Bijak dalam Utang Piutang

Bagi yang menunda pembayaran atau tak melunasi utang padahal mampu, dalam Islam dianggap pelaku kriminal, ada sanksi atasnya

TIDAK salah memang opini bahwa utang pemutus silaturahim paling tajam. Karena tak jarang berawal dari utang timbul permusuhan yang berakhir di meja hijau atau melayangnya nyawa.

Mengapa terjadi demikian? Ada perihal yang terlupakan oleh pelaku utang piutang. Yaitu sabda Rasulullah ﷺ al ‘ilmu qobla qaul wa ‘amal (ilmu sebelum perkataan dan perbuatan). Ya minimnya ilmu terkait utang piutang menyebabkan pelaku salah langkah dalam menjalaninya. 

Istilah utang dalam bahasa Arab adalah al-dain (jama’nya al-duyun). Maknanya :

ما كان في الذمة ما ثبت من المال في الذمة بعقد أو استهالك أو استقراض

Artinya : Apa-apa yang telah tetap dari harta dalam tanggungan karena adanya  akad, perusakan atau peminjaman.

Utang karena akad maksudnya pembayaran uang atau penyerahan barang tak tunai dalam suatu akad (jual beli, ijarah, nikah).

Misalnya dalam akad jual beli, pembeli membayar tempo atau angsuran pada penjual. Dalam akad jual beli salam (pesan) dan istishna (pesan buat), penjual belum menyerahkan barang saat pembeli sudah membayar lunas.

Dalam akad ijarah seperti sewa menyewa, penyewa belum membayar uang sewaannya. Dalam akad nikah, suami belum membayar tunai mahar istrinya. 

Dalam perusakan barang ada utang karenanya harus diganti. Dalilnya saat Rasulullah ﷺ menginap di rumah Sayyida Aisyah, istri lain memberikan makanan berwadah piring. Sayyidah Aisyah cemburu dan membanting piringnya sehingga pecah. Lalu Rasulullah bersabda :

إِنَاءٌ بِإِنَاءٍ

Artinya:  “Piring dengan piring.” (HR.Bukhari)

Utang pinjaman (istiqradh) maksudnya sesuatu yang diberikan pada orang lain dengan dikembalikan semisal (jenis dan jumlahnya). Contohnya pinjam emas 5 gram, harus dikembalikan emas 5 gram. Tak boleh dikembalikan  dalam bentuk uang seharga emas 5 gram atau  dikembalikan dengan emas tapi massanya berbeda.

Adab Utang Piutang

Agar menuai pahala dan mempererat persaudaraan, dalam utang piutang perlu memperhatikan adab berikut :

Pertama, niat shahih dalam akad.

Bagi pengutang berutang dengan alasan syar’i. Seperti untuk pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papa, kesehatan, pendidikan) atau hal produktif (modal usaha).

Penggunaan uang/harta dari utang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Sehingga muslim harus menjauhkan diri dari berutang untuk gaya hidup, gengsi atau foya-foya. 

Bagi pemilik piutang, berniat menolong saudaranya dalam kesulitan (ta’awun). Dilihat dari standar dunia, piutang memang ‘mengurangi’ harta.

Tapi Allah berjanji menolong hamba yang menolong saudaranya. Sehingga tak ada yang diharapkan dari piutang selain pahala dan ridha Allah. Rasulullah ﷺ bersabda :

مَن نَفَّسَ عن مؤمنٍ كُرْبَةً من كُرَبِ الدُّنيا نَفَّسَ اللهُ عنه كُرْبَةً من كُرَبِ يومِ القِيَامَة، ومن يَسَّرَ على مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عليه في الدُّنيا والآخرةِ

“Siapa yang melapangkan seorang mukmin dari kesusahan dunia, niscaya Allah melapangkan baginya kesusahan pada hari kiamat. Siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang dilanda kesulitan, niscaya Allah memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat.” (HR.Muslim).

Kedua, memenuhi akad.

Bagi pengutang, berniat melunasi dan tak menunda pembayaran utang. Termasuk kezaliman bagi yang menunda pembayaran utang padahal mampu.

Bahkan dicap pencuri di sisi Allah bagi sengaja tak melunasi utang. Di akhirat utang tersebut menjadi penyesalan dan kerugian karena dibayar dengan amal kebaikannya. Rasulullah ﷺ bersabda :

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ

Barangsiapa yang mengambil harta-harta manusia (berutang) dengan niatan ingin melunasinya, Allah akan melunaskannya. Dan barangsiapa yang berutang dengan niat ingin merugikannya, Allah akan membinasakannya.” (HR Bukhari:).

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.”  (HR. Ibnu Majah).

Bagi pemilik piutang, dianjurkan memberi tenggang waktu untuk pengutang yang kesulitan membayar hingga lapang. Dianjurkan juga mensedekahkan utang tersebut.

Memang berat, tapi ada janji dan balasan baik dari Allah bagi yang menghilangkan beban saudaranya. Allah SWT berfirman :

وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah ayat 280).

مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ

“Barangsiapa memberi keringanan pada orang yang berutang padanya atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapatkan naungan Arsy di hari kiamat.” (HR.Muslim).

Ketiga, tertib akad

Sering terjadi seiring berlalunya waktu antara pengutang dan pemilik piutang lupa kuantitas utang. Untuk mengatasinya, Islam mengajarkan bagi pengutang mencatat utangnya walaupun kecil dan menghadirkan dua saksi laki-laki saat akad.

Dalilnya firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 282.

Bagi pemilik piutang berhak menagih pengutang sesuai dengan waktu kesepakatan pembayaran secara ma’ruf. Bersabar jika tanggapan pengutang tak baik.

Berhak mengingatkan pengutang yang lalai membayar sebagai bentuk nahi munkar tanpa intimidasi dan tekanan. Rasulullah ﷺ bersabda :

خُذْ حَقَّكَ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ

“Ambillah hakmu dengan cara yang baik pada orang yang mau menunaikannya ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah).

Keempat, paham konsekuensi akad.

Bagi yang menunda pembayaran atau tak melunasi utang padahal mampu, dalam Islam dianggap pelaku kriminal. Islam menerapkan sanksi tegas atas perbuatan tersebut. Di antaranya;

  • Yaitu hukuman ta’zir sesuai dengan keputusan qadhi (hakim) bukan dari pemberi piutang.
  • Seperti mengambil/menyita hartanya secara paksa dan menjualnya untuk bayar  utang;
  • Mengambil pendapatannya secara paksa sejumlah utang dengan menyisakan kebutuhan pokoknya;
  • Penjara; pukulan yang tak membahayakan dirinya dan tak berlebihan.

Sanksi tersebut bertujuan untuk menjamin kembalinya hak pemilik piutang dan hilangnya kedzaliman, tanpa menimbulkan mudharat bagi pengutang.

Bagi pemilik piutang tak mengambil manfaat dari utang baik berupa tambahan (ziyadah), hadiah, jasa atau lainnya. Rasulullah ﷺ bersabda:

إذا أقرض فلا يأخذ هدية

“Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia mengambil hadiah.” (HR Bukhari).

Para ulama telah bersepakat haramnya manfaat dari utang karena riba. Ibnu Hajar Asqalani dalam Al Mathalib Al ‘Aliyah menyatakan :

كُلُّ قَرْضِ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا

“Setiap pinjaman yang menarik manfaat maka ia adalah riba.”

