Islam, Komunisme dan Pancasila

Islam memiliki peran signifikan menjadi kekuatan anti-komunisme, jangan sampai elite-elite Muslim lupa diri, sibuk kepentingan diri dan kelompoknya dan sibuk saling caci

Oleh: Dr. Adian Husaini

SEJARAH perjalanan kehidupan bernegara di Indonesia mencatat satu babak tentang perebutan memaknai Pancasila antar berbagai kelompok ideologi di Indonesia.

Pergulatan pemikiran itu secara intensif pernah terjadi dalam Majlis Konstituante, dimana kekuatan Islam dan sekulerisme kembali terlibat dalam perdebatan tentang Dasar Negara Indonesia. Kekuatan komunis pernah menggunakan Pancasila untuk memuluskan penerapan ideologi komunisme di Indonesia.

Mantan Wakil Kepala BIN, As’ad Said Ali, menulis dalam bukunya, “Negara Pancasila”, (hlm. 170-171), bahwa munculnya semangat para tokoh Islam untuk memperjuangkan Islam sebagai dasar negara, dalam Majelis Konstituante, antara lain juga didorong oleh masuknya kekuatan komunis (melalui Partai Komunis Indonesia/PKI) ke dalam blok pendukung Pancasila.

“Kalangan Islam langsung curiga. Muncul kekhawatiran Pancasila akan dipolitisasi oleh kelompok-kelompok komunis untuk selanjutnya diminimalisasi dimensi religiusitasnya. Kekhawatiran tersebut semakin mengkristal karena adanya peluang perubahan konstitusi sehubungan UUDS mengamanatkan perlunya dibentuk Majelis Konstituante yang bertugas merumuskan UUD yang definitif,” tulis As’ad dalam bukunya tersebut.

Dalam pidatonya di Majelis Konstituante tanggal 13 November 1957, tokoh Islam Kasman Singodimedjo banyak mengkritisi pandangan dan sikap PKI terhadap Pancasila. Kasman menilai PKI hanya membonceng Pancasila untuk kemudian diubah sesuai paham dan ideologi komunisme. Ketika itu PKI bermaksud mengubah sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi “kebebasan beragama”. Termasuk dalam cakupan “kebebasan beragama” adalah “kebebasan untuk tidak beragama.”

Mr. Kasman Singodimedjo adalah Jaksa Agung RI 1945-1946 dan Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1950). Ia juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah dan telah ditetapkan sebagai PahlawanNasional.

Masuknya kaum komunis ke dalam blok pembela Pancasila kemudian dipandang oleh kubu Islam sebagai upaya membelokkan Pancasila dari prinsip dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sebagai contoh, pada 20 Mei 1957, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) Ir. Sakirman mendukung pandangan Fraksi Katolik yang menyatakan, bahwa “Rakyat Indonesia terdiri dari berbagai-bagai golongan dengan berbagai-bagai kepercayaan atau keyakinan masing-masing bersifat universal.”

Karena itu Sakirman menyeru kepada golongan Islam: “Betapa pun universal, praktis dan objektifnya Islam, tetapi karena Islam hanya merupakan salah satu dari sekian banyak kepercayaan dan keyakinan, yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka Pancasila sebagai apa yang dinamakan oleh Partai Kristen Indonesia (Parkindo) suatu “grootste gemene deler” yang mempertemukan keyakinan dan kepercayaan kita semua, akan tetapi lebih praktis lebih objektif dan lebih universal dari pada Islam.”

Dalam Sidang Konstituante tanggal 2 Desember 1957, Kasman mengkritik ucapan Nyoto dari PKI pada Sidang Konstituante 28 November 1957 yang menyatakan:

“Pancasila itu bersegi banyak dan berpihak ke mana-mana.” Kasman berkomentar: “Itu artinya, dan menurut kehendak dan tafsiran PKI, bahwa Pancasila itu dapat dan boleh saja bersegi ateis dan politeis, pun dapat/ boleh saja berpihak ke syaitan dan neraka.”

Begitulah sikap para tokoh Islam dalam sidang Konstituante yang memang merupakan forum untuk merumuskan dasar negara yang baru. Tapi, ketika forum itu di bubarkan dan dikeluarkan Dekrit pada 5 Juli 1959, Kasman dan para tokoh Islam lain nya, menerimanya karena telah sah secara konstitusional. (Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun, hlm. 536-540).

Dalam bukunya, “Renungan dari Tahanan”, Kasman menulis: “… seluruh rakyat Indonesia, termasuk seluruh umat Islam yang meliputi mayoritas mutlak dari rakyat Indonesia itu kini harus mengindahkan Dekrit Presiden itu sepenuh-penuhnya.” (Lihat, Kasman Singodimedjo, Renungan dari Tahanan, (Jakarta: Tintamas, 1967), hlm. 34).

Memang, Ir. Sakirman pernah berpidato dalam Majlis Kontituante dengan menyebutkan adanya rumusan sila kelima yang diajukan Bung Karno pada 1 Juni 1945, yang berbeda dengan rumusan risalah sidang BPUPK, yaitu (5) “Ke-Tuhanan yang berkebudayaan atau Ke-Tuhanan yang berbudi luhur atau Ke-Tuhanan yang hormat menghormati satu sama lain.”

Sakirman juga mengakui, bahwa PKI memang menginginkan agar sila Ketuhanan Yang Maha Esa diganti dengan sila “Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan Hidup.” (Pidato Ir. Sakirman dikutip dari buku  “Pancasila dan Islam”: Perdebatan antar Parpol dalam Penyusunan Dasar Negara di Dewan Konstituante, editor: Erwien Kusuma dan Khairul (Jakarta: BAUR Publishing, 2008), hlm. 275.

Fakta Komunisme

Tajamnya perbedaan antara Islam dan Komunisme, tidak menyurutkan usaha untuk menyatukan kekuatan agama dan komunisme. Tapi, sejarah kemudian mencatat, upaya penyatuan antara kelompok Nasionalis, Agama, dan Komunis (NASAKOM), di bawah payung Pancasila mengalami kegagalan.

Golongan Islam melakukan perlawanan habis-habisan melawan komunisme. Dalam Muktamar Ulama se-Indonesia tanggal 8- 11 September 1957 di Palembang, para ulama memutuskan: (1) Ideologi/ajaran Komunisme adalah kufur hukumnya, dan haram bagi umat Islam menganutnya,

(2) Bagi orang yang menganut ideologi/ajaran Komunisme dengan keyakinan dan kesadaran, maka kafirlah dia dan tiada sah menikah dan menikahkan orang Islam, tiada pusaka-mempusakai dan haram hukumnya jenazahnya diselenggarakan secara Islam,

(3) Bagi orang yang memasuki organisasi/Partai yang berideologi komunisme (PKI, Sobsi, Pemuda Rakyat dll; tidak dengan keyakinan dan kesadaran, sesatlah dia dan wajib bagi umat Islam menyeru mereka meninggalkan organisasi dan partai tersebut,

(4) Walaupun Republik Indonesia belum menjadi negara Islam, namun haram hukumnya bagi umat Islam mengangkat/ memilih kepala negara yang berideologi Komunisme,

(5) Memperingatkan kepada pemerintah RI agar bersikap waspada terhadap gerakan aksi subversif asing yang membantu perjuangan kaum Komunis/ Atheis Indonesia,

(6) Mendesak kepada Presiden RI untuk mengeluarkan dekrit menyatakan PKI dan mantel organisasinya sebagai partai terlarang di Indonesia. (Lihat buku Muktamar Ulama se-Indonesia di Palembang tanggal 8-11 September 1957, yang disusun oleh H. Husin Abdul Mu’in, (Palembang: Panitia Kongres Alim Ulama Seluruh Indonesia, 1957).

Dalam sambutannya untuk Muktamar tersebut, mantan wakil Presiden RI Mohammad Hatta mengingatkan kepada para ulama, bahwa perkembangan Komunisme di Indonesia, terutama dihasilkan melalui kerja keras mereka dan kondisi kemiskinan rakyat.

“Kemajuan PKI tidak disebabkan oleh kegiatan orang-orang komunis mengembangkan ideologi yang belum di mengerti oleh rakyat, melainkan dengan kegiatannya bekerja dalam kalangan rakyat serta janji-janjinya akan membagikan tanah dan memperbaiki hidup rakyat yang miskin… Apabila kaum Ulama kita tidak menilai masalah kemasyarakatan ini dengan ukuran yang tepat, Muktamar tidak akan dapat menyusun rencana yang tepat terhadap gerakan Atheisme,” kata Hatta dalam sambutannya.

Hatta mengajak agar Ulama berusaha menegakkan keadilan Islam. Kata Hatta lagi, “Apabila berlaku keadilan Islam di Indonesia, maka dengan sendirinya Komunisme akan lenyap dari bumi Indonesia.

Apabila berlaku keadilan Islam di bumi kita ini, tidak ada yang akan dituntut oleh Komunisme. Keadilan Islam adalah keadilan yang setinggi-tingginya, keadilan Ilahi. Keadilan Islam menumbuhkan rasa damai, rasa bahagia dan sejahtera.”

Perjuangan melawan komunisme, dalam sejarah perjuangan umat Islam, bisa dikatakan sudah mendarah daging di berbagai penjuru dunia. Sebab, kekejaman komunisme di berbagai belahan dunia sudah terbukti.

