MUI Tanggapi Usul Menag soal Biaya Haji Naik Jadi Rp 69 Juta di 2023

MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) menanggapi pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang mengusulkan biaya haji di 2023 naik jadi Rp 69 juta. Waketum MUI Anwar Abbas bertanya-tanya mengapa kenaikannya begitu tinggi.

Namun Anwar Abbas tahu kenaikan yang paling mencolok dari biaya haji 2023 yakni terkait akomodasi.

“Kenaikan yang paling mencolok dari biaya haji tahun 2023 ini adalah menyangkut biaya akomodasi di Mekkah dan di Medinah. Yang membuat kita bertanya-tanya mengapa tingkat kenaikannya setinggi itu,” kata Anwar Abbas, Sabtu (21/1/2023).

Anwar Abbas menuding ada permainan yang justru dilakukan oleh pengusaha di Arab Saudi. Dia menyebut ada upaya pengusaha di negara tersebut untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.

“Ada kesan para pengusaha Saudi benar-benar berperan sebagai price setter di mana masalah harga, merekalah yang menentukan dengan memanfaatkan situasi yang ada untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya,” ucapnya.

Anwar Abbas berharap biaya akomodasi di Mekkah dan Madinah bisa ditinjau ulang kembali. Dia juga mendorong agar Pemerintah Arab Saudi turun tangan memberi penjelasan terkait kenaikan harga tersebut.

“Untuk itu kita meminta agar harga biaya akomodasi di Mekkah dan di Madinah ditinjau ulang agar harga yang terbentuk benar-benar merupakan harga yang wajar. Untuk itu kita harapkan agar Pemerintah Saudi turun tangan untuk menstabilkan harga agar para jemaah yang akan melaksanakan ibadah haji tidak terbebani dengan biaya yang besar,” ujar dia.

Menag Usul Biaya Haji Jadi Rp 69 Juta

Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas membahas biaya penyelenggaraan ibadah haji 2023. Per anggota jemaah disebut akan menanggung biaya sebesar Rp 69 juta.

Hal tersebut disampaikan Yaqut dalam rapat kerja bersama Komisi VIII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

BACA JUGA: Aplikasi Haji Pintar Kemenag RI Raih Penghargaan dari Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi

“Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp 98.893.909, ini naik sekitar Rp 514 ribu dengan komposisi Bipih Rp 69.193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp 29.700.175 atau 30 persen,” kata Yaqut dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1).

Ia menegaskan, dari BPIH sebanyak Rp 98,8 juta yang dibebankan ke jemaah haji sebesar Rp 69 juta atau 70 persennya. Sementara 30 persen sisanya ditanggung dana nilai manfaat sebesar Rp 29,7 juta.

“Jadi dana manfaat atau bahasa awamnya itu orang sering menyebut subsidi itu dikurangi, tinggal 30 persen. Yang 70 persen menjadi tanggung jawab jemaah,” kata Yaqut usai rapat kerja.

“Iya dibandingkan tahun lalu ini lebih besar,” katanya. []

SUMBER: DETIK

Alasan Kemenag Menaikkan Biaya Haji

Kementerian Agama (Kemenag) mengajukan usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini naik dibanding 2022, sebesar Rp 514.888,02. Rata-rata BPIH yang diusulkan tahun ini adalah Rp 98.893.909,11, sementara rerata BPIH 2022 sebesar Rp 98.379.021,09.

Lantas, kenapa Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jamaah dalam usulan pemerintah justru naik? Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menjelaskan hal ini terjadi karena perubahan skema prosentase komponen Bipih dan Nilai Manfaat, yang mana pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.

“Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis,” ujar Hilman Latief dalam keterangan yang didapat Republika, Sabtu (21/1/2023).

Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jamaah hanya Rp 4,45 juta, sementara Bipih yang harus dibayar jamaah sebesar Rp 30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen dan Bipih 87 persen.

Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), 49 persen (2018 dan 2019).

Tahun lalu, Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022, yang mana jamaah sudah melakukan pelunasan, penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59 persen. Hilman pun menyebut kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak.

Nilai manfaat sendiri bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karenanya, nilai manfaat adalah hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat. Mulai sekarang dan seterusnya, ia menyebut nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan.

“Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya, baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan nilai manfaat lebih tinggi lagi,” lanjut dia.

Jika komposisi Bipih dan Nilai Manfaat masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiaayaan haji jangka panjang.  

Jika komposisi Bipih 41 persen dan nilai manfaat 59 persen dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal, Hilman menyampaikan jamaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas nilai manfaat.

Untuk itu, pemerintah Indonesia dalam usulan yang disampaikan Menteri Agama saat rapat kerja bersama Komisi VIII DPR mengubah skema menjadi Bipih 70 persen dan nilai manfaat 30 persen.

“Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya. Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amin,” kata Hilman. 

