliki kekhawatiran berpisah dari Rasul ﷺ. Inilah yang menandai seseorang cinta kepada Rasul ﷺ.

Dia takut berpisah dari Nabi baik di dunia apalagi di akhirat. Kita akan rugi jika hidup kita terpental jauh dari tuntunan Nabi ﷺ. Kita akan menjadi orang yang rugi jika di akhirat kelak kita tidak dikumpulkan bersama Nabi ﷺ.

Sebuah riwayat dalam sahih Muslim menyebutkan bahwa ada seorang pecinta sejati Nabi ﷺ yang diberi kesempatan untuk meminta sesuatu kepada beliau. Namanya Rabi’ah bin Ka’ab Al-Aslami. Ia pernah bermalam bersama Nabi.

Setelah melayani Nabi termasuk dengan memberikan air wudu dan keperluan lainnya, beliau berkata, “Silakan ajukan permintaan yang kamu inginkan.”

Rabi’ah berkata, “Saya meminta kepadamu untuk dapat bersamamu di dalam surga.” Nabi berkata, “Apakah masih ada yang lain?” Rabi’ah berucap, “Itu saja permintaanku.” Nabi berkata, “Usahakanlah dengan banyak sujud.” Inilah kondisi seorang pecinta yang ketika diberi kesempatan, ia tidak meminta materi tapi ia meminta agar dapat bersama Nabi.

Ketiga, menaati perintah dan larangan yang disampaikan oleh Nabi ﷺ. Seorang muslim yang berakal sehat yang mendapat bimbingan adalah sosok yang menyerahkan semua urusannya dengan apa yang sesuai dengan ajaran Nabi ﷺ.

Jika kita jujur terhadap cinta kita kepada Nabi ﷺ, maka kita akan setia dan patuh terhadap semua yang beliau sampaikan dan meninggalkan semua yang beliau tidak sukai, tanpa alasan apapun. Kita tidak akan membuat aturan-aturan yang bertabrakan dengan aturannya Nabi Muhammad ﷺ.

Kita tidak akan mengutamakan satu pun produk hukum yang bukan bersumber dari Nabi Muhammad ﷺ bahkan tidak mau menyamakannya. Allah ﷻ berfirman :

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS: Al-Hasyr : 07)

Nabi ﷺ bersabda:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

“Apa yang aku larang untuk kalian maka tinggalkanlah dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka laksanakan sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan terhadap para nabi mereka.” (HR. Bukhari-Muslim).

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah

Tanda yang keempat adalah melaksanakan syariat dan menghidupkan sunah-sunah Rasul ﷺ. Nabi sebagai teladan sempurna telah mengerahkan segalanya, baik harta dan jiwanya, untuk membimbing diri kita dari gelapnya kehidupan jahiliah kepada jalan yang penuh cahaya. Beliau mengeluarkan kita dari mengabdi kepada manusia kepada mengabdi hanya kepada Allah ﷻ.

Dalam konteks ini, Al-Qadhi Iyadh berkata, “Sikap yang menyelisihi perintah Nabi dan mengubah sunahnya adalah suatu perbuatan yang sesat serta bid’ah. Pelakunya terancam mendapat kehinaan dan siksa dari Allah.”

Contoh nyata dari tanda keempat ini adalah saat turun larangan mengonsumsi minuman keras. Menunggak miras sudah menjadi tradisi turun temurun. Mereka sulit lepas dari miras.

Namun ketika Rasul ﷺ memerintahkan seseorang untuk berseru, “Ketahuilah bahwa khamr diharamkan,” maka para sahabat tidak mencari alternatif atau membuat alasan pembenaran dalam menanggapi seruan itu. Mereka buang semua minuman keras yang ada hingga membasahi tanah kota Madinah.

Inilah sejumlah tanda cinta kepada Rasul ﷺ. Sudah atau belum kita buktikan? Sejauh mana kesesuaian antara ucapan cinta kepada Nabi ﷺ di lisan dengan kenyataan kita mengisi kehidupan selama ini?