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni menyatakan :

كُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيْهِ أَنْ يَزِيْدَهُ فَهُوَ حَرَامٌ بِغَيْرِ خِلاَفٍ

Setiap pinjaman (qardh) yang mensyaratkan adanya tambahan padanya, maka tambahan itu adalah haram tanpa ada perbedaan pendapat. Wallahu a’lam bish-shawabi.*/ Desti Ritdamaya

HIDAYATULLAH

3 Amalan Malam Nisfu Sya’ban

Dalam Islam, bulan Sya’ban punya keistimewaan karena dihormati dan menjadi bulan persiapan sebelum Ramadhan. Nabi Muhammad SAW bahkan rajin beribadah lebih banyak di bulan ini. Maka, kita dianjurkan untuk mengikuti jejak beliau dan para sahabat dengan memperbanyak amal ibadah di Sya’ban. Nah berikut amalan malam nisfu Sya’ban.

Puncaknya ada di malam pertengahan Sya’ban (Nisfu Sya’ban). Malam ini punya banyak keutamaan, melebihi malam-malam lainnya di bulan ini. Berbagai hadis menyebutkan betapa istimewanya malam Nisfu Sya’ban.

Amalan Malam Nisfu Sya’ban

Salah satu amalan malam nisfu Sya’ban adalah berdoa. Dalam sebuh hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Baihaqi, ini menjelaskan tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban. Di malam itu, Allah turun ke langit dunia dan memberikan ampunan, rezeki, dan pembebasan dari musibah kepada hamba-Nya yang memohon. Oleh karena itu, dianjurkan untuk bangun malam dan berpuasa pada hari Nisfu Sya’ban.

فقد روى ابن ماجه والبيهقي في الشعب عن علي رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلتها وصوموا يومها، فإن الله ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا، فيقول: ألا مستغفر فأغفر له؟ ألا مسترزق فارزقه؟ ألا مبتلى فأعافيه؟ ألا سائل فأعطيه؟ ألا كذا، ألا كذا؟ حتى يطلع الفجر

Artinya; Daripada Ibnu Majah dan Al-Baihaqi dalam kitab Asy-Syu’ab, meriwayatkan dari Ali bin Abi Talib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika telah tiba malam Nisfu Sya’ban, maka bangkitlah kalian pada malam itu dan berpuasalah pada siangnya. Karena sesungguhnya Allah turun pada malam itu saat matahari terbenam ke langit dunia, lalu Dia berfirman: ‘Adakah orang yang memohon ampunan, maka Aku akan mengampuninya? Adakah orang yang memohon rezeki, maka Aku akan memberinya rezeki? Adakah orang yang sedang diuji, maka Aku akan membebaskannya dari ujian? Adakah orang yang meminta, maka Aku akan memberinya? Adakah begini, adakah begitu?’ hingga fajar menyingsing.”

Kedua, melaksanakan shalat sunah malam di malam Nisfu Sya’ban. Anjuran ini didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Albaihaqi dari ‘Ala’ bin Haris. Dalam hadis tersebut, ‘Ala’ bin Haris mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sunah pada malam Nisfu Sya’ban. Oleh karena itu, melaksanakan shalat sunah pada malam Nisfu Sya’ban merupakan amalan yang dianjurkan berdasarkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عن عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَامَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم مِنَ الَّليْلِ يُصَلِّيْ فَأَطَالَ السُّجُوْدَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ حَتَّى حَرَّكْتُ إِبْهاَمَهُ فَتَحَرَّكَ، فَرَجَعْتُ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السُّجُوْدِ، وَفَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ، قَالَ: ” يَا عاَئِشَةَ أَوْ يَا حُمَيْرَاءَ ظَنَنْتَ أَنَّ النَّبِيَّ خَاسَ بِكَ؟ “، قُلْتُ: لَا وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلَكِنِّيْ ظَنَنْتُ أَنَّكَ قُبِضْتَ لِطُوْلِ سُجُوْدِكَ، فَقَالَ: ” أَتَدْرِيْنَ أَيُّ لَيْلَةٍ هَذِهِ؟ “، قُلْتُ: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ” هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطَّلِعُ عَلَى عِبَادِهِ فِيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِيْنَ، وَيَرْحَمُ اْلمُسْتَرْحِمِيْنَ، وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ اْلحِقْدِ كَمَا هُمْ “.

Artinya: Dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah berdiri di tengah malam untuk shalat, dan dia memperpanjang sujudnya sehingga saya mengira dia telah wafat. Ketika saya melihat itu, saya berdiri hingga saya meraih ibu jarinya untuk melihat apakah dia masih bernafas, dan ibu jarinya bergerak, maka saya kembali. Ketika dia mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai shalatnya, dia berkata: “Wahai Aisyah, atau Humairah, apakah kamu berpikir bahwa Nabi telah khianat kepadamu?”

Aku berkata: “Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, tetapi aku mengira bahwa engkau telah wafat karena lamanya sujudmu.” Dia berkata: “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Dia berkata: “Ini adalah malam pertengahan Sya’ban. Sesungguhnya Allah SWT menengok hamba-hamba-Nya pada malam pertengahan Sya’ban, maka Dia mengampuni orang yang meminta ampunan, merahmati orang yang memohon rahmat, dan menunda hukuman bagi orang yang bermusuhan, sebagaimana mereka.”

Ketiga, membaca surah Yasin sebanyak tiga kali. Menurut kitab Mujribat karya Ad-Dairaby, salah satu praktik yang dianjurkan pada malam Nisfu Sya’ban adalah membaca surat Yasin sebanyak tiga kali dengan niat yang berbeda:

Pertama, membaca Surat Yasin dengan niat memohon umur yang diberkati, serta kepatuhan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Kedua, membaca Surat Yasin dengan niat memohon perlindungan dari segala macam bencana, godaan, dan bahaya fisik maupun spiritual. Ketiga, membaca Surat Yasin dengan niat memohon hati yang kaya secara spiritual, yang hanya bergantung pada Allah dan tetap teguh dalam iman Islam hingga akhir hayat.

Menurut Syaikh Muhammad bin Darwisy dalam Asná al-Mathálib, pembacaan Surat Yasin pada malam Nisfu Sya’ban setelah Maghrib merupakan hasil ijtihad beberapa ulama, seperti yang dikatakan oleh Syeikh Al-Buni, dan hal ini tidak dianggap sebagai hal yang buruk.

وقال العلامة الديربي في “مجرباته” (ومن خواص “سورة يس” –كما قال بعضهم- أن تقرأها ليلة النصف من شعبان “ثلاث مرات”: الأولى بنية طول العمر، والثانية بنية دفع البلاء، والثالث بنية الإستغناء عن الناس.

Artinya: Dan Imam Ad-Dairobi berkata dalam kitabnya “Al-Mujarrabaat” (dan di antara khasiat Surat Yasin – seperti yang dikatakan beberapa orang – adalah membacanya pada malam Nisfu Sya’ban “tiga kali”: pertama dengan niat panjang umur, kedua dengan niat menghilangkan bala, dan ketiga dengan niat tidak bergantung kepada manusia.