IHRAM

Hukum Menyewakan Halaman Masjid untuk Resepsi Pernikahan

Terkadang saat acara pernikahan, pihak mempelai menyewa masjid untuk acara pesta. Hal itu disebabkan halaman masjid yang sangat luas. Lantas bagaimana hukum menyewakan halaman masjid untuk acara pernikahan dalam Islam?

Masjid adalah rumah ibadah umat Islam di masjid lah semua ritual keagamaan dilaksanakan, maka tak ayal jika masjid juga sering disebut juga sebagai rumah Allah Swt. Allah Swt sangat menganjukan hambanya untuk berduyun-duyun memakmurkan masjid. 

Tak hanya bangunan masjid segala area yang berkaitan dengan masjid pun juga menjadi area yang patut dimuliakan, seperti halaman utamanya, menjaga kebersihan halaman adalah keharusan, karena upaya menjaga kebersihan seluruh area sekitar masjid juga termasuk bagian dari memakmurkan masjid.

Dan telah jamak diketahui masjid adalah bangunan waqaf yang dibangun juga di atas tanah waqaf, yang mana barang waqaf dilarang untuk dimanfaatkan secara pribadi karena didalamnya terdapat hak orang umum. 

Terkait hal itu ada beberapa fenomena yang membuat banyak masyarakat bertanya-tanya yaitu acap kali dijumpai ada pelaksanaan acara-acara yang dihelat di area halaman masjid. Bagaimana pandangan Islam terkait penyewaan halaman masjid untuk mengadakan acara semisal resepsi pernikahan.

Hukum Menyewakan Halaman Masjid 

Masjid adalah tempat bagi setiap umat muslim untuk bermunajat kepada Allah Swt , maka tak pelak jika masjid juga sering diistilahkan dengan sebutan rumah Allah Swt. Allah Swt melalui firmannya dalam Al-Qur`an menganjurkan kepada seluruh hambanya untuk senantiasa memakmurkan masjid. 

Sebagaimana firman-Nya dalam surat At-Taubah ayat 18;

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ.

 Artinya; “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Sementara di dalam literatur kitab fikih didapati beberapa keterangan yang berkenaan dengan hukum menyewa masjid untuk sebuah acara. Seperti keterangan dalam kitab I`anatut Thalibin;

‌فلو ‌شغل ‌المسجد بأمتعة وجبت الاجرة له فتصرف لمصالحه على الاوجه.

Artinya; “Apabila masjid dimanfaatkan untuk barang-barang maka harus membayar upah kepada masjid, dan upah itu digunakan untuk kemashlahatan masjid.”

Selain itu juga dijumpai keterangan serupa dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin;

ليس للناظر العام وهو القاضي أو الوالي النظر في أمر الأوقاف و أموال المساجد مع وجود الناظر الخاص المتأهل, فحينئذ فما يجمعه الناس و يبذلونه لعمارتها بنحو نذر أوهبة و صدقة مقبوضين بيد الناظر أو وكيله كالساعي في العمارة بإذن الناظر يملكه المسجد ويتولى الناظر العمارة بالهدم والبناء وشراء الألة والإستئجار.

Artinya; “ Tidak boleh bagi pemerintah atau penguasa untuk mengurusi urusan waqaf dan harta masjid, padahal masih ada pengurus khusus (takmir) masjid, maka dari itu adapun sesuatu yang dikumpulkan dan didermakan untuk bangunan masjid. 

Semisal harta nazar atau hibah dan sedekah maka harus diterima oleh ketua takmir atau yang mewakilinya yang itu bisa berupa pengurus takmir masjid. Kemudian takmir masjid menggunakan harta tadi untuk kebutuhan masjid seperti, merenovasi, menambah bangunan, membeli alat-alat masjid, serta menyewa alat-alat masjid.”

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kebolehan memanfaatkan masjid harus mendapat izin dari pengurus masjid, begitu juga dalam hal menyewa halaman untuk mengadakan acara pernikahan.

Namun, penting diketahui bahwa kebolehan di atas harus disertai adanya catatan bahwa acara tersebut tidak dapat mengganggu kekhusyuan jamaah masjid seperti bunyi bising yang disebabkan speaker acara tersebut. Sehingga seandainya itu dapat mengganggu kekhusyuan jamaah masjid maka hukumnya adalah haram. 

Sebagaimana keterangan dalam kitab Bughyatul Musytarsyidin;

ومنه قراءة القران إلا إن شوش على مصل أو أذى نائما  بل إن كثر التأذي حرم.

Artinya; “Dan termasuk juga membaca Al-Quran, kecuali bacaan Quran tersebut mengganggu orang yang shalat atau orang yang tidur, bahkan jika sangat mengganggu maka hukumnya bisa haram.”

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa hukum menyewa halaman masjid untuk acara pernikahan adalah boleh, dengan catatan harus mendapat izin dari pengurus takmir masjid dan tidak mengganggu jamaah masjid. Karena jika sampai mengganggu jamaah di masjid maka hukumnya haram.