Mari kita buktikan dengan membela agama, berkeinginan kuat untuk hidup bersama Nabi ﷺ, kita patuhi semua perintahnya dan jauhi semua larangannya, serta kita laksanakan sunah-sunahnya dan syariatnya.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :

فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Khutbah Jumat: Tanda-Tanda Mencintai Rasulullah Muhammad ﷺ ini dikeluarkan, DPC Rabithah Alawiyah Kota Malang. Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI

HIDAYATULLAH

Hukum Pacaran dalam Islam

Pacaran, sebuah kata yang semakin mendapat tempat dalam kenyataan sosial budaya kita pada saat ini. Anak-anak sekolahan, mahasiswa, artis dan banyak orang muda yang melakukannya. Koran-koran, majalah, radio, seminar turut memberi andil pemasyarakatannya lewat ulasannya soal yang satu ini. Lantas, bagaimanakah hukum pacaran dalam Islam?

Dalam literatur kitab fikih, dijumpai beberapa keterangan yang menyatakan keharaman seseorang untuk pacaran berduaan dengan lawan jenis.  Keharaman ini juga berlaku kepada orang tua pasangan tersebut, mereka harus melarang putrinya atau keluarganya untuk berbaur dengan pacarnya, berduaan tanpa pengawasan, dan melakukan perbuatan lain yang dapat menyebabkan perempuan hancur kehormatannya.

Sebagaimana keterangan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh al-Sunnah berikut,

درج كثير من الناس على التهاون في هذا الشأن فأباح لابنته أو قريبته أن تخالط خطيبها وتخلو معه دون رقابة وتذهب معه حيث يريد من غير اشراف. قد نتج عن ذلك تعرضت المرأة لضياع شرفها وفساد عفافها واهدار كراماتها.

Artinya :“Lambat laun, banyak orang mengentengkan persoalan ini, sehingga mereka membolehkan putrinya, keluarganya untuk berbaur dengan tunangannya dan berduaan tanpa pengawasan, dan bebas keluyuran kemana saja tanpa arahan. Ini menyebabkan perempuan kehilangan kemuliaan, rusak akhlaknya, dan hancur kehormatannya.”

Namun demikian, bukan berarti Islam tutup pintu, dalam arti laki-laki ditutup aksesnya sama sekali untuk berhubungan  dengan perempuan yang belum dinikahinya.

Dalam Islam, laki-laki diperbolehkan untuk melihat wajah dan telapak wanita apabila dalam hatinya sudah ada kemantapan untuk menikahi wanita tersebut.

Sebagaimana Sabda Nabi dalam kitab Ma’alimus Sunan Lil Khuthabi, juz 3, halaman 196 berikut,

اِذَا خَطَبَ اَحَدُكُمْ الْمَرْأَةُ فَاِنْ اسْتَطَاعَ اَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا اِلَى مَا يَدْعُوْ اِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ

Artinya : “Jika diantara kalian ada yang meminang perempuan, jikalau ia bisa melihat si perempuan yang ia butuhkan untuk dinikahinya, maka hendaknya ia melakukan itu.”

Kalau dengan cara ini, laki-laki belum cukup puas atas pengetahuannya tentang perempuan yang ditaksirnya, misalnya ia ingin tahu lebih jauh tentang perangai perempuan tersebut, Sayyid Sabiq Fiqh al-Sunnah memberi jalan keluar berikut,

