Disebut Alquran Enam Kali, Siapakah Haman itu?

Sebagian umat Islam tentu pernah mendengar nama Haman. Dia adalah seorang pembantu atau pembesar (menteri atau penasihat) Firaun di Mesir.

Dalam Alquran, nama Haman disebutkan sebanyak enam kali. Masing-masing terdapat pada Alqashash (28) ayat 6, 8, dan 38; surah Al-Ankabut (29) ayat 39; dan surah Almu’min (40) ayat 24 dan 36.

“Dan, berkata Firaun, ‘Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, yaitu pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta’.” (Almu’min: 36-37).

“Dan, berkata Firaun, ‘Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka, bakarlah, hai Haman, untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa. Dan, sesungguhnya, aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta’.” (QS Alqashash: 38).

Berdasarkan keterangan ini, dapat diketahui bahwa Haman adalah seorang pembesar Firaun dan hidup sezaman dengan Nabi Musa AS. Ia bertugas membantu Firaun dalam melaksanakan segala perintahnya, seperti membuat bangunan yang tinggi. Dan, Haman adalah sekutu Firaun.

Dalam pengkajian Alquran, diidentifikasikan bahwa Haman muncul setelah kembalinya Musa dari Madyan. Haman jugalah yang menasihati Firaun untuk menolak misi keagamaan Musa. Pada peristiwa pelarian Bani Israel dari Mesir, Haman tenggelam bersama Firaun dan tentaranya di Laut Merah.

Di kerajaan Firaun, Haman menempati beberapa posisi penting kerajaan sebagai menteri, penasihat raja (terutama bidang keagamaan), dan sebagai pelaksana proyek pembangunan menara. Haman diperintah oleh Firaun untuk membuat menara yang akan digunakan Firaun untuk melihat “Tuhan Musa”. Pembuatan menara itu membutuhkan 50.000 pekerja dan belum termasuk tukang untuk membuat kuil-kuil.

Konon, setelah pembangunan menara selesai, Firaun menembakkan panah dari puncak menara untuk mengalahkan Tuhan Musa. Firaun berbohong kepada Musa bahwa Tuhannya telah mati dengan menunjukkan anak panahnya yang kembali telah berlumuran darah. Menurut sebagian ahli tafsir, Firaun diam-diam telah mencelupkan anak panah itu ke dalam darah.

Haman jugalah yang menasihati Firaun untuk menolak misi keagamaan Musa. Pada peristiwa pelarian Bani Israel dari Mesir, Haman tenggelam bersama Firaun dan tentaranya.

IQRA REPUBLIKA

Siapa Sebenarnya Firaun yang Terkenal Bengis dan Sombong pada Era Nabi Musa?

Alquran mengabadikan kisah Firaun yang sombong dan mengaku Tuhan

Tanah Mesir telah melewati berbagai peradaban yang kisahnya banyak dikenal seantero jagat.

Tapi yang paling mendapat banyak perhatian dan penting untuk dipelajari, tentunya adalah soal sosok dan sejarah Firaun yang bahkan disebutkan kisahnya dalam kitab suci umat Islam, Alquran.

Dilansir dari Mawdoo3, firaun ternyata adalah sebuah gelar yang digunakan untuk raja-raja Mesir kuno. Asal usul nama tersebut disebabkan kata kerja dalam bahasa Arab yang dalam bahasa Indonesia berarti memimpin. Kata ini juga berarti rumah besar, hingga merupakan gelar untuk setiap orang yang lalim, perkasa dan zalim.

Adapun dalam bahasa asing Firaun adalah nama Mesir, diambil dari (Peraaa) yang berarti rumah besar, atau istana kerajaan di Mesir kuno, dan kata ini digunakan keluarga kedelapan belas, dan pada periode dari (1292-1539 Sebelum Masehi). 

Nama Firaun diadopsi sebagai metode penghormatan, dan orang Mesir kuno percaya bahwa Firaun berfungsi sebagai mediator antara dewa dan manusia.

Namun, Kerajaan Mesir kuno diperintah selama sekitar tiga ribu tahun oleh puluhan dinasti yang satu dinastinya terdiri atas sejumlah Firaun sehingga dalam tulisan ini, akan menyebutkan beberapa Firaun saja yang diduga oleh sejarawan sebagai Firaun pada masa Nabi Musa, mereka meliputi:

Ahmose I

Sejarawan Yahudi, Yusuf mengklaim bahwa Ahmose adalah Firaun Mesir pada masa Musa. Meski begitu klaimnya itu bertujuan untuk membuktikan hak-hak orang Yahudi di Mesir karena Israel adalah penguasa Mesir kuno. 

Klaim ini banyak dibantah karena Ahmose adalah penguasa Mesir Selatan. Sedangkan orang Mesir tinggal di Joshin, sebelah Timur Delta, jadi bagaimana mungkin ibu Musa membuang putranya ke sungai, mengetahui bahwa jarak antara kedua kota itu setara dengan seribu kilometer.