Demikian penjelasan mengenai hukum menyewa halaman masjid untuk acara pernikahan. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Mukmin Harus Senantiasa Husnuzan kepada Allah Ta’ala

Allah Ta’ala telah menjadikan kehidupan dunia ini sebagai ladang ujian dan cobaan. Setiap manusia tanpa terkecuali pastilah akan menghadapi ujian dan coban masing-masing. Ada yang Allah Ta’ala berikan ujian berupa kelapangan, dan tidak sedikit juga yang Allah berikan ujian berupa kesempitan dan kesusahan. Allah Ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 35)

Dengan kondisi seperti itu, seorang mukmin dituntut untuk senantiasa berhusnuzan (berbaik sangka) kepada Allah Ta’ala. Karena hal tersebut merupakan salah satu sebab datangnya kebahagiaan dan ketenangan kepada seorang mukmin. Selain itu, husnuzan juga mengantarkan seorang mukmin kepada sikap optimis yang disenangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pernah bersabda,

وَيُعۡجِبُنِي الۡفَأۡلُ. قَالُوا: وَمَا الۡفَأۡلُ؟ قَالَ: كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ

“Dan fa`l (sikap optimis) membuatku senang.” Mereka bertanya, “Apakah fa`l itu?” Nabi bersabda, “Ucapan yang baik.” (HR. Bukhari no. 5776 dan Muslim no. 2224)

Sudah sewajarnya setiap mukmin mengedepankan husnuzan, sangka baiknya kepada Allah Ta’ala dalam setiap kondisi yang dihadapinya baik itu saat mendapatkan kenikmatan maupun saat sedang ditimpa kesulitan.

Pada artikel kali ini akan kita bahas dua alasan penting yang insyaAllah akan semakin menguatkan sangka baik (husnuzan) kita kepada Allah Ta’ala.

Alasan pertama: Berbaik sangka kepada Allah merupakan intisari tauhid kita

Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya berbaik sangka kepada Allah Ta’ala merupakan salah satu konsekuensi pengesaan dan pengagungan kita kepada Allah Ta’ala. Di dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang senantiasa berbaik sangka kepada Allah dan memberikan pahala kepada mereka atas hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ الْغَمِّ اَمَنَةً نُّعَاسًا يَّغْشٰى طَۤاىِٕفَةً مِّنْكُمْ ۙ وَطَۤاىِٕفَةٌ قَدْ اَهَمَّتْهُمْ اَنْفُسُهُمْ يَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ ۗ يَقُوْلُوْنَ هَلْ لَّنَا مِنَ الْاَمْرِ مِنْ شَيْءٍ ۗ قُلْ اِنَّ الْاَمْرَ كُلَّهٗ لِلّٰهِ ۗ

“Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri. Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, ‘Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?’ Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah.’ ” (QS. Ali Imran: 154)

Sedangkan orang-orang yang berburuk sangka kepada Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala mencela mereka dan mengutuk mereka. Allah Ta’ala berfirman,

وَّيُعَذِّبَ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَالْمُشْرِكٰتِ الظَّاۤنِّيْنَ بِاللّٰهِ ظَنَّ السَّوْءِۗ عَلَيْهِمْ دَاۤىِٕرَةُ السَّوْءِۚ وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَۗ وَسَاۤءَتْ مَصِيْرًا

“Dan Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, dan (juga) orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (azab) yang buruk dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka serta menyediakan neraka Jahanam bagi mereka. Dan (neraka Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Fath: 6)

Semakin bertambah keimanan di hati seseorang, maka semakin baik pula persangkaannya kepada Allah Ta’ala. Sebaliknya, semakin berkurang keimanan di hati seseorang, maka persangkaannya kepada Allah pun akan semakin memburuk.

Kalau kita lihat fenomena di zaman sekarang, saat seseorang ditimpa musibah atau sedang menghadapi ujian, maka tentu ia akan banyak berdoa kepada Allah Ta’ala. Sayangnya, kebanyakan dari mereka saat Allah Ta’ala belum mengabulkan keinginan dan doanya, mereka meratap, pesimis, lalu meninggalkan berdoa dan mengatakan, “Allah tidak mau mengabulkan doa-doaku.” Ataupun ucapan yang semisalnya. Sungguh ini merupakan bentuk buruk sangka seorang hamba kepada Allah Ta’ala karena kurangnya keimanan kepada Allah di hatinya.

Belum lagi di antara mereka ada yang pesimis, menduga Allah Ta’ala tidak akan menolong hamba-Nya, menyangka bahwa apa yang akan ia peroleh dari Allah Ta’ala dengan bermaksiat kepada-Nya sama dengan apa yang akan ia peroleh jikalau dirinya menaati-Nya. Menduga, bahwa jika ia meninggalkan sebuah perkara karena Allah Ta’ala, maka tidak akan Allah ganti dengan yang lebih baik. Sungguh praduga dan persangkaan semacam ini termasuk bentuk persangkaan yang buruk (su’uzhan) kepada Allah Ta’ala. Pelakunya telah jatuh ke dalam perbuatan yang terlarang.