هَذَا بِالنِّسْبَةِ لِلنَّظَرِ الَّذِيْ يُعْرَفُ بِهِ الْجَمَالُ مِنَ الْقُبْحِ. وَاَمَّا بَقِيَّةُ الصِّفَاتِ الْخَلْقِيَةِ فَتُعْرَفُ بِالْوَصْفِ وَالاِسْتِصَافِ وَالتَّحَرى مِمَّنْ خَالَطُوْهَا بِالْمُعَاشَرَةِ اَوِ الْجَوَارِ اَوْ بِوَاسِطَةِ بَعْضِ اَفْرَادٍ مِمَّنْ هُمْ مَوْضِعُ ثِقَتِهِ مِنَ الْاَقْرِبَاءِ كَالْأُمِّ وَالْأُخْتِ

Artinya : “Melihat seperti ini, dapat mengungkapkan kecantikan. Adapun akhlaknya, diketahui dengan mengerti sifat-sifatnya dan meminta penjelasan terhadap orang  yang akrab dengan si perempuan, seperti tetangga atau dengan meminta penjelasan orang yang sangat pantas di percaya penjelasannya, seperti ibu atau saudari si perempuan tersebut.”

Jika dengan begini, masih saja ada  ganjalan di hati sehingga ia perlu mengobrol atau pergi bareng dengan perempuan itu untuk berbagi rasa, masih dipandang boleh oleh fikih. Dengan syarat pertemuan tersebut disertai mahram si perempuan, agar ada yang mengawasi dan mereka berdua tidak terjerumus melakukan hal-hal yang diharamkan.

Sebagaimana keterangan Yusuf al-Qardlawi dalam kitab al-Hala wa al-Haram fi al-Islam berikut,

قَالَ : بَلْ لَهُ –فِيْ نِطَاقِ الْحَدِيْثِ الشَّرِيْفِ- أَنْ يصحبها مَعَ أَبِيْهَا أَوْ اَحَدِ مَحَارِمِهَا-وَهِيَ بزيها الشَّرْعِيُّ- اِلَى مَا اِعْتَادَتْ اَنْ تَذْهَبَ اِلَيْهِ مِنَ الزِّيَارَةِ وَالْاَمَاكِنِ الْمُبَاحَةِ لِيَنْظُرَ عَقْلَهَا وَذَوْقَهَا وَملَامِحَ شَخْصِيَتَهَا فَاِنَّهُ دَاخًا فِي مَفْهُوْمِ الْبَعْضِيَةِ الَّتِي تَضَمَّنَهَا قَوْلُهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ (فقدر اَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا بَعْضَ مَا يدعه اِلَى زواجها)

Artinya : “Selanjutnya mereka berkata: bahwa si laki-laki itu boleh pergi bersama wanita tersebut dengan syarat disertai oleh ayah atau salah seorang mahramnya—dengan pakaian menurut syara’—ke tempat yang boleh dikunjungi untuk mengetahui kecerdikannya, perasaannya dan keperibadiannya.

Semua ini termasuk dalam kata sebagian yang disebut dalam hadits Nabi di atas yang mengatakan: “…..kemudian ia dapat melihat sebagian apa yang kiranya yang dapat menarik dia untuk mengawininya.”

Demikian penjelasan mengenai hukum pacaran dalam Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

5 Kelakuan Istri yang Bisa Membuat Rezeki Suami Bertambah

ISTRI memperoleh rezeki salah satunya dari suami. Ya, sebab suamilah yang memiliki tanggungjawab untuk menafkahi istri. Meski begitu, bukan berarti istri hanya diam saja, lho! Campur tangan istri juga sangat berperan penting terhadap penghasilan suami. Apa maksudnya?

Sang istri harus melakukan hal-hal yang bisa menambah rezeki suami. Apakah itu?

Yang harus dilakukan istri agar rezeki suami bertambah, di antaranya:

Amalan Istri yang Bisa Membuat Rezeki Suami Bertambah yang Pertama, berikan sedikit rezeki kepada orangtua dan mertua.

Berikanlah sedikit rezeki walau hanya sekadar membelikan beras atau kebutuhan pokok yang lain. Karena ternyata, dengan memberikan sedikit rezeki dari pendapatan suami akan bisa menambah keberkahan atas rezeki yang diperoleh. Akan tetapi, dengan syarat pemberian tersebut harus diketahui dan disetujui oleh sang suami.