Demikian amalan malam nisfu Sya’ban. Semoga kita semua bisa beribadah pada malam tersebut dan mendapatkan pahala dari Allah. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Jangan Korbankan Persaudaraan Demi Kontestasi Politik Lima Tahunan

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kontestasi politik menjadi bagian tak terpisahkan. Begitu pula dengan proses pemilihan umum (Pemilu) yang menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi suatu negara. Namun, dalam prosesnya, kita tidak boleh melupakan nilai-nilai persaudaraan yang sangat ditekankan dalam Islam.

Kontestasi politik dalam Pemilu seharusnya tidak menjadi alasan untuk merenggangkan persaudaraan dan menimbulkan permusuhan di antara sesama warga negara. Sebaliknya, momen Pemilu seharusnya dijadikan sebagai panggung untuk memperkuat persatuan dan mempererat tali persaudaraan di antara beragam lapisan masyarakat.

Pemungutan suara telah usai, tetapi proses perhitungan terus berlangsung. Kita wajib hormati proses yang ada dengan tidak menimbulkan euphoria kemenangan sebelum waktunya. Begitu pula kita tidak boleh menebar permusuhan seolah kondisi negeri ini sangat darurat dan genting tentang krisis demokrasi.

Persaudaraan adalah segalanya sementara Politik Pemilu adalah musiman. Allah SWT dalam Al-Quran berfirman: “Dan hendaklah kamu sekalian bersama-sama berpegang teguh kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS Ali Imran: 103)

Ayat ini menegaskan bahwa persaudaraan adalah karunia besar dari Allah SWT kepada umat manusia. Mereka yang sebelumnya hidup dalam permusuhan dan permusuhan, Allah menyatukan hati mereka dalam tali persaudaraan yang kuat.

Islam mengajarkan umatnya untuk menjauhi sikap bermusuhan dan membina hubungan yang penuh kasih sayang serta saling menghormati. Rasulullah Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin bagi mukmin yang lain itu ibarat sebuah bangunan, yang setiap bagiannya saling menguatkan satu sama lain.”

Hadis ini menekankan betapa pentingnya persaudaraan dalam Islam. Setiap individu dalam masyarakat, terlepas dari latar belakang dan pilihannya dalam kontestasi politik, seharusnya berperan sebagai bagian dari bangunan yang kokoh, saling menguatkan satu sama lain.

Pemilu seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat persatuan dan persaudaraan di antara berbagai elemen masyarakat. Alih-alih memperkuat perpecahan, mari kita jadikan Pemilu sebagai wahana untuk menunjukkan kedewasaan politik kita dan semangat kebersamaan kita sebagai bangsa.

Jika kita melihat perbedaan sebagai pelengkap, bukan sebagai pemisah, kita dapat membangun kehidupan berbangsa yang lebih kokoh dan harmonis. Marilah kita memupuk sikap saling menghormati, saling mendukung, dan saling mencintai sebagai warga negara yang beradab.

Mengingat nilai-nilai Islam yang mengedepankan persaudaraan dan toleransi, marilah kita bersama-sama menjaga kebersamaan, menghormati perbedaan, dan merajut persatuan dalam keragaman. Dengan demikian, Pemilu bukanlah momen untuk memecah belah, tetapi untuk mempersatukan kita sebagai satu bangsa yang besar.

Dalam menjalani kontestasi politik, mari kita bawa semangat keislaman yang memperkuat persaudaraan dan menghindarkan sikap bermusuhan. Dengan begitu, kita dapat meraih kemenangan sejati sebagai bangsa yang bersatu dan berdaulat.

Kemenangan bagi siapapun adalah kemenangan bagi rakyat Indonesia. Proses demokrasi telah dan terus berlangsung menandai sistem ini masih dipercaya dalam mengatur sistem bernegara dan bermasyarakat. Jangan hancurkan kepercayaan publik karena ketidakpuasaan dan kekecewaan politik. Dalam kontestasi ada yang kalah dan menang. Tetapi yang terpenting persaudaraan kebangsaan adalah tujuannya.

ISLAMKAFFAH

Dzikir yang Paling Disukai Allah, Baca 100 Kali Sehari

Dzikir adalah tindakan mengingat dan menyebut nama-nama Allah.

Dzikir adalah tindakan mengingat dan menyebut nama-nama Allah atau doa-doa tertentu sebagai bentuk ibadah dalam agama Islam. Dari Alquran dan hadits, sangat banyak doa atau dzikir yang bisa diambil dan diamalkan.

Tidak sedikit juga para ulama yang mengajarkan dzikir dan doa khusus kepada santri-santrinya, baik yang pendek maupun panjang. Semuanya jenis dzikir itu mengandung kebaikan dan mempunyai pengaruh yang luar biasa.

Berbagai dzikir dan doa yang disyariatkan dalam Alquran dan hadits diajarkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Amalan yang dilakukan dengan ikhlas dan khusyuk diyakini lebih diterima oleh Allah.

Namun, ada sebuah dzikir yang paling disukai Allah. Dalam buku Hikayat Keajaiban Istighfar dan Shalawat Nabi, Fuad Abdurahman menjelaskan ada dzikir yang paling disukai oleh Allah SWT sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya ucapan paling disukai Allah SWT adalah subahanallah wa bihamdih (Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya).” (HR Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda,

كَلِمَتانِ خَفِيفَتانِ علَى اللِّسانِ، ثَقِيلَتانِ في المِيزانِ، حَبِيبَتانِ إلى الرَّحْمَنِ، سُبْحانَ اللَّهِ وبِحَمْدِهِ، سُبْحانَ اللَّهِ العَظِيمِ

“Dua kalimat ringan di lisan, berat di timbangan, dan disukai Ar-Rahman (Allah SWT), yakni Subhanallahil Adzim (Mahasuci Allah Yang Mahaagung) dan subhanallah wa Bihamdih (Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya).  (HR Bukhari).

Hadis di atas diperkuat oleh ucapan Abu Dzar, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah mengajukan pertanyaan kepadaku, ‘Hai Abu Dzar, maukah engkau kuberitahukan tentang ucapan yang disenangi Allah?’ Aku menjawab, ‘Ya, aku mau, ya Rasulullah. Beritahukanlah padaku tentang ucapan yang paling disenangi Allah’. Beliau SAW lalu bersabda, ‘Sesungguhnya ucapan yang paling disukai Allah adalah Subhanallah wa bihamdih’.” (HR Muslim).

Meskipun pendek, ucapan Subhanallah wa Bihamdi ini memiliki banyak keutamaan. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa membaca Subhanallah wa Bihamdih sehari 100 kali, maka kesalahan-kesalahannya akan diampuni kendati sebanyak buih dilautan.” (HR Bukhari).

Ibnu Umar ra juga meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya:

“Ucapkanlah subhanallah wa bihamdihi sebanyak 100 kali. Barangsiapa mengucapkannya satu kali maka tertulis baginya 10 kebaikan, barangsiapa mengucapkannya 10 kali maka tertulis baginya 100 kebaikan, barangsiapa mengucapkannya 100 kali, maka tertulis baginya seribu kebaikan, barangsiapa menambahnya maka Allah pun akan menambahnya, dan barangsiapa memohon ampun, niscaya Allah akan mengampuninya.”