Kenapa bisa begitu? Karena ia beranggapan perihal Allah Ta’ala dengan sesuatu yang tidak sesuai dan tidak layak disandingkan dengan nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang agung, menisbatkan Allah Ta’ala kepada sesuatu yang tidak sejalan dengan keindahan dan kesempurnaan-Nya.

Sungguh, kebanyakan manusia pastilah pernah beranggapan buruk dan bersangka buruk kepada Allah Ta’ala tanpa ia sadari. Kunci keselamatan dari perkara ini adalah mengenal Allah Ta’ala dengan sebaik-baiknya, mengenal nama-nama-Nya, serta mengetahui juga kewajiban-kewajiban dan tuntutan-tuntutan yang ada pada setiap nama-Nya. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah pernah mengatakan,

أَنَّهُ لَا يَسْلَم مِن ذَلِك إلاَّ مَن عَرَفَ الأَسمَاء وَالصِّفَات وعَرَفَ نَفْسَه

“Bahwasanya tidak ada yang bisa selamat dari prasangka buruk ini, kecuali orang yang mengenal nama-nama dan sifat Allah, serta mengenal dirinya sendiri.” (Masa’il Kitab At-Tauhid, hal. 474)

Alasan kedua: Allah itu sesuai persangkaan hamba-Nya

Sebagai manusia yang sering ceroboh dan lalai, banyak berbuat dosa dan kemaksiatan, tentu kita sangat membutuhkan ampunan Allah Ta’ala. Sesungguhnya ampunan Allah itu begitu luasnya. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah Ta’ala berfirman,

يا ابنَ آدمَ ! إِنَّكَ ما دَعَوْتَنِي ورَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لكَ على ما كان فيكَ ولا أُبالِي يا ابنَ آدمَ ! لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنانَ السَّماءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لكَ ( ولا أُبالِي ( يا ابنَ آدمَ ! لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأرضِ خطَايا ثُمَّ لَقِيْتَني لاتُشْرِكْ بِيْ شَيْئًا لأتيْتُكَ بِقِرَابِها مَغْفِرَةً

”Wahai Bani Adam, sesungguhnya jika engkau senantiasa berdoa dan berharap kepada–Ku, niscaya Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, kalau seandainya dosamu setinggi langit, kemudian engkau memohon ampun kepada–Ku, niscaya aku akan memberikan ampunan kepadamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya engkau menghadap kepada–Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau berjumpa dengan–Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540 dan Ahmad no. 13493)

Sayang sekali, kebanyakan dari manusia dan para pendosa ini justru lebih mengedepankan buruk sangkanya kepada Allah Ta’ala. Saat hendak bertobat, mereka mengatakan “Apakah kita akan diampuni? Tidak mungkinlah! Dosa kita sudah terlalu banyak!”

Sungguh mereka tidak mengetahui kedudukan Allah Ta’ala. Mereka telah berputus asa dari rahmat Allah dan ampunan-Nya. Padahal Allah Ta’ala berfirman dalam hadis qudsi,

أنا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بي، وأنا معهُ إذا ذَكَرَنِي، فإنْ ذَكَرَنِي في نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي، وإنْ ذَكَرَنِي في مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ في مَلَإٍ خَيْرٍ منهمْ

“Sesungguhnya Aku berdasarkan pada prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku akan selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia berzikir mengingat-Ku dalam sebuah perkumpulan, maka Aku akan sebut-sebut dia dalam sebuah perkumpulan yang lebih baik dari mereka.” (HR. Bukhari no. 7405 dan Muslim no. 2675)

Husnuzan, berbaik sangka kepada Allah Ta’ala lebih ditekankan lagi untuk dilakukan saat seseorang mendekati ajalnya. Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

سَمِعْتُ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، قَبْلَ مَوْتِهِ بثَلَاثَةِ أَيَّامٍ يقولُ: لا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إلَّا وَهو يُحْسِنُ الظَّنَّ باللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

 “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (tiga hari menjelang wafatnya) mengatakan, “Janganlah seorang di antara kalian meninggal, kecuali dia telah berbaik sangka kepada Allah.” (HR. Muslim no. 2877)

Tidak selayaknya seorang mukmin meninggal dunia sedangkan ia putus asa dari rahmat Allah dan kasih sayang-Nya. Hendaknya ia memperbanyak husnuzan kepada Allah Ta’ala dengan mengerjakan kebaikan, menghindarkan diri dari kemaksiatan, serta berharap akan pahala dan balasan dari Allah Ta’ala.

Semoga kita semua termasuk mukmin  yang senantiasa berhusnuzan dan berbaik sangka kepada Allah Ta’ala di semua keadaan. Berbaik sangka kepada-Nya atas setiap keputusan, takdir, dan cobaan yang telah Ia tuliskan kepada kita. Semoga Allah Ta’ala berikan kita keistikamahan dalam berbaik sangka kepada-Nya hingga ajal menghampiri, serta menjadikan kita termasuk salah satu hamba-Nya yang diberikan ampunan dan dimasukkan ke dalam surga-Nya yang penuh kenikmatan. Amiin ya Rabbal ‘alamin.

Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/82319-mukmin-harus-senantiasa-husnuzan-kepada-allah-taala.html

3 Perkara yang Bisa Menyeret Wanita ke Neraka

SEORANG wanita muslimah begitu banyak batasannya. Jika dilanggar, ada beberapa perkara yang bisa menyeret wanita ke neraka.

“Aku melihat ke dalam surga maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah fuqara’ (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam Neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penghuninya adalah wanita,” (Hadis Riwayat Al- Bukhari dan Muslim)

Timbul pertanyaan, apa yang menjadi penyebab para wanita lebih banyak menghuni neraka? Banyak hal, ternyata.

Namun, dengan tiga hal saja ternyata sudah cukup mendekatkan diri pada hal pedih di akhirat nanti.

1. Perkara yang Bisa Menyeret Wanita ke Neraka:  Kufur Terhadap Suami dan Kebaikan-Kebaikannya

Seperti hadits Rasulullah ﷺ: “ … dan aku melihat Neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita. Para sahabat pun bertanya : “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?” Baginda shallallohu Alaihi Wasallam menjawab : “karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Baginda menjawab : “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) nescaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (Hadis Riwayat Imam Al-Bukhari)

2. Perkara yang Bisa Menyeret Wanita ke Neraka: Durhaka Terhadap Suami

Kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri terhadap suaminya pada umumnya berupa tiga bentuk kedurhakaan yang sering kita jumpai pada kehidupan masyarakat kaum Muslimin.

Tiga bentuk kedurhakaan itu adalah durhaka dengan ucapan, durhaka dengan perbuatan, durhaka dengan ucapan dan perbuatan.

3. Perkara yang Bisa Menyeret Wanita ke Neraka:  Tabarruj

Yang dimaksud dengan tabarruj ialah seorang wanita yang menampakkan perhiasannya dan keindahan tubuhnya serta apa-apa yang wajib ditutupnya dari pandangan lelaki bukan mahramnya.

Sebagaimana yang dihuraikan oleh Ibnul ‘Abdil Barr rahimahu ‘Llah ketika menjelaskan sabda Rasulullah ﷺ  tersebut. Ibnul ‘Abdil Barr menyatakan: “Wanita-wanita yang dimaksudkan Rasulullah shallallohu Alaihi Wasallam adalah yang memakai pakaian yang tipis yang menampakkan tubuhnya atapun yang menunjukkan bentuk tubuhnya dan tidak menutupinya, maka mereka adalah wanita-wanita yang berpakaian pada zahirnya dan telanjang pada hakikatnya … .”

Demikianlah penyebab kenapa wanita lebih banyak menghuni neraka. []

SUMBER: RUANG MUSLIMAH / ISLAMPOS

Kisah Mualaf Ronnie, Masuk Islam Saat Berusia 16 Tahun

Ronnie, perempuan cantik berkulit putih itu, meski tak mengenakan hijab mengatakan bahwa dirinya adalah Muslim. Dia masuk Islam dan menjadi mualaf ketika berusia 16 tahun.

Masa Kecil

Ronnie kecil tidak dibesarkan dalam keluarga yang hangat. Seperti banyak keluarga di Barat, orang tua Ronnie tidak menikah.

Sebab beberapa ketidakcocokan, ayah dan ibunya memutuskan untuk berpisah. Hal tersebut lantas semakin memperburuk keadaan Ronnie, yang tinggal hanya bersama ayahnya.

Dia harus tinggal di tiga rumah secara bergantian, rumah ayahnya, rumah ibunya dan satu rumah keluarga lainnya.

Perpisahan orang tuanya membuat ia harus bolak-balik ke pengadilan. Bahkan dia juga beberapa kali berganti sekolah karena sering berpindah tempat tinggal.

Ketika itu, Ronnie yang berusia 14 tahun, masih beragama Kristen Katolik. Dia dan ayahnya bukan penganut Katolik yang taat dan jarang pergi ke gereja.

Walaupun begitu, Ronnie masih ingin terhubung dengan Tuhan. “Saya tidak ingin menjadi agnostik dan saya juga bukan atheis seperti kebanyakan orang lain yang tidak dekat agama,” katanya dalam podcast.

Mulai Mengenal Islam

Ronnie selalu merasa ada sesuatu di luar sana yang dapat menjawab semua pertanyaan, ketidakpastian dan kegugupan yang ia rasakan.

Oleh karena itu ia mulai mempelajari berbagai agama selain Katolik. Kesukaan Ronnie mempelajari hal baru membuatnya pencariannya kepada Islam semakin mudah.

Awalnya dia mempelajari Yahudi dari mantan pacarnya. Tetapi setelah keduanya tidak lagi dekat, Ronnie mulai melakukan pencariannya sendirian.