Thutmose II

Thutmose II merupakan Firaun keempat Dinasti kedelapan belas Mesir. G D Mesli menyebutnya sebagai Firaun pada masa Musa karena dalam Taurat, orang Mesir kuno menderita tumor kulit, dan tumor serupa muncul di tubuh Thutmose II. 

Tetapi di sisi lain, diketahui juga bahwa Thutmose III dan cucunya menderita penyakit kulit, dan pendapat ini tidak dapat diterima sebagai aturan yang tegas.

Thutmose III

Thutmose III adalah Firaun keenam dari Dinasti kedelapan belas Mesir. Ada banyak kritik kepada pendapat yang menyebutkan bahwa dia asalah Firaun masa Musa. 

Hal ini karena Thutmose III tidak mengklaim keilahian, tidak seperti Firaun, dan dia dibedakan oleh kesopanan dan sopan santunnya.

Tutankhamun

Tutankhamun adalah Firaun dari Dinasti Kedelapanbelas Mesir. Sigmund Freud berpendapat bahwa dia adalah Firaun di masa Musa, dan mengatakan bahwa Musa adalah orang Mesir dan bukan dari Bani Israel. 

Kemudian bahwa agamanya dia ambil dari doktrin Akhenaten, dan bahwa dia ingin menjadi seorang pemimpin, atau seorang penguasa, dan ketika dia kecewa dia meninggalkan negara itu, memimpin Bani Israel, dan memberi mereka agama dan kepercayaannya yang dia ambil dari Akhenaten.

Teori ini bertentangan dengan banyak fakta, yaitu bahwa Musa bukan orang Mesir, dan dia dibesarkan di istana Firaun. Tidak masuk akal baginya untuk memerintah orang yang bukan dari jenisnya sendiri, dan teori ini mengklaim bahwa dia keluar dengan damai, tetapi analisis tubuh Firaun mengatakan bahwa dia dibunuh dengan pukulan di kepala.

Ramses II

Banyak sarjana dan sejarawan sepakat bahwa Ramses II adalah Firaun di masa Musa. Karena terdapat indikasi yang membuktikan bahwa Ramses II adalah seorang firaun, indikasi tersebut adalah sebagai berikut:

Klaim ketuhanan Ramses II 

Dia adalah salah satu orang pertama yang mengklaim ketuhanan, dan dia membuat patung untuk dirinya sendiri di samping dewa Ptah dan Amun, dan para penjaga serta tentara memujanya sampai masyarakat umum memujanya, dan dia dipanggil dengan banyak gelar, termasuk gelar tuhan yang baik, tuhan bumi, tuhan langit, tuhan langit dan bumi, dan yang hidup yang tidak mati, pencipta, yang tidak bersalah, yang kaya, dan lainnya.

Deskripsi Firaun pada era Nabi Musa alaihissalam sesuai dengan Ramses II dari karakter dan sifatnya. Pendapat ini juga diperkuat bahwa pada era Ramses II banyak dibangun berbagai bangunan seperti yang dijelaskan dari kisah Musa. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Viral Anak Membunuh karena Media Sosial, Inilah 4 Aturan Fikih Mendidik Kesalehan Bermedia Sosial Anak

Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh dua orang siswa sekolah menengah atas terhadap seorang bocah berumur sebelas tahun, menjadi indikasi hilangnya kesalehan bermedia sosial kelompok anak-anak dan kalangan remaja. Dia siswa pembunuh melakukan tindakan keji tersebut akibat termakan informasi di media sosial tentang jual beli ginjal yang harganya mencapai satu miliar lebih.

Setelah melakukan kejahatan pembunuhan tersebut, mereka berdua kebingungan hendak dijual kemana organ tubuh korban. Pelaku menjadi korban informasi sekaligus menimbulkan korban nyawa. Nalar dan cara berfikir mereka berdua sedang dipermainkan oleh narasi dalam informasi di media sosial yang menyesatkan.

Pada kondisi seperti itu, tak ada benteng pertahanan yang efektif selain kontrol dari orang tua supaya anak-anaknya memiliki kesalehan dalam bermedia sosial. Karakter kesalehan dalam bermedia sosial hanya akan terbentuk pada diri anak manakala kepada mereka diajarkan aturan Islam (fikih), bagaiman bermedia sosial yang baik.

“Semakin luas rezeki yang diberikan Allah, semakin besar peluang seseorang untuk melakukan penyimpangan”. (QS. al Syura [42]: 27)

Media sosial adalah salah satu rezeki Tuhan yang teramat besar diberikan kepada manusia zaman mutakhir. Namun seperti disinggung oleh ayat di atas media sosial membuka peluang besar seseorang untuk melakukan penyimpangan. Khususnya anak-anak dan kalangan remaja, mereka sangat rentan terpengaruh oleh konten-konten negatif di media sosial.