IQRA

Siapa Pun Terpilih Jadi Presiden, Takutlah Kepada Tuhan dan Sayangi Rakyat

Pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah usai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) kini tengah melakukan penghitungan suara. Masyarakat pun diminta menunggu dengan sabar dan tetap menjaga persatuan dan kesatuan serta mewaspadai segala provokasi.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf berpesan kepada siapa pun yang terpilih sebagai presiden pada Pemilu 2024 agar takut kepada Tuhan dan menyayangi rakyatnya.

“Sekali lagi seperti dulu pernah saya sampaikan juga, takutlah kepada Tuhan dan sayangilah rakyat ini,” ujar Gus Yahya dikutip dari Republika.co.id, Jumat (16/2/2024).

Dia pun berharap kepada presiden yang terpilih agar mewujudkan semua gagasan dan visinya yang telah ditawarkan kepada rakyat pada saat melakukan kampanye.

“Lanjutkan berjuang untuk kemenangan Indonesia. Karena semua yang menjadi ide, menjadi visi, sudah dicurahkan semua kepada publik janji-janji sudah disampaikan. Kita minta supaya ini semua diwujudkan,” ucap Gus Yahya.

Jika pun ada pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden yang tidak terima dengan hasil pemilu, Gus Yahya mengimbau agar menaati semua aturan yang sudah ada.

“Hukum aturan sudah ada semua, kalau melihat misalnya penyelewengan sudah ada aturannya, ajukan saja. Semua nanti akan diproses dengan baik,” kata Gus Yahya.

Dia menambahkan, siapapun yang menang dalam pemilu kali ini hendaknya juga bisa merangkul yang kalah. Menurut dia, hal itu telah dicontohkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah Pilpres 2019.

“Kita sudah dapat contoh dari Pak Jokowi kemarin, yang penting semua berjalan dengan baik dan kita bisa teruskan bekerja untuk masa depan yang lebih baik bagi Indonesia ini,” kata Gus Yahya.

ISLAMKAFFAH

Kesombongan yang Membawa Kekalahan dan Kehinaan Diri

“Kesombongan adalah selendang-Ku. Kebesaran adalah pakaian-Ku. Barang siapa yang merebut salah satunya dari-Ku, maka Aku akan meremukkannya, dan Aku tidak peduli” (HR Muslim)

Hadist tersebut di atas adalah Sabda Allah yang diriwayatkan dalam hadist qudsi. Kesombongan adalah hak Allah dan tidak ada satupun manusia boleh menyerupainya. Membanggakan diri atas kekayaan, kekuasaan, dan kehormatan hanya akan membawa kekalahan dan kehinaan diri. Allah akan meremukkan dan mengalahkannya.

Tidak boleh seorang manusia bersikap sombong karena memiliki kelebihan dan keutamaan dari yang lainnya. Belajarlah dari sifat dan sikap Iblis yang terusir dari Surga karena sifat sombong. Iblis tidak syirik, tetapi ia menampakkan kesombongan diri depan Tuhan ketika diperintahkan untuk menghormati manusia pertama, Adam.

Belajarlah pula terhadap Fir’aun penguasa tiada tara pada zamannya. Ia ditaklukkan oleh seorang Nabi dari rakyat biasa yang pernah diasuh dalam keluarga kerajaan. Selamilah kisah Qarun yang merasa angkuh dan sombong karena kekayaannya. Ia lupa bersyukur dan sadar nikmat sebagai amanat dari Tuhan. Ia diremukkan dan ditenggelamkan bersama hartanya di dasar bumi.

Kesombongan hanya akan membawa kekalahan. Murka Allah terhadap orang yang sombong atas apa yang sedang dimilikinya. Sombong sangat berbahaya dan masuk kategori dosa besar. Di dalam sombong sebenarnya ada syirik yang seolah menandingi kesombongan Tuhan. Di dalam sombong ada kufur, karena ia menafikan segala sesuatu sebagai pemberian Tuhan. Di dalam sombong ada sikap tidak terpuji lainnya seperti merendahkan orang lain.

Kesombongan adalah sebuah bahaya yang akan membawa kebinasaan. Barangsiapa diberikan kekuasaan yang berlebih belajarnya dari kisah Fir’aun yang akhirnya membawa kekalahan dan kebinasaan. Jika kita diberikan kenikmatan berlimpah belajar dari kisah Qarun yang binasa bersama hartanya. Jika kita merasa diberikan kemuliaan belajarlah dari kisah Iblis yang selamanya menjadi makhluk terkutuk.

Menghindari sikap sombong adalah dengan cara menyadari segala hal yang dimiliki hanya titipan. Kemuliaan, kekuasaan dan harta adalah amanat yang dalam sekian detik bisa hilang dan lepas dalam genggaman kita. Apa yang dibanggakan dari apa yang kita miliki jika semua sejatinya adalah tidak kekal.

Sombong adalah penyakit yang bisa menjangkiti siapapun. Ia menjadi ujian berat ketika manusia diberikan kelebihan dan kemuliaan. Ketika diri kita berada di atas, segera menyadari bahwa semuanya adalah titipan dan tidak kekal. Segeralah mengambil sikap rendah hati dan selalu bersyukur. Itulah pilihan terbaik.

ISLAMKAFFAH

Biografi Jalaluddin As-Suyuthi: Sang Penulis Produktif dengan Lebih 500 Karya

Berdasarkan biografi Imam Jalaluddin as-Suyuthi memiliki nama lengkap ‘Abd al Rahman bin Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiq al din Abu Bakar bin Utsman ibnu Muhammad bin Khidhir bin Ayyub bin Muhammad bin al Syeikh Hamam al Din al Khudhairi al Suyuthi al Syafi’i, lahir di Kairo, sesudah maghrib, malam Ahad, awal Rajab 849 H. Sebuah riwayat menyebut beliau menjadi yatim pada usia lima tahun lebih tujuh bulan. Ketika itu dia sudah hafal al Qur-an sampai surah al Tahrim.

Biografi Jalaluddin As-Suyuthi Ulama Multidisipliner

Al Suyuthi selanjutnya diasuh dengan penuh perhatian dari al-Kamal bin Hummam sampai hafal al-Qur’an dengan sempurna. Di samping itu, ia juga menghafal beberapa kitab antara lain, ‘Umdah al Ahkam, Al-Minhaj karya an-Nawawi, Alfiyah Ibnu Malik dan Minhaj al-Baidhawi. Dia juga berguru pada Syamsu-d-Din Muhammad bin Musa al-Hanafi, pemimpin perguruan Al-Syaikhuniyah, Fakhr ad-Din Utsman al-Muqsi, Ibn Yusuf, Ibn al-Qalani dan ulama besar lainnya.

As-Suyuthi akhirnya terkenal sebagai ulama yang terkemuka dalam banyak bidang ilmu pengetahuan. Dia dikenal sebagai mufassir (ahli tafsir), muhaddits (ahli hadits), faqih (ahli fiqh), nawhi (ahli nahwu/gramatika bahasa) dan balaghi (ahli ilmu balaghah/sastra) secara bersamaan.

Pada usia empat puluh as-Suyuthi meninggalkan aktifitasnya sebagai guru dan mufti untuk mengasingkan diri dari masyarakatnya dan menyendiri di rumahnya yang terletak di tepi masjid Qaytbey atau dekat istana Amir Muhammad Ali sekarang. Dalam “persembunyian” nya itu dia menulis buku-bukunya.