Di Indonesia, salah seorang sastrawan terkemuka yang aktif melawan komunisme, sejak zaman Orde Lama sampai zaman kini adalah Taufik Ismail. Berbagai buku yang menjelaskan bahaya dan kegagalan komunisme ditulis oleh Taufik Ismail, termasuk buku-buku saku yang disebarluaskan secara gratis kepada masyarakat luas.

Taufiq mengaku risau dengan generasi muda yang tidak lagi mengenal hakekat dan kekejaman kaum komunis. Dalam sebuah buku saku berjudul Tiga Dusta Raksasa Palu Arit Indonesia: Jejak Sebuah Ideologi Bangkrut di Pentas Jagad Raya, (Jakarta: Titik Infinitum, 2007), Taufiq menyajikan data yang menarik: Komunisme adalah ideologi penindas dan penggali kuburan massal terbesar di dunia. Dalam mengeliminasi lawan politik, kaum komunis telah membantai 120 juta manusia, dari tahun 1917 sampai 1991. Itu sama dengan pembunuhan terhadap 187 nyawa per jam, atau satu nyawa setiap 20 detik. Itu dilakukan selama ¾ abad (sekitar 75 tahun) di 76 negara. Karl marx (1818-1883) pernah berkata: “Bila waktu kita tiba, kita tak akan menutup-nutupi terorisme kita.”

Vladimir Ilich Ullyanov Lenin (1870- 1924) juga menyatakan: “Saya suka mendengarkan musik yang merdu, tapi di tengah revolusi sekarang ini, yang perlu adalah membelah tengkorak, menjalankan keganasan dan berjalan dalam lautan darah.”

Satu lagi tulisannya: “Tidak jadi soal bila ¾ penduduk dunia habis, asal yang tinggal ¼ itu komunis. Untuk melaksanakan komunisme, kita tidak gentar berjalan di atas mayat 30 juta orang.”

Lenin bukan menggertak sambal. Semasa berkuasa (1917-1923) ia membantai setengah juta bangsanya sendiri. Dilanjut kan Joseph Stalin (1925-1953) yang menjagal 46 juta orang; ditiru Mao Tse Tung (RRC) 50 juta (1947-1976); Pol Pot (Kamboja) 2,5 juta jiwa (1975-1979) dan Najibullah (Afghanistan) 1,5 juta nyawa (1978-1987). Buku saku lain tentang komunis me yang ditulis oleh Taufiq Ismail adalah Komunisme=Narkoba dan Komunis Bakubunuh Komunis, serta Karl Marx, Tukang Ramal Sial yang Gagal (Jakarta: Infinitum, 2007).

Sepatutnya, bangsa Indonesia mau belajar dari sejarah. Ketika agama dibuang; Tuhan disingkirkan, jadilah manusia laksana binatang. Anehnya, kini ada yang mulai berkampanye tentang perlunya “kebebasan beragama” harus mencakup juga “kebebasan untuk tidak beragama”.

Dalam kondisi seperti ini, Islam dan kekuatan anti-komunisme lainnya, diharapkan memainkan perannya yang signifikan.

Jangan sampai elite-elite Muslim lupa diri; sibuk memikirkan kepentingan diri dan kelompoknya; sibuk saling caci; tanpa sadar komunisme dalam kemasan baru semakin mendapat simpati masyarakat. Na’udzubillahi min dzalika.*

Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Artikel dimuat di laman Facebook penulis

HIDAYATULLAH

Kandungan Surat An Nisa?

Surat An Nisa menjadi surat Madaniyah terpanjang kedua.

-Surat An Nisa menjadi surat Madaniyah terpanjang kedua setelah surat Al Baqarah. Di mana jumlah ayat dalam surat An Nisa sebanyak dari 176 ayat. 

An Nisa berarti wanita. Sebab dalam surat ini banyak membicarakan tentang hal-hal yang berhubungan dengan wanita. Bahkan surat An Nisa menjadi surat yang paling banyak membicarakan tentang wanita dibandingkan dengan surat-surat lainnya. Memang selain An Nisa ada juga surat Ath Thalaq yang juga membicarakan tentang wanita tetapi tidak sebanyak di surat An Nisa. 

Syekh Jalaluddin Asy Suyuthi dalam kitab Asroru Tartib al-Qur’an menjelaskan bahwa dalam surat An Nisa banyak membagas mengenai hukum-hukum terutama berkaitan dengan wanita, pernikahan, waris dan lainnya. 

وَأَمَّا سُورَةُ النِّسَاءِ فَتَضَمَّنَتْ أَحْكَامَ الْأَسْبَابِ الَّتِي بَيْنَ النَّاسِ، وَهِيَ نَوْعَانِ: مَخْلُوقَةٌ لِلَّهِ، وَمَقْدُورَةٌ لَهُمْ، كَالنَّسَبِ وَالصِّهْرِ؛ وَلِهَذَا افْتَتَحْت بِقَوْلِهِ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا} ١ [ثُمَّ] ٢ قَالَ: {وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ} 

Dan adapun surat An Nisa itu mengandung hukum-hukum tentang sebab-sebab yang ada di antara manusia. Yaitu macamnya: menerangkan makhluk-makhluk Allah dan yang dikuasakan kepada mereka seperti nasab dan hubungan perkawinan. Dan oleh karenanya surat ini dibuka dengan firman Allah : Yaa ayuhan nafsut taquu robbakumuladzi kholaqokum min nafsi wahidatin wa kholaqo minha zaujaha (Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya). Kemudian Allah berfirman: wattaqullahaladziy tasaaaluna bihi wal arham (Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.). 

(Lihat Asroru Tartib al-Qur’an karya Imam Jalaluddin Asy Suyuthi, penerbit Darul Fadhilah, halaman 54 atau bisa juga lihat di laman https://shamela.ws/book/9992/52#p1 ).

فَانْظُرْ إِلَى هَذِهِ الْمُنَاسَبَةِ الْعَجِيبَةِ، وَالِافْتِتَاحِ، وَبَرَاعَةِ الِاسْتِهْلَالِ؛ حَيْثُ تَضَمَّنَتْ الْآيَةُ الْمُفْتَتَحُ بِهَا مَا فِي أَكْثَرِ السُّورَةِ مِنْ أَحْكَامٍ؛ مِنْ نِكَاحِ النِّسَاءِ وَمُحَرَّمَاتِهِ، وَالْمَوَارِيثِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالْأَرْحَامِ، وَأَنَّ ابْتِدَاءَ هَذَا الْأَمْرِ بِخَلْقِ آدَمَ، ثُمَّ خَلَقَ زَوْجَتَهُ مِنْهُ، ثُمَّ بَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً فِي غَايَةِ الْكَثْرَةِ.

Artinya: maka lihatlah keterkaitan  yang luar biasa di ayat-ayat surat An Nisa ini, tentang pembukaannya dan tentang keunggulan permulaannya. Sebagaimana yang terkandung pada ayat-ayat pembuka dalam surat An Nisa yang di dalamnya lebih banyak tentang surat-surat yang menjelaskan hukum-hukum dari perkara menikahi perempuan dan orang-orang yang haram dinikahi, serta tentang persoalan warisan yang berkaitan dengan hubungan darah. Dan sesungguhnya permulaannya dengan Allah menciptakan Adam kemudian menciptakan istrinya darinya, kemudian mengembangkan dari Adam dan istrinya itu keturunan laki-laki yang banyak dan perempuan yang lebih banyak lagi. (Asroru Tartib al-Qur’an, 54)

Dalam Alquran dan Terjemahannya yang diterbitkan Lembaga Percetakan Alquran Raja Fadh Arab Saudi halaman 113 dijelaskan bahwa pokok-pokok isi dari surat An Nisa itu mencakup beberapa hal, di antaranya:

Pertama, berkaitan dengan keimanan. Yaitu tentang syirik sebagai dosa yang paling besar. Serta berkaitan dengan akibat kekafiran di hari kemudian. 

Kedua, berkaitan dengan hukum-hukum. Yaitu tentang kewajiban para washi dan para wali, hukum poligami, mas kawin, memakan harta anak yatim dan orang-orang yang tidak dapat mengurus hartanya. Selain itu tentang pokok-pokok hukum warisan, perbuatan-perbuatan keji dan hukumannya, wanita-wanita yang haram dikawini, hukum mengawini budak wanita, larangan memakan harta secara bathil, hukum syiqaq dan nusyuz, kesucian lahir batin dalam sembahyang, hukum suaka, hukum membunuh seorang Islam, sholat khauf, larangan melontarkan ucapan-ucapan buruk, masalah pusaka kalalah dan sebagainya. 

Ketiga, berkaitan dengan kisah-kisah: Di antaranya kisah tentang nabi Musa dan para pengikutnya. 

Keempat, tentang hal lain seperti asal manusia adalah satu, tentang keharusan menjauhi adat-adat zaman jahiliyah dalam perlakuan terhadap wanita, norma-norma bergaul dengan istri, hak seseorang sesuai dengan kewajibannya, perlakuan ahli kitab terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepadanya, dasar-dasar pemerintahan, cara mengadili perkara, keharusan siap siaga terhadap musuh, sikap-sikap orang munafik dalam menghadapi peperangan, berpegang di jalan Allah adalah kewajiban tiap-tiap mukalaf, norma dan adab dalam peperangan, cara menghadapi orang-orang munafik, dan derajat orang yang berjihad.