Sebagai muslim, alternatif pencegahan timbulnya perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak dan kelompok remaja adalah memberikan pendidikan hukum Islam (fikih) tentang aturan main bermedia sosial. Karena basis pemahaman keagamaan yang kuat dan benar serta tahu terhadap sanksi melanggar hukum Islam menjadi daya kontrol efektif dalam membentuk karakter anak. Sehingga dalam bermedia sosial tetap mengedepankan akhlak, etika dan tidak melanggar norma-norma agama. Berikut ini aturan fikih dalam bermedia sosial.

Pertama, menjaga perkataan maupun tulisan. Abu Musa al Asy’ari pernah bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, siapakah muslim terbaik?”. Beliau menjawab: “Muslim yang mampu menjaga orang lain dari ucapan dan perbuatannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau lebih baik diam (jika tidak mampu berkata baik)”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Kaidah fikih mengatakan: “Tulisan sama dengan perkataan”. Artinya, apa yang dilarang untuk diucapkan, dilarang juga diuraikan dalam bentuk tulisan. Sanksi (dosa) keduanya sama.

Imam Nawawi dalam kitabnya al Adzkar mengutip pendapat Imam Syafi’i, “Manakala seseorang hendak berbicara, pikirkanlah lebih dulu. Apabila ada kemaslahatan dalam perkataan perkataan tersebut, maka bicaralah. Jika ragu, lebih baik diam sampai ditemukan kemaslahatannya”.

Kedua, muraqabah (selalu merasa diawasi oleh Allah). Disaat mencari informasi maupun ketika akan menyebarkan informasi, seperti menulis status dan konten, harus merasa diawasi oleh Allah. Dengan demikian, seseorang akan hati-hati ketika berselancar di internet maupun di media sosial.

Dalam al Qur’an dikatakan: “Jika kamu menampakkan sesuatu atau menyembunyikannya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. al Ahzab: 54)

Tidak ada yang bisa lepas dari pengawasan Allah. Sekecil apapun perbuatan baik ada balasan berupa pahala, dan sekecil apapun pelaku penyimpangan pasti akan dibalas dengan siksa. Kalau hal ini ditanamkan sejak dini terhadap anak, dalam bermedia sosial akan terarah sesuai dengan dengan tuntutan hukum Islam. Dan, media sosial tidak akan membawa sial.

Ketiga, mentradisikan tabayyun (klarifikasi). Memberikan pemahaman kepada anak pentingnya tabayyun atau klarifikasi tentang informasi yang diperoleh dari media sosial. Klarifikasi kebenaran informasi tersebut. Kalau tidak mungkin untuk tabayyun kepada sumber berita, anak harus dibiasakan mengkonsultasikan kepada orang tua.

Tentang pentingnya tabayyun, Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (QS. al Hujurat: 6).

Keempat, tidak berkata dusta (qaul al Zur). Kedustaan atau kebohongan merupakan sifat yang sangat dibenci dan konsekuensinya sangatlah berat. Dalam media sosial, kedustaan bisa mengambil dua bentuk; membuat informasi yang tidak shahih atau meneruskan berita dari orang lain yang belum jelas shahih atau tidak.

Empat hal ini, menunjang kualitas kebaikan atau kesalehan anak dalam bermedia sosial. Anak akan lebih hati-hati sehingga mampu bersikap kritis, menyaring, menilai dan memutuskan apakah informasi yang ia dapat itu shahih atau tidak. Demikian pula, akan mampu menahan diri untuk tidak sembarang membagikan informasi.

ISLAMKAFFAH

Islam Melihat Pentingnya Self Love

Beberapa waktu terakhir terdapat perbincangan hangat yang mengangkat tema self love atau yang biasa disebut dengan mencintai diri sendiri. Bagi seorang muslim, mencintai diri sendiri merupakan hal yang penting dan wajib dilakukan, karena dengan mencintai diri merupakan salah satu bentuk syukur atas apa yang telah dikaruniakan Allah kepada kita.

Namun prakteknya banyak di kalangan muslim yang belum memahami tentang konsep mencintai diri sendiri. Banyak yang menganggap bahwa mencintai diri sendiri merupakan suatu bentuk egoism seseorang.

Padahal jika kita mau telaah lebih jauh, sikap egois dan mencintai diri sendiri merupakan hal yang berlawanan. Sikap egois cenderung mementingkan diri sendiri sehingga apa pun yang dilakukan pada dasarnya menguntungkan diri sendiri. Sedangkan self-love adalah sikap mencintai diri sendiri, tapi juga tidak lupa untuk mencintai orang lain sehingga porsi keduanya berimbang.

Self-love berarti mencintai diri sendiri, namun bukan berarti memenuhi diri dengan segala keinginan dengan apapun caranya. Artinya, kita bisa mencintai diri dengan membuang ego yang kita miliki. Self-love mengharuskan diri untuk memperlakukan dan menerima diri sendiri dengan baik dan apa adanya. Inilah alasan mengapa self-love sangat baik dalam aspek kesehatan mental dan kejiwaan seseorang.

Lantas, bagaimana Islam memandang self love, apakah mencintai diri sendiri memang juga di perlukan? Dalam Islam, mencintai diri sendiri merupakan suatu bentuk kewajiban sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah. Artinya, self love merupakan bentuk rasa cinta kita kepada Sang Pencipta.