Sederhana dan Asketis, Namun Sibuk dengan Ilmu

Beliau merupakan seorang ulama yang terkenal akan kesederhanaannya. Riwayat menyebutkan bahwa sebenarnya ada banyak sekali orang-orang kaya dan pembesar negara yang menngunjunginya untuk menawarkan bantuan keuangan atau hadiah. Tetapi al Suyuthi menolaknya.

Dia seringkali menolak menghadiri undangan sultan. Dia memang sangat berhati-hati dan cenderung asketis (zuhd). Hari-harinya baik siang maupun malam dihabiskan untuk membaca dan mengarang. Diberitakan bahwa jumlah karyanya mencapai lebih dari lima ratus. Ketekunan dan kesabarannya memang luar biasa.

Muridnya, Ad-Dawudi pernah mengatakan, “aku sering melihat sendiri tuan syaikh As-Suyuthi setiap hari menulis tidak kurang dari tiga kora baik berupa karangan maupun koreksi buku. Di hari yang sama juga ia sibuk mendikte (imlaa’) hadis Nabi dan menjawab berbagai persoalan yang diajukan kepadanya.

Dia adalah orang paling pandai pada masanya. Dia memahami hadits dan ilmu hadits; rijal al-hadits (para perawi), matan, sanad (transmisi) dan mampu menarik kesimpulan hukumnya. As-Suyuthi sendiri mengaku hafal dua ratus ribu hadits. Ia pernah berkata, “andaikata saya menemukan lebih banyak dari itu, niscaya aku hafal, tetapi saya kira tidak ada lagi.””

Riwayat lain menceritakan bahwa ia bahkan rela melakukan perjalanan jauh sekedar untuk mencari ilmu dan riwayat hadis. Ia pernah berpergian hingga ke wilayah Maghrib (wilayah di sisi barat bagian utara benua Afrika), Yaman, India, Syam Mahallah (Mesir bagian Barat), Dimyath (sebuah kota di tepi sungai Nil, Mesir), Fayyum (kota di sisi selatan Mesir) serta negeri-negeri Islam lainnya.

Selain itu beliau juga dikenal karena kemampuannya untuk memaksimalkan pemanfaatan perpustakaan Madrasah Mahmudiyah. Al-Maqrizi meriwayatkan bahwa di dalam perpustakaan ini terdapat segala jenis kitab-kitab Islam, dan madrasah ini merupakan sebaik-baik madrasah yang ada, yang dinisbatkan kepada Mahmud bin al-Astadaar, yang berdirinya pada tahun 897 H.

Karya-Karya Jalaluddin Asy-Suyuthi

Sebagaimana sudah disebutkan diatas bahwa Imam Jalaluddin As-Suyuthi menulis setidaknya 500 buah kitab lebih. Berikut ini akan kami sebutkan beberapa kitab beliau yang sudah dicetak dan masyhur dijadikan sebagai pegangan studi keislaman hingga saat ini:

  1. Al-Itqan fi ‘Ulum al Qur-an (ilmu-ilmu mempelajari Al-Quran)
  2. Itmam al Dirayah li Qurra al Nuqayah (pembahasan topik-topik dalam ilmu keislaman)
  3. Al Asybah wa Al Nazhair (nahwu),
  4. Al Asybah wa al Nazhair (kaedah fiqh),
  5. Alfiyah (ilmu hadits),
  6. Al Iqtirah fi Ilm Ushul al Nahwi,
  7. Bughyah al Wi’a fi Thabaqat al Nuhat (biografi para tokoh ahli nahwu ),
  8. Tarikh al Khulafa (sejarah para Khalifah),
  9. Tabyidh al Shahifah fi Manaqib Abi Hanifah ( biografi Abu Hanifah ),
  10. Tadrib al Rawi fi Syarh Taqrib al Nawawi (ilmu hadits),
  11. Tazyin al Mamalik bi Manaqib al Imam Malik ( biografi Imam Malik bin Anas )
  12. Ta’qibat ‘ala Maudhu’at Ibnu al Jauzi,
  13. Tafsir al Jalalin,
  14. Al Jami’ al Shaghir fi Hadits al Basyir al Nadzir ( kumpulan hadits Nabi ),
  15. Husn al Muhadharah fi Akhbar Misr wa al Qahirah ( sejarah Mesir dan Kairo ),
  16. Al Khasha-ish al Kubra,
  17. Al Badr al-Mantsur fi al Tafsir bi al-Ma’tsur,
  18. Ham’ al Hawami’ syarh Jam’ al Jawami’ (nahwu),
  19. Al Muz-hir (balaghah/gaya bahasa Arab)
  20. Syarh Syawahid Mughni al Labibi (nahwu),
  21. Al Syamarikh fi ‘Ilm al Tarikh (ilmu sejarah),
  22. Thabaqat al Mufassirin (biografi para ahli tafsir),
  23. Mutasyabih al Qur-an,
  24. Manahil al Shafa fi Takhrij al Ahadits al Syifa,
  25. Muqhamat al Aqran fi Mubhamat al Qur-an (menjelaskan nama-nama yang tidak dikenal dalam AL-Quran)
  26. Jazil al Mawahib fi Ikhtilaf al Mazahib (ushul fiqh).

Imam As-Suyuthi wafat pada usia 61 tahun pada malam Jum’at 19 Jumadil Ula 911 H di rumahnya, Raudhah al-Miqyas. Ini terjadi tujuh hari setelah ia sakit akibat pembengkakan pada lengan kirinya. Jenazahnya dikebumikan di Hausy Qaushun di luar Bab al-Qarafah, Mesir.

Demikian penjelasan tentang biografi Jalaluddin As-Suyuthi, ulama sang penulis Produktif dengan lebih 500 karya. Semoga kita semua bisa meniru dan meneladani kiprah Imam Suyuthi.

BINCANG SYARIAH

Doa Malam Nisfu Sya’ban

Di penghujung bulan Sya’ban, tepatnya pada pertengahannya, umat muslim dianugerahi malam istimewa yang bernama Nisfu Sya’ban. Malam ini diyakini sebagai malam yang penuh berkah, limpahan rahmat, dan ampunan dari Allah SWT. Pintu-pintu langit terbuka lebar, doa-doa dipanjatkan dengan penuh harap, dan takdir untuk setahun ke depan dituliskan. Nah berikut doa malam nisfu Sya’ban.

Salah satunya keistimewaan malam nisfu Sya’ban adalah malam yang penuh ampunan dan pengampunan. Dalam hadis Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa pada malam Nisfu Sya’ban, Allah SWT mengampuni dosa seluruh hamba-Nya kecuali orang musyrik dan bermusuhan. Ini menjadi kesempatan emas untuk memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah diperbuat.

Selanjutnya, malam ini peningkatan Rezeki dan Keselamatan: Kepercayaan masyarakat meyakini bahwa Allah SWT menentukan rezeki, umur, dan takdir lainnya selama setahun di malam ini. Maka, umat muslim berdoa memohon keberkahan, keselamatan, dan rezeki yang melimpah di tahun yang akan datang.

Pada sisi lain, dalam hadis Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa pada malam ini, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya dan mengabulkan doa-doa hamba-Nya. Ini menjadi motivasi untuk memperbanyak doa dan ikhlas dalam beribadah.