Setelah itu, ia bertemu Islam dan menghabiskan waktu 6 bulan untuk mempelajarinya. Merasa Islam adalah yang ia mau dan butuhkan, Ronnie akhirnya memutuskan menjadi mualaf.

Sambutan yang luar biasa dan hangat dari komunitas Muslim membuat Ronnie semakin yakin bahwa ia memilih jalan yang tepat.

“Sangat terbuka.. sangat hangat.. dan semua orang ingin mengajariku (tentang Islam). Tidak ada seorang Muslim pun yang saya temui yang tidak membantuku dalam agama ini,” ujarnya.

Mari kita doakan semoga Allah mudahkan Ronnie dalam memperdalam Islam. Amiin.*

HIDAYATULLAH

Hukum Shalat Pakai Kaos Partai

Bagaimana hukum shalat memakai kaos partai? Pasalnya pada masa-masa pemilu biasanya setiap partai membuat atribut kampanye yang kemudian diberikan kepada masing-masing pendukungnya.

Di antara atributnya adalah kaos yang umumnya bergambar calon yang diusung partai yang bersangkutan. Dan tak jarang kaos partai tersebut kemudian dipakai para pendukung saat menunaikan shalat. Lantas bagaimana hukum shalat memakai kaos partai?

Pada dasarnya tidak ada aturan khusus dan detail mengenai pakaian yang dipakai saat shalat. Semua model pakaian apapun sah dipakai untuk shalat asalkan suci dan dapat menutupi aurat, termasuk kaos partai. 

Hal ini sebagaimana keterangan dalam Kitab al-Bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi’i [2/120] berikut;

ويجب ستر العورة بما لا يصف لون البشرة، وهو: صفة جلده: أنه أسود، أو أبيض، وذلك يحصل بالثوب، والجلد، وما أشبههما 

“Wajib menutup aurat dengan penutup yang tidak dapat menampakan warna kulit, yaitu sifatnya kulit meliputi hitam atau putih. Menutupi aurat bisa hasil dengan pakaian, kulit dan yang menyerupai keduanya.”

Syekh Ibnu Qasim dalam kitab Fath al-Qarib [30] juga menegaskan:

 ويكون ستر العورة بلباس طاهر

 “Dan menutup aurat wajib dengan pakaian yang suci.”

Namun demikian, meski sah mengenakan kaos partai untuk shalat sebaiknya perbuatan ini dihindari karena kaos partai termasuk kategori pakaian yang bergambar, yang mana mengenakan kaos bergambar saat shalat itu dimakruhkan. 

Sebagaimana penjelasan Syekh Taqiyuddin dalam kitab Kifayat al-Akhyar juz I halaman 93;

ويكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل 

“Makruh hukumnya mengenakan pakaian yang bergambar saat shalat.”

Dengan demikian, menunaikan shalat dengan memakai kaos partai tetap sah, hanya saja hukumnya dimakruhkan. Sekian penjelasannya, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Hukum Bermain Lato-Lato dalam Islam

Berikut ini adalah penjelasan mengenai hukum bermain lato-lato dalam pandangan Islam. Belakangan ini lato-lato menjadi mainan yang banyak digemari, tak hanya anak-anak acap kali orang dewasa pun juga dijumpai kedapatan bermain lato-lato.

Tren permainan lato-lato memberikan pengaruh besar baik sisi positif dan negatif terhadap lingkungan sekitar.  Bahkan, baru baru ini diberitakan ada seorang anak asal Sulawesi terkena bola lato-lato di bagian matanya.

Hal itu membuat dia harus dilarikan ke rumah sakit, selain itu banyak dari orang-orang menyayangkan trend permainan tersebut karena kerap kali membuat bising lingkungan yang asalnya tenang dan tentram sebelum musim trend lato-lato.

Mengenai trend lato-lato yang sekarang lagi ramai, bagaimana pandangan Islam menyikapi fenomena tersebut? Tak bisa dipungkiri, tersebut juga mengandung sisi negatif.

Hukum Main Lato-Lato dalam Islam 

Pada dasarnya segala sesuatu selama tidak ada larangan dari syariat maka hukumnya adalah boleh. Sebagaimana keterangan yang termaktub dalam kitab karya Imam As-Syaukani yaitu Fathul Qadir juz 1 halaman 64;

أن الأصل في الأشياء المخلوقة الإباحة حتى يقوم دليل يدل على النقل عن هذا الأصل.

Artiya; Sesungguhnya hukum asal dari segala ciptaan adalah boleh, sampai adanya dalil yang menunjukkan perubahan hukum baru dari hukum asal ini.”

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa bermain lato-lato adalah boleh selama tidak ada larangan dari syariat mengenai hukumnya.

Selain itu terkait kebolehan bermain sesuatu juga di jelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam karya monumentalnya Ihya’ Ulumuddin yang lalu dinukil oleh Imam Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitabnya Al-Fiqh ala  Madzhahibi Al-Arbaah;

قال ‌الإمام ‌الغزالي ‌في ‌الإحياء: ‌النصوص ‌تدل ‌على ‌إباحة ‌الغناء والرقص والضرب بالدف واللعب بالدرق والحراب،.