Kita harus pahami bahwa antara Allah, diri sendiri, keluarga memiliki hak cinta yang harus dipenuhi secara seimbang. Sehingga di antara mereka tidak ada yang merasa terabaikan. Allah memiliki hak atas apa yang kamu tunaikan, badanmu juga punya ha katas apa yang kita perhatikan, begitupun dengan keluarga.

Self love juga dapat dilakukan dengan cara membaca al-Quran dan berdoa. Saat membaca al-Quran, seolah kita sedang melakukan dialog dengan Tuhan. Karena saat mambaca al-Quran dan berdoa, manusia merasa rentan atas dirinya, meminta belas kasih untuk dirinya. Itulah saat-saat dimana manusia merasakan cinta akan dirinya.

Self love merupakan rasa cinta dan kasih sayang tanpa syarat yang diarahkan pada diri sendiri, apapun bentuk dan situasinya. Dengan adanya konsep mencintai diri sendiri manusia akan mampu menghargai dan menjaga kesehatan fisik dan mental diri sendiri.

Dalam pandangan Islam telah dijelaskan tentang konsep mencintai diri sendiri, seperti sabda Rasulullah yang berbunyi, “Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.” Bukankah jika kita telaah lebih dalam, hadist tersebut relevan dengan konsep self love?

Bahkan dalam setiap hubungan, self love bisa menjadi pondasi dalam setiap hubungan, maksudnya, seseorang tidak akan mampu mencintai orang lain sebelum mereka mampu mencintai dirinya sendiri. Mencintai diri yakni dengan menerima diri sebagaimana adanya, itu merupakan perwujudan harga diri, citra diri, dan penerimaan diri.

ISLAMKAFFAH

Hukum Meminjamkan Barang Rental

Berikut adalah hukum meminjamkan barang rental menurut pandangan Islam. Era modern kali ini banyak sekali transaksi yang dipertanyakan status hukumnya, salah satunya adalah rental. Rental adalah wajah baru dari transaksi sewa menyewa, sehingga status hukumnya pun disamakan yaitu boleh. 

Namun, yang menjadi pertanyaan adalah status hukum meminjamkan barang rental seperti mobil misalnya, tak jarang kita jumpai terkadang ada orang meminjam atau meminjamkan barang yang telah disewa atau dirental tersebut. Bagaimana pandangan Islam mengenai fenomena tersebut.

Hukum Meminjamkan Bal dalam Islam

Adapun dalil kebolehan melakukan transaksi sewa menyewa adalah At-Thalaq ayat 6;

فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍۚ وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗٓ اُخْرٰىۗ

Artinya; “kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS. At-Thalaq; ayat 6).

Dari ayat di atas dapat di pahami bahwa transaksi sewa menyewa atau rental adalah boleh dan dari adanya penyewaan itu harus ada upah yang diberikan kepada pemilik barang sebagai kompensasi dari manfaat barang yang disewakan.

Sementara dalil kebolehan meminjam barang adalah Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 2;

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ.

Artinya; “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah; ayat 2).

Selain itu diriwayatkan dalam hadist bahwa Rasulullah Saw pernah meminjam kuda dari sahabat Abi Thalhah RA;

انه صلى الله عليه و سلم إستعار فرسا عن ابي طلحة فركبه

Artinya; “Sesungguhnya Rasulullah Saw pernah meminjam kudan kepada Abi Thalhah lalu Rasulullah Saw menungganginya. (HR. Imam Bukhari dan Muslim).

Dalam literatur kitab fikih ada beberapa keterangan yang menjelaskan hukum meminjam barang rentalan dari orang yang telah merental. Sebagaimana penjelasan yang termaktub dalam kitab Nihayatu Az-Zain karya Syaikh Nawawi Al-Bantani;

فيجور إِعَارَة (عين لانتفاع مَمْلُوك) وَلَو بِوَصِيَّة أَو إِجَارَة أَو وقف وَإِن لم يملك الْمُعير الْعين لِأَن الْعَارِية ترد على الْمَنْفَعَة فَقَط.

Artinya; “Maka boleh meminjam barang untuk memanfaatkan barang yang dimiliki tersebut, baik dimiliki dengan cara wasiat menyewa atau waqaf, sekalipun peminjam tidak memiliki barang, karena peminjaman adalah menggunakan manfaat saja.”

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa hukum meminjam barang rental adalah boleh karena si penyewa atau parental berhak atas manfaat barang yang disewa, sehingga meminjamkannya pun dibolehkan. 

Demikian penjelasan mengenai hukum meminjamkan barang rental dalam Islam. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Calon Jamaah Haji Palembang Sebanyak 3.262 Orang pada 2023

Kementerian Agama Kota Palembang, Sumatera Selatan, menyebutkan jumlah calon haji yang akan diberangkatkan ke Tanah Suci Makkah pada Tahun 2023 sebanyak 3.262 orang.