IHRAM

4 Cara Minta Maaf Pada Orang Tua yang Sudah Meninggal

Minta maaf kepada orang tua yang sudah meninggal adalah salah satu bentuk bakti kepada mereka. Hal ini juga merupakan wujud dari penyesalan dan permohonan ampun atas segala kesalahan yang pernah dilakukan kepada orang tua semasa hidup. Berikut ini adalah 4 cara meminta maaf kepada orang tua yang sudah meninggal

Cara Minta Maaf Pada Orang Tua yang Sudah Meninggal

Pertama, mendoakan kedua orang tua. Doa memiliki kekuatan yang besar dalam agama Islam. Luangkan waktu untuk berdoa bagi kebaikan dan keselamatan orang tua yang telah meninggal.

Sampaikan permohonan maaf kita kepada Allah dalam doa kita dan mohonkan ampunan bagi mereka. Berdoa adalah cara untuk menunjukkan ketulusan hati dan penyesalan kita atas kesalahan yang telah kita.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah riwayat bahwa seorang anak telah wafat kedua orang tuanya, kemudian mengadu pada Rasulullah, kemudian Nabi mewasiatkan untuk mendoakan orang tuanya;

وَرُوِيَ إنَّ الرَّجُلَ لَيَمُوتُ وَالِدَاهُ وَهُوَ عَاقٌّ لَهُمَا فَيَدْعُو اللَّهَ لَهُمَا مِنْ بَعْدِهِمَا فَيَكْتُبُهُ اللَّهُ مِنْ الْبَارِّينَ

Artinya, “Diriwayatkan bahwa seorang anak yang kedua orang tuanya wafat sementara ia pernah berdurhaka terhadap keduanya, lalu ia berdoa kepada Allah sepeninggal keduanya, niscaya Allah mencatatnya sebagai anak yang berbakti,” (Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, juz II, halaman 573).

Kedua, bersedekah dan melakukan amal jariyah. Salah satu cara terbaik untuk meminta maaf kepada orang tua yang telah meninggal adalah dengan melakukan sedekah dan amal jariyah atas nama mereka. Amal jariyah adalah tindakan yang terus memberikan manfaat setelah seseorang meninggal dunia.

Misalnya, membangun sumur air, mendirikan lembaga pendidikan, atau menyumbangkan kitab suci Al-Qur’an. Dengan melakukan amal jariyah atas nama orang tua, kita dapat berharap agar mereka mendapatkan kebaikan dan pahala dari tindakan tersebut, dan diharapkan bahwa ini juga menjadi bentuk permohonan maaf kita kepada mereka yang telah meninggal dunia.

Menyedekahkan pahala pada orang tua yang sudah wafat dan masih hidup, dalam Islam hukumnya diperbolehkan dan pahalanya sampai kepada mereka. Penjelasan ini diterangkan oleh Syekh Zainuddin Al Malibari dalam kitab Irsyadul ‘Ibad, bahwa Ibnu Umar telah berkata sebagai berikut;

ما على أحدكم إذا أراد أن يتصدق لله صدقة تطوع أن يجعلها عن والديه إذا كانا مسلمين فيكون أجرها لهما و له مثل أجورهما بغير أن ينقص من أجورهما شيأ

Artinya; Tidak ada masalah bagi kalian jika hendak bersedekah karena Allah dengan sedekah sunah untuk membagikan pahala sedekah tersebut pada kedua orang tuanya jika keduanya muslim. Maka pahala sedekah tersebut milik kedua orang tuanya, dan dia mendapatkan pahala seperti kedua orang tuanya tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala kedua orang tuanya.

Ketiga, ziarah kubur. Seorang yang orang tuanya telah wafat, kemudian ingin meminta maaf kepada keduanya, bisa dilaksanakan dengan melakukan ziarah ke kuburan keduanya. Dalam sebuah hadis dijelaskan sebagai berikut;

فقد روى الحاكم عن أبي هريرة رضي الله عنه “من زار قبر أبويه أو أحدهما في كل جمعة مرة غفر الله له وكان بارا بوالديه”

Artinya; Imam Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya sekali setiap Jumat, niscaya Allah hapus dosanya. Ia pun dinilai sebagai anak berbakti kepada orang tuanya.”

Keempat, meningkatkan Kebaikan dan ibadah. Salah satu cara paling efektif untuk memohon maaf kepada orang tua yang telah meninggal adalah dengan meningkatkan kebaikan dan ibadah kita.

Dengan melakukan amalan-amalan tersebut, semoga kita bisa mendapatkan ampunan dari Allah SWT dan mendapatkan ridho dari orang tua.

BINCANG SYARIAH

Beginilah Akhlak Ulama Kita

Imam Abu Hanifah pernah menahan diri tidak memakan daging selama beberapa tahun setelah mendengar ada seekor kambing dicuri, beginilah akhlak ulama kita

IMAM Ibnu Sirin, seorang ulama besar dari kalangan Tabi’in, suatu saat bertanya kepada seseorang.  “Bagaimana kabarmu?” 

Ibnu Sirin segera masuk ke rumah dan keluar dengan membawa uang 1000 dirham (sekitar Rp 70.000.000,-) hingga tidak ada sisa uang di rumahnya. Lalu ia berkata; “Ini untuk melunasi hutangmu 500 dirham dan untuk menafkahi keluargamu 500 dirham.” (Al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulum ad-Din, 6/1052).

Imam Hasan al-Bashri, seorang ulama terkemuka, sering meng-ghibah dirinya sendiri dengan mengatakan, “Kamu ini suka berkata-kata dengan perkataan orang-orang shalih yang selalu taat dalam beribadah, sedangkan kamu melakukan perbuatan orang-orang fasik, munafik dan mereka yang suka pamer!” (Tanbih al-Mughtarrin, hlm. 9).

Muhammad bin Sa’ad, seorang ulama zuhud, suatu saat, tanpa disadari beberapa uang dinarnya—yang bernilai jutaan rupiah jika dikurskan saat ini—jatuh dan hilang. 

Ia lalu berusaha mengajak seorang pengayak tepung untuk mencari uang tersebut. Akhirnya, beliau menemukan kembali uangnya.

Namun, ia malah berkata sendiri kepada dirinya, “Apakah di dunia ini hanya ada dinarmu saja?”  Seketika, uang itu pun ia tinggalkan. Ia lalu berkata kepada si pengayak, “Dinar itu menjadi milikmu.” (dalam Tarikh Baghdad, 5/15).

Sultan Murad II, salah seorang penguasa Khilafah Utsmaniyah, telah memilih guru-guru khusus yang bertugas mendidik putranya. Salah satunya adalah Syeikh Ahmad bin Ismail al-Kaurani.

Sultan Murad II sekaligus memberi Syeikh al-Kaurani pemukul, yang sewaktu-waktu bisa digunakan memukul Muhammad kecil jika ia melakukan pembangkangan(dalam Nashr al-Kabir Muhammad al-Fatih, hlm. 40-41).

Saat muda, Imam Abu Yusuf pernah menghadiri majelis ilmu Imam Abu Hanifah. Namun, ayahnya melarangnya.

“Janganlah engkau pergi kepada Abu Hanifah. Ia bukan orang kaya, sedangkan engkau membutuhkan materi (untuk bekal belajar),” kata sang ayah.

Sejak itu Abu Yusuf mulai jarang menghadiri majelis Imam Abu Hanifah hingga beliau merasa kehilangan. Suatu saat Imam Abu Hanifah bertanya mengenai sebab ketidakhadiran Abu Yusuf di majelis.

Abu Yusuf menjawab, “Aku sibuk bekerja dan menaati apa yang dikatakan orang tuaku.”

Mendengar itu, Imam Abu Hanifah memberikan sebuah kantong berisi 100 dirham (sekitar Rp 7.000.000,-). “Gunakan ini dan tetaplah mengikuti halaqah-ku. Jika uang itu telah habis, segera kabari aku,” ujar Imam Abu Hanifah.

Akhirnya, Imam Abu Yusuf aktif kembali dalam halaqah. Imam Abu Hanifah terus secara rutin memberikan uang kepada Abu Yusuf dan tidak pernah terlambat.

Hal itu beliau lakukan selama 29 tahun sampai Abu Yusuf memperoleh banyak ilmu dan juga materi. (Al-Muwaffaq al-Khawarizmi, Manaqib Abi Hanifah, 1/469).

Imam Abu Hanifah pernah menahan diri tidak memakan daging kambing beberapa tahun. Itu ia lakukan sebagai kehati-hatian setelah mendengar bahwa ada seekor kambing tetangganya dicuri.

Hal itu beliau melakukan selama beberapa tahun sesuai dengan usia kehidupan kambing pada umumnya hingga diperkirakan kambing itu telah mati. (dalam Ar-Rawdh al-Faiq, hlm. 215).

Imam al-Hulwani, ulama pengikut Mazhab Hanafi yang menjadi imam besar di Bukhara, pernah berkata; “Sungguh, aku memperoleh ilmu ini dengan memuliakannya. Aku tidak mengambil catatan ilmu kecuali dalam keadaan suci.”