Amalan Istri yang Bisa Membuat Rezeki Suami Bertambah yang Kedua, istri harus senantiasa mengingatkan suami agar memberikan rezeki yang halal kepada keluarga mereka.

Selalu berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar suami mencari rezeki yang halal untuk menafkahi istri dan anaknya. Jangan jadi istri yang justru menjerumuskan suami ke lembah dosa dengan meminta ini itu tanpa bisa disanggupi oleh suami.

Pada akhirnya akan mengakibatkan suami memilih jalan yang tidak halal agar keinginan istrinya dapat terwujud. Jadilah istri yang selalu bersyukur atas pemberian dari suami.

Amalan Istri yang Bisa Membuat Rezeki Suami Bertambah yang Ketiga, istri yang baik, harusnya bisa menghindari gaya hidup boros.

Karena sebenarnya perbuatan yang demikian ini tidaklah baik untuk keuangan keluarga. Ada baiknya untuk berhemat dan mengubah gaya hidup ini karena bisa menambah keberkahan rezeki keluarga.

Amalan Istri yang Bisa Membuat Rezeki Suami Bertambah yang Keempat, jalankanlah ibadah bersama.

Sudah jelas bahwa ibadah dan ketakwaan yang dilaksanakan setiap hari itu erat hubungannya dengan keberkahan rezeki keluarga. Terlebih lagi apabila ibadah tersebut dilaksanakan bersama keluarga, maka pahalanya akan berlimpah.

Mulai saat ini cobalah untuk merencanakan melakukan ibadah bersama keluarga seperti shalat berjamaah, tahajud, puasa sunnah ataupun membaca Al-Quran bersama.

Amalan Istri yang Bisa Membuat Rezeki Suami Bertambah yang Kelima, menghindari pertengkaran dalam rumah tangga.

Sebagai istri haruslah bisa menjadi penenang suami saat stres, bukan malah menjadi penyulut pertengkaran. Tetap jaga keharmonisan dalam kehidupan berumah tangga. Karena dengan demikian akan membuat suami menjadi lebih giat dalam bekerja. []

ISLAMPOS

6 Pesan Imam Ghazali

IMAM Ghazali adalah salah satu ulama salaf (dulu) yang berjasa bagi perkembangan umat silam, salah satunya dalam bidang pendidikan.

Namun, tak hanya pendidikan dan fiqih, Imam Ghazali juga dinilai sebagai ulama bijak yang senantiasa memberikan nasehat dan pesan-pesan yang menggugah hidup manusia.

Inilah enam pesan Imam Ghazali kepada manusia yang beliau rangkum dalam enam pertanyaan dan enam jawaban:

1. Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia? Jawab: “Mati”

2. Apa yang paling jauh dari kita di dunia? Jawab: “Masa lalu”

3. Apa yang paling besar di dunia? Jawab: “Nafsu”

4. Apa yang paling berat di dunia? Jawab: “Amanah”

5. Apa yang paling ringan di dunia? Jawab: “Meninggalkan sholat”

6. Apa yang paling tajam di dunia? Jawab: “Lidah”.

Semoga enam pesan Imam Ghazali di atas bisa memberikan hikmah bagi kita semua. []

ISLAMPOS

Cinta Itu Tulus, Bukan Berlebihan, Inilah Bahaya Fanatik Buta

Mencintai seseorang atau sesuatu merupakan anugerah. Namun, ia akan menjadi musibah ketika mencintai secara berlebihan. Apapun jika dilakukan berlebihan akan membawa musibah, termasuk dalam urusan beragama. Karena itulah, dalam beragama pun Rasulullah melarang berlebihan (ghuluw).