“Dari kuota haji di Sumatra Selatan (Sumsel) sebanyak 7.036 orang Tahun 2023 di antaranya 3.262 orang dari Kota Palembang,” kata Plt Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kantor Kementerian Agama Kota Palembang Hermansyah di Palembang, Selasa.

Ia mengatakan kuota haji mengalami kenaikan dari tahun 2020 yang hanya 45 persen dari jumlah saat ini atau sekitar 1.467 orang. Namun, untuk pelaksanaan ibadah haji pada tahun 2023 yang didahulukan jamaah haji yang pemberangkatannya tertunda pada tahun 2020.

“Jadi untuk pembagian kuota haji 2023 ini yakni 45 persen yang memang dijadwalkan pada tahun ini dan 55 persen itu yang pemberangkatkannya tertunda pada tahun 2020,” katanya.

Pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023, katanya, tidak ada lagi kebijakan pembatasan usia maksimal 65 tahun seperti tahun sebelumnya.

Kemudian salah satu syarat untuk pembuatan visa haji adalah kelengkapan vaksinasi COVID-19 , lalu untuk ketentuan teknis yang lainnya, itu masih menunggu petunjuk dari Kemenag Pusat, kata Hermansyah.

Sedangkan untuk ketentuan pembuatan visa haji, salah satu syarat yang dibutuhkan adalah kelengkapan vaksinasi COVID-19. “Untuk ketentuan teknis lain, kami masih menunggu petunjuk dari pusat,” katanya.

Berdasarkan data Kementerian Agama, total kuota haji Indonesia pada tahun ini sebanyak 221.000 orang yang terdiri dari 203.320 jamaah haji reguler ditambah 17.680 jamaah haji khusus, serta 4.200 untuk petugas haji.

Jumlah kuota haji tahun ini juga meningkat dibanding total kuota pada tahun sebelumnya 100.051 jamaah. Kementerian Agama juga masih berharap mendapat tambahan kuota haji tahun ini.

IHRAM

Fatwa Ulama: Keutamaan dan Macam-Macam Salat Sunah

Pertanyaan:

Fadhilatus syaikh, kami ingin dijelaskan tentang salat sunah (shalat tathawwu’), baik dari segi keutamaan maupun macam-macamnya.

Jawaban:

Termasuk rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya adalah Allah menjadikan adanya ibadah sunah yang mirip dengan setiap jenis ibadah wajib. Ibadah salat memiliki salat sunah yang mirip dengan salat wajib. Ibadah zakat memiliki zakat sunah (sedekah) yang mirip dengan zakat wajib. Ibadah puasa memiliki puasa sunah yang mirip dengan puasa wajib (puasa Ramadan). Demikian pula ibadah haji. Ini adalah di antara rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-Nya untuk menambah pahala dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Dan juga untuk menambal kekurangan yang terdapat dalam ibadah wajib. Hal ini karena ibadah sunah akan menyempurnakan ibadah wajib pada hari kiamat.

Di antara ibadah salat sunah adalah salat sunah rawatib yang mengikuti salat wajib. Yaitu, empat rakaat sebelum salat Zuhur dengan dua salam, dilaksanakan setelah masuk waktu salat Zuhur dan tidak boleh dilaksanakan sebelum masuk waktu salat Zuhur; dan dua rakaat setelahnya, sehingga totalnya adalah enam rakaat yang merupakan rawatib untuk salat Zuhur. Adapun salat Asar, tidak memiliki salat rawatib. Salat Magrib memilki rawatib berupa salat dua rakaat setelah salat Magrib. Kemudian dua rakaat setelah salat Isya. Dan dua rakaat sebelum salat Subuh.

Khusus berkaitan dengan salat sunah dua rakaat sebelum Subuh, yang lebih utama adalah dikerjakan secara ringan, yaitu dengan membaca surah Al-Kafirun di rakaat pertama dan surah Al-Ikhlas di rakaat kedua. Atau dengan membaca,

قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا

Katakanlah (hai orang-orang mukmin), ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami.‘” (QS. Al-Baqarah: 136)

di rakaat pertama, dan membaca ayat,

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ

Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu.‘” (QS. Ali Imran: 64)

Salat sunah dua rakaat sebelum subuh juga memiliki keutamaan karena dikerjakan baik dalam kondisi safar ataupun tidak. Salat ini juga memiliki keutamaan yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Dua rakaat fajar (sebelum salat Subuh) itu lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725)

Termasuk salat sunah adalah salat witir, yang merupakan salat sunah yang paling utama. Sampai-sampai sebagian ulama mengatakan bahwa hukumnya wajib. Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Siapa saja yang meninggalkan salat witir, dia adalah seorang yang jelek, tidak diterima persaksiannya.”