Murid beliau, yang juga seorang ulama besar, yakni Imam Syamsuddin as-Sirakhsi, suatu saat mengulang wudhu pada malam hari hingga 17 kali karena sakit perut. Hal itu beliau lakukan agar bisa menelaah ilmu dalam keadaan suci. (dalam Mukhatsar al-Fawaid al-Makkiyyah, hlm. 30).

Beberapa fragmen di atas hanyalah secuil gambaran tentang bagaimana para ulama terdahulu dalam mempraktikkan adab atau akhlak mulia.  Kebesaran dan keagungan mereka bukan semata-mata karena keluasan ilmu mereka, tetapi juga karena ketinggian adab dan akhlak mereka.

Wajar saja, karena mereka memandang adab atau akhlak mulia sebagai perkara amat penting; bahkan lebih penting daripada ilmu.

Diriwayatkan, Imam Malik bin Anas menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mempelajari adab (akhlak) dan 4 tahun untuk mencari ilmu. Tentang pentingnya adab atau akhlak mulia, Imam Syafii pernah ditanya oleh seseorang; “Bagaimana Anda mempelajari adab?”

Imam Syafi’i menjawab, “Aku mempelajari adab seperti usaha seorang ibu yang mencari-cari anaknya yang hilang.” (Hasyim Asy’ari, Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, hlm. 10-11).

Imam Ibnu Qasim, salah satu murid senior Imam Malik menyatakan; “Aku telah mengabdi sekaligus belajar kepada Imam Malik bin Anas selama 20 tahun. Selama itu, 18 tahun aku mempelajari adab (akhlak), sisanya 2 tahun untuk mempelajari ilmu.” (dalam Tanbih al-Mughtarrin, hlm. 12).

Semoga saja kita bisa meneladani keagungan adab dan akhlak mereka.*/Arief B. Iskandar, khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

HIDAYATULLAH

Kemenag Laporkan Umroh Backpacker ke Polda Metro Jaya

Fenomena umroh backpacker masih menjadi persoalan.

Fenomena umroh backpacker atau umroh mandiri tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) saat ini masih menjadi perbincangan. Bahkan, siaran informasi terkait hal ini juga kerap ditemukan di berbagai platform media sosial.

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nur Arifin, menanggapi hal tersebut dengan langkah nyata sesuai regulasi. Dia bahkan menyampaikan Kementerian Agama (Kemenag) telah membuat laporan resmi aktivitas penawaran umrah non-prosedur kepada Polda Metro Jaya.

“Perlu diketahui, kami telah mengirimkan surat pengaduan kepada Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. surat tersebut kami layangkan pada 12 September 2023,” kata tutur Nur Arifin dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Senin (2/10/2023).

Bisnis perjalanan ibadah umrah disebut telah diatur oleh Pemerintah sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019. Dalam Pasal 115 disebutkan, setiap orang dilarang tanpa hak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umroh.

Bagi yang melanggar, dapat diancam dengan sanksi pidana kurungan selama enam tahun atau pidana denda senilai Rp 6 milyar rupiah. Selain itu, ada JUGA larangan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU menerima setoran biaya umroh. Pidananya berupa pidana delapan tahun atau denda sebesar Rp 8 milyar rupiah.

“Ada ancaman pidana berat dalam penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yang tidak sesuai dengan regulasi negara,” ujar dia.

Nur Arifin menambahkan, dalam surat tersebut pihaknya meminta Polda Metro Jaya menindak tegas pelaku usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan. Polda Metro diharap segera menindaklanjuti laporan tersebut, sebagai bentuk upaya penegakan hukum dan mengurangi potensi kerugian masyarakat.

“Kementerian Agama mengharapkan partisipasi masyarakat dan pelaku usaha dalam penegakan hokum tersebut. Masyarakat harus melek regulasi, jangan tergiur harga umrah murah,” lanjut dia.

Kepada pimpinan PPIU, pihaknya mengharapkan dukungan dengan turut serta melaporkan para pihak yang ketahuan tidak memiliki izin sebagai PPIU, tetapi melakukan penawaran, mengumpulkan jamaah, menerima pembayaran biaya umrah, hingga memberangkatkan jamaah umrah.

Terkait respon Kemenag yang melaporkan pihak yang tidak berizin PPIU kepada aparat penegak hukum, para pelaku usaha menanggapi positif. Salah satu pemilik PPIU di wilayah Tangerang, Banten, Wawan Suhada, mengapresiasi langkah tersebut.

“Sebagai pelaku usaha kami berterima kasih kepada Kementerian Agama yang telah merespon keluhan masyarakat. Kami tentu selalu mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah,” ucap Wawan, yang juga merupakan pimpinan salah satu Asosiasi PPIU.  

IHRAM

Tuntunan dalam Membuat Lahad dan Batu Nisan untuk Kubur

Hadis pertama

Dari Sa’d bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan di waktu sakit yang menyebabkan kematiannya,

الْحَدُوا لِي لَحْدًا وَانْصِبُوا عَلَيَّ اللَّبِنَ نَصْبًا كَمَا صُنِعَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Buatkan bagiku lahad dan susunkan batu-batu di kuburku sebagaimana yang diperbuat pada kubur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Muslim no. 966)

Lahad adalah suatu cekungan di lubang kubur ke arah kiblat untuk meletakkan jenazah. Disebut lahad karena berbelok dari tengah-tengah lubang kubur ke arah samping. Sehingga cara pembuatannya adalah menggali lubang kubur secara tegak lurus, kemudian setelah kedalaman tertentu digali menyamping ke arah kiblat (lihat gambar).

Gambar liang lahad

Gambar. Model lahad dan syaq.

Hadis ini adalah dalil bahwa yang lebih utama berkaitan dengan kubur adalah dibuat lahad. Karena inilah model kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah model kubur yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala untuk Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam melalui tangan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Dan tidaklah Allah memilih untuk Nabi-Nya, kecuali itulah yang lebih afdal.

Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

اللَّحْدُ لَنَا وَالشَّقُّ لِغَيْرِنَا

Lahad itu untuk kami, sedangkan syaq adalah untuk selain kami.” (HR. Abu Dawud no. 3208, At-Tirmidzi no. 1045, An-Nasa’i no. 2009, dan Ibnu Majah no. 1554. Dinilai sahih oleh Al-Albani)

Sedangkan dalam riwayat Ahmad (31: 546) disebutkan,

اللَّحْدُ لَنَا، وَالشَّقُّ لِأَهْلِ الْكِتَابِ

Lahad itu untuk kami, sedangkan syaq adalah untuk ahli kitab.”

Syaq dibuat dengan membuat cekungan di tengah-tengah lubang kubur, kemudian jenazah diletakkan di cekungan tersebut (lihat gambar).

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Ulama sepakat bahwa membuat kubur dengan model lahad dan syaq, kedua-duanya diperbolehkan. Akan tetapi, jika tanahnya itu keras (padat) dan tidak berair, maka lahad lebih utama berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan. Akan tetapi, jika tanahnya lembek dan berair, maka model syaq adalah yang lebih utama.” (Syarh Al-Muhadzdzab, 5: 287)

Syekh Abdullah Alu Bassam hafizahullah berkata, “Ulama bersepakat bahwa diperbolehkan membuat liang kubur dengan model lahad dan syaq. Namun, Imam Ahmad menilai makruh membuat syaq jika tanpa uzur.” (Taudhihul Ahkam, 3: 242)

Hadis ini juga menjelaskan tentang tata cara memakamkan jenazah. Yaitu, dengan memasukkan jenazah dari sisi letak dua kaki di lubang kubur, berdasarkan penjelasan kami di tulisan sebelumnya. Ketika memasukkan jenazah, dianjurkan membaca doa sebagaimana hadis berikut.

Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم، َ كَانَ إِذَا وَضَعَ الْمَيِّتَ فِي الْقَبْرِ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan jenazah di dalam lubang kubur, beliau mengucapkan, ‘BISMILLAAH WA ‘ALAA SUNNATI RASUULILLAAH’ (Dengan nama Allah dan berada di atas sunah Rasulullah).” (HR. Abu Dawud no. 3213, dinilai sahih oleh Albani)

Sedangkan dalam riwayat Ahmad (8: 430), juga dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا وَضَعْتُمْ مَوْتَاكُمْ فِي الْقَبْرِ، فَقُولُوا: بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Jika kalian meletakkan jenazah di dalam kubur, maka ucapkanlah, ‘BISMILLAAH WA ‘ALAA MILLATI RASUULILLAAH’ (Dengan nama Allah dan berada di atas millah [agama atau syariat] Rasulullah).”

Setelah itu, diletakkan miring ke arah kanan, karena mirip dengan posisi orang tidur. Dan inilah di antara sunah ketika tidur, sehingga badan jenazah menghadap ke arah kiblat. Setelah itu, bata atau papan diletakkan di belakang punggung jenazah dengan kuat. Hal ini bertujuan untuk: 1) bata atau papan tersebut tidak terjatuh ke dalam liang lahad dan sisi-sisi bata/papan tersebut saling menyatu (merekat) kuat dengan tanah, dan 2) agar tanah untuk menimbun kubur tidak langsung menimpa jenazah. Yang terakhir adalah memasukkan tanah ke dalam lubang kubur secara cepat untuk menyelesaikan proses pemakaman.