Artinya; Imam Al-Ghazali berkata dalam kitab Ihya` Ulumiddin; ‘Adapun bebarapa teks menunjukkan hukum kebolehan bernyanyi, menari, musikdengan rebana, bermain mainan kendi dan tombak.”

Kendatipun demikian kebolehan bermain segala sesuatu itu harus tetap dengan catatan tidak mengandung unsur maksiat atau melahirkan mudharat seperti sampai melalaikan waktu shalat atau hal negatif lainnya seperti mengganggu ketenangan lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan bunyi hadits;

لا ضرر ولا ضرار.

Artinya; “Tidak boleh membahayakan (membuat tak nyaman) diri dan membahayakan orang lain.”

Selain itu juga ada bunyi kaidah fikih yang berkenaan dengan keharusan menghilangkan mudharat;

الضرر يزال.

Artinya; “Mudharat harus dihilangkan.”

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa hukum bermain lato-lato adalah boleh boleh saja selama tidak melahirkan mudharat seperti sampai melalaikan shalat atau membuat orang tidak nyaman sebab suara berisiknya.

Demikian penjelasan mengenai hukum bermain lato-lato. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Benarkah Hukum Bekerja di OJK Berdosa?

Kini perdebatan mengenai hukum bekerja di OJK atau bank kembali menyeruak, tentunya hal ini merupakan topik yang selalu diulang-ulang padahal sudah jelas ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Lantas bagaimana hukum bekerja di OJK? Atau benarkah hukum bekerja di OJK berdosa? 

Mereka yang berpandangan bahwasanya bunga-bunga adalah riba, terus mempromosikan pandangannya sehingga menjadikan beberapa pihak terganggu karena mereka bekerja di institusi tersebut. Lalu bagaimana hukum bekerja di OJK atau bank, apakah telah berdosa karena dianggap di sana ada riba dan juga tidak halal gajinya? 

Hukum Bekerja di OJK

Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama internasional dan ulama lokal, terkait hukum atau status bunga bank. Tentunya ini Harusnya menjadi momen untuk saling menghormati pandangan satu sama lain, bukan malah menghantam orang-orang yang tidak sesuai dengan pendapatnya. 

Maka jika kita mengikuti pendapat ulama yang menstatuskan bunga bank adalah riba tentunya haram bagi kita untuk bekerja di sana karena ini dianggap sebagai maksiat, hanya saja dalam pandangan mazhab Hanafi itu tetap boleh dan halal gajinya.

 Dijelaskan oleh Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah ;

الإِْجَارَةُ عَلَى الْمَنَافِعِ الْمُحَرَّمَةِ كَالزِّنَى وَالنَّوْحِ وَالْغِنَاءِ وَالْمَلاَهِي مُحَرَّمَةٌ وَعَقْدُهَا بَاطِلٌ لاَ يُسْتَحَقُّ بِهِ أُجْرَةٌ. وَلاَ يَجُوزُ اسْتِئْجَارُ كَاتِبٍ لِيَكْتُبَ لَهُ غِنَاءً وَنَوْحًا؛ لأَِنَّهُ انْتِفَاعٌ بِمُحَرَّمٍ. وَقَال أَبُو حَنِيفَةَ: يَجُوزُ. وَلاَ يَجُوزُ الاِسْتِئْجَارُ عَلَى حَمْل الْخَمْرِ لِمَنْ يَشْرَبُهَا، وَلاَ عَلَى حَمْل الْخِنْزِيرِ. وَبِهَذَا قَال أَبُو يُوسُفَ وَمُحَمَّدٌ وَالشَّافِعِيُّ. وَقَال أَبُو حَنِيفَةَ: يَجُوزُ، لأَِنَّ الْعَمَل لاَ يَتَعَيَّنُ عَلَيْهِ، بِدَلِيل أَنَّهُ لَوْ حَمَل مِثْلَهُ جَازَ

“Melakukan akad Ijarah yang berkaitan dengan kemanfaatan yang diharamkan sepertinya zina, niahah (meraung-raung menangisi kepergian mayat)  menyanyi dan alat-alat musik yang diharamkan, ini status akadnya batal dan tidak berhak mendapatkan gaji. Maka tidak sah untuk menyewakan seorang penulis untuk menulis sebuah lirik lagu (bagi ulama’ yang memandangnya haram) dan Najihah,  karena yang demikian itu mengambil manfaat dari sesuatu yang diharamkan.

Hanya saja Menurut Abu Hanifah itu diperbolehkan, sedangkan Abu Yusuf, Muhammad Bin Hasan asy-syaibani dan Imam Syafi’i berpandangan bahwasanya tidak sah akad ijarah untuk membawakan minuman keras kepada orang yang hendak minumnya atau membawakan babi. 