Salat witir ini untuk menutup salat malam. Siapa saja yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, maka hendaknya salat witir sebelum tidur. Dan siapa saja yang ingin mendirikan salat di akhir malam, maka hendaknya mendirikan salat witir di akhir malam setelah selesai mendirikan salat malam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

Jadikanlah akhir dari salat malam kalian sebagai salat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)

Paling sedikit adalah satu rakaat, yang paling banyak adalah sebelas rakaat. Dan kesempurnaan yang paling minimal adalah tiga rakaat. Jika mendirikan salat witir tiga rakaat, bisa memilih antara menyambungnya sekaligus dengan satu salam saja, atau salam setelah dua rakaat kemudian mendirikan satu rakaat lagi dan kemudian salam. Jika salat witir lima rakaat, dia menyambungnya sekaligus dengan satu tasyahud dan satu salam. Demikian pula dengan salat witir tujuh rakaat, dia menyambungnya sekaligus dengan satu tasyahud dan satu salam. Jika salat witir sembilan rakaat, maka dia menyambungnya, duduk tasyahud di rakaat ke delapan, kemudian berdiri untuk rakaat kesembilan, dan salam. Sehingga ada dua tasyahud dan satu salam. Jika salat witir sebelas rakaat, maka salam setiap dua rakaat, dan rakaat terakhir hanya satu rakaat.

Jika lupa salat witir atau ketiduran, bisa diganti (diqada) di siang hari, akan tetapi jumlah rakaatnya genap, bukan ganjil. Jika kebiasaannya adalah salat witir tiga rakaat, maka dia salat witir empat rakaat. Jika kebiasaannya adalah salat witir lima rakaat, maka dia salat witir enam rakaat, dan demikian seterusnya. Terdapat dalam hadis yang sahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika ketiduran atau sakit sehingga tidak bisa bangun malam, beliau salat di siang harinya sebanyak dua belas rakaat. (HR. Muslim no. 746)

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/82196-fatwa-ulama-keutamaan-dan-macam-macam-salat-sunah.html

Sedekah Subuh dalam Islam

Belakangan ini muncul salah satu istilah yang sangat populer, yaitu sedekah subuh. Pengertiannya ialah sedekah yang dilakukan di waktu subuh, tepatnya setelah shalat atau sebelum terbitnya matahari. Hal ini diyakini memiliki keutamaan melebihi waktu lainnya. Benarkah demikian?

Salah satu perbuatan yang sangat dianjurkan dalam Islam adalah bersedekah. Dengan memberi pada yang membutuhkan, umat Islam tidak hanya berpikir tentang hidupnya, namun juga memiliki empati yang besar terhadap kehidupan orang lain, termasuk sedekah subuh. Dalam hal ini, terdapat salah satu riwayat dari sahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

بَاكِرُوا بِالصَّدَقَةِ فَإِنَّ الْبَلاَءَ لاَ يَتَخَطَّى الصَّدَقَةَ

“Segeralah untuk bersedekah sepagi mungkin, karena bencana tidak bisa melangkahi sedekah.”

Imam Abdurrauf al-Manawi dalam salah satu kitab haditsnya menjelaskan bahwa hadits di atas memiliki makna anjuran untuk memberi di waktu subuh. Sebab, dengan berbuat baik pada masa tersebut, dia akan diselamatkan oleh Allah dari sebuah musibah.

Ulama kelahiran Kairo Mesir ini juga menjelaskan bahwa sedekah dengan musibah memiliki posisi yang sama, ibarat dua anak panah yang ada di busurnya. Anak panah yang lebih awal dilepas, tidak akan bisa disusul oleh anak panah yang kedua.

Begitu juga dengan sedekah. Siapa yang bersedekah di waktu pagi, maka musibah tidak akan mengenainya. (Imam al-Manawi, Faidhu al-Qadir Syarh Jami’i as-Shagir, [Mesir, Maktabah Tijariyah: tt], juz III, halaman 254).

Pendapat senada juga disampaikan oleh Syekh Abul Hasan ar-Rahmani al-Mubarakfuri, dalam salah satu kitabnya ia mengatakan bahwa hadits di atas memiliki makna anjuran untuk bersedekah di waktu subuh. Sebab, di waktu itu akan menjadi benteng dan penyelamat bagi seseorang dari berbagai musibah. (Abul Hasan, Mir’atu al-Mafatih Syarh Misykatu al-Mashabih, [Maktabah an-Nabawi: tt], juz VI, halaman 319).

Dari beberapa penjelasan di atas data disimpulkan bahwa bersedekah pada waktu pagi memiliki keutamaan dan kemuliaan yang sangat luar biasa. Sudah seharusnya umat Islam tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Selain hadits di atas, dalam riwayat yang lain Rasulullah Saw juga bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tidak ada dari setiap pagi (subuh) hari yang dialami oleh hamba-hamba di dalamnya, kecuali terdapat dua malaikat yang turun. Malaikat satunya berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang bersedekah.’ Sedangkan malaikat satunya berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang kikir.” (HR. Muslim)

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sedekah subuh sebagaimana yang banyak terjadi memiliki keutamaan dan kemuliaan yang sangat besar. Umat Islam sudah seharusnya tidak membiarkan kesempatan ini hilang begitu saja. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Orang-orang yang Didoakan Para Malaikat

Siapa yang duduk menunggu shalat atau tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya, inilah di antara orang-orang yang didoakan para Malaikat

Hidayatullah.com | BERIKUT inilah orang – orang yang didoakan oleh para malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.

Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ بَاتَ طَاهِرًا بَاتَ فِي شِعَارِهِ مَلَكٌ، فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ إِلاَّ قَالَ الْمَلَكُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فُلاَنٍ، فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا.

“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci,maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga Malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.” (HR: Imam Ibnu Hibban).

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda:

أَحَدُكُمْ مَا قَعَدَ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ فِيْ صَلاَةٍ مَا لَمْ يُحْدِثْ تَدْعُوْ لَهُ الْمَلاَئِكَةُ :اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ.”

“Tidaklah seseorang di antara kalian duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, melainkan para Malaikat akan mendo’akannya: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.” (HR: Shahih Muslim)

3. Orang – orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah. Rasulullah ﷺ bersabda

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إلاَّ أنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا

“Seandainya manusia mengetahui keutamaan yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidaklah akan medapatkannya kecuali dengan diundi, niscaya pasti mereka akan mengundinya.“ (HR: Muslim).

4. Orang – orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf). Rasulullah ﷺ bersabda;

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ الصُّفُوْفَ اْلأُوَلِ.

“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaff-shaff terdepan.” (Shahiih Ibni Khuzaimah kitab al-Imaamah fish Shalaah (III/26)

5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al-Fatihah.

Siapa yang duduk menunggu shalat atau tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya, inilah di antara orang-orang yang didoakan para Malaikat

Hidayatullah.com | BERIKUT inilah orang – orang yang didoakan oleh para malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.

Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ بَاتَ طَاهِرًا بَاتَ فِي شِعَارِهِ مَلَكٌ، فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ إِلاَّ قَالَ الْمَلَكُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فُلاَنٍ، فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا.

“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci,maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga Malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.” (HR: Imam Ibnu Hibban).

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda:

أَحَدُكُمْ مَا قَعَدَ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ فِيْ صَلاَةٍ مَا لَمْ يُحْدِثْ تَدْعُوْ لَهُ الْمَلاَئِكَةُ :اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ.”

“Tidaklah seseorang di antara kalian duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, melainkan para Malaikat akan mendo’akannya: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.” (HR: Shahih Muslim)

3. Orang – orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah. Rasulullah ﷺ bersabda

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إلاَّ أنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا

“Seandainya manusia mengetahui keutamaan yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidaklah akan medapatkannya kecuali dengan diundi, niscaya pasti mereka akan mengundinya.“ (HR: Muslim).

4. Orang – orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf). Rasulullah ﷺ bersabda;

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ الصُّفُوْفَ اْلأُوَلِ.

“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaff-shaff terdepan.” (Shahiih Ibni Khuzaimah kitab al-Imaamah fish Shalaah (III/26)

5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al-Fatihah.

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda;

إِذَا قَالَ الإِمَامُ: {غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ} [الفاتحة: 7] فَقُولُوا: آمِينَ، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ المَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Jika imam membaca, “GHAIRIL MAGHDHUUBI ‘ALAIHIM WALADH DHAALLIIN”, maka ucapkanlah ‘AAMIIN’. Karena siapa saja yang mengucapkan ‘AMIIN’ bersamaan dengan ucapan ‘AAMIIN’ malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 782 dan Muslim no. 410).

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. Rasulullah ﷺ bersabda;

اَلْمَلاَئِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِيْ مُصَلاَّهُ الَّذِي صَلَّى فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ.

“Para Malaikat akan selalu bershalawat kepada salah seorang di antara kalian selama ia berada di masjid dimana ia melakukan shalat, hal ini selama ia wudhu-nya belum batal, (para Malaikat) berkata: ‘Ya Allah, ampunilah ia, ya Allah, sayangilah ia.” (Al-Musnad (XVI/32 no. 8106).

7. Orang – orang yang melakukan shalat Subuh dan ‘Ashar secara berjamaah. Rasulullah ﷺ bersabda,

وَتَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ

“Dan para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada shalat Fajar (Subuh).” (HR: Bukhari dan Muslim).

“Para malaikat berkumpul pada saat shalat Subuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga Subuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’” (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140).

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan. Rasulullah ﷺ bersabda;

Dari Abu ad-Darda` radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ، كُلَّمَا دَعَا لأَخِيْهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِيْنَ، وَلَكَ بِمِثْلٍ.

“Doa seorang Muslim untuk saudaranya dalam keadaan ghaib (tidak ada bersamanya) adalah mustajab (dikabulkan), di samping kepalanya terdapat seorang malaikat yang ditugaskan, setiap dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, maka malaikat yang ditugaskan terhadapnya tersebut mengucapkan, ‘Amin (ya Allah kabulkanlah) dan kamu mendapatkan (kebaikan) semisalnya’.” (HR: Shahih Muslim)

9. Orang – orang yang berinfak.

Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.

“Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata: ‘Ya Allah, berikanlah ganti[1]  bagi orang yang berinfak.’ Dan yang lainnya berkata: ‘Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir.’” (HR: Bukhari & Muslim)

10.  Orang yang sedang makan sahur.

Rasulullah ﷺ bersabda;

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ.

‘Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.’”  (Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra)

11.  Orang yang sedang menjenguk orang sakit. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ مَشَى فِيْ خِرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ غُدْوَةً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ

“Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka 70 ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).

12.  Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.

روى أبو أمامة قال: سُئِل رسول الله صلّى الله عليه وسلّم عن رجلين: أحدهما عالم والاخر عابد, فقال صلّى الله عليه وسلّم: فضل العالم على العباد كفضلى على أدنا كم رجلا

“Diriwayatkan dari Abu Umamah, berkata: Rasulullah ﷺ ditanya tentang 2 orang, yang satu orang alim dan yang satunya ahli ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda: keutamaan orang alim terhadap ahli ibadah seperti keutamaanku terhadap orang yang paling rendah di antara kalian (sahabat).

Rasulullah ﷺ bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra).

Semoga kita termasuk orang orang yang didoakan malaikat amin ya rab.*

HIDAYATULLAH

Qoriah Disawer Perilaku Tidak Beradab! Kemuliaan Al-Quran Tidak Bisa Dibeli dengan Uang

Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah Muhammad yang juga merupakan penutup para nabi dan rasul melalui perantara malaikat Jibril. Al-Quran adalah firman Allah yang ditulis pada mushaf-mushaf dan lalu disampaikan kepada kita penerus umat secara mutawatir.

Di dalam al-Quran terdapat tuntunan dan kisah yang dapat menjadi pedoman hidup di dunia dan akhirat. Sebagai agama penyempurna, tentunya al-Quran harus dijaga kesuciannya. Ilmu yang terkandung dalam al-Quran adalah sebaik-baiknya ilmu dan lebih diutamakan dibanding ilmu yang lain. Itulah alasannya mengapa membaca dan memahami al-Quran bernilai ibadah.

Sebagai seorang muslim yang baik, seharusnya mereka mengetahui adab-adab yang harus dilakukan saat membaca al-Quran. Berikut ini adab-adab yang perlu diperhatikan.

Pertama, memulai membaca al-Quran dengan isti’adzah. Kalimat isti’adzah atau taawudz merupakan sebuah doa untuk memohon penjagaan dan perlindungan dari godaan setan. Pertama adalah membaca Alquran dalam keadaan suci, duduk dengan sopan dan tenang.

“Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Alquran , mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS An Nahl ayat 98)

Kedua, membaca al-Quran dalam keadaan suci, duduk dengan sopan dan tenang. Ketika membaca al-Quran seorang Muslim dianjurkan dalam keadaan suci dari najis Baik itu badan, pakaian, maupun tempat membaca al-Quran harus terbebas dari najis.

“Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.” (QS al-Waqiah ayat 79)

Ketiga, membaca dengan tartil. Membaca dengan tartil (pelan) dan tidak terburu-buru, agar dapat menghayati setiap ayat yang dibaca. “Atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.” (QS al-Muzzammil ayat 4)

Keempat, nembaca al-Quran dengan khusyuk, dengan menangis karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca sehingga dapat menyentuh jiwa dan perasaan, serta membaguskan suara ketika membaca Alquran

Kelima, membaca al-Quran dengan tidak mengganggu orang lain yang sedang beribadah. Seperti dengan tidak mengganggu yang sedang shalat, serta tidak membacanya dengan suara yang terlalu keras atau ditempat yang banyak orang. Membaca al-Quran hendaknya dengan suara yang lirih dan khusyu’.

“Ingatlah bahwasannya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Alquran ) atau ketika dalam sholat.” (HR Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi, dan Hakim).

Adab-adab tersebut merupakan patokan bagi seorang Muslim untuk mendapatkan kesempurnaan dalam membaca al-Quran untuk kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Bukan hanya berlaku untuk si pembaca al-Quran, bahkan ada pula perintah untuk mendengarkan dan bersikap tenang sewaktu al-Quran dibacakan.

Seorang muslim wajib mendengarkan dan bersikap tenang ketika al-Quran dibacakan baik di dalam sholat ataupun di luar sholat. “Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Al-A’raf: 204)

Di antara adab mendengarkan al-Quran ialah dengan diam dan memperhatikan bacaan al-Quran serta memahami makna-makna ayat yang didengarkan. Orang-orang yang mendengar pembacaan al-Quran, hendaknya memperhatikan adab dan etika tersebut.

Sayangnya, baru-baru ini sebuah video yang menampilkan seorang qoriah disawer uang oleh beberapa jamaah ketika melantunkan ayat suci al-Quran di panggung sebuah acara Maulid, viral di beberapa sosial media. Tentu saja tindakan menyawer qori’ merupakan cara yang salah bahkan tidak menghormati majelis.

ISLAMKAFFAH