Hadis kedua

Dari Fudhail bin Sulaiman, dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, dari sahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُلْحِدَ لَهُ لَحْدًا، وَنُصِبَ عَلَيْهِ اللَّبِنَ نَصْبًا ، وَرُفِعَ قَبْرُهُ مِنَ الْأَرْضِ نَحْوًا مِنْ شِبْرٍ

Dibuatkan lahad untuk kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, diletakkan batu di atasnya, dan ditinggikan kuburnya dari permukaan tanah setinggi sejengkal.” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra, 3: 576)

Sanad hadis tersebut sahih sesuai dengan syarat Muslim. Akan tetapi, hadis ini juga diriwayatkan secara mursal dari Abdul Aziz, dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, beliau berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُشَّ عَلَى قَبْرِهِ الْمَاءُ، وَوُضِعَ عَلَيْهِ حَصْبَاءُ مِنْ حَصْبَاءِ الْعَرْصَةِ، وَرُفِعَ قَبْرُهُ قَدْرَ شِبْرٍ

Sesungguhnya (Jabir bin ‘Abdillah) memercikkan air di atas kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, meletakkan batu di atasnya, dan meninggikan kuburnya setinggi sejengkal.” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra, 3: 576)

Hadis ini adalah dalil bahwa kubur itu hendaknya ditinggikan dari permukaan tanah seukuran satu jengkal, agar dikenal (diketahui) bahwa itu adalah kubur sehingga orang bisa memuliakan atau menghormatinya, tidak menghinakannya dengan diinjak-injak, dan lain sebagainya. Sehingga tanah yang digunakan untuk menimbun (membuat gundukan) hanya menggunakan tanah dari sekitar liang kubur saja.

Adapun meninggikan lebih dari sejengkal, hal itu tidak diperbolehkan. Demikian pula, tidak diperbolehkan menambahkan tanah dari luar area pemakaman untuk menutup lubang kubur. Karena hal itu dinilai sama dengan meninggikan bangunan di atas kubur yang diharamkan. Sebagaimana telah kami jelaskan di tulisan kami yang lainnya.

Hadis ini juga menjelaskan bolehnya memerciki tanah di kubur dengan air dan meletakkan batu-batu kecil di atas punggung (gundukan) kubur. Karena hal itu bisa mengokohkan kubur dan mencegah gundukan kubur tersebut menjadi tergerus (terkikis). Demikian juga, bisa mencegah hilangnya gundukan kubur karena dibawa oleh angin dan banjir.

Demikian pula, diperbolehkan untuk menandai kubur tersebut dengan batu atau sejenisnya, sehingga orang-orang yang hendak berziarah kubur bisa mengetahui letak kuburnya. Dan juga ketika ingin memakamkan kerabatnya di samping kubur tersebut. Hal ini berdasarkan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang meletakkan batu di sisi letak kepala kubur ‘Utsman bin Mazh’un radhiyallahu ‘anhu, lalu beliau mengatakan,

أَتَعَلَّمُ بِهَا قَبْرَ أَخِي وَأَدْفِنُ إِلَيْهِ مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِي

Supaya dengan batu itu, aku mengetahui bahwa itu adalah kubur saudaraku dan aku bisa memakamkan keluargaku di dekatnya.” (HR. Abu Dawud no. 3206, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Zahirnya menunjukkan bahwa penanda itu dengan satu batu saja dan diletakkan di sisi diletakkannya kepala jenazah, dalam rangka meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah sunahnya, sebagaimana dikatakan oleh An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah (Al-Majmu’, 5: 298).

Jika kubur tersebut dapat diketahui tanpa penanda batu dan sejenisnya, hal itu pun juga sudah mencukupi.

Demikian sedikit pembahasan ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87553-tuntunan-dalam-membuat-lahad-dan-batu-nisan-untuk-kubur.html

Menakar Kecintaan Kepada Keturunan Nabi Muhammad SAW

Berikut ini menakar kecintaan kepada keturunan Nabi Muhammad SAW. Saat ini menjadi topik hangat dan trending di media sosial, terkait pembahasan nasab atau keturunan Nabi Muhammad SAW, bahkan menjadi pro dan kontra.

Diantara gelar keturunan Nabi Muhammad SAW bagi lelaki yaitu, syarif, sayyid, dan habib. Sedangkan bagi wanita digelari, sayyidah dan syarifah. 

Umat Islam diwajibkan untuk mencintai keluarga atau keturunan Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut berdasarkan firman Allah SWT:

قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ 

Artinya: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. (QS. Asy Syura: 23)

Ayat di atas menjelaskan bahwa kita diwajibkan untuk mencinta keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW, tetapi bukan cinta buta atau fanatik buta, dalam artian saking cintanya apapun yang dilakukan oleh keturunan Nabi Muhammad SAW, dianggap paling benar. 

Mencintai keturunan Nabi Muhammad SAW, bukan karena mereka alim, bodoh, kaya, atau miskin. Tetapi karena mereka mempunyai ikatan darah atau kekerabatan dengan Rasulullah SAW. Keturunan Nabi Muhammad SAW, sama halnya seperti manusia pada umumnya, yang tidak terlepas dari salah dan dosa. 

Jika ada keturunan Nabi Muhammad SAW, yang tidak sama dengan leluhurnya dalam memegang agamanya, kita tetap wajib mencintai mereka.

Kita dianjurkan untuk selalu mencintai Keturunan Nabi Muhammad SAW dalam kondisi apapun, bukan karena memandang status sosialnya. Dan kita boleh berbeda pandangan dan beda dalam berdakwah dengan mereka, yang terpenting kita tidak membenci mereka.

Jangan sampai kecintaan kita kepada mereka melebihi kewajaran, dalam artian apabila mereka berbuat kemaksiatan dan kerusakan kita bela mati-matian, hal tersebut adalah kecintaan yang bisa mencelakakan kita, karena kita membela perkara yang tidak dibenarkan. 

Apabila ada keturunan Nabi Muhammad SAW berperilaku menyimpang dari ajaran Islam, kita tidak boleh membenci dan mencaci maki mereka, tetapi kita dianjurkan untuk mengarahkan mereka ke jalan yang benar dengan memberi nasehat dan peringatan dengan rasa hormat. 

Sungguh indah pujian Imam Syafi’i kepada keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW: 

يا آل بيت رسول الله حبكم #   فرض من الله فى القران أنزله 

Wahai para Ahlul Bait Rasulullah, mencintai kalian adalah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah sebagaimana wahyu yang disebutkan dalam Al-Qu’ran.

يكفيكم من عظيم الفخر انكم #  من لم يصل عليكم لا صلاة له 

Cukuplah bagi kalian sebuah kebanggaan yang sangat agung, bahwasanya siapa saja yang tidak bershalawat kepada kalian di dalam shalatnya, maka sholatnya tidak sah.

Demikian penjelasan terkait menakar kecintaan kepada keturunan Nabi Muhammad SAW. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Parenting Islam; Tips Mendidik Anak dari Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun, seorang cendekiawan muslim yang hidup pada abad ke-14, memiliki pemikiran yang mendalam tentang pendidikan, termasuk pendidikan anak. Dalam karyanya yang terkenal, Muqaddimah, Ibnu Khaldun menguraikan berbagai tips mendidik anak yang masih relevan hingga saat ini.

Anak adalah tanggung jawab besar bagi setiap orang tua, oleh karenanya diperlukan adanya tips atau cara yang bisa dilakukan oleh seitap orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Inilah tips mendidik anak dari Imam Ibnu Khaldun.

Biografi Singkat Imam Ibnu Khaldun

Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun al-Hadhrami atau terkenal dengan nama Ibnu Khaldun (1332-1406 M) merupakan ilmuan sosial yang juga memperhatikan pendidikan anak-anak (parenting) secara psikologis. Ibnu Khaldun yang dikenal dalam sejarah ilmu pengetahuan dunia sebagai peletak dasar sosiologi modern.

Beliau lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H/27 Mei 1332 M ini dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Al-Qur’an sejak usia dini. Sedangkan kata al-Hadrami adalah dinisbatkan kepada silsilah keluarganya yang berasal dari Hadramaut Yaman.

Tips Mendidik Anak dari Imam Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun di dalam kitab karyanya yang berjudul Muqaddimah Ibnu Khaldun beliau menegaskan bahwa ketika mendidik anak jangan sampai melakukan kekerasan ketika sang anak melakukan kesalahan. Karena menurut beliau pendidikan dengan jalan kekerasan membawa mudharat terutama bagi anak-anak yang kejiwaannya sedang dalam masa pertumbuhan.

وذلك أن إرهاف الحد في التعليم مضر بالمتعلم سيما في أصاغر الولد لانه من سوء الملكة.

Artinya; “Kekerasan dalam pendidikan membahayakan pelajar terutama pelajar pada usia anak karena kekerasan dalam mendidik merupakan bagian dari tabiat buruk.”

Mengapa sikap keras kepada anak harus dihindari, karena menurut Ibnu Khaldun jika mendidik anak dengan sikap keras maka akan cenderung memadamkan semangat belajar anak.

Dengan tidak dibolehkannya kekerasan bukan berarti ketika sang anak melanggar lalu dibiarkan. Namun, orang tua tetap harus menyanksi sang anak ketika anak melanggar perintah, tentu sanksi tersebut adalah tindakan yang ringan dan tidak sampai merusak mental sang anak.