Mencintai itu sejatinya harus tulus, bukan berlebihan. Jika sudah berlebihan akan membawa dampak buruk. Orang yang mencintai sesuatu jika yang dicintai terasa dikalahkan orang lain akan terbawa emosi. Mencintai secara berlebihan akan membawa pada sikap fanatik buta.

Karena itulah Rasulullah melarang umatnya untuk mencintai secara berlebihan. Dari Abu Hurairah secara marfu’: “Cintailah orang yang kau cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta” (HR Tirmidzi).

Begitu pula ketika mencintai seseorang atau hal lain semisal klub sepak bola yang disukai jangan berlebihan dan fanatik. Jika sudah cinta berlebihan dan fanatik akan membela membabi buta benar atau pun salah.

Dalam ajaran Islam sikap fanatik tidak diperbolehkan untuk diterapkan kepada diri sendiri ataupun diajarkan kepada orang lain. Karena sikap fanatik dapat merugikan dan membahayakan diri sendiri ataupun orang lain di sekitar kita. Allah SWT sangat membenci jika setiap umat manusia menerapkan sikap yang ingin benar sendiri, karena sejatinya kebenaran hanya milik Allah SWT.

Apakah seseorang yang memiliki sikap fanatik dapat membahayakan diri sendiri ataupun orang lain? Bagaimanana dampak yang akan terjadi jika seseorang memiliki sikap fanatik? Apakah Allah tidak menyukai orang yang memiliki sikap fanatik terhadap suatu hal apapun itu?

Seseorang yang memiliki sikap fanatik akan merasa pendapatnya selalu benar serta tidak mau disalahkan dan biasanya orang yang memiliki sikap tersebut selalu menyalahkan orang lain sampai memakinya bahkan bisa meimbulkan juga keributan yang cukup besar. Sebab, perbedaan pendapat itu suatu hal yang wajar tetapi tidak harus bertentangan.

Bahkan dalam beragama pun sikap fanatik akan menimbulkan sikap menyalahkan dan mencela sesembahan umat lain. Allah SWT sudah melarang, “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.”

Bahaya buruk yang akan terjadi jika umat manusia menerapkan sikap fanatik terhadap diri sendiri. Pertama, akan memiliki pola pikir konservatif. Artinya orang yang memiliki pola pikir seperti ini tidak akan bisa menerima perbedaan yang sebenarnya sudah ditakdirkan. Yang ada dalam pikirannya hanya sesuai pikiran, pandangan dan kelompoknya. Pola pikir ini tentu sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengedapankan saling berinteraksi dalam perbedaan agar tercapai litaarafu (saling mengenal).

Kedua, akan dijauhi banyak orang. Artinya, jika setiap orang menerapkan sikap fanatik terhadap apapun itu, orang-orang di sekitarnya akan menjauhi. Sikap fanatis akan membuat dirinya merasa benar sendiri dan tidak bisa menghargai perbedaan orang lain dan bersikap ekslusif dan menutup diri.

Ketiga, hidupnya pasti akan memiliki sifat kaku. Saat seseorang tercemari fanatisme ia cenderung tidak bisa menikmati hidupnya. Hidup yang seharusnya ia jalani tanpa beban justru malah tidak ia manfaatkan dengan baik dan malah melakukan hal-hal yang percuma. Misalnya setiap ada keributan yang berkaitan dengan idolanya, pasti akan ikut-ikutan untuk membelanya.

Keempat, mudah terpancing emosi. Setiap orang pasti memiliki emosi, tetapi tidak semuanya bisa mengendalikan dan mengontrolnya dengan baik. Orang yang fanatic akan mudah marah dan bahkan mencaci maki jika melihat yang dicintai dan diidolakan tidak sesuai harapannya.

Yang terakhir, tidak bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Setiap orang diberikan akal oleh Allah SWT digunakan untuk memilih mana yang baik dan buruk. Orang fanatik tidak bisa menggunakan akal sehat karena ia hanya bersandar kebenaran kepada orang yang dicintai dan diidolakan. Karena itulah, idola seperti berhala (idol) yang membutakan akal sehat manusia.