Nah berikut doa malam nisfu Sya’ban;

اللّٰهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا ذَا الطَوْلِ وَالإِنْعَامِ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ ظَهْرَ اللَّاجِيْنَ وَجَارَ المُسْتَجِيْرِيْنَ وَمَأْمَنَ الخَائِفِيْنَ. اللّٰهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنَا عِنْدَكَ فِيْ أُمِّ الكِتَابِ أَشْقِيَاءَ أَوْ مَحْرُوْمِيْنَ أَوْ مُقَتَّرِيْنَ عَلَيْنَا فِي الرِزْقِ، فَامْحُ اللّٰهُمَّ فِي أُمِّ الكِتَابِ شَقَاوَتَنَا وَحِرْمَانَنَا وَاقْتِتَارَ رِزْقِنَا، وَاكْتُبْنَا عِنْدَكَ سُعَدَاءَ مَرْزُوْقِيْنَ مُوَفَّقِيْنَ لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِيْ كِتَابِكَ المُنْزَلِ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ المُرْسَلِ: “يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ” وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَــالَمِيْنَ

Allāhumma yā dzal manni wa lā yumannu ‘alaika yā dzal jalāli wal ikrām, yā dzat thauli wal in‘ām, lā ilāha illā anta zhahral lājīna wa jāral mustajīrīna, wa ma’manal khā’ifīn. Allāhumma in kunta katabtanā ‘indaka fī ummil kitābi asyqiyā’a au mahrūmīna au muqattarīna ‘alaynā fir rizqi, famhullāhumma fī ummil kitābi syaqāwatanā, wa hirmānanā waqtitāra rizqinā, waktubnā ‘indaka su‘adā’a marzūqīna muwaffaqīna lil khairāt.

Fa innaka qulta wa qaulukal haqq fī kitābikal munzali ‘ala lisāni nabiyyikal mursali “Yahmhullāhu mā yasyā’u wa yutsbitu wa ‘indahū ummul kitāb.” Wa shallallāhu ‘alā sayyidinā Muhammadin wa ‘alā ālihī wa shahbihī wa sallama, walhamdulillāḥi rabbil ‘ālamīn.

Artinya: “Ya Allah, Dzat yang Maha Pemberi, yang tidak ada yang dapat memberi nikmat kepada-Mu. Ya Dzat yang Maha Agung dan Maha Mulia, yang Maha Panjang dan Maha Pemberi. Tiada Tuhan melainkan Engkau. Tempat berlindung bagi orang-orang yang berlindung, pelindung bagi orang-orang yang meminta perlindungan, dan tempat aman bagi orang-orang yang takut.

Ya Allah, jika Engkau telah menulis kami di sisi-Mu dalam Ummul Kitab sebagai orang-orang yang celaka, orang-orang yang terhalang, atau orang-orang yang serba kekurangan dalam rezeki, maka hapuslah ya Allah, di dalam Ummul Kitab kecelakaann kami, kehalangan kami, dan kekurangan rezeki kami. Dan tulislah kami di sisi-Mu sebagai orang-orang yang bahagia, diberi rezeki, dan dimudahkan untuk berbuat kebaikan.

Karena sesungguhnya Engkau telah berfirman, dan firman-Mu adalah benar, dalam kitab-Mu yang diturunkan melalui lisan Nabi-Mu yang diutus: “Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah Ummul Kitab.” Semoga Allah bershalawat atas Nabi Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam,”.

BINCANG SYARIAH

Seuntai Wasiat untuk Penuntut Ilmu (Bag. 2)

Kehidupan hakiki ada di sana, jangan tertipu oleh dunia

Demi Allah, Rabb kita sangat mulia. “Siapa yang mendatangi-Nya berjalan, maka Dia akan mendatanginya dengan berlari kecil.” Demikianlah, Nabi ﷺ, yang jujur dan ucapannya dipercaya, bersabda. Rabb kita Mahamulia. Rabb kita Maha Menerima syukur hamba-Nya. Siapa yang jujur kepada Allah ‘Azza Wajalla, Allah akan buat ia melek dan tahu hal-hal yang banyak orang tidak ketahui. Dengan itu, ia menapaki kehidupan ini dengan petunjuk, cahaya, dan hidayah sampai hembusan nafas terakhir yang Allah takdirkan baginya keluar. Kemudian setelah itu, ia berpindah menuju kehidupan sejati.

وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلْـَٔاخِرَةَ لَهِىَ ٱلْحَيَوَانُ

Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya.” (QS. Al-‘Ankabut: 64) Yaitu, kehidupan sejati.

Adapun hidup yang kita jalani sekarang, hanya perantara, bukan tempat menetap bagi kita. Hidup ini hanya perantara tempat kita menghabiskan waktu yang dikehendaki Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Lalu, pasti kita tinggalkan, bisa malam ini, besok, atau lusa, wallahu a’lam. Tetapi, pertemuan dengan Allah adalah dekat. Demi Rabb langit, pertemuan dengan Allah pasti akan datang waktunya.

Bersihkan hati sebelum bertemu Allah

Oleh karena itu, saudaraku sekalian, orang yang bahagia adalah orang yang melek terhadap realita ini, lalu melakukan amal saleh dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh. Tidak tertipu dengan berbagai distraksi dan kesibukan yang membuatnya lalai dari taat kepada Allah. Ia tapaki kehidupan ini dengan hati yang bersih. Dengan sebab itu, ia termasuk orang-orang yang selamat di sisi Allah ‘Azza Wajalla. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌۭ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلْبٍۢ سَلِيمٍۢ

(Yaitu,) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara:  88-89)

Demikianlah, orang yang selamat di sisi Allah ‘Azza Wajalla, ia menapaki kehidupan ini dengan hati yang bersih. Apa makna hati yang bersih? Ia adalah hati yang berserah diri dan pasrah kepada Allah, serta bersih dari segala hal yang menghalangi hubungannya dengan Allah. Inilah hati yang bersih, saudaraku sekalian.

Lain halnya dengan hati yang mati atau hati yang sakit. Ia adalah hati yang sangat jauh dari kata selamat. Oleh karena itu, tidak ada keselamatan baginya sampai hatinya Allah Ta’ala penuhi dengan kasih sayang-Nya. Lalu, Allah jadikan ia dapat melihat realita atau Allah anugerahkan ia dapat bertobat kepada-Nya.

Adapun orang yang berpaling, enggan menaati Allah ‘Azza Wajalla sama sekali dan tidak beribadah kepada Allah di dalam kehidupan ini. Maka, akibatnya adalah ia berpisah dari dunia ini dalam keadaan tidak diberi petunjuk dan sepenuhnya tersesat. Demi Allah, yang seperti ini tidak ada harapan kasih sayang Allah kepadanya.