Yang demikian ini ditentang oleh Abu Hanifah karena dalam pandangan beliau itu pekerjaan tidak tertentu kepadanya dalam artian ketika ada seseorang yang membawakan selain itu tetap diperbolehkan”. (Mausu’ah al-fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Juz 1 Halaman 290) 

Hanya saja perlu diketahui bahwasanya ada beberapa ulama yang tidak menstatuskan bunga bank itu sebagai riba diantaranya adalah Syekh Ali Jumah, Sayyid Tantawi, Grand Syekh Ahmad Toyib, Syekh Mahmud Syaltut dan beberapa Akademisi al-azhar lainnya yang tercantum dalam link ini. 

Bahkan di dalam fatwa Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah disebutkan:  

 إِنَّ اسْتِثْمَارَ الْأَمْوَالِ لَدَى الْبُنُوْكِ الَّتِيْ تُحَدِّدُ الرِّبْحَ أَوِ العَائِدَ مُقَدَّمًا حَلَالٌ شَرْعًا وَلَا بَأْسَ بِهِ

“Sesungguhnya menginvestasikan harta di bank-bank yang menentukan keuntungan atau bunga di depan hukumnya halal menurut syariat, dan tidak apa-apa.” (Ali Ahmad Mar’i, Buhus fi Fiqhil Mu’amalat, Kairo: Al-Azhar Press, halaman 134-158) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya tidak perlu untuk saling menyalahkan orang lain yang bekerja di institusi yang ia anggap sebagai ladangnya riba, karena ternyata ada beberapa ulama yang melegitimasi untuk bekerja di dalamnya. 

Demikian adalah silang pendapat dalam tataran internasional, yang mana Yusuf Al-Qardhawi sangat menentang legitimasi mereka. Adapun dalam spektrum lokal sendiri juga terjadi perbedaan pendapat. Sebutlah semisal fatwa MUI tahun 2001  yang mengatakan bahwasanya bunga adalah riba, sedangkan putusan ulama NU itu mengatakan bahwasanya bunga bank ini ada tiga hukumnya. 

Pada Munas ‘Alim Ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992, tercetuskan tiga pendapat tentang hukum bunga bank: Pertama, pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya adalah haram.

Kedua, pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya adalah boleh. Ketiga, pendapat yang mengatakan bunga bank hukumya syubhat. (Ahkam al-Fuqaha’, Munas Tahun 1992) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya ada ruang diskusi dalam masalah ini, maka saling menghormati dan tenggang rasa adalah kunci untuk menghindari ketegangan yang sangat tidak elok untuk dipertontonkan. 

Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa maka saling menyalahkan tentunya adalah hal yang luar biasa, silakan bagi mereka untuk mengikuti pendapat yang sesuai dengan nuraninya. 

Hanya saja tetap harus diketahui bahwasanya ulama sepakat atas keharaman riba, namun tidak semua ulama sepakat bahwasanya bunga bank itu adalah riba. Maka Sudahi untuk menjustifikasi orang lain, karena bola Jadi mereka ini mengikuti pendapat ulama yang memperbolehkannya. Wallahu a’lamalam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Calon Jamaah Haji Diminta Tunggu Keputusan Final Biaya Haji 2023

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Kalimantan Selatan DR H Muhammad Tambrin meminta calon haji di provinsinya untuk menunggu keputusan final terkait besaran biaya haji tahun 2023.Tambrin di Banjarmasin, Jumat, mengatakan memang ada rancangan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji atau Bipih Tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi, yakni, sebesar Rp69.193.733 per orang.

“Ini masih rancangan, Pak Menteri Agama akan membahasnya lagi dengan DPR RI, di komisi 8,” ujar Tambrin.

Dia optimistis, keputusan yang akan diambil Kementerian Agama dengan restu DPR RI sudah sesuai perhitungan yang cermat dan untuk meningkatkan pelayanan haji.

Sebagaimana penyelenggaraan haji daerah, kata Tambrin, pihaknya saat ini berupaya semaksimal mungkin pula menyiapkan operasional keberangkatan haji tahun 2023 di Embarkasi Banjarmasin.

“Kita siapkan asrama haji, sarana untuk semua calon jamaah haji,” kata dia.

Tambrin pun meminta agar calon jamaah yang kemungkinan besar berangkat tahun ini agar menjaga kesehatan, rajin olahraga, khususnya jalan kaki.

“Karena banyak jalan kaki nantinya di sana,” ujarnya.

Menurut Tambrin, hasil telaah dan refrensi Kementerian Agama, kenaikan biaya yang diusulkan Rp69,000,000 dari nilai rata-rata BPIH per orang sebesar Rp98.893.909, yaknidengan asumsi nilai manfaat 30 persen.Hal tersebut sudah proporsional antara biaya yang disetor jamaah sebesar Rp69 juta dan nilai subsidi dari nilai manfaat sekitar Rp29 juta atau kisaran 30 persen tersebut.

“Ini dilakukan agar menjaga keberlangsungan nilai manfaat untuk masa yang akan datang dan menjaga kesinambungan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam mengelola Keuangan Haji,” ujarnya.

IHRAM