Karena itulah, seseorang dilarang mencintai sesuatu secara berlebihan termasuk mengidolakan seseorang atau apapun secara berlebihan. Fanatisme bisa memberikan dampak buruk bagi dirinya dan lingkungannya. Mulai sekarang marilah kita selalu berfikir secara  positif dan akal sehat yang sudah dikaruniani oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Jangan rusak akal sehat karena fanatisme buta.

ISLAM KAFFAH

Musyawarah dan Demokrasi

DALAM sejarah Islam, kebiasaan bermusyawarah dalam memutuskan sesuatu menjadi rutinitas yang selalu dilakoni Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Keputusan bermusyawarah selalu dijalani dengan ketaatan. Hasil musyawarah tak seorang pun berani untuk berkhianat.

مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرَ مَشُوْرَةٍ لِاَصْحَابِهِ مِنْ رَسُوْلِ الله صلّى الله عليه و سلم

“Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya dibanding Rasulullah .” (HR. Tirmidzi)

Menurut Burhan Al-Islam Az-Zarnuji (w. 593 H) dalam Ta’lim Al-Muta’allim fi Thariq At-Ta’allum, menyatakan bahwa Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling sering bermusyawarah, padahal tidak ada orang yang melebihi kecerdasan beliau. Beliau bermusyawarah dengan para sahabat dan meminta pendapat mereka dalam segala urusan, hingga dalam urusan keperluan rumah tangga.

Ali bin Abi Thalib berkata, “Seseorang tidak akan celaka karena bermusyawarah.” Ada ulama yang mengatakan, “Manusia itu ada tiga yaitu manusia yang sempurna, manusia yang setengah manusia dan manusia yang bukan manusia. Manusia sempurna adalah orang yang memiliki ide (pendapat) yang benar dan bermusyawarah. Manusia setengah manusia adalah orang yang memiliki ide (pendapat) yang benar tetapi tidak bermusyawarah atau bermusyawarah tetapi tidak memiliki ide (pendapat). Dan manusia bukan manusia adalah orang yang tidak memiliki ide (pendapat) dan tidak mau bermusyawarah.”

Mengapa Rasulullah ﷺ mencontohkan bermusyawarah? Karena beliau tahu bagaimana cara menghormati sikap dan pikiran orang lain.

Dalam hidup ini kita tak mungkin lepas dari perbedaan pendapat, dan musyawarah merupakan salah satu mekanisme untuk mencairkan perselisihan pandangan agar tak sampai merusak kebersamaan. Hal lain yang perlu dicatat adalah, musyawarah bermanfaat untuk mencapai pada pilihan pendapat terbaik.

Dengan saling mengisi kekurangan, saling memberi masukan, potensi untuk terjerumus kepada pilihan pendapat terburuk akan terminimalisasi. Risiko terberat sedapat mungkin bisa dihindarkan.

Apa yang dilakukan Nabi Muhammad ﷺ sejatinya adalah pengamalan dari firman Allah ta’ala:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ ۚ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imran: 159).

Maknanya, apabila keputusan hasil musyawarah telah disepakati, maka dengan ketetapan keputusan tersebut harus diterima dan dijalankan dengan menyerahkan hasil dan prosesnya dengan melibatkan Allah.

Di saat apa sajakah Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya melakukan musyawarah:

  1. Memastikan untuk perang
  2. Memilih pemimpin panglima perang
  3. Mengatur strategi perang
  4. Menyelesaikan pertikaian keluarga
  5. Menghadapi berita bohong

Oleh karena itu, kita akan dapati banyak sekali contoh musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dengan para sahabat. Sebut saja pengaturan strategi perang dalam Perang Khandaq, di mana umat Islam saat itu mengetahui betul bahwa mereka akan diserang oleh orang-orang kafir Quraisy dan sekutunya dengan jumlah yang sangat banyak.