Namun, bagi orang yang tidak sempurna dalam menaati Allah, akan tetapi ia masih menjalankan pokok-pokok ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, merealisasikan rukun iman, maka ia berada di antara ampunan dan keadilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Ngerinya godaan dunia saat ini

Intinya, saudaraku sekalian, bahwasanya zaman ini adalah zaman yang banyak sekali muncul berbagai cobaan dan godaan. Dan bisa kita saksikan kebenaran sabda Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan Imam Muslim rahimahullah dalam Sahihnya,

بَادِرُوا بالأعمال فِتَنًا كَقِطَعِ الليل المُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرجلُ مؤمنا ويُمْسِي كافرا، ويُمْسِي مؤمنا ويُصْبِحُ كافرا

Bersegeralah untuk beramal (saleh) sebelum datang berbagai godaan dan ujian seperti potongan-potongan malam yang gelap. Di mana pada pagi hari seseorang beriman, namun di sore hari ia menjadi kafir. Dan pada sore hari ia beriman, namun di pagi hari ia kafir.” (HR. Muslim no.118)

Saudaraku sekalian, berapa jam antara pagi dan sore? Dua belas? Tujuh jam? Delapan jam? Sepuluh jam? Cukup untuk seseorang murtad berbalik ke arah belakang, wal’iyadzu billah. Beberapa jam cukup untuk membuat seseorang murtad dari agama Islam. Semoga Allah memberikan kita perlindungan dari perubahan dari keimanan menjadi kekufuran. Benar-benar suatu musibah yang amat besar.

Hal demikian hanya dipahami oleh orang yang ahli dalam mengetahui kondisi manusia. Sekumpulan halaman dan baris tulisan yang dibaca di media sosial atau beberapa video bisa jadi cukup untuk mengubah seseorang menjadi murtad. Semoga Allah memberikan kita keselamatan dan kesehatan secara lahir dan batin.

Ini benar-benar terjadi, saudaraku sekalian, seseorang semestinya takut terhadap hal semacam ini. Sebab keburukan apabila sudah merajalela, semakin patut untuk ditakuti.

Hal yang mendukung kebenaran ini adalah ucapan Khalilullah Ibrahim yang mana beliau adalah

كَانَ أُمَّةًۭ قَانِتًۭا لِّلَّهِ

Seorang imam (yang dapat dijadikan teladan) lagi patuh kepada Allah…” (QS. An-Nahl: 120)

Serta, kita diperintahkan untuk mengikuti ajaran beliau

قُلْ صَدَقَ ٱللَّهُ ۗ فَٱتَّبِعُوا۟ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا

Katakanlah, ‘Benarlah (segala yang difirmankan) Allah.’ Maka, ikutilah agama Ibrahim yang lurus…” (QS. Ali ‘Imran: 95)

ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ‘Ikutilah agama Ibrahim yang lurus…’” (QS. An-Nahl: 123)

Nabi ﷺ tidak pernah sama sekali memerintahkan untuk mengikuti ajaran salah seorang rasul, kecuali Ibrahim ‘alahis salam, imamnya ahli tauhid dan bapaknya para nabi ‘alahimush shalatu wassalam, manusia terbaik setelah Nabi Muhammad ﷺ. Meski demikian, bagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan kondisi beliau? Allah menjelaskan bahwasanya beliau berdoa kepada Allah ‘Azza Wajalla dengan sebuah doa yang luar biasa. Beliau berdoa,

 وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ

“… dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.” (QS. Ibrahim: 35)

Inna lillahi wainna ilahi raji’un. Beliau khawatir terhadap diri sendiri dan anak-anaknya, sehingga berdoa kepada Allah ‘Azza Wajalla dengan doa yang tulus ini agar ia dan anak-anaknya dijauhkan dari beribadah kepada berhala. Apa sebabnya? Lihat alasannya.

رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلنَّاسِ ۖ

Ya Rabbku, berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari manusia.” (QS. Ibrahim: 36)

Oleh karena itu, semakin suatu keburukan tersebar, semakin patut untuk dikhawatirkan. Musibah-musibah semacam ini, demi Allah, adalah musibah yang sangat besar. Betapa banyak manusia yang dulunya bersungguh-sungguh dan berada di jalan yang lurus kemudian keluar dari agama Islam disebabkan banyaknya godaan dan cobaan -semoga Allah melindungi kita-. Banyak godaan dan ujian mendatangi seseorang, sementara ia sedang berselimut di tempat tidurnya. Sekarang tidak lagi seperti zaman dahulu. Engkau sendiri yang harus mencari godaan dan cobaan itu. Sekarang, godaan dan cobaan itulah yang mendatangi tempatmu. Tidak perlu pergi mencarinya. Ia akan datang ke tempatnya saat ia sedang berselimut di kamarnya lalu godaan mendatanginya. Godaan itu menjadikan kemaksiatan kepada Allah ‘Azza Wajalla terlihat indah, bahkan bisa jadi menjadikan kekufuran kepada Allah Ta’ala terlihat indah.

***

Penulis: Faadhil Fikrian Nugroho

Sumber: https://muslim.or.id/91348-seuntai-wasiat-untuk-penuntut-ilmu-bag-2.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Apakah Berdoa sambil Melihat Ka’bah Itu Mustajab?

Pertanyaan:

Benarkah bahwa berdoa sambil melihat Ka’bah itu mustajab? Kemudian bolehkah berdoa melalui video call di depan Ka’bah dengan bantuan orang yang sedang di depan Ka’bah?

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,

Keyakinan bahwa berdoa sambil melihat Ka’bah itu mustajab, diambil dari hadis berikut:

من الوليد بن مسلم ، عن عفير بن معدان ، عن سليم بن عامر عَنْ أَبِي أُمَامَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ، قَالَ : تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ ، وَيُسْتَجَابُ دُعَاءُ الْمُسْلِمِ عِنْدَ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَعِنْدَ نُزُولِ الْغَيْثِ ، وَعِنْدَ زَحْفِ الصُّفُوفِ ، وَعِنْدَ رُؤْيَةِ الْكَعْبَةِ

Dari Al-Walid bin Muslim, dari Ufair bin Ma’dan, dari Salim bin Amir, dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Dibuka pintu langit dan dikabulkan doa seorang Muslim yaitu ketika shalat didirikan, ketika turun hujan, ketika pasukan perang berbaris dan ketika melihat Ka’bah” (HR. Ath-Thabrani [8/169], Al-Baihaqi no.7240).

Hadis ini dhaif jiddan (sangat lemah). Penyebabnya ada tiga perkara:

Pertama, terdapat perawi bernama Ufair bin Ma’dan yang disepakati lemahnya. Adz-Dzahabi mengatakan :

عفير بن معدان: مجمع على ضعفه ، قال أبو حاتم: لا يشتغل به

“Ufair bin Ma’dan, disepakati kelemahannya. Abu Hatim berkata: jangan menyibukkan diri dengannya” (Diwan Adh Dhu’afa no.2851).

Kedua, terdapat perawi bernama Al-Walid bin Muslim yang merupakan mudallis, sedangkan di dalam sanadnya menggunakan lafadz ‘an

Ketiga, periwayatan Salim bin Amir dari Abu Umamah yang kebanyakannya merupakan riwayat yang mungkar. Abu Hatim mengatakan:

ضعيف الحديث ، يكثر الرواية عن سليم بن عامر عن أبي أمامة عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم : بالمناكير ؛ ما لا أصل له ، لا يُشْتَغَل بروايته 

“Salim bin Amir lemah periwayatan hadisnya. Ia banyak meriwayatkan dari Abu Umamah dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berupa riwayat-riwayat mungkar yang tidak ada asalnya. Maka jangan menyibukkan diri dengannya” (Al-Jarh wat Ta’dil, 7/36).

Sehingga para ulama mengatakan bahwa hadis ini dhaif jiddan, seperti An-Nawawi, Al-Bushiri, Ibnu Rajab, dan Al-Albani. 