Sebagaimana pendapat Ibnu Khaldun di dalam lanjutan keterangan di atas.

فينبغي للمعلم في متعلمه والوالد في ولده أن لا يستبد عليهما في التأديب وقد قال محمد بن أبي زيد في كتابه الذي ألفه في حكم المعلمين والمتعلمين لا ينبغي لمؤدب الصبيان أن يزيد في ضربهم إذا احتاجوا إليه على ثلاثة أسواط شيئا.

Artinya; “Pendidik terhadap peserta didik dan orang tua terhadap anaknya seharusnya tidak berbuat sewenang-wenang dalam mendidik. Muhammad bin Abi Zaid dalam karyanya seputar etika guru dan peserta didik mengatakan; “seorang pendidik anak-anak kalau pun harus memukulnya dengan tiga sabetan ringan (sebagai peringatan) seharusnya tidak melakukan lebih dari itu,”.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam parenting anak sosok orang tua tidak boleh sampai melakukan tindakan yang bisa merusak mental sang anak. Karena hal tersebut sudah bisa dikategorikan dengan kekerasan meskipun tidak sampai memukul. Dan ketika memang harus ada sanksi, maka sanksinya harus dijatuhkan dengan tetap memperhatikan kapasitas dan mental sang anak.

Demikian penjelasan mengenai tips mendidik anak dari Imam Ibnu Khaldun. Semoga kita para orang tua dan yang kelak menjadi orang tua, bisa mengamalkannya dalam kehidupan berkeluarga. Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Hikmah dalam Berdakwah (Bag. 1): Definisi dan Keutamaan Dakwah Ilallah

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Definisi dakwah ilallah dan keutamaannya

Inti “dakwah ilallah” adalah mengajarkan Islam kepada manusia dan menerapkannya agar manusia mengetahui dan mencontohnya.

Definisi dakwah ilallah

Hanya saja, para ulama rahimahumullah memiliki anekaragam ungkapan dalam mendefinisikan secara rinci istilah “dakwah ilallah”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendefinisikan dakwah ilallah dengan menjelaskan materi dakwah yang terpenting untuk disampaikan dalam berdakwah, kemudian ajakan untuk melaksanakan semua bentuk ketaatan dan ibadah kepada Allah semata secara bertingkat dari dasar sampai tingkatan sempurna, yaitu: Islam, iman, dan ihsan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menuturkan dalam Majmu’ Fatawa [1],

الدعوة إلى الله هي الدعوة إلى الإيمان به، وبما جاءت به رسله، بتصديقهم فيما أخبروا به، وطاعتهم فيما أمروا، وذلك يتضمن الدعوة إلى الشهادتين، وإقامة الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصوم رمضان، وحج البيت، والدعوة إلى الإيمان بالله وملائكته وكتبه ورسله والإيمان بالقدر خيره وشره، والدعوة إلى أن يعبد العبد ربه كأنه يراه، فإن هذه الدرجات الثلاث التي هي: الإسلام والإيمان والإحسان، داخلة في الدين، كما في الحديث الصحيح:((هذا جبريل جاءكم يعلمكم دينكم))

Dakwah ilallah (mengajak manusia kepada Allah) adalah mengajak manusia untuk beriman kepada Allah dan beriman kepada ajaran yang dibawa oleh para rasul-Nya, dengan membenarkan apa yang mereka kabarkan, serta menaati apa yang mereka perintahkan.

Dan dakwah ilallah ini mengandung: 1) Ajakan kepada (rukun Islam, yaitu) dua kalimat syahadat, menegakkan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadan, serta menunaikan haji ke Baitullah. 2) Serta mengandung ajakan kepada (rukun iman, yaitu:) iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya, dan iman kepada takdir, baik perkara yang ditakdirkan itu baik maupun buruk. 3) Demikian pula ajakan (kepada rukun Ihsan, yaitu) agar seorang hamba beribadah kepada Rabbnya seolah-olah ia melihat-Nya.

Karena sesungguhnya tiga tingkatan ini, yaitu Islam, iman dan ihsan, semuanya termasuk dalam cakupan agama Islam ini. Sebagaimana dalam hadis sahih,

هذا جبريل جاءكم يعلمكم دينكم

Ini adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

Keutamaan dakwah ilallah

Banyak keutamaan berdakwah mengajak manusia kepada Allah (dakwah ilallah), di antaranya:

Pertama: Dai yang berdakwah mengajak manusia kepada Allah adalah manusia yang paling baik ucapannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ 

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, ‘Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?’” (QS. Fushshilat: 33)

Kedua: Dai yang berdakwah mengajak manusia kepada Allah termasuk golongan manusia yang terbaik.

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ

“Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kalian) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 110)

Definisi hikmah

Secara istilah syar’i

Kata “hikmah/bijaksana” banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dalam Al-Qur’an, terdapat lebih dari 19 ayat.

Dan para ulama berbeda-beda dalam menafsirkan makna “hikmah” dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis hingga mencapai 29 tafsir. Di antaranya adalah yang disebutkan dalam kitab Al-Hikmah fid Da’wah ilallah [2]:

Hikmah itu kenabian.

Hikmah itu Al-Qur’an dan pemahamannya.

Hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak.

Hikmah itu mengetahui kebenaran dan mengamalkannya.

Hikmah itu ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.

Hikmah itu takut kepada Allah.

Hikmah itu sunah.

Hikmah itu wara’ dalam melaksanakan agama Allah.

Hikmah itu berilmu dan beramal.

Hikmah itu meletakkan sesuatu pada tempatnya.

Definisi hikmah yang paling universal adalah definisi seorang ahli tafsir dari kalangan tabi’in, Mujahid rahimahullah

Dalam kitab Tafsir Al-Qurthubi, Al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan ucapan Mujahid rahimahullah berikut ini,

وَقَالَ مُجَاهِدٌ: الْإِصَابَةُ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ

Mujahid rahimahullah berkata, ‘(Hikmah adalah) tepat dalam berucap dan bertindak.’

Tafsir-tafsir hikmah selain itu, pada hakikatnya adalah memperinci makna hikmah, yaitu: tentang sumbernya, cara mendapatkannya, buahnya, dan konsekuensinya.

Penjelasan:

Hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak. Dan tidak mungkin seseorang bisa tepat dalam berucap dan bertindak, kecuali harus:

Pertama: Mempelajari kebenaran yang sumbernya Al-Quran dan Al-Hadis dengan manhaj salaf saleh dan mengamalkannya.

Kedua: Menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

Menempatkan ucapan dan perbuatan sesuai dengan materi yang tepat, cara yang tepat, sasaran yang tepat, kondisi yang tepat, waktu yang tepat, tempat yang tepat, hak yang tepat, urutan yang tepat, serta sesuai dalam segala halnya.

Oleh karena itu, disebutkan pula ucapan Malik bin Anas rahimahullah dalam kitabTafsir Al-Qurthubi ,

وَقَالَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ: الْحِكْمَةُ الْمَعْرِفَةُ بِدِينِ اللَّهِ وَالْفِقْهِ فِيهِ وَالِاتِّبَاعِ لَهُ

Malik bin Anas rahimahullah berkata, ‘Hikmah itu mengetahui agama Allah, memahami, serta mengikutinya.’

Maksudnya adalah mengetahui kebenaran, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis, kemudian mengamalkannya.

Penulis kitab Manazil, Syaikhul Islam Abdullah Al-Anshari Al-Harawi, berkata ketika mendefinisikan hikmah,

وضْعُ الشَّيْءِ في مَوْضِعِهِ

Menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Jadi, berdasarkan penjelasan Malik bin Anas dan Syekh Al-Harawi di atas, hikmah itu sumbernya adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Oleh karena itu, untuk bisa hikmah, seseorang harus mempelajari keduanya dan mengamalkannya. Dan hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak dengan memperhatikan ketepatan materinya, caranya, sasarannya, kondisinya, waktunya, tempatnya, haknya, urutannya, serta ketepatan dalam segala halnya.

Tepat materinya, yaitu: isi ucapan dan bentuk perbuatannya tepat.

Tepat caranya, yaitu: cara berucapnya tepat dengan menggunakan kata-kata yang paling mudah dipahami dan paling mudah diterima di hati dan cara bertindaknya pun tepat.

Tepat sasarannya, yaitu: obyek yg diajak bicara dan yang disikapi tepat.

Tepat kondisinya, yaitu: keadaan orang yang diajak bicara dan yang disikapi tepat.

Tepat waktunya, yaitu: saatnya tepat.

Tepat tempatnya, yaitu: tempat untuk bicara dan berbuat adalah tempat yang tepat.

Tepat haknya, yaitu: memberikan hak sesuai kedudukan pemilik hak. Termasuk menempatkan seseorang sesuai dengan kedudukan dan jabatannya.

Tepat urutannya, yaitu: mendahulukan yang terpenting lalu yang penting setelahnya.

Oleh karena itu, orang yang hikmah/bijak itu mempertimbangkan sesuatu dari segala sisi dengan matang, sehingga profilnya adalah orang yang suka hati-hati dan tidak terburu-buru dan menilai segala sesuatu serta mendasari segala sesuatu dengan ilmu syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah)

Kesimpulan cakupan hikmah/bijaksana

Berdasarkan penjelasan di atas, tampak jelas bahwa cakupan hikmah dalam berdakwah ilallah itu luas. Hikmah dalam berdakwah ilallah itu tidak berarti lembut, toleransi, dan mengalah terus pada seluruh keadaan. Hikmah dalam berdakwah ilallah itu tidak hanya mencakup ucapan yang lembut, mendorong semangat, menahan diri dari amarah, memaafkan saja.

Hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak sesuai dengan tuntutan keadaan, tempat, waktu, objek dakwah, dan seluruh sisi pertimbangan lainnya. Hikmah itu menempatkan sesuatu pada tempatnya, maka tertuntut untuk: 1) meletakkan ucapan yang lembut pada tempatnya, 2) meletakkan mau’izhah hasanah pada tempatnya, 3) meletakkan berdebat yang baik pada tempatnya, 4) meletakkan orang yang zalim pada tempatnya, dan 5) meletakkan sikap tegas dan ucapan yang keras pada tempatnya.

Intinya, hikmah itu lembut pada saat tuntutannya lembut, dan keras pada saat tuntutannya keras. Adapun bersikap keras saat tuntutannya lembut, maka ini namanya kaku dan melampaui batasan syariat Islam. Sedangkan bersikap lembut padahal tuntutannya keras, ini namanya lemah dan hina.

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu ‘Ukkasyah

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] https://www.alukah.net/sharia/0/68785/

[2] Al-Hikmah  fid Da’wah Ilallah, hal. 32, Dr. Sa’id Al-Qahthani

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87796-definisi-dan-keutamaan-dakwah-ilallah.html

Doa Maulid Barzanji

Pada bulan Rabiul Awal, qasidah barzanji sering kali dibacakan oleh masyarakat muslim di Indonesia. Ini doa maulid Barzanji yang bisa dibaca setelah membaca barzanji, sebagai bentuk ungkapan kecintaan umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW.

Doa Maulid Barzanji ini pertama kali dikarang oleh Syekh Ja’far bin Hasan al-Barzanji, seorang ulama besar yang lahir di Madinah pada tahun 1690 M. Karya ini merupakan puisi dan syair berbahasa Arab yang menjelaskan kisah kelahiran, kehidupan, dan keutamaan Nabi Muhammad SAW, yang diucapkan secara khusyuk oleh banyak umat Islam dalam berbagai acara peringatan Maulid Nabi.

Nah berikut ini doa maulid Barzanji;

اَللّٰهمَّ يَا بِاسِطَ الْيَدَيْنِ بِالْعَطِيَّةِ، يَا مَنْ إِذَا رُفِعَتْ إِلَيْهِ أَكُفُّ الْعَبْدِ كَفَاهُ ۞ يَا مَنْ تَنَزَّهَ فِيْ ذَاتِهِ وَصِفَاتِهِ الْأَحَدِيَّةِ عَنْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ فِيْهَا نَظَائِرُ وَأَشْبَاهُ ۞ يَا مَنْ تَفَرَّدَ بِالْبَقَاءِ وَالْقِدَمِ وَالْأَزَلِيَّةِ، يَا مَنْ لَا يُرْجٰى غَيْرُهُ، وَلَا يُعَوَّلُ عَلِـٰى سِوَاهُ ۞ يَا مَنِ اسْتَنَدَ الْأَنَامُ إِلـٰى قُدْرَتِهِ الْقَيُّوْمِيَّةِ، وَأَرْشَدَ بِفَضْلِهِ مَنِ اسْتَرْشَدَهُ وَاسْتَهْدَاهُ ۞نَسْأَلُكَ اَللّٰهمَّ بِأَنْوَارِكَ الْقُدْسِيَّةِ الَّتِيْ أَزَاحَتْ مِنْ ظُلُمَاتِ الشَّكِّ دُجَاهُ ۞

وَنَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِشَرَفِ الذَّاتِ الْمُحَمَّدِيَّةِ، وَمَنْ هُوَ آخِرُ الْأَنْبِيَاءِ بِصُوْرَتِهِ وَأَوَّلُهُمْ بِمَعْنَاهُ ۞ وَبِآلِهِ كَوَاكِبَ أَمْنِ الْبَرِيَّةِ وَسَفِيْنَةِ السَّلَامَةِ وَالنَّجَاةِ وَبِأَصْحَابِهِ أُوْلِي الْهِدَايَةِ وَالْأَفْضَلِيَّةِ الَّذِيْنَ بَذَلُوْا نُفُوْسَهُمْ لِلهِ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِنَ اللهِ وَبِحَمَلَةِ شَرِيْعَتِهِ أُوْلِي الْمَنَاقِبِ وَالْخُصُوْصِيَّةِ الَّذِيْنَ اسْتَبْشَرُوْا بِنِعْمَةٍ وَفَضْلٍ مِنَ اللهِ, أَنْ تُوَفِّقَنَا فِي الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ لِإِخْلَاص النِّـيَّةِ، وَتُنْجِحَ لِكُلٍّ مِنَ الْحَاضِرِيْنَ مَطْلَبَهُ وَمُنَاهُ ۞

وَتُخَلِّصَنَا مِنْ أَسْرِ الشَّهَوَاتِ وَالْأَدْوَاءِ الْقَلْبِيَّةِ وَتُحَقِّقَ لَنَا مِنَ  الْآمَالِ مَا بِكَ ظَنَنَّاهُ ۞ وَتَكْفِيَنَا كُلَّ مُدْلَهِمَّةٍ وَبَلِيَّةٍ، وَلَا تَجْعَلَنَا مِمَّنْ أَهْوَاهُ هَوَاهُ ۞ وَتُدْنِيَ لَنَا مِنْ حُسْنِ الْيَقِيْنِ قُطُوْفًا دَانِيَةً جَنِيَّةً، وَتَمْحُوَ عَنَّا كُلَّ ذَنْبٍ جَنَيْنَاهُ ۞ وَتَسْتُرَ لِكُلٍّ مِنَّا عَيْبَهُ وَعَجْزَهُ وَحَصْرَهُ وَعِيَّهُ وَتُسَهِلَ لَنَا مِنْ صَالِحِ الْأَعْمَالِ مَا عَزَّ ذُرَاهُ ۞

 اَللّٰهمَّ اِنَّكَ جَعَلْتَ لِكُلِّ سَائِلٍ مَقَامًا وَمَزِيَّةً وَلِكُلِّ رَاجٍ مَا أَمَّلَهُ فِيْكَ وَرَجَاهُ ۞ وَقَدْ سَأَلْنَاكَ رَاجِيْنَ مَوَاهِبَكَ اللَّدُنِّيـَّةَ فَحَقِّقْ لَنَا مَا مِنْكَ رَجَوْنَاهُ ۞ وَتَعُمَّ جَمْعَنَا هٰذَا مِنْ خَزَائِنِ مِنَحِكَ السَّنِيَّةِ بِرَحْمَةٍ وَمَغْفِرَةٍ، وَتُدِيْمَ عَمَّنْ سِوَاكَ غِنَاهُ ۞

 اَللّٰهمَّ آمِنِ الرَّوْعَاتِ وَأَصْلِحِ الرُّعَاةَ وَالرَّعِيَّةَ وَأَعْظِمِ الْأَجْرَ لِمَنْ جَعَلَ هٰذَا الْخَيْرَ فِيْ هٰذَا الْيَوْمِ وأَجْرَاهُ ۞ اَللّٰهمَّ اجْعَلْ هذِهِ الْبَلْدَةَ وَسَائِرَ بِلَادِ الْإِسْلاَمِ آمِنَةً رَخِيَّةً وَاسْقِنَا غَيْثًا يَعُمُّ انْسِيَابُ سِيْبِهِ السَّبْسَبَ وَرُبَاهُ ۞وَاغْفِرْ لِنَاسِخِ هذَهِ الْبُرُوْدِ الْمُحَبَّرةِ الْمَوْلِدِيَّةِ جَعْفَرِ مَنْ إِلـٰى بَرْزَنْجَ نِسْبَتُهُ وَمُنْتَمَاهُ ۞ وَحَقِّقْ لَهُ الْفَوْزَ بِقُرْبِكَ وَالرَّجَاءَ وَالْأُمْنِيَّةَ، وَاجْعَلْ مَعَ الْمُقَرَّبِيْنَ مَقِيْلَهُ وَسُكْنَاهُ ۞ وَاسْتُرْ لَهُ عَيْبَهُ وَعَجْزَهُ وَحَصْرَهُ وَعِيَّهُ وَلِكَاتِبِهَا وَقَارِئِهَا وَمَنْ أَصَاخَ إِلَيْهَا سَمْعَهُ وَأَصْغَاهُ ۞

اَللّهمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلـٰى أَوَّلِ قَابِلٍ لِلتَّجَلِّيْ مِنَ الْحَقِيْقَةِ الْكُلِّيَّةِ وَعَلـٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ نَصَرَهُ وَوَالَاهُ مَا شُنِّفَتِ الْآذَانُ مِنْ وَصْفِهِ الدُّرِّيِّ بِأَقْرَاطٍ جَوْهَرِيَّةٍ وَتَحَلَّتْ صُدُوْرُ الْمَحَافِلِ الْمُنِيْفَةِ بِعُقُوْدِ حُلَاهُ ۞وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ وَأَتَمُّ التَّسْلِيْمِ عَلـٰى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلـٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. سُبۡحَٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِينَ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِين.