Pada keadaan ini Rasulullah ﷺ mengumpulkan para sahabat dan memusyawarahkan strategi yang jitu untuk menghalau serangan ini. Banyak sahabat mulai mengemukakan pendapatnya, salah satunya adalah Salman Al Farisi, seseorang ajami (bukan Arab) menawarkan kepada Rasulullah ﷺ satu strategi perang bertahan yang efektif, yaitu dengan membuat parit di sekeliling Kota Madinah hingga tidak bisa dilewati oleh kuda-kuda pasukan kafir Quraisy. Yang pada akhirnya pendapat inilah yang disepakati oleh Rasulullah ﷺ dan sahabat lainnya.

Contoh lainnya adalah Piagam Madinah, di mana Rasulullah ﷺ mengumpulkan seluruh elemen warga Madinah, yang terdiri dari umat Islam, Yahudi dan lainnya, untuk menghasilkan poin-poin kesepakatan untuk kemaslahatan warga Madinah pada umumnya. Dari sini kita melihat bahwa Islam agama yang memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mengemukakan pendapatnya demi memperoleh kesepakatan yang baik untuk kemaslahatan umat.*/ Akbar Muzakki

HIDAYATULLAH

Farel Prayoga dan Orang Tua Ternyata Beda Agama

PENYANYI cilik yang namanya sedang hangat menjadi perbincangan, Farel Prayoga, diketahui memiliki keyakinan yang berbeda dengan orang tuanya. Bocah pelantun “ojo dibandingke” ini ternyata memeluk agama Islam, sementara kedua orang tuanya nonmuslim. Meski berbeda dalam keyakinan, toleransi dalam keluarga ini terpupuk sangat baik.

Diketahui bahwa orang tua Farel justru kerap menitipkan pesan kepada pendamping Farel Prayoga, Zidni Ilman Nafia. Ortunya berpesan kepada pendamping untuk menjaga keimanan Farel dengan menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang diyakini, di tengah padatnya jadwal manggung anaknya tersebut

Zidni mengatakan, keputusan Farel Prayoga memeluk agama Islam bukan karena paksaan. Bahkan, orang tua Farel Prayoga menyerahkan sepenuhnya keputusan itu ke pribadi Farel.

“Jadi memang sepenuhnya itu keputusan Farel sendiri. Tidak ada paksaan baik dari orang tua ataupun pendamping,” ujarnya, Senin (10/10/2022).

Zidni mengungkapkan, orang tua Farel Prayoga meminta kepada pendamping untuk mengawasi dan memberikan ilmu agama kepada Farel. Karena orang tuanya tidak mungkin mengajari Farel ilmu agama yang saat ini dipeluk Farel. Salah satu pesannya agar Farel selalu shalat tepat waktu.

“Pesan orang tua Farel itu ya, titip ke pendamping untuk mengawasi Farel. Kalau waktunya shalat ya salat. Kira-kira yang mendampingi kalau memang Islam, pendamping semua Islam harus bertanggung jawab menjaga dan membimbing Farel,” tambahnya.

“Jangan sampai Islamnya Farel hanya Islam KTP. Tapi memang benar-benar Islam yang taat,” tegasnya.

Sebelumnya, Farel Prayoga kembali mencuri perhatian publik. Bukan karena penampilannya, Farel menjadi perbincangan setelah bertemu dengan Gus Miftah di sebuah acara yang diselenggarakan di Desa Blangkon Barat, Kecamatan Srono, Banyuwangi.

Nama Farel pun muncul di deretan trending topic Indonesia sejak Sabtu (8/10/2022). Satu hal yang menjadi sorotan adalah saat Farel ditanya soal agama yang dianutnya oleh Gus Miftah. Publik pun sempat bertanya-tanya soal agama Farel. []

SUMBER: DETIK

ISLAMPOS