Terdapat dalam hadis lain:

وَقَالَ وَكِيعٌ عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى , عَنْ نَافِعٍ , عَنِ ابْنِ عُمَرَ , وَعَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى , عَنِ الْحَكَمِ , عَنْ مِقْسَمٍ , عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ , عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا تُرْفَعُ الْأَيْدِي إِلَّا فِي سَبْعَةِ مَوَاطِنَ فِي افْتِتَاحِ الصَّلَاةِ , وَاسْتِقْبَالِ الْكَعْبَةِ , وَعَلَى الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ , وَبِعَرَفَاتٍ , وَبِجَمْعٍ وَفِي الْمَقَامَيْنِ وَعِنْدَ الْجَمْرَتَيْنِ»

Dari Waki’, ia berkata: dari Ibnu Abi Laila, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar. Juga dari Ibnu Abi Laila, dari Al-Hakam, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: 

“Jangan mengangkat kedua tangan untuk berdoa kecuali pada tujuh tempat: ketika memulai shalat, ketika menghadap Ka’bah, ketika di Shafa dan Marwah, ketika di Arafah, dan ketika di awal dan akhir Jamarat” (HR. Ibnu Khuzaimah no.2703, Al-Bukhari dalam Qurratul ‘Ainain no.81, Ath-Thabarani dalam Al-Kabir [11/385]).

Hadis ini juga dhaif karena terdapat perawi bernama Ibnu Abi Laila. An-Nasai mengatakan: “laysa biqawiyya (bukan perawi yang kuat)”, Imam Ahmad mengatakan: “Ia buruk hafalannya”, Ibnu Hajar mengatakan: “Ia shaduq dan hafalannya buruk sekali”, Syu’bah mengatakan: “Tidak pernah aku melihat orang yang paling buruk hafalannya melainkan Ibnu Abi Laila”.

Hadis ini didhaifkan oleh Al-Bukhari, Al-Baghawi, Al-Baihaqi, An-Nawawi, dan Al-Albani. 

Terdapat riwayat lain dari hadis ini secara mauquf dari Abdullah bin Abbas. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, ia berkata:

حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: ” لَا تُرْفَعُ الْأَيْدِي إِلَّا فِي سَبْعَةِ مَوَاطِنَ: إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ، وَإِذَا رَأَى الْبَيْتَ، وَعَلَى الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، وَفِي عَرَفَاتٍ، وَفِي جَمْعٍ، وَعِنْدَ الْجِمَارِ “

“Ibnu Fudhail menyampaikan hadis kepadaku, dari Atha’ dari Sa’id bin Jubair, dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: “Jangan mengangkat kedua tangan untuk berdoa kecuali pada tujuh tempat: ketika memulai shalat, ketika menghadap Ka’bah, ketika di Shafa dan Marwah, ketika di Arafah, dan ketika di awal dan akhir Jamarat” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 2450)

Riwayat ini juga dhaif karena terdapat perawi bernama Atha bin as-Saib. Adz-Dzahabi mengatakan: “Ia salah seorang ulama besar dengan sedikit kelemahan, ia tsiqah namun hafalannya buruk di akhir hayatnya”. Ibnu Ma’in mengatakan: “Ia mengalami ikhtilath, hadisnya tidak menjadi hujjah”, Ad-Daruquthni mengatakan: “Ia mengalami ikhtilath”, Ibnu Hajar mengatakan: “Shaduq namun mukhtalith”.

Riwayat yang mauquf ini didhaifkan oleh Al-Bukhari, An-Nawawi, dan Al-Albani.

Namun memang sebagian ulama menghasankan riwayat mauquf ini, seperti Ibnul Jauzi, Al-Haitsami, Ibnul Qayyim, dan Imam Asy-Syafi’i.

Imam Asy-Syafi’i mengatakan : 

وَلَيْسَ فِي رَفْعِ الْيَدَيْنِ شَيْءٌ أَكْرَهُهُ وَلَا أَسْتَحِبُّهُ ، عِنْدَ رُؤْيَةِ الْبَيْتِ ، وَهُوَ عِنْدِي حَسَنٌ

“Seputar mengangkat tangan dalam berdoa, tidak ada yang saya makruhkan atau saya anjurkan ketika melihat Ka’bah. Menurut saya perbuatan ini baik” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan, 7/210).

Demikian juga ada anjuran Imam Ahmad. Al-Kausaj mengatakan:

قُلْتُ: رفعُ اليدين إذا رأى البيتَ؟ قال: ما أَحْسَنَه!

“Aku bertanya: berdoa mengangkat tangan ketika melihat Ka’bah bagaimana hukumnya? Imam Ahmad menjawab: sungguh bagus perbuatan itu” (Masail Al-Kausaj, no. 1404).

Karena hadisnya lemah, sehingga tidak bisa kita tegaskan bahwa doa ketika melihat Ka’bah itu mustajab. Namun perbuatan ini tidak terlarang bahkan dianjurkan oleh sebagian ulama. Terutama ketika berada di tanah haram Mekkah, terlebih di dalam Masjidil Haram, terlebih lagi dibarengi rasa syukur, rasa memelas dan penuh harapan yang muncul ketika melihat Ka’bah, tentunya ini semua menjadi sebab-sebab terkabulnya doa. Lebih lagi bagi orang yang sedang umrah atau haji. 

Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili mengatakan: “Tidak ada dalil shahih tentang diijabahkan doa ketika melihat Ka’bah pertama kali. Namun orang yang umrah atau haji, maka lebih besar kemungkinan diijabah doanya. Karena orang yang haji dan umrah mereka adalah tamu Allah. Mereka dipanggil Allah, dan mereka memenuhi panggilan-Nya. Maka jika berdoa, Allah akan berikan apa yang mereka minta. Maka orang yang haji dan umrah sejak awal mereka ihram sampai selesai haji atau umrahnya lebih besar kemungkinan diijabah doanya. Lebih besar lagi kemungkinannya jika doanya di tempat-tempat ibadah seperti di Arafah atau ketika thawaf” (Sumber: هل الدعاء مستجاب عند رؤية الكعبة لأول مرة؟ الشيخ سليمان الرحيلي حفظه الله).

Dan tidak mengapa berdoa melalui video call di depan Ka’bah dengan bantuan orang yang sedang di depan Ka’bah. Dengan niat berdoa sambil melihat Ka’bah sebagaimana dalam hadis di atas. Karena itu semakna dengan melihat Ka’bah secara langsung.

Dan hendaknya tidak hanya sekedar berusaha berdoa sambil melihat Ka’bah saja, namun juga berusaha untuk memenuhi adab-adab dan syarat-syarat terkabulnya doa. Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili menjelaskan: “Terkadang orang yang berdoa di depan Ka’bah, namun tidak diijabah doanya. Namun terkadang ia berdoa di tempat biasa di pelosok negeri, ternyata dikabulkan. Sehingga yang penting seseorang memenuhi adab-adab dalam berdoa dan syarat-syarat terkabulnya doa, dan ia berusaha mencari tempat yang utama dan waktu yang utama untuk berdoa, maka semakin besar kemungkinan doanya dikabulkan” (Sumber: هل الدعاء في الروضة مستجاب؟ – الشيخ إبراهيم الرحيلي).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

KONSULTASI SYARIAH