Allahumma yaa basitha al-yadiin bil-‘atiyyah, yaa man idza rufi’at ilaihi akufful-‘abdi kafaahu, yaa man tanazzaha fi dhātihi wa sifatihi al-ahadiyyah ‘an an yakuna lahu fiha naza’iru wa ashbahu, yaa man tafarrada bi-l-baqa’i wa al-qidami wa al-azaliyati, yaa man laa yurja ghayruhu, wa laa yu’awwalu ‘ala siwaahu, yaa man istanadal al-an’am ila qudratihi al-qayyumiyati, wa arshada bi-fadhlihi man istarshidaahu wa istahdaahu, nas’aluka Allahumma bi-anwarika al-qudsiyyah al-lati azahat min zulumatish-syakki dujahu,

Wa natawassalu ilayka bi-sharafidh-dhaati al-muhammadiyyah, wa man huwa aakhirul-anbiya’i bi-suratihi wa awwaluhum bi-ma’nahu, wa bi-alihi kawakib amannil-barriyyah wa safinatas-salaamati wa al-najjati, wa bi ash-haabihi aliya’il-hidayahi wa al-afdaliyyah allazina  bazalu anfusuhum lillahi yabtaghuuna fadlan min Allahi,

wa bi hamalatish-syari’ati aulil manaqibi wa al-khususiyah,  allazina istabsharu bi-ni’matin wa fadlin min Allahi, an tuwaffiqana fi al-aqwali wa al-a’mal li ikhlaasin niyyah, wa tunjiha li-kullin minal-hadirin matlabahu wa munahahu,

wa tukhallishina min asri syahwati wal adwai al-qalbiyyati, wa tuhaqqiqa lana minal amaali ma bika Zanannaahu, wa takfiyana kulla mudlihimmatin wa baliyyatin, wa laa taj’alna min man ahwahu hawahu, wa tudni lana min husni al-yaqini qutufan daaniyatan janiyyatan, wa tamhuu ‘anna kulla zanbin janaynahu,

wa tustarra li-kullin minna ‘aibahu wa ‘ajzuhu wa hashrahu wa ‘iyyahu, wa tusahhila lana min salihil-a’mal ma ‘azza zarahu,

Allahumma innaka ja’alta li-kulli sa’ilin maqaman wa ma’ziyatan, wa li-kulli rajim ma ammalahu fika wa rajaahu, wa qad sa’alnaka rajiina mawahibka al-ladunniyyah fahaqqiq lana ma minka rajawnahu, wa ta’ummu jam’ana hadha min khaza’in minakhi laka saniyatan birahmatin wa maghfiratin, wa tudiimun ‘anman siwaka ghinahaha,

Allahumma aamin al-rawa’ati wa ashlih ar-ru’ata wa ar-ra’iyyah, wa a’zhimi al-ajra liman ja’ala haza al-khayra fi hazhal yawmi wa ajaraahu, Allahummaj’al hazhihil baldata wa sairi bilad al-islami aaminan rakhiyyah, wasqiina ghaisan ya’ummu insiyabu saibihi sabsaba wa rubaha, waghfir li-nasiji hazhihi al-buruudil al-muhabbatirah al-maulidiyyah Ja’farin man ilaa Barzanji nisbatuhu wa muntamiahu,  wa haqqiq lahu al-fawza bi-qurbika wal-raj’a wa al-umniyata, wa aj’al ma’a al-muqarrabiina maqilahu wa suknaahu, wastur lahu ‘aibahu wa ‘ajzuhu wa hashrahu wa ‘iyyahu, wa katibiha wa qari’iha wa man ashakha ilaiha sam’ahu wa ashgahu,

Allahumma salli wa sallim wa barik ‘alaa awwali qaabilin li-l-tajalli min al-haqiqah al-kulliyyah, wa ala alihi shahbihi w aman nasarahu wawalahu,

Ma syunnifati al azanu min wasfihi ad durri bi aqratin jawhariyah, wa tahallat sudurul al muhafili al munifati bi uqudi hulahu. Wa afdahalu ash shalati wa atammu at taslimi ala sayyidina wa maulana khatami al anbiyai wa mursalin. Wa a’la alihi wa shahbihi ajmai’n. Subahanaka rabbika rabbi al i’zzati ‘amma yasifuna. Wa salamun ‘ala almursalin. Walhamdulilahi rabbil alamin. 

Artinya; Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, wahai Dzat yang kedua tangan-Nya terbuka dengan pemberian, wahai Dzat yang apabila diangkat telapak-telapak tangan hamba kepada-Nya, Dia mencukupinya, wahai Dzat yang mahasuci dalam dzat dan sifat-Nya, Yang Maha Esa dari adanya sesuatu yang menyamai dan menyerupaiNya, wahai Dzat yang tersendiri (satu-satunya) dengan kekekalan, keterdahuluan (dan tanpa permulaan), dan azali, wahai Dzat yang selain-Nya tidak diharapkan, dan selain-Nya tidak dimintai pertolongan, wahai Dzat yang manusia bersandar kepada kekuasaan-Nya yang terus menerus, dan Dia memberikan petunjuk dengan kemurahan-Nya kepada orang yang memohon petunjuk-Nya…

Kami mohon kepada-Mu, ya Allah, dengan cahaya-cahaya-Mu yang suci dari segala kekurangan, yang menghilangkan gelap gulitanya keraguan, dan kami bertawasul kepada-Mu dengan kemuliaan diri Nabi Muhammad, nabi yang terakhir dalam bentuknya dan yang paling awal dalam hakikatnya, juga dengan para keluarganya, bintang-bintang keamanan dan perahu keselamatan, serta para sahabatnya yang mempunyai petunjuk dan keutamaan, yang menyerahkan jiwa mereka kepada Allah karena mencari anugerah dari-Nya, juga para pembawa syariat beliau yang memiliki riwayat-riwayat dan kekhususan, yang merasa senang dengan nikmat dan karunia dari Allah agar Engkau memberi petunjuk kepada kami supaya dapat ikhlas dalam perkataan dan perbuatan, dan Engkau luluskan apa yang dicari dan dicita-citakan setiap orang yang hadir,

dan Engkau selamatkan kami dari tawanan nafsu dan penyakit-penyakit hati, dan Engkau wujudkan harapan-harapan yang kami prasangkakan terhadap-Mu, dan Engkau pelihara kami dari segala kegelapan hati dan cobaan.

Janganlah Engkau jadikan kami termasuk golongan orang yang ditunggangi hawa nafsu. Dan kami mohon agar Engkau dekatkan kepada kami, buah yang mudah diambilnya dan sudah matang karena keyakinan yang baik, dan agar Engkau hapuskan dari kami setiap dosa yang kami perbuat, dan agar Engkau tutup masing-masing dari kami akan cacatnya, kelalaiannya, dan kebingungannya, dan agar Engkau mudahkan bagi kami baiknya amal yang bagian-bagian puncaknya itu sulit, dan agar Engkau ratakan kepada kami perbendaharaan karunia-Mu yang mulia, dengan rahmat dan ampunan-Mu, dan agar Engkau kekalkan kekayaan kami dengan tidak membutuhkan selain Engkau.

Ya Allah, amankanlah kami dari hal-hal yang menakutkan, perbaikilah para pemimpin dan rakyat. Besarkanlah pahala bagi orang yang melakukan kebaikan pada hari ini.

Ya Allah, jadikanlah negeri ini dan seluruh negeri Islam aman dan makmur. Siramilah kami dengan hujan yang aliran hujan itu merata kepada tanah datar dan bukitnya. Ampunilah penggubah burdah yang baik dan berkenaan dengan kelahiran Nabi ini, Sayyidina Ja far, yang nasabnya sampai kepada Al-Barzanji.

Dan wujudkanlah baginya kebahagiaan, harapan, dan cita-cita dekat dengan-Mu. Dan jadikanlah tempat peristirahatan dan tempat tinggalnya bersama orang-orang yang didekatkan kepada-Mu. Tutuplah cacatnya, kelemahannya, keterbatasannya, dan kebingungannya. Dan ampunilah pula penulisnya, pembacanya, dan orang yang mendengarkannya.

Berilah rahmat dan kesejahteraan atas orang yang pertama menerima tajalli dari hakikat keseluruhan, yaitu Nabi Muhammad. Juga atas keluarganya, sahabatnya, serta orang yang menolong dan memuliakannya selama telinga dihiasi dengan anting-anting permata karena mendengarkan untaian kata tentang sifatsifat beliau. Dan hiasilah para tokoh majelis atas yang lainnya dengan sifat-sifatnya.

Rahmat dan kesejahteraan yang paling sempurna semoga senantiasa tercurah atas junjungan kami, Nabi Muhammad, penutup para nabi, serta keluarga dan sahabatnya semua. Mahasuci Tuhanmu, wahai Nabi, Yang memiliki kemuliaan dari sesuatu yang mereka (orang-orang kafir) sifatkan. Semoga kesejahteraan juga senantiasa terlimpah atas para rasul. Segala puji itu milik Allah, Tuhan sekalian alam.

Demikian penjelasan terkait doa maulid Barzanji. Semoga doa maulid Barzanji ini bermanfaat, dan senantiasa menambah cinta kita pada Rasulullah.

BINCANG SYARIAH